Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Legalitas Perizinan Kawasan Wisata Sebagai Upaya Pengembangan Desa Wisata Aktieva Tri Tjitrawati; Rizky Amalia; Fairuz Zahirah Zihni Hamdan
Media Iuris Vol. 5 No. 1 (2022): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v5i1.33353

Abstract

AbstractOne of the Government’s efforts to develop the tourism sector is to line up in villages. Some villages that have natural potential have been developed into tourist villages. The development of tourist villages is not only in nature which is the attraction but also can be a means of education that must be optimized. Gerbo Village is one of the villages in the Pasuruan area that seeks to develop its educational tourism. An understanding of the legal aspects, including permits, business contracts, and so on, needs to be given to village officials, tourism awareness groups, and the local community. This goal is intended as a preventive effort to prevent legal problems that may arise in the future.Keywords: Tourism; Villages; Permits; Business Contract.AbstrakSalah satu upaya Pemerintah untuk pengembangan sektor kepariwisataan adalah berlini pada desa. Beberapa desa-desa yang mempunyai potensi alam di kembangkan menjadi desa wisata. Pengembangan desa wisata tidak hanya pada alam yang menjadi daya tarinya, namun juga bisa menjadi sarana edukasi yang harus dioptimalkan, Hal inilah yang dilakukan oleh Desa Gerbo, salah satu desa di kawasan Pasuruan yang berupaya untuk mengembangkan wisata edukasi yang dimiliki. Pemahaman mengenai aspek hukum yang meliputi perizinan, kontrak bisnis, dan sebagainya perlu untuk diberikan bagi perangkat desa, kelompok sadar wisata dan juga masyarakat setempat. Tujuan tersebut diperuntukkan sebagai upaya preventif untuk mencegah problematika-problematika hukum yang kemungkinan timbul di kemudian hari.Kata Kunci: Kepariwisataan; Desa; Perizinan; Kontrak Bisnis.
Keterlambatan Penyampaian Dokumen Peralihan Hak Atas Tanah Kepada Kantor Pertanahan Selama Pandemi Covid-19 Siti Romlah; Eka Putri Fauzia Ikromi; Fairuz Zahirah Zihni Hamdan
Notaire Vol. 5 No. 2 (2022): NOTAIRE
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/ntr.v5i2.36832

Abstract

AbstractThis research is discussed by proposing the formulation of the problem what the legal consequences of the delay in submitting data on the transfer of land rights to the Land Office in during the Covid-19 pandemic and whether the Covid-19 pandemic conditions were used by PPAT from the obligation to sue based on force majeure. The research uses the method of approach to legislation/statutes approach and conceptual approach, a conclusion is obtained: The legal consequences of delays in PPAT submitting data on the transfer of land rights to the Land Office as referred to in Article 40 paragraph (1) PP No. 24 of 1997, during the Covid-19 pandemic, the deed of transfer of land rights still had the power of proof as an authentic deed. PPAT that does not fulfill the obligations as referred to in Article 40 paragraph (1) P No. 24 of 1997 was subject to administrative sanctions in the form of a written warning to dismissal from his position as PPAT, as stated in Article 62 paragraph (1) of PP. 24 of 1997. The condition of the Covid-19 pandemic cannot be used by PPAT from the obligation to sue based on Force Majeure, because as Article 102 of Permen ATR No. 7 of 2019, the PPAT deed was submitted to the Head of the Land Office can be in the form of an Electronic Document. PPAT ignores the provisions of Article 40 paragraph (1) PP No. 24 of 1997 may give the aggrieved party the right to claim compensation as stipulated in Article 62 paragraph (2) PP No. 24 of 1997, based on having committed an unlawful act as referred to in Article 1365 B.W.Keywords: PPAT Liability; Retardation; Land Rights Transfer Documents; Covid-19. AbstrakPenelitian ini mengajukan rumusan masalah apa akibat hukum keterlambatan PPAT menyampaikan data-data peralihan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan pada masa pandemi Covid-19 dan apakah kondisi pandemi Covid-19 digunakan PPAT dari kewajiban bertanggung Gugat Atas Dasar Force majeur. Penelitian menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan/statute approach dan pendekatan konsep/conseptual approach, diperoleh suatu kesimpulan: Akibat hukum keterlambatan PPAT menyampaikan data-data peralihan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan sebagaimana Pasal 40 ayat (1) PP No. 24/1997, pada masa pandemi Covid-19 terhadap akta peralihan hak atas tanah tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta otentik. PPAT yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana Pasal 40 ayat (1) P No. 24 Tahun 1997 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, sebagaimana Pasal 62 ayat (1) PP No. 24/1997. Kondisi pandemi Covid-19 tidak dapat digunakan oleh PPAT dari kewajiban bertanggung Gugat Atas Dasar Force majeur, karena sebagaimana Pasal 102 Permen ATR No. 7/2019, bahwa akta PPAT yang disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan dapat berupa Dokumen Elektronik. PPAT mengabaikan ketentuan Pasal 40 ayat (1) PP No. 24/1997 dapat memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk menggugat ganti kerugian sebagaimana ketentuan Pasal 62 ayat (2) PP No. 24/1997, atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana Pasal 1365 B.W.Kata Kunci: Tanggung Gugat PPAT; Keterlambatan; Dokumen Peralihan Hak Atas Tanah; Covid-19.
Upaya Keberatan atas Putusan KPPU ke Pengadilan Niaga: Pembaharuan Berkepastian Hukum Fairuz Zahirah Zihni Hamdan; Suseno Suseno; Anjas Putra Pramudito; Nalendra Pradipto
Media Iuris Vol. 6 No. 1 (2023): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v6i1.26393

