A. J. M. Rattu
Universitas Sam Ratulangi

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Faktor Resiko Terjadinya Stunting Pada Anak TK Di Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara Bentian, Irmawaty; Mayulu, N.; Rattu, A. J. M.
JIKMU Vol 5, No 1 (2015): Volume 5 No.1 Januari 2015
Publisher : JIKMU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Stunting adalah bentuk dari proses pertumbuhananak yang terhambat. Sampai saat ini stuntingmerupakan salah satu masalah gizi yang perlumendapat perhatian. Faktor utama penyebabstunting yaitu asupan makanan yang tidakseimbang, berat badan lahir rendah (BBLR) danpenyakit infeksi. Menganalisis faktor resikoterjadinya stunting pada anak  TK  di Wilayah kerjaPuskesmas Siloam Tamako Kabupaten KepulauanSangihe. penelitian ini merupakan penelitiananalitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol(case control). Jumlah sampel yang digunakan 30dari kelompok kasus dan 30 dari kelompok kontrol.Variabel bebas yaitu berat badan lahir rendah, ASIEksklusif dan Imunisasi dasar, sedangkan variabelterikat yaitu stunting. Pengumpulan data dilakukanmelalui pengukuran tinggi badan subjek danwawancara kuisioner kepada responden. Analisisdata dilakukan dengan uji Chi – square (bivariat)dan regresi logistik ganda (multivariat). Hasil ujistatistik menunjukkan BBLR dan pemberian ASIEksklusif merupakan faktor resiko terjadinyastunting. Hasil analisis multivariat menunjukkanvariabel BBLR merupakan faktor resiko yangpaling dominan setelah dikontrol dengan variabelASI Eksklusif.  Kata Kunci : stunting, Faktor Resiko, Anak TK.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado Lontoh, Esther; Pandelaki, K.; Rattu, A. J. M.
JIKMU Vol 5, No 2 (2015): Volume 5 No.2 Januari 2015
Publisher : JIKMU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit Diabetus militus adalah penyakit seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan, akan tetapi kadar gula darah dapat diminimalkan/dikendalikan sedemikian rupa sehingga mendekati kadar glukosa orang normal atau dalam batas normal. Kadar glokosa yang tidak terkendalikan atau tidak tertangani dengan baik bisa mengakibatkan berbagai komplikasi. Komplikasi kronik DM dapat timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, kemudian berangsur menjadi makin berat dan membahayakan. Komplikasi ini meliputi mokrovaskuler dan mikrovaskuler berupa retinopati, nefropati, ulkus diabetes, dan neuropati. Tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Diabets Melitus pada pasien baru di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan Cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 96 responden. Variabel bebas adalah riwayat keluarga, umur, IMT, aktivitas fisik, diet, pengetahuan dan sikap sedangkan variabel terikat adalah terjadinya DM. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara riwayat keluarga, umur, IMT, aktivitas fisik, diet dan pengetahuan dengan kejadian DM.   Kata Kunci : Kejadian DM, Riwayat Keluarga, Umur, IMT, Aktivitas Fisik, Diet, Pengetahuan  
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Ariani, Ni Wayan; Rattu, A. J. M.; Ratag, Budi
JIKMU Vol 5, No 2 (2015): Volume 5 No.2 Januari 2015
Publisher : JIKMU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyakit Tuberkulosis paru merupakanpenyakit kronik. Prevalensi Tb paru di SulawesiUtara menurut data Riskesdas tahun 2014 sebesar0.3 % dari jumlah penduduk, dengan kata lain, rataratatiap100.000 penduduk Indonesia terdapat 400orang yang didiagnosis kasus Tb paru. Berdasarkanlaporan tahunan yang dibuat oleh Dinas KesehatanKabupaten Bolaang Mongondow Timur, insidenkasus Tb paru pada tahun 2011 terdapat 60penderita yang didiagnosa (+) menderita Tb paru,kemudian meningkat pada tahun 2014 terdapat 102penderita yang dinyatakan secara klinis denganBTA (+) menderita Tb paru. Penelitian inibertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yangberhubungan dengan keteraturan minum obatpenderita Tb paru di Wilayah Kerja PuskesmasKecamatan Modayag Kabupaten BolaangMongondow Timur. Penelitian ini menggunakanmetode cross sectional study. Besar sampel yaitusemua penderita