Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

SISTEM INFORMASI PERTANAHAN PARTISIPATIF UNTUK PEMETAAN BIDANG TANAH Mustofa, Fahmi Charish; Aditya, Trias; Sutanta, Heri
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 20, No 1 (2018)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.149 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2018.20-1.702

Abstract

Perkembangan teknologi informasi dan infrastruktur pendukungnya menciptakan peluang untuk dikembangkannya Sistem Informasi Pertanahan (SIP) yang lebih handal, efisien dan tepat waktu di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pertumbuhan kebutuhan informasi mengenai pertanahan yang lebih mudah diakses yang diminta oleh masyarakat (penerima kebijakan) dan pemerintah (pembuat kebijakan) meningkat lebih tinggi dari sebelumnya. Pengguna data dan informasi dewasa ini sangat kritis terhadap penyediaan layanan informasi pertanahan yang baik. Realitasnya ditemui kendala terkait belum tuntasnya pemetaan bidang tanah. Bidang tanah yang sudah terpetakan baru sekitar 44,5%. Sistem Informasi Pertanahan Partisipatif diusulkan untuk menciptakan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk dapat terlibat langsung dalam tahapan pemetaan bidang tanah. Pelibatan masyarakat selain menjamin berkurangnya sengketa, juga diharapkan untuk percepatan pemetaan bidang tanah. Tujuan yang hendak dicapai paper ini adalah untuk merangkum isu-isu terbaru mengenai SIP-P untuk pemetaan bidang tanah dan mengembangkan skema konseptual untuk panduan penelitian yang lebih mendalam. Pendalaman tinjauan literatur menghasilkan skema konseptual SIP-P untuk pemetaan bidang tanah. Hal-hal yang terangkum di dalam skema konseptual: sistem informasi yang telah ada, pendekatan partisipatif, kontrol kualitas dan usulan alur kerja pemetaan bidang tanah menggunakan platform SIP-P.Kata kunci: Sistem informasi pertanahan partisipatif (SIP-P), pendekatan partisipatif, pemetaan bidang tanah, pendaftaran tanah
PENGAYAAN INFRASTRUKTUR DATA SPASIAL MENGGUNAKAN DATA DARI CROWD UNTUK TANGGAP DARURAT BENCANA Yulfa, Arie; Aditya, Trias; Sutanta, Heri
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 21, No 2 (2019)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.027 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2019.21-2.939

Abstract

Ketersediaan data spasial merupakan faktor penting bagi pelaku tanggap darurat dalam menjalankan misinya. Selama ini, sumber data utama adalah pemerintah, salah satunya melalui jaringan infrastruktur data spasial (IDS). Namun, realitanya menunjukkan bahwa pemerintah sering kesulitan dalam menyediakan data terkini pada masa tanggap darurat. Sementara itu, perkembangan teknologi Web 2.0 telah memungkinkan kerumunan daring (crowd) untuk menjadi sumber data alternatif. Kerumunan daring ada yang berkontribusi data secara aktif dan pasif. Penggabungan antara dua sumber data tersebut diyakini menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan data bagi petugas tanggap darurat bencana. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah usulan sistem yang dapat menggabungkan dua sumber data dari pemerintah dan kerumunan daring pada kegiatan tanggap darurat bencana. Metode untuk mencapai tujuan tersebut adalah melakukan studi pustaka, analisis kebutuhan, desain dan implementasi sistem berdasarkan rancangan skenario tanggap darurat bencana. Hasil yang diperoleh adalah sebuah rangkaian aplikasi yang mengikuti usulan sistem untuk menggabungkan data pemerintah dan kerumunan daring. Rangkaian aplikasi tersebut adalah aplikasi geoportal, aplikasi peranti bergerak, media sosial dan peta daring. Secara garis besar penelitian ini menunjukkan bahwa mengadopsi dua sumber data dapat mengatasi potensi kekurangan data pada saat tanggap darurat bencana, meskipun isu terkait kualitas data belum tuntas diatasi dalam penelitian ini. Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi petugas tanggap darurat bencana di Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana.
ANALISIS HASIL PENETAPAN BATAS DESA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Sutanta, Heri; Pratiwi, Imasti Dhani; Atunggal, Dedi; Cahyono, Bambang Kun; Diyono, Diyono
GEOMATIKA Vol 26, No 2 (2020)
Publisher : Badan Informasi Geospasial in Partnership with MAPIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24895/JIG.2020.26-2.1163

