Agustinus Sutanto
Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 27 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

PEMBUATAN TAMAN BOTANI UNTUK MENGATASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM YANG MEMICU BANJIR DAN PENURUNAN TANAH DI WADUK PLUIT, JAKARTA UTARA Felicia Dominique Haryadi; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 4, No 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i1.16848

Abstract

Climate change has caused heavy rainfall to cause severe flooding. There is a lot of data that reveals that flooding and land subsidence in the city of North Jakarta are numerous and ironic. This is due to the lack of catchment areas causing severe flooding in North Jakarta and also the view of sea water, extensive groundwater pumping and the number of tall buildings causing the North Jakarta area to sink quickly. Therefore, it is necessary to find a solution to respond to this problem, namely by building a Botanical Garden near the reservoir which can become a large enough air infiltration as well as to accommodate rainwater and treat usable air. By using qualitative and descriptive methods to get data about a typology development of botanical gardens in order to answer the existing problems. The location determined will be located at a water point (reservoir/lake) more precisely near the eastern part of Pluit Reservoir. This is done because the reservoir is a place to collect rainwater and control flooding. The existence of a botanical garden is expected to become a catchment area and with the existence of floating buildings which are expected to be a solution to the land subsidence that occurs so that the building can continue to adapt to the running time. Keywords: Botanical Gardens; Flood and Land Subsidence; Reservoir Abstrak Perubahan iklim telah menyebabkan curah hujan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan banjir yang parah. Terdapat banyaknya data yang telah memberitakan akan banjir dan penurunan tanah di kota Jakarta Utara ini cukup banyak dan ironis. Hal ini merupakan akibat dari kurangnya daerah resapan menyebabkan banjir yang cukup parah di Jakarta Utara dan juga meningkatnya permukaan air laut, pemompaan air tanah secara luas dan banyaknya gedung tinggi dapat menyebabkan wilayah kota Jakarta Utara akan cepat tenggelam. Oleh karena itu, perlu adanya solusi untuk menanggapi masalah ini yaitu dengan membangun suatu Taman Botani di dekat reservoir yang dapat menjadi dearah resapan air yang cukup besar sekaligus dapat menampung air hujan dan mengolah air tersebut menjadi air yang layak pakai. Dengan menggunakan metode kualitatif dan juga deskriptif untuk mendapatkan data tentang suatu perkembangan tipologi taman botani agar dapat menjawab permasalahan yang ada. Lokasi yang ditentukan nantinya berada dekat dengan titik air (reservoir/danau) lebih tepatnya di Waduk Pluit bagian Timur. Hal ini dilakukan karena reservoir merupakan tempat untuk menampung air hujan dan menjadi pengendali banjir. Dengan adanya taman botani diharapkan menjadi sebuah daerah resapan dan dengan adanya bangunan apung yang ada diharapkan dapat menjadi solusi dengan issu penurunan tanah yang terjadi sehingga bangunan dapat terus beradaptasi dengan waktu yang berjalan.
TEMPAT REKREASI DI KAWASAN PURI INDAH Heriyanto Heriyanto; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6816

