Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Life Science

Pertumbuhan Kalus Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Varietas Permata F1 dari Jenis Eksplan dan Konsentrasi Sukrosa yang Berbeda secara In Vitro Ulva, Maria; Nurchayati, Yulita; Prihastanti, Erma; Setiari, Nintya
Life Science Vol 8 No 2 (2019): November 2019
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lifesci.v8i2.37103

Abstract

culture. Callus growth is influenced by the type of explant and the composition of the planting medium, one of which is sucrose concentration. The purpose of this study was to obtain the best type of explants for callus culture and find out the optimum sucrose concentration for callus growth. The method used is callus induction in Murashige and Skoog (MS) media, with the treatment of sucrose concentration and explant types. Explants were grown in MS media with the addition of 1 ppm naphthalene acetic acid (NAA) and 1 ppm benzyl amino purine (BAP). This study uses explants in the form of hypocotyl and cotyledons from tomato sprouts in vitro. The design of this study used a completely randomized design (CRD) in 2x4 factorial pattern. The first factor is the type of explants in the form of hypocotyl and cotyledons. The second factor is sucrose concentration which is 10, 20, 30 and 40g/L. The parameters observed were initiation time, wet weight, dry weight and callus morphology. The results showed that the treatment of explant type did not affect the growth of tomato callus, but different concentrations of sucrose in the media significantly affected. Sucrose at 30-40 g/L is a concentration that can stimulate the growth of tomato callus, both in hypocotyl explants and tomato cotyledo. Keywords: in vitro culture, hypocotyl, cotyledons, sucrose, callus, kultur in vitro, hipokotil, kotiledon, sukrosa, kalus. udidaya tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dapat dilakukan dengan cara kultur in vitro melalui kultur kalus. Pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh jenis eksplan dan komposisi media tanam, salah satunya konsentrasi sukrosa. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh jenis eksplan yang paling baik untuk kultur kalus dan mengetahui konsentrasi sukrosa yang optimum untuk pertumbuhan kalus. Metode yang digunakan adalah induksi kalus dalam media Murashige and Skoog (MS), dengan perlakuan konsentrasi sukrosa dan jenis eksplan. Eksplan ditumbuhkan dalam media MS dengan penambahan Naphthalene Acetic Acid (NAA) 1 ppm dan Benzyl Amino Purin (BAP) 1 ppm. Penelitian ini menggunakan eksplan berupa hipokotil dan kotiledon dari kecambah tomat secara in vitro. Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x4. Faktor pertama adalah jenis eksplan berupa hipokotil dan kotiledon. Faktor kedua adalah konsentrasi sukrosa yaitu 10, 20, 30 dan 40g/L. Parameter yang diamati yaitu waktu inisiasi, berat basah, berat kering, dan morfologi kalus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jenis eksplan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus tomat, namun konsentrasi sukrosa yang berbeda pada media berpengaruh secara signifikan. Sukrosa sebesar 30 - 40g/L merupakan konsentrasi yang dapat memacu pertumbuhan kalus tomat, baik pada eksplan hipokotil maupun kotiledon kecambah tomat. Kata kunci: in vitro culture, hypocotyl, cotyledons, sucrose, callus, kultur in vitro, hipokotil, kotiledon, sukrosa, kalus
Effects of Light for Callus Induction of Mangrove Plant (Rhizophora Apiculata Bi) by In Vitro I’anatushshoimah, I’anatushshoimah; Nurchayati, Yulita; Prihastanti, Erma; Hastuti, Rini Budi
Life Science Vol 9 No 2 (2020): November 2020
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lifesci.v9i2.47157