Abstract

Batas administrasi desa memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai kegiatan pemerintahan. Batas desa di Kabupaten Gunungkidul didelineasi ulang pada tahun 2018 melalui kegiatan yang difasilitasi oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Acuan utama untuk membuat Peta Kerja Batas adalah Peta Desa Lama skala 1:5.000 yang dibuat antara tahun 1932-1938. Batas desa pada Peta Desa Lama tersebut diinterpretasi dan didigitasi di Citra Tegak Resolusi Tinggi dari Badan Informasi Geospasial. Penelitian ini menganalisis perbedaan batas dalam hal karaksteristik segmen batas, pergeseran segmen batas, dan perubahan luas wilayah. Terdapat perubahan karakteristik segmen batas yang berupa titik temu, segmen berbatasan dan segmen tidak berbatasan. Pergeseran posisi segmen batas yang terjadi sampai 1.773 m pada Peta RBI, dan 997 m pada hasil identifikasi peta desa lama. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul mengalami penurunan dibandingkan dengan luas menurut Peta RBI sebesar 287,79 hektar, dan 269,22 hektar jika dibandingkan dengan data BPS. Dalam hal luas wilayah desa terdapat 71 desa mengalami penambahan luas wilayah dibandingkan dengan Peta RBI dan 67 desa jika dibandingkan dengan data BPS. Perbedaan sumber data, skala, dan metode pembuatan batas di Peta RBI dan hasil kesepakatan menghasilkan perbedaan karakteristik batas, posisi garis batas, dan luas wilayah. Berdasarkan hasil ini, batas desa definitif perlu disegerakan penyediaannya untuk menggantikan jenis batas lain yang terpaksa digunakan.
Tipologi alamat di perkotaan dan perdesaan Indonesia dalam proses standardisasi pengalamatan. Heri Sutanta; Ni Putu Praja Chintya; Dedi Atunggal; Diyono Diyono; M. Fakhruddin Mustofa; Suprajaka Siswosudarma
Majalah Geografi Indonesia Vol 36, No 1 (2022): Majalah Geografi Indonesia
Publisher : Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/mgi.68348

Abstract

Abstrak Alamat merupakan salah satu komponen wajib pada identitas penduduk dan dokumen legal-formal lain yang digunakan dalam berbagai kepentingan serta kegiatan sehari-hari. Dalam dunia nyata terdapat variasi penulisan alamat. Variasi penulisan alamat ini memiliki elemen yang terkait aspek lokalitas wilayah maupun yang terkait dengan ketiadaan standar pengalamatan. Variasi penulisan alamat diinventarisasi melalui survei lapangan dan survei secara daring. Survei dilakukan di wilayah perdesaan dan perkotaan untuk dapat memotret berbagai tipe penulisan alamat. Tipologi penulisan alamat tersebut kemudian diklasifikasikan berdasar dua model. Berdasarkan fungsinya, ada alamat yang digunakan untuk kepentingan legal-formal dan alamat yang digunakan untuk penunjuk atau penanda lokasi. Berdasarkan karakteristik wilayahnya terdapat tipologi alamat perdesaan dan alamat perkotaan. Di model alamat perdesaan terdapat 18 komponen sedangkan di model alamat perkotaan terdapat 16 komponen. Selanjutnya, berdasarkan tipologi alamat yang diperoleh dan kebutuhan alamat dalam kegiatan legal-formal ditetapkan sifat kewajiban setiap komponen alamat. Tiga sifat yang ditetapkan meliputi wajib (W), bersyarat (B), dan opsional (O). Hasil penetapan ini selaras dengan RSNI2 tentang Pengalamatan di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan di Indonesia.Abstract Address is one of the mandatory components of resident identity and other legal-formal documents used in various interests and daily activities. In the real world, there are variations of writing addresses. This variation of address writing has elements related to regional locality aspects and those associated with the absence of addressing standards. Address writing variations were inventoried through field surveys and online surveys. The survey was conducted in rural and urban areas to portray various types of address writing. The typology of address writing is then classified based on two models. Based on its function, there are addresses used for legal-formal purposes and addresses used for pointers or location markers. Based on the characteristics of the region, there are typologies of rural addresses and urban addresses. In the rural address model, there are 18 components, while in the urban address model, there are 16 components. Furthermore, based on the typology of addresses obtained and the need for addresses in legal-formal activities, the nature of the obligations of each component of the address is determined. The three defined properties include mandatory (W), conditional (K), and optional (O). The results of this determination are in line with the RSNI2 concerning Addressing in Rural and Urban Areas in Indonesia.
The Level of Community Participation in Land Registration Activities in Indonesia Kusmiarto Kusmiarto; Heri Sutanta; Trias Aditya
BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan Vol. 6 No. 1 (2020): Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/jb.v6i1.423