Abstract

In the book "The Great Good Place" written by Ray Oldenburg in 1990. In this book Oldenburg divides the place, where humans live their daily lives, into three namely first place, second place, and third place. First place according to Oldenburg is home, second place is a place to work, and third place is a place to relax (hangout) and socialize. For urban communities who are generally individualistic, third place becomes a kind of necessity, where in those places they have the opportunity to enjoy social relations with other people in a relaxed atmosphere. Site Location located in Puri Indah Area, including CBD (Central Business District) where many work employees who face work tasks that make it stressful. So the purpose of the project is to build a place of relaxation for employees and visitors of the lippo mall to take the time to relax Relaxing, boredom and fatigue and also as a counter-activity subsistence. Field survey results and environmental footprint analysis results. The project entitled "Recreation Places in the Puri Indah Area" / "Recreation Place At Puri Indah" has a building programmatic program, namely: 1) Trampoline Arena 2) Public Market. 3) Food Hall. Trampoline arena provide fun recreational activities with the concept of Tetris Where Activities follow Form.2) public market where public places are open which activities Buy and sell, socializing activities between sellers and buyers. 3) food hall provides open seating where employees can work in a discussion in the food hall. Abstrak Pada Dalam buku “The Great Good Place” yang ditulis oleh Ray Oldenburg pada tahun 1990. Dalam buku ini Oldenburg membagi place, dimana manusia menjalani kehidupan sehari-harinya, menjadi tiga yaitu first place, second place, dan third place.Menurut Ray Oldenburg, Tempat Pertama (First place) adalah rumah, Tempat Kedua(Second place) adalah tempat bekerja atau sekolah, dan Tempat Ketiga(Third place) adalah tempat bersantai (hangout) dan bersosialisasi. Bagi masyarakat perkotaan yang umumnya bersifat individualis, third place menjadi semacam kebutuhan, dimana di tempat-tempat tersebut mereka memiliki kesempatan menikmati hubungan sosial dengan orang lain dalam suasana yang santai.Lokasi Tapak yang terletak Di kawasan Puri Indah Termasuk Kawasan CBD(Central Business District)dimana banyak pegawai kerja yang menghadapi kerjaan tugas yang membuatnya stress.sehingga Tujuan dari proyek adalah untuk membangun satu wadah tempat relaksasi bagi pegawai kerja maupun pengunjung yang dari lippo mall meluangkan waktu kosong untuk berelaksasi Pelepas lelah, kebosanan dan kepenatan dan juga Sebagai imbangan subsisten activity.berdasarkan hasil Survey lapangan dan hasil Analisa lingkungan tapak.proyek yang berjudul “Tempat Rekreasi Di Kawasan Puri Indah”/”Recreation Place At Puri Indah” mempunyai programmatik bangunan yaitu:1)Trampoline Arena 2)Public Market.3)Food Hall.Trampoline arena yang memberi Fasilitas Aktivitas Rekreasi yang menyenangkan dengan konsep Tetris Dimana Aktivitas mengikuti Form.2)publik market dimana tempat publik umum terbuka yang beraktivitas Berjualan-beli,aktivitas bersosialisasi antar penjual dan pembeli.3)food hall menyediakan tempat duduk terbuka dimana pegawai kerja dapat melakukan Berdiskusi di dalam food hall.
INKUBATOR KOTA Marcellus Rafi; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4580

Abstract

Social relation in human life fades subconsciously. Millennial which known for its tendency to always collaborate, is also not even try to synergize the compartmentalized way of life in a contrasted social-economic class. Even architects, most prefer to wrestle with fantastic designs rather than inovate the social interrelation. As a result, the city of Jakarta is filled with magnificent buildings with the principle of "Follow Finance Form". Responding to the issue, this project has a vision to see architecture from another perspective by putting forward the idea of "Sustainability in Society". Through research methods, 'Spatial Agency' and 'Everyday Urbanism', accompanied by a design method 'Hybridization of Architectural Programming'; The type of building is expected to be able to represent the sensitivity of an architect in seeing socio-spatiality with the depth of thinking. The content is correspondingly which consists of: public space, food market, community learning space, and living food farming. The four programs emerged from research results and methodologies, based on collaborative and synergy principles, become a  prototype of new city elements integrated with old elements around it. Able to contribute fully to the community to foster a balance between the natural environment that has been dominated and contaminated by manmade environment. The results of this project show that with the sharpness of thinking and sensitivity, architecture can contribute to the efforts of human welfare in different social and economic conditions while maintaining environmental sustainability for the better sustainability of the city in the future.AbstrakKeterhubungan sosial dalam kehidupan manusia semakin memudar dalam alam bawah sadar. Generasi Milenial yang dikenal dengan kecenderungan selalu berkolaborasi, pun tidak acuh untuk menyinergikan berbagai golongan ekonomi-sosial yang kontras. Begitpun arsitek, sebagian besar lebih memilih untuk menggeluti desain yang fantastis dengan bentukan yang melintir daripada interelasi terhadap sosial. Alhasil Kota Jakarta saat ini yang dipenuhi dengan bangunan pencakar langit dan mal megah dengan asas “Form Follow Finance”. Menanggapi isu tersebut, proyek ini memiliki visi untuk melihat arsitektur dengan mengedepankan ide “Sustainability in Society”. Melalui metode riset ‘agen keruangan’ dan ‘keseharian berurbanisme’, disertai metode desain ‘Hybridization of Architectural Programming’; Jenis bangunan yang dirancang diharap mampu merepresentasi kepekaan seorang arsitek dalam melihat socio-spatialitas dengan kedalaman berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan. Hingga doperoleh kontent ruang yang terdiri dari: Public space, food market, community learning space, dan living food farming. Keempat program tersebut muncul atas hasil penelitian dan metodologi yang didasari atas prinsip kolaboratif dan sinergi, menjadi sebuah ‘prototipe’ elemen kota baru yang terintegrasi dengan elemen lama disekelilingnya. Mampu berkontribusi bagi masyarakat untuk mengupayakan keseimbangan antara lingkungan alam yang sudah terdominasi dan terkontaminasi oleh lingkungan buatan. Hasil proyek ini menunjukan bahwa dengan ketajaman berpikir dan kepekaannya, arsitektur dapat turut serta berkontribusi dalam mengupayakan kesejahteraan manusia dalam sosial dan ekonomi yang berbeda sekaligus menjaga kelestarian lingkungan demi lebih baiknya keberlangsungan kota di masa mendatang. 
BALAI BENIH IKAN DI CENGKARENG Jihand Setyani Rakafsya; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8502