Tb paru yang telah didiagnosisoleh dokter berdasarkan hasil sputum BTA positifdan yang tercantum dalam data rekam medik yangada di wilayah kerja Puskesmas KecamatanModayag Kabupaten Bolaang Mongondow Timuryang berjumlah 41 Orang. Yang menjadi variabelbebas ialah umur, jenis kelamin, pekerjaan,pengetahuan, sikap, serta peran petugas menelanobat (PMO), sedangkan keteraturan minum obatpenderita tuberkulosis paru merupakan variabelterikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adahubungan yang bermakna antara jenis kelamin,sikap dan pengetahuan terhadap keteraturan minumobat. Hasil analisis multivariat menunjukkanbahwa pengetahuan merupakan variabel yangpaling dominan mempengaruhi keteraturan minumobat penderita Tb paru.    Kata Kunci : Keteraturan Minum Obat,Tuberkulosis
Analisis hubungan stresor kerja (kondisi pekerjaan, hubungan interpersonal dan tampilan pekerjaan-rumah) dengan kinerja pada pegawai Puskesmas Tongkeina Kota Manado Tene, Marcelus; Rattu, A. J. M.; Lampus, Benedictus S.
e-Biomedik Vol 4, No 1 (2016): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v4i1.11487

Abstract

Abstract: Problems that often arise in health centers are among others issues of medical and paramedical personnel performance which appear on the quality of work or the quality of service and achievement of the programs implemented at the PHC. Individual performance is related to the working person's behavior. Employee behavior will result in a positive long-term performance and increase the ability of personnel, or vice versa, causing a negative long-term performance and a decrease in the ability of personnel. This study aimed to determine the relationship between working stressors and employee performance at Tongkeina Health Center Manado. This was a descriptive analytical study with a cross sectional design conducted at the health center Tongkeina from August 2013 to November 2013. The results showed that there was a relationship between job condition, interpersonal relationship, and homework presentation with employee performance. Interpersonal relationship was the most dominant variable affected the performance of employees in the health center Tongkeina.Keywords: stressor, performanceAbstrak: Permasalahan yang sering muncul di Puskesmas antara lain masalah kinerja tenaga medis dan paramedis, yang nampak dari kualitas pekerjaan atau kualitas pelayanan dan hasil pencapaian program yang dilaksanakan Puskesmas. Kinerja individu berhubungan dengan perilaku bekerja seseorang. Perilaku pegawai akan menghasilkan kinerja jangka panjang yang positif dan peningkatan kemampuan personil, atau sebaliknya, menimbulkan kinerja jangka panjang yang negatif serta penurunan kemampuan personil. Penelitian iani bertujuan untuk menentukan hubungan antara stresor kerja dan kinerja pegawai Puskesmas Tongkeina Kota Manado. Jenis penelitian ini deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang. Penelitian dilakukan di Puskesmas Tongkeina, kecamatan Bunaken, Kota Manado pada bulan Agustus 2013 sampai November 2013. Hasil penelitian mendapatkan bahwa terdapat hubungan antara kondisi pekerjaan, hubungan interpersonal, dan tampilan pekerjaan rumah dengan kinerja pegawai. Variabel hubungan interpersonal yang paling dominan berpengaruh pada kinerja pegawai di Puskesmas Tongkeina.Kata kunci: stresor, kinerja
KEBUTUHAN PERAWATAN ORTHODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA SMP NEGERI 1 TARERAN Wilar, Liefany Anastasia; Rattu, A. J. M.; Mariati, Ni Wayan
e-GiGi Vol 2, No 2 (2014): e-GiGi
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/eg.2.2.2014.5035

Abstract