Abstract

AbstractLegal reform has been implemented in the formation of legislation in Indonesia, namely the Copyright Work Law with the omnibus model. Various laws are made into one in the Copyright Act, including the matter of business competition. The new provisions in the Copyright Act that cause controversy are related to the accuracy of the chosen legal domain to be used as a solution in the case of business competition. The shift of authority from the District Court to the Commercial Court to handle the objections to the KPPU ruling raises pros and cons related to the legal certainty resulting from the process of handling the case. Legal research conducted here aims to explain the facts of the applicable law. The results showed that the handling of objections to the decision of KPPU which became the authority of the Commercial Court based on the Copyright Work Law is the right thing. This is because the Commercial Court is a special court of the general judiciary whose judges are more competent in business matters. Besides, this transfer of authority provides legal certainty to the parties to the dispute because the Commercial Court, in this case, is a judicial institution that has the authority to examine, decide, and adjudicate cases following absolute competence and relative competence, and the judge in it acts as judex facti. AbstrakPembaharuan hukum telah dilaksanakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu UU Cipta Kerja dengan model Omnibus. Berbagai undang-undang dijadikan satu di dalam UU Cipta Kerja, termasuk perihal perkara persaingan usaha. Ketentuan baru dalam UU Cipta Kerja yang menimbulkan kontroversi adalah terkait ketepatan ranah hukum yang dipilih untuk dijadikan solusi dalam perkara persaingan usaha. Pergeseran kewenangan dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga untuk menangani upaya keberatan atas putusan KPPU menimbulkan pro dan kontra berkaitan dengan kepastian hukum yang dihasilkan dari proses penanganan perkara tersebut. Penelitian hukum yang dilakukan disini bertujuan untuk memberikan penjabaran terkait fakta hukum yang telah berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan upaya keberatan atas putusan KPPU yang menjadi kewenangan Pengadilan Niaga berdasarkan UU Cipta Kerja adalah hal yang tepat. Hal tersebut dikarenakan Pengadilan Niaga merupakan pengadilan khusus dari peradilan umum yang para hakimnya lebih berkompeten dalam perkara perniagaan. Selain itu peralihan kewenangan ini memberikan kepastian hukum kepada para pihak bersengketa karena Pengadilan Niaga dalam hal ini merupakan lembaga peradilan yang memiliki kewenangan memeriksa, memutus, dan mengadili perkara sesuai kompetensi absolut dan kompetensi relatifnya, dan hakim di dalamnya berperan sebagai judex facti.
Analisis Prinsip First to File dalam Perkara Desain Industri (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 16/Pdt.Sus.DesainIndutri/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst) Anjas Putra Pramudito; Vioxcy Ananta Putra; Fairuz Zahirah Zihni Hamdan
Jurnal Suara Hukum Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Suara Hukum
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sengketa hak desain industri banyak terjadi di Indonesia, salah satunya perkara I AM GEPREK BENSU yang telah diputus melalui Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 16/Pdt.Sus.DesainIndustri/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. Putusan tersebut menjadi menarik karena amar putusan Majelis Hakim bila ditinjau secara normatif dari UU No. 31 Tahun 2000 maupun secara teori, terdapat ketidakselarasan terkait penerapan prinsip first to file. Penulisan ini menjadi penting karena mengulas prinsip first to file dari sisi teori, norma, dan praktik yang mana belum pernah dibahas sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Amar putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah sesuai dengan ketentuan UU No. 31 Tahun 2000. Namun yang tidak sesuai adalah ketentuan yang menjadi dasar dalam putusan tersebut, yaitu Pasal 2 ayat (3) huruf c UU No. 31 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa salah satu bentuk pengungkapan sebelumnya untuk menentukan kebaruan suatu desain industri adalah pengumuman dan penggunaan desain industri tersebut baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Hal ini tidak selaras dengan prinsip first to file yang sesungguhnya.
Limitation of Misconduct of Judges: Increasing The Synergy of Supervision of Judges by The Judicial Commission and The Supreme Court Fairuz Zahirah Zihni Hamdan; Dwi Rahayu Kristianti; Vincentius Verdian
Yuridika Vol. 38 No. 2 (2023): Volume 38 No 2 May 2023
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/ydk.v38i2.45472