Abstract

Technological advancements that were followed by millennial era made people start busy with their respective activities, while humans are social creatures who need each other and cannot live alone. The city began to congested along with its human growth, as if it were not allowed to rest. The skyscrapers and the density that piled up seemed to be a witness to the development of the city itself. People who are busy in their activities begin to lose time to rest for a moment, the density on the road and the route of the road that is passed every day starts to make people tired, bored, and often become stressed. This study aims to reduce the level of individualism in urban society with the role of architecture that can accommodate activities of chatting, with places that have an open system in general, safe, and comfortable without having to distinguish social strata. With the descriptive analysis design method,”Fish Farming in Cengkareng” tries to fill the third space for the West Cengkareng Village. Contribute to the government activities of the West Jakarta Office in improving the quality of freshwater ornamental fisheries production, and making it an open place for new people and enthusiasts of ornamental fish, making it an educational content and improving the local economy. Keywords: architecture; decorative fish; human; production; third place; troutAbstrakKemajuan teknologi yang diikuti oleh dominasi generasi milenial membuat manusia mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing, sementara manusia sendiri merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan dan tidak dapat hidup sendiri. Kota mulai padat beriringan dengan pertumbuhan manusianya, seolah-olah tidak diizinkan beristirahat. Gedung-gedung pencakar langit dan kepadatan yang menumpuk seolah menjadi saksi bagi perkembangan kota itu sendiri. Masyarakat yang sibuk dalam kegiatannya mulai kehilangan waktu untuk beristirahat sejenak. Kepadatan di jalan dan rute perjalanan harian yang setiap hari dilalui terasa membuat penat, bosan, dan tak jarang mengakibatkan stress. Studi ini bertujuan untuk mengurangi tingkat individualis dalam masyarakat kota dengan peran arsitektur yang dapat mewadahi kegiatan bercengkrama, dengan tempat yang memiliki sistem terbuka secara umum, aman, dan nyaman tanpa harus membedakan strata sosial. Dengan metode perancangan analisis deskriptif, “Balai Benih Ikan di Cengkareng” berusaha memenuhi ruang ketiga bagi Kelurahan Cengkareng Barat. Usulan proyek ini berupaya untuk memberikan kontribusi dalam kolaborasi kegiatan pemeritah Suku Dinas Jakarta Barat dalam meningkatkan kualitas produksi perikanan hias air tawar dan menjadikannya tempat terbuka bagi masyarakat umum atau penggemar ikan hias. Harapannya usulan proyek ini turut menjadi wadah edukasi serta peningkatan ekonomi daerah.
PERANCANGAN LAPAS DENGAN PENDEKATAN BIOFILIK BERBASIS PEMASYARAKATAN DI KARAWANG BARAT Fanny Fanny; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 4, No 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i1.16932