Abstract

Initiation of Rhizophora apiculata BI propagation in vitro can be done by callus culture. Induction of mangrove callus has the problem of browning emergence. The phenomenon of browning can be overcome by limiting the treatment of light. The purpose of this research were to study the effect of light duration on callus growth, to understand the duration of light treatment that can spur the optimal callus growth, and to understand the effect of the light treatment on the browning event. The explants used were leaf grown in Murashige and Skoog (MS) medium with addition of NAA 1 ppm, BAP 0.3 ppm and activated charcoal 12 g / l. The treatments included 24 hour dark treatment, 24 hours light, dark 16 hours light 8 hours, light 8 hours dark 16 hours with 4 repetitions each. The results showed that the light treatment could induce callus formation while 24 hour dark treatment could reduce browning. All explant grown in conditions exposed to light and dark spewn exudate. The best callus growth (0.1939 g) was obtained in the T16G8 treatment (light 16 hours, dark 8 hours) with the time of the emergence of callus 6 DAP. Research about tissue culture with mangrove plants is rarely conducted because of high browning possibility. Thus, the novelty of this research lies upon the process of browning prevention using light duration treatment so browning could be prevented and mangrove culture could produce callus. Inisiasi perbanyakan Rhizophora apiculata BI secara in vitro dapat dilakukan dengan kultur kalus. Induksi kalus mangrove memiliki masalah munculnya kecoklatan. Fenomena pencoklatan bisa diatasi dengan membatasi perawatan cahaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh lama pencahayaan terhadap pertumbuhan kalus, mengetahui lama perlakuan cahaya yang dapat memacu pertumbuhan kalus yang optimal, dan mengetahui pengaruh perlakuan cahaya terhadap kejadian pencoklatan. Eksplan yang digunakan adalah daun yang ditanam pada media Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan NAA 1 ppm, BAP 0,3 ppm dan arang aktif 12 g / l. Perlakuan tersebut meliputi perlakuan gelap 24 jam, terang 24 jam, terang gelap 16 jam 8 jam, terang 8 jam gelap 16 jam dengan masing-masing 4 pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan cahaya dapat menginduksi pembentukan kalus sedangkan perlakuan gelap 24 jam dapat mengurangi pencoklatan. Semua eksplan tumbuh dalam kondisi terpapar eksudat yang dimuntahkan terang dan gelap. Pertumbuhan kalus terbaik (0,1939 g) diperoleh pada perlakuan T16G8 (terang 16 jam, gelap 8 jam) dengan waktu munculnya kalus 6 HST. Penelitian tentang kultur jaringan dengan tanaman mangrove jarang dilakukan karena kemungkinan kecoklatannya tinggi. Dengan demikian, kebaruan dari penelitian ini terletak pada proses pencegahan pencoklatan menggunakan perlakuan durasi yang ringan sehingga pencoklatan dapat dicegah dan kultur mangrove dapat menghasilkan kalus.
Pertumbuhan Kecambah Kentang (Solanum tuberosum L.) secara In Vitro pada Konsentrasi NaClO dan Waktu Sterilisasi yang Berbeda Nida, Khoirin; Luaeliyah, Masrukhatul; Nurchayati, Yulita; Izzati, Munifatul; Setiari, Nintya
Life Science Vol 10 No 1 (2021): April 2021
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lifesci.v10i1.47165

Abstract

Potato (Solanum tuberosum L.) have been cultivated with tubers. One alternative to the propagation of potatoes can be done with seeds that are germinated in vitro. The factors that influence the germination of potato seeds are the concentration of sterilant and time of sterilization. The purpose of this study was to determine the proper sterilant concentration and sterilization time to increase growth in the optimal percentage of germination and potato sprouts. The method used is in vitro culture with different concentrations and time treatment. This study used explants of potato seeds which were sterilized with a concentration of 15% and 20%, 1 and 3 minutes of sterilization. The design used a completely randomized design 2x2 factorial. The factor are sterilant concentration and sterilization time. The parameters observed were germination time, plant height, number of leaves and roots. The results showed that sterile concentration did not affect of germination time but affected the germination. A 15% concentration indicates that germination occurs rapidly, while a 20% concentration inhibits germination. A 15% concentration results in an optimal number of leaves and plant height. The higher the concentration of sterile, tends to inhibit the growth of roots and leaves. Keywords: Sprouts; potatoes; in vitro culture; NaClO; growth; sterilization, Kecambah; kentang; kultur in vitro; NaClO; pertumbuhan; sterilisasi Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) selama ini dibudidayakan dengan umbi. Salah satu alternatif perbanyakan kentang dapat dilakukan dengan biji yang dikecambahkan secara in vitro. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji kentang adalah konsentrasi sterilan dan waktu sterilisasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi sterilan (yang mengandung zat aktif 5,25% NaClO) dan waktu sterilisasi yang tepat untuk meningkatkan persentase perkecambahan dan pertumbuhan kecambah kentang. Metode yang digunakan adalah kultur in vitro biji kentang dengan perlakuan konsentrasi sterilan dan waktu sterilisasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan eksplan biji kentang yang dilakukan sterilisasi dengan konsentrasi sterilan 15% dan 20% dan waktu sterilisasi 1 menit dan 3 menit. Desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x2. Faktor pertama adalah konsentrasi sterilan dan faktor kedua adalah waktu sterilisasi. Parameter yang diamati adalah waktu perkecambahan, tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sterilan tidak berpengaruh terhadap waktu perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Konsentrasi sterilan 15% menyebabkan waktu perkecambahan cenderung lebih cepat dan konsentrasi sterilan 20% cenderung menghambat pertumbuhan kecambah. Keywords: Sprouts; potatoes; in vitro culture; NaClO; growth; sterilization, Kecambah; kentang; kultur in vitro; NaClO; pertumbuhan; sterilisasi
Pengaruh Ekstrak Daun Suren (Toona sinensis Merr.) Pada Tanaman Cabai Rawit Yang Diinfeksi Spora Colletotrichum capsici Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Pigmen Dan Vitamin C Sadiah, Fitriatus; Nurchayati, Yulita; Saptiningsih, Endang
Life Science Vol 10 No 2 (2021): November 2021
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lifesci.v10i2.54442

