Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

DISSENTING OPINION DALAM MENENTUKAN BATAS UMUR ANAK Heni Susanti; Ferry Adi Fransista
Jurnal Yudisial Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v12i3.325

Abstract

ABSTRAK Perbedaan pendapat hakim (dissenting opinion) sangat dimungkinkan terjadi sebagai konsekuensi independensi personal hakim ketika mengadili perkara pada sidang yang dilakukan oleh Majelis Hakim. Dalam Putusan Nomor 81/PID.SUS/2015/PN.PRP telah terjadi perbedaan pendapat antara majelis hakim mengenai batas minimal hukuman dikarenakan terjadi perbedaan pendapat mengenai batas umur anak (terdakwa). Jenis penelitian adalah penelitian hukum non-doctrinal, dan sifat penelitian adalah deskriptif, dikarenakan penulis ingin menggambarkan dasar dari pertimbangan dan dampak dari adanya dissenting opinion yang dilakukan hakim. Pertimbangan hukum yang dikemukakan hakim dengan dissenting opinion dapat diterima sebagai pandangan mayoritas majelis hakim. Hal ini dipengaruhi oleh faktor keadilan dan juga keputusan yang dihasilkan ketika majelis hakim memeriksa para saksi dalam perkara. Akibat hukum dari penentuan batas umur yang telah disepakati dalam Putusan Nomor 81/ PID.SUS/2015/PN.PRP ini, yaitu pada saat musyawarah terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion), sehingga keputusan diambil dengan suara terbanyak yakni terdakwa dihukum di bawah batas minimal, yang seharusnya batas minimal hukuman adalah 5 (lima) tahun menjadi 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan.Kata kunci: dissenting opinion; batas umur anak; penemuan hukum. ABSTRACTThe dissenting opinion is possible to occur as a consequence of independent judges when judging cases at a trial conducted by the panel of judges. In the Decision Number 81/PID.SUS/2015/PN.PRP, there has been a different opinion regarding the minimum sentence due to differences opinions over the children’s age limit (the defendant). This type of research is nondoctrinal legal research, and the character of this research is descriptive because the writer wants to describe the basis of the consideration and the impact of the dissenting opinion. The legal concerns that delivered by the judge with a dissenting opinion should be accepted as the majority view of the panel of judges by considering the justice factor and examining testimonies of the witnesses. As decided in the consensus of the panel of judges, the legal consequence on the determination of the age limit is that the judges should change the penalties for the defendant, from five years becoming six months imprisonment.Keywords: dissenting opinion; child’s age limit; judicial law-making.
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT (CBT) MENGGUNAKAN KONTRIBUSI CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DI PEKANBARU PROVINSI RIAU Made Devi Wedayanti; Heni Susanti
WEDANA: Jurnal Kajian Pemerintahan, Politik dan Birokrasi Vol. 5 No. 2 (2019): Oktober
Publisher : UIR PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25299/wedana.2019.vol5(2).4257

Abstract

Riau Province has 12 City Regencies and from 12 City Regencies in Riau Province have 58 Potentials and 45 Development Directions. In 2017 Riau Province won the overall prize of the Indonesian Charm Anugerah (API) as a prestigious tourism event at the National level by winning 7 categories. This is an interesting issue to discuss about how the Community-based Tourism Development Strategy in Pekanbaru, Riau Province, with a new model. Furthermore, based on information from the Central Statistics Agency of Riau Province, Riau has a large and medium industrial company which got 219 industries in 2014 and has a micro and small industrial company with 17,435 industries in 2015 and increased from the previous year. Based on information from the Riau Provincial Tourism Office, the phenomenon obtained by researchers from 219 large and medium industries was only 2 companies that implemented CSR in BRI and Telkomsel, and other phenomena related to information from the Riau provincial tourism service from 5 tourism development campaigns. the community is the weakest actor in Riau province. This is what the authors of this research consider. The purpose of this study is to apply the Model of Corporate Social Responsibility Tourism Development (CSR) in Pekanbaru City. This research method is a qualitative descriptive study, a research that aims to describe and analyze the Pekanbaru government in Riau Province in developing community-based tourism (CBT) using the contribution of Corporate Social Responsibility (SCR). Outputs published as publications published in national journals that are not reputed are published in The conclusion in this study is that Community Based Tourism Development uses Corporate Social Responsibility funds very effectively and efficiently in use to support tourism development in Riau Province.