Abstract

The way of life in almost all countries is regulated by law. A person who is found guilty of a crime and convicted by a court is called a convict and the convict who will carry out a sentence that causes pain due to the loss of independence is called a prisoners. However, in addition to carrying out the crime, it is necessary to guide the convict to repent and educate so that he becomes a useful member of Indonesian society. Thus, the purpose of imprisonment is correctional, which implies that not only the community is protected against repeated crimes by the convict, but also protected by a banyan tree and given life provisions. So that he becomes a useful member of the Indonesian social community. The purpose of this design as an effort to present a healthy and beautiful prison to achieve the coaching process in accordance with the goals of the correctional institution and to question the extent to which a prison typology can be developed to produce a new typology while maintaining an active typology that can answer the challenges/problems that cause delays in the coaching process. prisoners. By developing the concept of biophilic for healing in a program that will be carried out by prisoners, namely focusing on the five senses (therapy through the senses of sight, touch, smell and hearing); coaching and education; and agriculture (plantation and agriculture) as well as incorporating biophilic elements into the basic form of the building mass. Keywords:  Biophilic; Prison; Prisoners; Typology AbstrakTata cara menjalankan kehidupan di hampir seluruh negara diatur oleh hukum. Orang yang didakwa bersalah atas sebuah kejahatan dan dihukum oleh pengadilan disebut terpidana dan terpidana akan menjalankan pidana yang menimbulkan rasa derita karena hilangnya kemerdekaan disebut narapidana. Namun selain menjalankan pidana perlu pembimbingan bagi terpidana agar bertobat dan mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat Indonesia yang berguna. Sehingga, tujuan pidana penjara adalah permasyarakatan, yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga diayomi oleh pohon beringin dan diberikan bekal hidup. Sehingga menjadi seorang anggota masyarakat sosial Indonesia yang berguna. Tujuan dari perancangan ini sebagai bentuk upaya menghadirkan lapas yang sehat dan asri untuk tercapainya proses pembinaan sesuai dengan tujuan Lembaga permasyarakatan serta mempertanyakan sejauh mana suatu tipologi penjara dapat dikembangkan untuk menghasilkan tipologi baru dengan tetap mempertahankan tipologi aktifnya yang dapat menjawab tantangan / masalah penyebab terhambatnya proses pembinaan narapidana. Dengan mengembangkan konsep biophilic for healing dalam program yang akan dilaksanakan oleh narapidana yaitu berfokuskan pada pancaindra (terapi melalui indra penglihatan, peraba, penciuman dan pendengaran); pembinaan dan pendidikan; dan argrikultur (perkebunan dan pertanian) serta memasukan unsur biophilic ke dalam bentuk dasar massa bangunan. 
Pasar Nongkrong Modern Richard Juan Austen; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6724