Abstract: Malocclusion according to World Health Organization (WHO) is a defect or functional distruption that can be a hampered to a physical and emotional health from patient who needs treatment. The aim of this study is to know the needs of orthodontic treatment of students in SMPN 1 Tareran ages 13-14 years old according to IOTN. Index of Orthodontic Treatment Need consisted of two parts which are Aesthetic Component (AC) and Dental Health Component (DHC). This is a descriptive study, has done in SMPN 1 Tareran Rumoong village on March 2014. The population of this study is all the students of SMPN 1 Tareran ages 13-14 years old totaled 155 students and only 61 students included in the sampling frame. These sample observed using AC and DHC according to IOTN. The result of the study showed that according to AC (73,77%) don’t need treatment or need minor treatment, (22,95%) need a borderline treatment and (3,28%) really need treatment. According to DHC (16,39%) don’t need treatment or need minor treatment, (18,04%) need a borderline treatment and (65,57%) really need treatment. Keywords: Malocclusion, Index of Orthodontic Treatment Need, Aesthetic Component, Dental Health Component.     Abstrak: Maloklusi menurut World Health Organization (WHO) adalah cacat atau gangguan fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional dari pasien yang memerlukan perawatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kebutuhan perawatan orthodonsi siswa SMP Negeri 1 Tareran usia 13-14 tahun berdasarkan IOTN. Index of Orthodontic Treatment Need terdiri dari dua bagian yaitu Aesthetic Component (AC) dan Dental Health Component (DHC). Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan di SMP Negeri 1 Tareran desa Rumoong pada bulan Maret 2014. Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa SMP Negeri 1 Tareran usia 13-14 tahun yang berjumlah 155 siswa dan hanya 61 siswa yang termasuk dalam sampling frame. Sampel kemudian diperiksa menggunakan AC dan DHC berdasarkan IOTN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan AC (73,77%) tidak atau butuh perawatan ringan, (22,95%) butuh perawatan borderline dan (3,28%) sangat butuh perawatan. Berdasarkan DHC (16,39%) tidak atau butuh perawatan ringan, (18,04%) butuh perawatan borderline dan (65,57%) sangat butuh perawatan. Kata kunci: Maloklusi, Index of Orthodontic Treatment Need, Aesthetic Component, Dental Health Component.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMURANG TIMUR KABUPATEN MINAHASA SELATAN Manese, Maria Martha; Ratag, Budi T.; Rattu, A. J. M.
KESMAS Vol 6, No 3 (2017): Volume 6, Nomor 3, Mei 2017
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada balita. Data jumlah kasus ISPA di Sulawesi Utara tahun 2014, terdapat 58.328 kasus pada balita usia 1-4 tahun dan di Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2014 jumlah kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun berjumlah 3693 kasus. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan faktor-faktor risiko kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan. Penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan desain case control study, yang dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2016 di wilayah kerja Puskesmas Amurang Timur kabupaten Minahasa Selatan. Jumlah sampel sebanyak 150 responden terdiri 75 responden yang pernah menderita ISPA dan 75 responden yang tidak pernah menderita ISPA. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengamatan (observasi) dan wawancara (kuesioner). Secara statistic nilai probabilitas yang diperoleh berdasarkan hasil uji chi square yaitu kepadatan hunian (p = 0,021; OR = 0,32; CI 95% = 0,11-0,87), ventilasi (p = 0,41; OR = 0,38; CI 95% = 0,14-0,98) dan merokok (p = 0,006; OR = 2,62; CI 95% = 1,30-5,27) dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan Terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA, ventilasi dengan kejadian ISPA, dan merokok dengan kajadian ISPA.Kata Kunci: Kepadatan Hunian, Ventilasi, Merokok, Kejadian ISPAABSTRACTISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) or URI (Upper Respiratory Tract Infection) is become the main problem in Indonesia because the number of patient is still high especially toddler. Based on data the number of ISPA or URI there are 58.328 cases for toddler beetwen 1-4 years in North Sulawesi, while in South Minahasa District there are 3693 cases both in 2014. The purpose of this research is to analyze the risk of factors of ISPA or URI cases in Puskesmas South Minahasa District. The methodology that used in this research is research analytic survey with case control