Evaluasi Kebijakan Program MBKM dalam Meningkatkan Capaian Pembelajaran Lulusan Perguruan Tinggi Kurnia Hastuti; Heni Susanti; Tomi Erfando
EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN Vol 4, No 6 (2022): December 2022
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/edukatif.v4i6.4119

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi impelementasi kebijakan MBKM di Indonesia. Pendekatan evaluasi dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitataif. Pastisipan dalam penelitian ini adalah seluruh stakeholder yang mengelola kegiatan MBKM yang terdiri dari Rektor, Wakil Rektor Bagian akademik, Direktorat Akademik yang berperan aktif dalam mengelola program MBKM di pada empat kampus di Indonesia yaitu Pekanbaru, Bandung, Pontianak, dan Makasar. Teknik pengumpulan data dalam kajian evaluasi ini adalah observasi dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data tentang impelementasi kebijakan program MBKM yang ada di Indonesia. Teknik analisis data dalam penelitian menggunakan Creswell (2014): preparing and defining data, reading the data as a whole, encoding data, defining themes and creating descriptions, linking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan program MBKM yang diterapkan pada beberapa kampus di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Hal ini dikarenakan belum maksimalnya koordinasi antara pimpinan tertinggi di Kampus sampai dengan ketua prodi pada masing-masing jurusan. Hal yang paling sulit dirasakan oleh kampus adalah sulitnya mengkonversi kegiatan di luar kampus dengan mata kuliah yang disajikan dalam kurikulum yang dirancang oleh oleh universitas.
PENALARAN HAKIM TENTANG PENYERTAAN TINDAK PIDANA DALAM KASUS KORUPSI PENGADAAN VIDEOTRON M. Musa; Heni Susanti
Jurnal Yudisial Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v15i1.529

Abstract

ABSTRAK Hakim menggunakan dua jenis ajaran penyertaan dalam melakukan penalaran perluasan pemidanaan. Ajaran pertama memperluas pemidanaan terhadap orang (strafausdehnungsgrund) yang menitikberatkan pertanggungjawaban seseorang terhadap tindak pidana penyertaan. Ajaran kedua memperluas pemidanaan terhadap perbuatan (tatbestandausdehnungsgrund) yang memandang suatu perbuatan sebagai delik dalam penyertaan. Ketentuan norma penyertaan dalam KUHP menjadi persoalan dalam penegakan hukum Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi karena menimbulkan diskrepansi hakim dalam menerapkan perluasan pemidanaan dari penyertaan tindak pidana. Penelitian ini mengkaji penalaran hakim terhadap ajaran penyertaan dalam memperluas pemidanaan pada putusan penyertaan tindak pidana korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau hukum doktrinal karena menggunakan sumber data sekunder yaitu putusan pengadilan/studi kasus tindak pidana korupsi pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Data diverifikasi dengan wawancara terhadap hakim, jaksa, advokat, dan ahli hukum serta dengan melakukan diskusi kelompok terpumpun untuk mengetahui taraf sinkronisasi hukum dari putusan yang ada. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua variasi penalaran hakim terhadap ajaran penyertaan dalam menentukan perluasan pemidanaan pada putusan penyertaan tindak pidana korupsi. Putusan-putusan pengadilan dari hakim judex facti menentukan perluasan pemidanaan didasarkan pada pandangan perluasan pemidanaan terhadap perbuatan. Penyertaan dipandang sebagai persoalan perbuatan pelaku adalah tindak pidana yang harus dipertanggungjawabkan berupa pemidanaan. Putusan-putusan dari hakim judex juris memandang penyertaan tindak pidana sebagai persoalan pertanggungjawaban untuk memperluas dapat dipidananya seseorang. Putusan-putusan hakim judex facti telah menimbulkan disparitas pemidanaan terhadap peserta tindak pidana.Kata kunci: penalaran hakim; tindak pidana korupsi; penyertaan; perluasan pemidanaan.ABSTRACT Judges use two concepts of complicity in legal reasoning related to sentence expansion. The rst concept expands the punishment of a person (strafausdehnungsgrund), emphasizing a person’s responsibility for complicity. The second concept expands the punishment of an act (tatbestandausdehnungsgrund), viewing it as an offense in complicity. The provisions of the complicity norm in the Criminal Code are a problem in law enforcement of the Anti-Corruption Law because it creates judges’ discretion in implementing the expansion of sentences of complicity. This study discusses the judges’ reasoning on complicity regarding the expansion of sentences of complicity in a corruption case. This study is normative legal research or doctrinal law using secondary data sources, speci cally court decisions/case studies of corruption crime in videotron procurement at the Ministry of Cooperatives and Small-Medium Enterprises. The data were veri ed by interviewing judges, prosecutors, advocates, and legal experts and by conducting a focus group discussion to determine the level of legal synchronization of existing court decisions. The study exhibits two variations of judges’ legal reasoning in determining the expansion of sentences in the decisions on complicity in a corruption case. Judex facti judges’ decisions determine the extension of sentences adhering to the view of expanding punishment for acts. Complicity is perceived as the accomplices’ actions are criminal acts taking the same degree of guilt and punishment. Judex juris judges’ decisions view complicity as a matter of liability to expand a person’s conviction. The judex facti decisions create a disparity of sentences for the accomplices. Keywords: judges’ legal reasoning; corruption crime; complicity; sentence expansion.