Abstract

The Special Capital Region of Jakarta (DKI Jakarta) is the country's capital and largest city in Indonesia. Jakarta as a large capital city has an attraction as a place to look for income, it is very attractive for residents from various regions in Indonesia to come to Jakarta who are settled and claim to be citizens of Jakarta. The number of migrants in Jakarta is around 68,500 people and it is predicted that as many as 60% live in Jakarta. Jakarta is a city with a fairly rapid economic growth rate. At present, more than 70% of state money is circulating in Jakarta. Since the early 1980s, the DKI Jakarta Government has been intensively building modern shopping centers, or commonly known as malls and plazas. At present Jakarta is one of the cities in Asia that has many shopping centers. In addition to luxury shopping centers, Jakarta also has many traditional markets and wholesale trade centers. For smaller environments, shopping centers for daily necessities are also available at affordable prices, such as Indomaret and Alfamart. The city of Jakarta as the capital of Indonesia focuses its development as the center of Indonesian business so that it is now densely filled with houses and tall buildings. The condition of the city of Jakarta is dense with residents and buildings, certainly there are many problems that arise, and the main problems of the city of Jakarta such as traffic jams, social problems and flooding. Traffic congestion makes Jakarta residents become lazy to leave the house so that an individualistic lifestyle makes social interaction decrease, also causes stress. The lives of Jakarta residents who live in high-rise buildings such as apartments that are mushrooming in Jakarta, which are very individual and cannot interact with the surrounding environment and daily activities are only "confined" in apartment units create a boring atmosphere and make residents become stressed. The problems faced by the City of Jakarta, of course, require solutions that really must be considered by the Government, especially the Local Government of the City of Jakarta. For that reason the author tries to make a city facility that can be a bridge between activities at home and work activities, in the social and economic fields in the form of Third Place, named Modern Hangout Market. Abstrak Daerah Khusus Ibukota Jakarta ( DKI Jakarta ) adalah ibu kota negara dan kota terbesar di Indonesia. Jakarta sebagai ibu kota yang besar memiliki daya tarik sebagai tempat untuk mencari penghasilan, sangat memikat penduduk dari berbagai daerah di Indonesia untuk datang ke Jakarta yang menetap dan mengaku sebagai warga Jakarta. Jumlah warga pendatang di Jakarta sekitar 68.500 orang dan diprediksi sebanyak 60% tinggal di Jakarta. Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta. Sejak awal tahun 1980, Pemerintah DKI Jakarta gencar membangun pusat-pusat perbelanjaan modern, atau biasa yang dikenal dengan mall dan plaza. Saat ini Jakarta merupakan salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan. Di samping pusat-pusat perbelanjaan mewah, Jakarta juga memiliki banyak pasar-pasar tradisional dan pusat perdagangan grosir. Untuk lingkungan yang lebih kecil, tersedia pula pusat belanja kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau, seperti Indomaret dan Alfamart. Kota Jakarta sebagai ibukota dari Indonesia memfokuskan perkembangannya sebagai pusat perbisnisan Indonesia sehingga kini telah padat dipenuhi hunian dan bangunan tinggi. Kondisi kota Jakarta yang padat dengan penduduk dan bangunan, pasti banyak permasalahan yang muncul, dan yang menjadi permasalahan utama kota Jakarta seperti kemacetan lalu lintas, permasalahan sosial dan banjir. Kemacetan lalu lintas membuat warga Jakarta menjadi malas untuk keluar rumah sehingga gaya hidup yang individualistik membuat menurunnya interaksi sosial, juga menjadi penyebab stress. Kehidupan warga Jakarta yang tinggal di gedung-gedung bertingkat tinggi seperti Apartemen yang menjamur di Jakarta, yang sangat individual dan tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan aktifitas sehari-hari hanya “terkurung” dalam unit apartemen membuat suasana yang membosankan dan bikin penghuninya menjadi stress. Permasalahan yang dihadapi oleh Kota Jakarta, tentunya membutuhkan pemecahan yang benar-benar harus dipikirkan oleh Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kota Istimewa Jakarta. Untuk itu Penulis mencoba membuat suatu  fasilitas kota yang bisa sebagai jembatan penghubung antara kegiatan di rumah dan aktifitas kerja, dalam bidang sosial dan ekonomi berupa Third Place yang diberi nama Pasar Nongkrong Modern.
TEMPAT PEMANDIAN UMUM Charlene Vitricia; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 1 (2020): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i1.6858