Abstract

Anthracnose is a disease of cayenne pepper that can be caused by the fungus Colletotrichum capsici. Suren leaf extract contains antifungal compounds. This study aims to determine the potential of suren leaf extract as a fungicide and its effect on growth, content of chlorophyll, carotenoids and vitamin C in cayenne pepper plants. This study used a single factor completely randomized design (CRD) with 6 treatments consisting of 0%, 25%, 50%, 75%, 100% concentration of suren extract and mankozeb synthetic fungicide. Data were analyzed using One Way ANOVA and Duncan's Multiple Range Test (DMRT) further test. The results showed that leaf spot from anthracnose decreased from 50%-100% concentration. Plant height at 50% extract reached 140 cm. The number of leaves in 50% and 100% extracts were 182 and 184 leaves. The highest chlorophyll content in suren extract 75% is 43.20 µmol/g and smallest is at 100% which is 37 μmol/g. The highest carotenoid content in 100% suren extract was 8.64 µmol/g, while the smallest was at concentration of 75%, which was 4.68 µmol/g. This study concluded that suren leaf extract concentrations of 25%, 50%, 75%, and 100% respectively suppressed leaf spot by 8.06%; 32.25%; 41.93%; and 43.95%. Suren leaf extract can increase the growth of cayenne pepper, chlorophyll, carotenoids and vitamin C. Antraknosa adalah penyakit pada tanaman cabai rawit yang dapat disebabkan jamur Colletotrichum capsici. Ekstrak daun suren mengandung senyawa-senyawa antifungi. Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi ekstrak daun suren sebagai fungisida dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, kandungan klorofil, karotenoid dan vitamin C pada tanaman cabai rawit. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 6 perlakuan yang terdiri atas perlakuan ekstrak suren konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dan perlakuan fungisida sintetik mankozeb. Data dianalisis menggunakan One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bercak daun dari penyakit antraknosa menurun mulai dari konsentrasi 50%-100%. Tinggi tanaman pada ekstrak 50% mencapai 140 cm. Jumlah daun pada ekstrak 50% dan 100% adalah 182 dan 184 daun. Kandungan klorofil tertinggi pada ekstrak suren 75% yaitu 43,20 μmol/g dan terendah pada konsentrasi 100% yaitu sebesar 37 μmol/g. Kandungan karotenoid tertinggi pada ekstrak suren 100% yaitu 8,64 μmol/g, sedangkan terendah pada konsentrasi 75% yaitu 4,68 μmol/g. Penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak daun suren konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% berturut-turut menekan bercak daun sebesar 8,06%; 32,25%; 41,93%; dan 43,95%. Ekstrak daun suren dapat meningkatkan pertumbuhan cabai rawit, klorofil, karotenoid dan vitamin C.