Perkembangan Perkawinan Adat pada Perkumpulan Marga Nasution di Kabupaten Rokan Hulu Riau Musdalipah Musdalipah; Zulherman Idris; Desi Apriani; Bujang Rapani; Heni Susanti
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Along with the times, now the indigenous Mandailing people can be found in various regions throughout Indonesia. One of the areas where the Mandailing indigenous people can be found is in the Rokan Hulu Regency of Riau. The Mandailing indigenous people in the area live by customary values ??brought from their place of origin, including in the field of marriage. The author is interested in researching how traditional marriages are carried out in the Mandailing community, especially nasution in the current era of globalization. This research was conducted using empirical methods, using primary data, and inductively concluded. The results of the study show that in the development of people's lives, especially in the current era of globalization, some members of the community do not practice it due to economic factors that make it difficult to make honest money payments to women, there are changes in people's thinking that are influenced by modernization or also influenced by foreign cultures. Keywords: Traditional marriage; Development Marga nasution Abstrak: Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang masyarakat adat Mandailing dapat ditemui di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Salah satu daerah dimana dapat ditemui masyarakat adat Mandailing adalah di daerah Kabupaten Rokan Hulu Riau. Masyarakat adat mandailing di daerah tersebut hidup dengan nilai-nilai adat yang dibawa dari daerah asal, termasuk di bidang perkawinan. Penulis tertarik meneliti bagaimana pelaksanaan perkawinan adat di lingkungan masyarkat Mandailing khususnya nasution di era globalisasi saat ini. Penelitian ini dilakukan dnegan metode empiris, menggunakan data primer dan menyimpulkan secara induktif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwasanya dalam perkembangan kehidupan masyarakat, terutama di era globalisisasi saat ini, sebahagian anggota masyarakat tidak menjalankannya dikarenakan faktor ekonomi yang sulit untuk melakukan pembayaran uang jujur kepada pihak perempuan, adanya perubahan pemikiran masyarakat yang dipengaruhi oleh modernisasi atau dipengaruhi juga oleh budaya asing. Kata Kunci: Perkawinan Adat; Perkembangan; Marga nasution
Larangan Perkawinan Sesuku pada Masyarakat Adat Kenegerian Logas Tanah Darat (Luhak Nan Sambilan) Riau Egi Lumban Gaol; Erlina Erlina; Zulherman Idris; Heni Susanti; Yusril Sabri
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Along with the times, now the indigenous Mandailing people can be found in various regions throughout Indonesia. One of the areas where the Mandailing indigenous people can be found is in the Rokan Hulu Regency of Riau. The Mandailing indigenous people in the area live by customary values ??brought from their place of origin, including in the field of marriage. The author is interested in researching how traditional marriages are carried out in the Mandailing community, especially nasution in the current era of globalization. This research was conducted using empirical methods, using primary data, and inductively concluded. The results of the study show that in the development of people's lives, especially in the current era of globalization, some members of the community do not practice it due to economic factors that make it difficult to make honest money payments to women, there are changes in people's thinking that are influenced by modernization or also influenced by foreign cultures Keywords: prohibition; marriage; tribes. Abstrak: Perkawinan Sesuku merupakan perbuatan yang dilarang oleh adat istiadat yang berlaku Pada Masyarakat Adat Kenegerian Logas Tanah Darat (Luhak Nan Sambilan) Riau. Tetapi fenomena yang terjadi masih adanya masyarakat yang melangsungkan perkawinan Sesuku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab larangan perkawinan sesuku dan peran ninik mamak dalam menangani permasalahan terjadinya perkawinan sesuku. Permasalahan penelitian ini tentang penyebab larangan perkawinan sesuku dan peran ninik mamak dalam menangani permasalahan terjadinya perkawinan sesuku di Kenegerian Logas Tanah Darat (Luhak Nan Sambilan) Riau. Metode penelitian ini adalah penelitian Observasi, dengan melakukan wawancara dan kuisioner terhadap objek penelitian. Hasil penelitian penyebab dilarangnya perkawinan sesuku adalah orang yang melakukan perkawinan sesuku sama saja dengan menikahi saudaranya sendiri, karena pada jaman nenek moyang dahulu mereka merupakan saudara sesusuan, menyempitkan pergaulan, melahirkan keturunan yang kurang berkualitas, serta pisikologis anak. Katakunci: larangan; perkawinan; sesuku