Abstract

When talking about designing a 3rd place, the first question that came up was “how can we gather various people from different backgrounds, homes, and workplaces into one (same) place? Thing that drives or motivates someone to do something (in this case going to our place) is their wants and needs. Based on A theory of motivation by Abraham Maslow, individuals’ most basic needs must be met before they become motivated to achieve higher level needs. The reason behind this proposal is because currently, we’re facing a crisis of one of our physiological needs, WATER. In 2040 we’re going to lose all source of clean water in Jakarta. Even now the source of water coming from Jakarta is only 3% and the rest originated from Tangerang and Jatiluhur reservoirs. The government through the PDAM is not able to meet all the water needs in Jakarta, so that more than 40% of Jakarta citizen don’t have other choices, except using ground water which lead to another threat, land subsidence which has threatened to sink Jakarta due to groundwater exploitation and increase of high-rise buildings. Our poor water system management, and wasteful lifestyle bring us closer to the disaster for sure. This project aim to answer social needs (third place) which can be categorized at the 'third level' (in Maslow's hierarchy of motivation theory), through answering an issue of ‘lowest level of needs' first, the physiology needs through ‘Public Bath’ project. By chasing their needs we could create more potential chances for people to intersect each other and achieve the real 3rd place. AbstrakProjek ini mengangkat tema open architecture as a third place, yang kemudian memunculkan sebuah pertanyaan “Bagaimana kita dapat menyatukan beragam orang dari latar belakang yang berbeda ke suatu tempat yang sama?” Pada dasarnya, hal yang menjadi penggerak ataupun motivator bagi seseorang untuk melakukan sesuatu adalah keinginan (needs) dan kebutuhan (wants) individu itu sendiri. Berdasarkan makalah “A Theory of Motivation” dari Abraham Maslow, setiap individu cenderung memenuhi kebutuhan paling dasar sebelum memenuhi kebutuhan di tingkat atasnya. Kondisi beberapa wilayah di Indonesia, khususnya Jakarta sedang menuju krisis salah satu kebutuhan fisiologi, yaitu Air. Jakarta terancam kehilangan seluruh sumber air bersih pada tahun 2040. Bahkan saat ini sumber air yang berasal dari Jakarta hanya 3% dan sisanya berasal dari Tangerang dan waduk Jatiluhur. Pemerintah melalui PDAM tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan air di Jakarta, sehingga lebih dari 40% masyarakat Jakarta harus menggunakan air tanah yang kemudian menimbulkan ancaman kedua yaitu terjadinya penurunan muka tanah yang menyebabkan terancam tenggelamnya Jakarta akibat exploitasi air tanah dan meningkatnya bangunan tinggi. Proyek ini berusaha menjawab kebutuhan sosial (third place) yang dapat dikategorikan pada ‘tingkat ketiga’ (dalam teori hierarki kebutuhan Maslow), melalui penjawaban dari sebuah isu ‘kebutuhan tingkat pertama’ terlebih dahulu, yaitu kebutuhan fisiologi melalui projek ‘Tempat Pemandian Umum’. Dengan mengejar kebutuhan masyarakat, kita dapat menciptakan potensi – potensi titik pertemuan antar individu dan mencapai tempat ketiga yang sesungguhnya.
GAMING COMMUNITY ARENA Elizabeth Belinda; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4535