Abstract

Abstract: Community participation in the implementation of government projects, including land registration activities, has now increasingly incorporated and mainstreamed. The public is encouraged and invited to actively participate in the various stages of land registration process. However, the extent of community participation in land registration activities in Indonesia has not been thoroughly investigated. This paper aims to examine the level of community participation in supporting the Complete Systematic Land Registration, known as PTSL in Indonesia.  Classical and new theories on community participation were used as the framework. They include A Ladder of Citizen Participation, the Wheel of Participations, and Consultations Complexity Chart. All stages in the PTSL were identified and classified based on their levels or quadrants on the three theoretical models. The findings show that 13 out of 32 steps in the PTSL have public participation involvement, 7 steps potentially involve community participation and 12 of them have no community elements. Stages in PTSL that have community participation are located at a higher level of the ladder and the wheels, as well as the most complex part in the chart.Intisari: Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan proyek-proyek pemerintah, termasuk pada kegiatan pendaftaran tanah, kini semakin diarusutamakan. Masyarakat didorong untuk terlibat dalam berbagai tahapan proses pendaftaran tanah secara aktif. Namun, sejauh mana partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia belum diteliti secara menyeluruh. Tulisan ini bertujuan untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan Pendaftaran Tanah, yang dikenal sebagai PTSL di Indonesia. Teori klasik dan baru tentang partisipasi masyarakat digunakan sebagai kerangka kerja kajian ini. Teori-teori tersebut adalah Tangga Partisipasi, Roda Partisipasi, dan Bagan Kompleksitas Konsultasi. Semua tahapan dalam PTSL diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan level atau tingkatan, dan kuadran pada tiga model teoritis tersebut. Temuan menunjukkan bahwa 13 (tiga belas) dari 32 (tigapuluh dua) tahapan kegiatan dalam PTSL ada keterlibatan partisipasi masyarakat, 7 (tujuh) langkah berpotensi melibatkan partisipasi masyarakat dan 12 (dua belas) di antaranya tidak ada keterlibatan unsur masyarakat. Tahapan dalam PTSL dengan partisipasi masyarakat semakin menuju pada tangga partisipasi yang lebih tinggi, dan kuadran roda partisipasi yang lebih jauh, serta pada bagian paling kompleks dalam Bagan Kompleksitas Konsultasi.
Visualisasi 3D Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta dengan Cesium Esti Nur Wijayanti; Heri Sutanta
Elipsoida : Jurnal Geodesi dan Geomatika Vol 3, No 02 (2020): Volume 03 Issue 02 Year 2020
Publisher : Department of Geodesy Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University,Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/elipsoida.2020.9212