Tinjauan Kedudukan Janda dalam Sistem Waris Adat pada Masyarakat Batak Toba Leli Veronica Lumban Gaol; Desi Apriani; Esy Kurniasih; Lidia Febrianti; Ketut Peter; Heni Susanti
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Researchers conducted research on the Review of the Position of Widows in the Traditional Inheritance System in the Batak Toba Society Study in Sitapongan Village, Sijama Polang District, Humbang Hasundutan Regency, North Sumatra Province. Most of the Batak people who live in Sitapongan Village still adhere to a patrilineal kinship system which does not allow widows as heirs and does not recognize the division of inheritance/inheritance. The purpose of this study was to determine the position of widows in the customary inheritance system, in the Toba Batak community, especially in Sitapongan Village, Sijama Polang District, Humbang Hasundutan Regency, North Sumatra Province. The type of research used in this research is observational research by means of a survey, meaning that a research conducted by the author directly goes down to the field to obtain information and data related to the author's research. The results of the study concluded that the position of the widow in the customary inheritance system in the Batak Toba Community due to the death of her husband has 2 options, namely the widow can remain under power and in the circle of relatives of her late husband and not remarry and the widow can return to her relatives (parboru). Settlement of disputes that occurred against widows who were abandoned in Batak custom in Sitapongan village, ended in marhata settlements or family settlements, there was no effort by the widows who were sampled to carry out settlements through the courts. Keywords: position of widow; traditional inheritance Abstrak: Peneliti melakukan penelitian tentang Tinjauan Kedudukan Janda Dalam Sistem Waris Adat Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Desa Sitapongan Kecamatan Sijama Polang Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Sebagian besar masyarakat Batak yang hidup di Desa Sitapongan masih menganut sistem kekerabatan patrilineal yang tidak memperbolehkan janda sebagai ahli waris dan tidak mengenal adanya pembagian harta peninggalan/ warisan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan janda dalam sistem waris adat,pada masyarakat Batak Toba khususnya di Desa Sitapongan Kecamatan Sijama Polang Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observational research dengan cara survei, artinya suatu penelitian yang dilakukan penulis secara langsung turun kelapangan untuk memperoleh informasi dan data yang berkaitan dengan penelitian penulis. Hasil penelitian yang disimpulkan ialah kedudukan janda dalam sistem waris adat pada Masyarakat Batak Toba karena kematian suami memiliki 2 pilihan yaitu janda dapat tetap tinggal dibawah kuasa dan di dalam lingkaran kerabat almarhum suaminya serta tidak menikah lagi dan janda dapat Kembali ke kerabatnya (parboru). Penyelesaian sengketa yang terjadi terhadap janda yang ditinggalkan dalam adat batak di desa Sitapongan, berakhir dalam penyelesaian marhata atau penyelesesaian secara keluarga, tidak adanya upaya janda yang menjadi sampel untuk melakukan penyelesaian melalui pengadilan. Kata Kunci: kedudukan janda; waris; adat; batak; toba
Pelaksanaan Perkawinan Adat Asli Masyarakat Melayu antara Bergelar Raja dengan tidak Bergelar Raja Rhezky Putra Dinata; Desi Apriani; Lidia Febrianti; Esy Kurniasih; Umi Muslikhah; Heni Susanti
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract: Customary law is an unwritten law that is recognized in the 1945 Constitution. One of the indigenous peoples in Indonesia who still practice their customary law is the indigenous Malay community, especially in the city of Pekanbaru. The law of marriage for the Malay customary community must be carried out in stages and irrationally in accordance with the stages of the implementation of marriage and Malay teachings with Islamic nuances, especially in marriages between people with the title of King and people who do not have the title of King that occur among the Malay community which will also affect the children, assets, and the position of husband and wife. The main problem in this research is how the implementation of traditional Malay marriages between those with the title of King and those who do not have the title of King in Pekanbaru, and what are the legal consequences for the occurrence of marriages between those with the title of King and those who do not have the title of King for children, assets, and the position of husband and wife in the indigenous Malay community in Pekanbaru.The method used in this study when viewed from its kind is using observational research methods using survey methods. From