Abstract

Millennials live in tandem with rapid technological development. Unlike the previous generation, this generation spends more time in cyberspace than the real world. Cyber entertainment often becomes the solution to relieve fatigue from daily activities. So is the millennial generation in Indonesia, where 56 percent of them tend to spend time playing video games. The existence of the internet has changed the way one play becomes unlimited. Currently video games are not only a means of entertainment, but can be a means of competition between players. There have been many millennials who have pursued the electronic game industry as a promising profession. However, there is still rarely a community forum for game lovers. The available containers are only limited to the place of sale / retail games without any means of playing video games and supporting facilities, such as in the Glodok electronic center. Or just offer a means to play video games without the means of sales and support, such as Timezone. In Indonesia, video games are still seen as mere hobbies for leisure time. Lack of government support and a negative public view of the game also impedes the realization of this kind of project. With the above considerations, hopefully the gaming community arena will not only be a means of entertainment, socialization and competition, but also as a means of learning and employment in the field of gaming. The main objective of the project this time is to accommodate the community as well as a place for competition for video game lovers. This game facility is a commercial value project, located in the West Jakarta area, precisely in the Grogol Petamburan area. The concept used in the building is inspired by the motherboard which is the driving core in all electronic video game devices.Abstrak Generasi milenial hidup beriringan dengan perkembangan teknologi yang pesat. Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi ini lebih banyak menghabiskan waktu di dalam dunia maya daripada dunia nyata. Hiburan dunia maya seringkali menjadi solusi untuk melepas kepenatan dari kesibukan sehari-hari. Begitu pula dengan generasi milenial di Indonesia, dimana 56 persen dari mereka cenderung menghabiskan waktu untuk bermain video game. Adanya internet telah mengubah cara bermain yang satu arah menjadi tidak terbatas. Saat ini video game tidak hanya menjadi sarana hiburan, namun dapat menjadi sarana ajang kompetisi antar pemain. Sudah banyak generasi milenial yang menekuni industri permainan elektronik ini sebagai profesi yang menjanjikan. Namun, masih jarang tersedia wadah komunitas para pecinta game. Wadah yang tersedia hanya terbatas pada tempat penjualan / retail game tanpa ada sarana bermain video game dan fasilitas penunjangnya, seperti di kawasan pusat elektronik Glodok. Atau hanya menawarkan sarana bermain video game tanpa sarana penjualan dan penunjangnya, seperti Timezone. Di Indonesia, video game masih dipandang hanya sebagai hobi untuk mengisi waktu luang semata. Kurangnya dukungan pemerintah dan pandangan negatif masyarakat terhadap game juga menghambat terealisasinya proyek semacam ini. Dengan pertimbangan diatas, maka diharapakan arena komunitas gaming ini tidak hanya menjadi sarana hiburan, sosialisasi dan kompetisi, namun juga sebagai sarana pembelajaran dan pekerjaan dalam bidang game. Tujuan utama dari dari proyek kali ini adalah mewadahi komunitas sekaligus menjadi tempat kompetisi para percinta video game. Fasilitas permainan ini merupakan proyek bernilai komersial, yang terletak di daerah Jakarta barat, tepatnya kawasan Grogol Petamburan. Konsep yang dipakai pada bangunan terinspirasi dari papan motherboard yang merupakan inti penggerak dalam seluruh perangkat elektronik video game.
GALERI TUBUH DAN RUANG DI MANGGA BESAR Chastellia Marshelle Nery; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8493

Abstract

Mangga Besar has an image of the region which is famous for its nightlife and culinary tourism in it, this area also has an anomaly that has become a public secret which is a brothel. Taken from the description of the issue of prostitution that embodies, there is a body that connotations are “valued” by certain standard criteria (beauty, sexy, etc.) Similarly, everyday social life is faced with the existence of certain social value standards regarding the appearance and shape of the body as body goals. So that not a few people experience insecurity with their own bodies, and the impact is there are psychological symptoms of low self-acceptance, body shaming, non-equality, etc. The project has a vision to show the diversity of the human body, each body and condition of the human being to create self-identity so that it aims to increase knowledge about body acceptance as a value by supporting the existence of body positivity. By using pattern language method and type of activity space as a typology that hoped it can help to translate the space from the projects background. The mission is to create a space that supports the growth of the community within them with the theme is body and space, which is the relationship between the human body that forms its own space through movements that are formed as expressions of self and where the body here is the main actor of an architectural space. Besides that, it is also used as a third place facility that supports the region, so this gallery has 3 main programs, education, entertainment, and socialize. Keywords: Body; Community; Expression; Social; SpaceAbstrakMangga Besar memiliki citra kawasan yang terkenal akan kehidupan malamnya. Kawasan ini juga memiliki anomali yang sudah menjadi rahasia umum yaitu tempat pelacuran. Terambil dari gambaran isu prostitusi yang mewujudkan bahwa adanya tubuh yang secara konotasi “dihargai” dengan kriteria standar tertentu (cantik, sexy, dll). Sama halnya dengan kehidupan sosial sehari-hari yang dihadapi dengan adanya standar nilai sosial tertentu mengenai penampilan dan bentuk tubuh sebagai body goals. Sehingga tak sedikit orang mengalami insecurity dengan tubuh mereka sendiri, dan dampaknya ada gejala psikologis akan self-acceptance yang rendah, body shaming, non-equality, dll. Proyek memiliki visi untuk menunjukkan akan keberagaman tubuh manusia, setiap tubuh dan kondisi manusia mencerminkan identitas diri sehingga bertujuan meningkakan pengetahuan mengenai body acceptance as a value dengan mendukung adanya gerakan body positivity. Misi menciptakan sebuah ruang yang mendukung pertumbuhan komunitas di dalamnya yang bertemakan body and space, yang dimana hubungan antara tubuh manusia yang membentuk ruangnya sendiri melalui gerakan yang terbentuk sebagai ekspresi dari diri dan dimana tubuh disini adalah aktor utama dari sebuah ruang arsitektur. Dengan menerapkan metode pattern laguange dan tipe ruang kegiatan sebagai pola diharapkan dapat membantu menerjemahkan ruang dari visi yang ingin diciptakan. Selain itu dijadikan sebagai fasilitas third place yang menunjang untuk kawasan, sehingga dibentuknya sebuah gallery yang memiliki 3 program utama yaitu adanya education, entertainment, dan socialize.
PERANCANGAN BALAI MULTI-ETNIK SEBAGAI WADAH UNTUK MEMPERSATUKAN KEMBALI ETNIS DAYAK DAN MADURA DI KAMPUNG PELADIS Brigita Pricillia; Agustinus Sutanto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 4, No 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i1.16851