study design which held on January-March 2016 in Puskesmas district South Minahasa District. The total sample in this research is 150 respondents, 75 for they who bas been suffered ISPA and 75 for those who did not suffered ISPA. The instrument for this research is observation and questionnaire. Statistically value probability based on test result chi square ie density of dwelling (p = 0,021; OR = 0,32; CI 95% = 0,11-0,87), ventilation (p = 0,41; OR = 0,38; CI 95% = 0,14-0,98) and smoking (p = 0,006; OR = 2,62; CI 95% = 1,30-5,27) with events ISPA in the work area Puskesmas Amurang East South Minahasa District. There are interrelated by Dwelling Density with events ISPA, Ventilation with inciden ISPA, and Smoking with events ISPA.Keywords : Dwelling Density, Ventilation, Smoking, Events ISPA
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 13-36 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SONDER Pangkong, Marlan; Rattu, A. J. M.; Malonda, Nancy S.H.
KESMAS Vol 6, No 3 (2017): Volume 6, Nomor 3, Mei 2017
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang anak-anak yang mengalami gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak-anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan berdasarkan umur mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah rata-rata Standar Pertumbuhan Anak WHO., secara nasional tahun 2013 sebesar 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2% terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013. Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 13-36 Bulan. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sonder, Minahasa. Populasi penelitian ini adalah seluruh anak usia 13-36 bulan. Sampel pada penelitian ini 82 balita dengan teknik teknik purposive sampling. Variabel yang diteliti adalah pemberian ASI Eksklusif pada anak usia 13-26 bulan. Analisis bivariat menggunakan uji chi square (CI=95%, α=0,05). Hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sonder menunjukkan batita yang diberi ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 20,7% dan batita yang tidak diberi ASI eksklusif berstatus stunting sebesar 26,8% dengan nilai p > 0,05 yaitu p value 0.376 yang berarti bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada Usia 13-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sonder.Kata kunci: ASI eksklusif, balita, stuntingABSTRACT Stunting is the impaired growth and development that children experienced from poor nutrition, repeated infection, and inadequate psychosocial stimulation. Children are defined as stunted if their height-for-age is more than two standard deviations below the WHO Child Growth Standards median. Nationally, stunting prevalency in 2013 is 37.2%, which means an increase if compared to 2010 (35.6%) and 2007 (36.8%). The short prevalence of 37.2% consists of very short 18.0% and 19.2% short. In 2013 very short prevalence showed a decline, from 18.8% in 2007 and 18.5% in 2010. The short prevalence increased from 18.0% in 2007 to 19.2% in 2013. The purpose of this study was to analyze the relationship between Exclusive Breastmilk With Stunting Incidence to Children on age 13 to 36 Months. This study is an analytic observational research with cross sectional design conducted in the working area of Sonder Community Health Center, Minahasa. The population of this study is all children on aged 13-36 months. The sample in this study were 82 children using purposive sampling technique. The variables studied were exclusive breastfeeding to children on age 13 to 36 Months. Bivariate analysis using chi square test (CI = 95%, α = 0,05). The results of research conducted in the work area of Sonder Community Health Center showed toddlers who were given exclusive breastfeeding stunting nutritional status of 20.7% and toddlers who were not exclusively breastfed with stunting status of 26.8% with p> 0,05 i.e p-value 0.376 which means that there was no significant association between exclusive breastfeeding and stunting incidence at 13-36 months of age of Sonder Community Health Center working area.Keywords: Exsclusive breastmilk, children, stunting