the results of the research it is known that currently there are still many children from parents from among people with titles of Kings or nobles in Pekanbaru who carry out marriage customs, but many of these traditional marriage processions have been abandoned and keep up with the times which of course are no longer appropriate. with the authenticity of the marriage customs of the Malay community. Keywords: Marriage, Custom, Original, Titled King. Abstrak: Hukum adat merupakan hukum tidak tertulis yang diakui dalam Undang-undang Dasar 1945. Salah satu masyarakat adat di Indonesia yang masih menjalankan hukum adatnya adalah masyarakat adat Melayu terkhususnya di Kota Pekanbaru. Hukum nikah kawin bagi masyarakat adat Melayu harus dilaksanakan secara bertahap dan irasional sesuai dengan tahapan pelaksanan kawin kawin dan tunjuk ajar Melayu yang bernuansa Islam, terutama dalam perkawinan antara orang bergelar Raja dengan orang yang tidak bergelar Raja yang terjadi dikalangan masyarakat Melayu yang juga akan berpengaruh pada anak, harta, dan kedudukan suami istri.Permasalahan pokok dalam penelitian ini ialah bagaimana pelaksanaan perkawinan adat asli masyarakat Melayu antara bergelar Raja dengan tidak bergelar Raja di Pekanbaru, serta bagaimana akibat hukum terhadap terjadinya perkawinan antara yang bergelar Raja dengan tidak bergelar Raja terhadap anak, harta, dan kedudukan suami istri pada masyarakat adat asli Melayu di Pekanbaru.Metode yang digunakan dalam penelitian ini jika dilihat dari jenisnya yaitu menggunakan metode observasional researchdengan menggunakan cara survey. Dari hasil penelitian diketahui bahwa saat ini masih banyak anak dari para orangtua dari kalangan orang bergelar Raja atau bangsawan di Pekanbaru yang melangsungkan adat nikah kawin namun beberapa dari prosesi adat nikah kawin tersebut sudah banyak yang ditinggalkan dan mengkuti perkembangan zaman yang tentu saja sudah tidak sesuai lagi dengan keaslian adat nikah kawin masyarakat Melayu. Kata kunci :Perkawinan, Adat, Asli, Bergelar Raja
Custom Sanctions for Sanctions on Same Marriage in Petalangan Malay Community Viewed from Islamic Law M Rivaldo; Desi Apriani; Selvi Harvia Santri; Rosyidi Hamzah; Syafrinaldi Syafrinaldi; Heni Susanti; Irwanto Irwanto
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Same-tribal marriages are common nowadays, because men and women love each other. However, this research focuses on the customary sanctions for same-ethnic marriages carried out by the Petalangan Malay indigenous people. Same-tribal marriage in Islam has no rules, but in customary law, same-tribal marriage will result in the consequences of customary law that applies in the Petalangan Malay indigenous people. Based on the background of the problem, the formulation of the problem raised is, what is the history of the Prohibition of Same-ethnic Marriage in the Petalangan Malay Indigenous Community in the Perbatinan Bunut Region. The research method is sociological law which is research that goes directly to the field. This research was conducted in the Balam Merah Spiritual Area, Pelalawan Regency. From this research, it is known that historically the prohibition on same-ethnic marriages for ninik mamak testifies that one person or one ethnic group is brother and sister. Therefore, if a person or group of people is prohibited from marrying, the prohibition is highly trusted and if it is carried out, bad things will happen to the couple and they are afraid of sanctions
The view of Islamic Law on Petalangan Malay Indigenous Peoples who Perform Inter-tribal Marriages M Rivaldo; Desi Apriani; Heni Susanti; M Musa; Evi Yanti; Selvi Harvia Santri
Proceeding International Conference on Malay Identity Vol. 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi, FKIP, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Purpose from research this is for knowing the view of Islamic Law on Sanctions given to the Malay Customary Society Adventurers who do Marriage A tribe. Method research used is ethod research A sociologist who is plunged research directly to field. Research this done in Perbatinan Region Balam Merah District Opponent. In the Qur'an and Hadith no found about obligations or forbid marriage a tribe Customs that exist in the tribe Malay about ban married a tribe this grounded above existing confidence regularly down hereditary from generation generation. Though customs Malay Adventure forbid marriage a tribe, however marriage the said no ever canceled and fixed considered valid marriage that has been done one quarter said. This indicate marriage a tribe not including illegal category. Because if a marriage banned then marriage the said should cancelled. Malay community Adventure consider marriage a tribe can However no good for done