Abstract

Indonesia is a very diverse country, from that diversity there are various ethnic. However, the negative side, is the diversity and differences that can later lead to ethnic conflicts. Just like what happened in Borneo since 1950-2001, where conflicts between Dayak and Madurese ethnic groups repeatedly occurred. Kampung Peladis, which is located in West Borneo, is one proof that there are still borders and boundaries between Dayak and Madurese ethnic groups. Starting from the pattern of settlements, to the daily activities of inter-ethnic groups, and less mingling with each other. Therefore, with the aim of reuniting the two ethnic groups, through rethinking the typology as a design strategy, Rituals of Re-Unite settings so that the two ethnic groups will inevitably meet and communicate with each other at the Multi-Ethnic Hall in Kampung Peladis. Bloomfield once said, reconciliation means finding a way to live side by side with former opponents, to love and forgive them. They need to manage impressions because they "have to forget" the past at all costs, in order to coexist with each other. Thus, the method used is phenomenology as a design approach. Thus, Rituals of Re-Unite: Multi-Ethnic Hall of Kampung Peladis is expected not only to be useful as a forum for assimilation of the two ethnic groups in Kampung Peladis, but also to benefit people's lives. Keywords:  Borneo ; Conflict ; Dayak ; Ethnic ; Madurese AbstrakIndonesia merupakan sebuah negara yang sangat majemuk, dari kemajemukan itulah adanya berbagai keragaman etnis dan suku bangsa. Namun jika dilihat dari sisi negatif, dari keberagaman dan perbedaan tersebutlah yang nantinya dapat menimbulkan terjadinya konflik etnis. Layaknya yang terjadi di Kalimantan pada rentang tahun 1950-2001 silam, dimana konflik antaretnik Dayak dan Madura berulang kali terjadi. Kampung Peladis yang terletak di Kalimantan Barat, merupakan salah satu bukti bahwa masih terdapat border dan boundaries antaretnik Dayak dan Madura hingga saat ini. Mulai dari pola permukiman, hingga aktivitas keseharian yang berkelompok antaretnis, dan kurang berbaur antar satu sama lain. Oleh karena itu, dengan tujuan untuk mempersatukan kembali kedua etnis tersebut, melalui rethinking the typology sebagai strategi desain, maka Rituals of Re-Unite mensiasati agar kedua etnis nantinya mau tidak mau bertemu dan saling berkomunikasi di Balai Multi-Etnik Kampung Peladis. Bloomfield pernah mengatakan, rekonsiliasi berarti menemukan cara hidup berdampingan dengan mantan lawan, untuk mencintai dan memaafkan mereka. Mereka perlu mengatur kesan karena mereka "harus melupakan" masa lalu dengan cara apapun, untuk hidup berdampingan satu sama lain. Sehingga, metode yang digunakan yaitu fenomenologi sebagai pendekatan desain. Dengan demikian, Rituals of Re-Unite: Balai Multi-Etnik Kampung Peladis diharapkan tak hanya bermanfaat menjadi wadah pembauran kedua etnis tersebut di Kampung Peladis, namun juga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.