Abstract

Visualisasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digunakan untuk mempermudah dalam memahami ketentuan pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan oleh masyarakat pada bidang tanah yang dimiliki. Penggabungan dari peta pola ruang 2D dengan informasi peraturan zonasi menjadi satu yaitu peta RDTR 3D. Ketinggian maksimal bangunan pada peraturan zonasi digunakan sebagai ketinggian atau koordinat Z. Saat ini, terdapat banyak perangkat lunak yang memberikan layanan dalam visualisasi data 3D yang dapat diakses secara online, salah satunya yang dapat digunakan secara gratis atau opensource adalah cesium. Penelitian ini bertujuan untuk membuat visualisasi 3D RDTR Kota Yogyakarta dengan cesium dan membandingkan dua metode visualisasi dalam cesium. Pada cesium terdapat cesium stories dan cesium demo dalam membagikan hasil visualisasi agar dapat diakses pengguna secara online. Cesium stories lebih mudah digunakan oleh pembuat peta dibanding cesium demo. Cesium demo lebih fleksibel dalam menampilkan peta.
Pengembangan Sistem Pelaporan dan Pemetaan Kerusakan Infrastruktur Berbasis Android Menggunakan Metode Volunteered Geographic Information (VGI) Gusmira Gusmira; Heri Sutanta
Elipsoida : Jurnal Geodesi dan Geomatika Vol 2, No 01 (2019): Volume 02 Issue 01 Year 2019
Publisher : Department of Geodesy Engineering, Faculty of Engineering, Diponegoro University,Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (841.946 KB) | DOI: 10.14710/elipsoida.2019.4868

Abstract

Kondisi infrastruktur di Indonesia cukup memprihatinkan, terutama berkaitan dengan infrastruktur jalan dan pendidikan. Di beberapa wilayah khususnya pedalaman atau desa terpencil, sering ditemukan jalan yang rusak sehingga akses kendaraan menjadi terganggu. Selain jalan rusak juga ditemukan beberapa jembatan dengan kondisi membahayakan, padahal jembatan tersebut merupakan satu-satunya akses jalan yang harus dilalui. Tidak hanya kerusakan jalan, namun juga banyak ditemukan kerusakan infrastruktur pendidikan. Seperti halnya kondisi bangunan sekolah yang kurang layak dan fasilitas yang belum memadai. Kerusakan infrastruktur di Indonesia tidak sepenuhnya diketahui oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena minimnya informasi yang beredar. Masyarakat juga mengalami kesulitan terutama dalam menyampaikan keluhan-keluhan kerusakan yang ada di sekitar. Dengan adanya laporan dari masyarakat, akan membantu pemerintah dalam mengawasi kerusakan infrastruktur yang ada di setiap wilayah. Sistem pelaporan dan pemetaan kerusakan infrastruktur menawarkan mekanisme pelaporan dan pemetaan menggunakan metode Volunteered Geographic Information, di mana pengguna dapat berpartisipasi dengan mengirim laporan kerusakan infrastruktur yang ada di mana saja sesuai lokasi keberadaan terkini. Laporan yang telah terkirim akan tersimpan di dalam basis data dan koordinat lokasi akan muncul di halaman peta secara otomatis, sehingga semua pengguna dapat mengetahui titik-titik kerusakan yang ada di sekitar. Sistem dibangun menggunakan platform Android sebagai antarmuka pengguna untuk mengirim laporan dan melihat informasi kerusakan infrastruktur.
Evaluasi Penetapan Batas Desa Terhadap Segmen Batas Daerah di Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan Joko Eddy Sukoco; Heri Sutanta
Jurnal Geospasial Indonesia Vol 4, No 1 (2021): June
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jgise.65171