Abstract

The supervision of judges in judicial power in Indonesia is carried out by two state institutions: the Judicial Commission and the Supreme Court. Internal supervision of judges is carried out by the Supreme Court on the judicial technicalities of judges and externally by the Judicial Commission on the ethical aspects of judge behavior. However, in its implementation, there is still no explicit limit to the scope of judges’supervision between the two institutions. This research aims to provide a different perspective and new breakthrough in judge supervision, namely, setting a boundary between judicial technical violations and ethical violations in examining alleged ethical violations by judges as a form of judicial supervision. The type of research used was reform-oriented research using a statutory and conceptual approach. The results showed that the mechanism for supervising judges was regulated through the Joint Regulations of the Supreme Court and Judicial Commission on the Code of Ethics and Code of Conduct for Judges (KEPPH), KEPPH Enforcement Guidelines, and Joint Examination Procedures. However, in its implementation, there is still a problem of unclear scope and limitations in the supervision of judges. Therefore, there must be improvements in related regulations by limiting technical judicial violations and ethical behavior.
Revisiting Young Children's Technological Learning Behavior within a Microsystem Context for Development of the Next Generation Adi Suryani; Sonny Harry Budiutomo H.; Soedarso Soedarso; Khairun Nisa; Fairuz Zahirah Zihni Hamdan
Journal of Development Research Vol. 7 No. 2 (2023): Volume 7, Number 2, November 2023
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Nahdlatul Ulama Blitar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28926/jdr.v7i2.339

Abstract

Children nowadays are more likely than earlier generations to understand, get along with, and be comfortable with technology. Compared to children from the past, children nowadays can find basic technology like a laptop or mobile phone with less difficulty. In addition, they can see how adults use those devices. Children may develop tighter and more frequent relationships with the instruments as a result of these aspects. This research intends to investigate how two children learn to use the available technology. The study adopts a qualitative research method. The data are collected by interviewing the parents of two children. The study discovers that, from the viewpoint of their parents, youngsters are unknowingly gaining information through technology through both individual and peer playing. They begin to learn how to share, analyze independently, work together, and internalize information from their peers through this playing and learning. Children also practice trial-and-error learning, in which they try things out, fail occasionally, and then figure things out. Children also learn how to stimulate their interest and satisfy their curiosity by gaining and examining new knowledge. The study also emphasizes the important functions of a few enabling elements, such as family support, children's active participation, the social dynamics at school, and the link between the family and the school.
Pengembangan Santri Kreatif melalui Peningkatan Keterampilan Seni Islam dan Sumber Daya Pendukung di Pondok Pesantren Nurul Haromain 93 “Ribath Tahfidz Al-Qur’an Al-Fauzi” Muhibbin, Zainul; Soedarso, Soedarso; Harmadi, Sonny Harry Budiutomo; Saifulloh, Moh.; Hamdan, Fairuz Zahirah Zihni; Nisa, Khairun; Rahmawati, Deti; Mustofa, Muhammad Ubaidillah Al
Sewagati Vol 8 No 1 (2024)
Publisher : Pusat Publikasi ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j26139960.v8i1.906

Abstract

Kehadiran pesantren, sebagai salah satu bentuk institusi pendidikan yang dapat bersama-sama dengan institusi pendidikan lainnya mencetak generasi muda yang beriman, berbudi luhur, berakhlak mulia serta memiliki pengetahuan yang memadai. Pesantren di masa sekarang bertugas tidak hanya memberikan pengetahuan berbasis keagamaan Islam, akan tetapi juga memberikan kesempatan kepada santri untuk mengembangkan diri melalui keterampilan dan kreativitas. Pesantren dituntut untuk mengalami proses transformasi dibidang peran di masyarakat. Di masa sebelumnya, pesantren hanya berfokus pada dimensi agama, akan tetapi di masa sekarang pesantren dituntut untuk juga dapat berkontribusi dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Departemen Studi Pembangunan melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini bermaksud ingin memaksimalkan pengembangan keterampilan para santri Pondok Pesantren Nurul Haromain 93 ‘Ribath Tahfidz Al-Qur’an Al-Fauzi’ berupa pelatihan keterampilan seni dakwah, tilawah, dan kaligrafi. Selama pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, tim menemukan bahwa santri dan santriwati belum pernah menerima pelatihan serupa, sehingga mereka memiliki ketertarikan dan semangat yang tinggi untuk belajar. Para santri dan santriwati sangat antusias dalam mencoba mempraktikkan seni dakwah, tilawah, dan kaligrafi. Meski belum memiliki kepercayaan diri yang maksimal, pada akhir kegiatan mereka mampu mencoba, dan mulai menyadari bahwa keterampilan yang diasah tersebut dapat menjadi potensi kewirausahaan menuju santripreneurship. Kemampuan inilah yang siap mendongkrak kesuksesan melalui inovasi dan kreativitas tanpa meninggalkan nilai-nilai agama.