Abstract

Batas wilayah merupakan informasi geospasial dasar yang penting dan berguna dalam pembangunan suatu wilayah. Kabupaten Tabalong telah melaksanakan kegiatan penetapan dan penegasan batas desa dengan mengesahkan batas desa definitif sebanyak 117 dari 131 desa/kelurahan. Terdapat 51 desa yang berbatasan dengan daerah (kabupaten/provinsi) lain. Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan, segmen batas desa yang berbatasan dengan daerah lain harus sesuai dengan segmen batas daerah yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penetapan batas desa definitif yang berbatasan dengan daerah lain pada tahun 2012-2020. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis geospasial. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi dokumen data sekunder dari instansi terkait.  Metode analisis geospasial menggunakan sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu teknik tumpang susun terhadap data-data geospasial format digital. Teknik analisis terebut digunakan untuk menganalisis perbedaan posisi segmen batas, pergeseran segmen batas dan perbedaan luas wilayah. Hasil penelitian menunjukan terdapat 14 dari 51 desa yang mengalami perbedaan posisi segmen batas wilayah dengan pergeseran segmen maksimal batas berada pada rentang 35 – 4.300 m. Perbedaan posisi segmen batas juga mempengaruhi luas wilayah Kabupaten Tabalong, dimana terdapat perbedaan luas berdasarkan Perbup dan Permendagri sebesar 1.415,63 hektar. Penetapan lebih awal batas desa yang berbatasan dengan daerah lain dibanding penetapan batas daerah serta perbedaan sumber data  segmen batas yang digunakan berpotensi menghasilkan perbedaan posisi segmen batas dan luas wilayah. Berdasarkan hasil ini, evaluasi terhadap penetapan batas desa definitif yang berbatasan dengan daerah lain perlu dilakukan, untuk memastikan kualitas informasi batas wilayah yang handal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pengaruh Perubahan Batas Desa Terhadap Alokasi Formula Dana Desa di Kabupaten Melawi Febi Novianti; Heri Sutanta
Geoid Vol 18, No 1 (2022)
Publisher : Department of Geomatics Engineering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j24423998.v18i1.12784

Abstract

Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan salah satu kebijakan di bidang ekonomi. Dalam pembagian ADD terdapat alokasi formula yang berkaitan dengan aspek teknis yaitu perhitungan luas wilayah. Luas wilayah yang valid dapat diperoleh melalui kebijakan satu peta (KSP), akan tetapi Kabupaten Melawi sebagai salah satu Kabupaten yang berada di wilayah Indonesia ternyata masih menggunakan berbagai versi peta dalam praktiknya. Salah satu alasan penggunaan berbagai versi peta ini disebabkan belum adanya batas desa yang bersifat definitif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap berbagai versi peta batas desa yang digunakan dan pengaruhnya tehadap kebijakan alokasi formula dana desa di Kabupaten Melawi. Penelitian ini menggunakan metode overlay  melalui sistem informasi geospasial terhadap berbagai versi peta batas Kabupaten Melawi yaitu dari Rupa Bumi Indonesia, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Melawi serta Badan Pusat Statistik Indonesia. Berdasarkan penelitian didapati 218 kondisi segmen batas yang sama di antara ketiga peta tersebut, sedangkan 16 segmen hanya berbatasan pada DPUPR dan BPS, 20 segmen hanya berbatasan pada RBI dan BPS, 15 segmen hanya berbatasan pada RBI dan DPUPR, 31 segmen hanya berbatasan pada RBI, 29 segmen hanya berbatasan pada DPUPR, dan 20 segmen hanya berbatasan pada BPS. Kemudian berdasarkan perbandingan luas terhadap data luas wilayah DPMD diperoleh hasil yaitu seluruh desa mengalami perubahan luas wilayah, dengan perubahan tertinggi terjadi pada Desa Balai Agas. Terakhir, terdapat 7 desa pada perbandingan  RBI dan DPMD, 6 desa pada perbandingan DPUPR dan 7 desa pada perbandingan BPS yang mengalami perubahan dengan nominal di atas Rp.100.000.000,-. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat terlihat besarnya pengaruh perubahan batas desa terhadap alokasi formula dana desa sehingga penataan batas dan penerapan KSP dalam berbagai kebijakan di bidang spasial perlu segera dilaksanakan.