Liong Ju Tjung
Program Studi S1 PWK, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 21 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

(STUDI KASUS: TAMAN MENTENG, JAKARTA PUSAT) Rizqi Kusumaningrum Henuhili; Sylvie Wirawati; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12851

Abstract

Taman Menteng is one of the city parks in DKI Jakarta, located on HOS Cokroaminoto street and has an area of 24,546 m2. Taman Menteng is known as the city park that has many facilities. Ranging from sports courts, children's playground, toilets, places of worship, parking lots, to two cultural halls (greenhouses). Unfortunately, menteng park has not been revitalized since it's establishment, in 2007. This may reduce the satisfaction of visitors. As for the purpose of this study, it is (1) to know the role of menteng park on its surroundings,(2) to know the characteristics of visitors, (3) to know the availability of Taman Menteng facilities for visitors' satisfaction, and (4) to know what facilities to add or reduce. This research is using quantitative approach. The number of samples in this study is 160. The Importance Performance Analysis (IPA) method is the method of analysis used for the study. The results of the study shows that Taman Menteng visitors still find little satisfaction in some of the existing facilities - toilets, dumpsters, ramp, children’s playground, pavements, sports courts, and the calisthenics area. Keywords: Facilities; Taman Menteng; Visitor satisfactionAbstrakTaman Menteng yang merupakan salah satu taman kota di DKI Jakarta, terletak di Jalan HOS Cokroaminoto dan memiliki luas sebesar 24.546 m2. Taman Menteng dikenal sebagai taman kota yang memiliki banyak fasilitas. Mulai dari lapangan olahraga, taman bermain anak, toilet, tempat ibadah, gedung parkir, hingga dua ruang serbaguna (rumah kaca). Sayangnya, Taman Menteng belum pernah direvitalisasi sejak pertama dibangun, yaitu tahun 2007. Hal ini bisa saja mengurangi kepuasan pengunjung. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui peran Taman Menteng terhadap lingkungan sekitarnya, (2) mengetahui karakteristik pengunjung, (3) mengetahui pengaruh ketersediaan fasilitas Taman Menteng terhadap kepuasan pengunjung, dan (4) mengetahui fasilitas apa yang harus ditambah atau dikurangi. Penelitian ini menggunakan menggunakan pendekatan kuantitatif. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 160 responden. Metode Importance Performance Analysis (IPA) merupakan metode analisis yang digunakan untuk penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah pengunjung Taman Menteng masih kurang puas terhadap beberapa fasilitas yang ada, yaitu toilet, tempat sampah, ramp, area bermain anak, perkerasan, lapangan olahraga, dan area calisthenics.
PENATAAN KAWASAN SEKITAR STASIUN SUDIMARA DENGAN KONSEP TOD (TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT) Bisma Wikanthyasa Irawan; Liong Ju Tjung; Sylvie Wirawati
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8855

Abstract

South Tangerang has become one of the residential choices for commuters. Mayor of the city of South Tangerang said that more than 50% of its residents work in Special Capital Region of Jakarta. The transportation that commuters use for their daily activities is the KRL Commuter Line. Sudimara Train Station, located in South Tangerang, is the second highest station in the KRL Commuter Line in passenger acquisition, totaling 7.623.530 passengers in 2018. Based on Perda No. 9 of 2019 Concerning Regional Spatial Plans of 2011 – 2031, Sudimara Station is one of the stations designated to be developed into the TOD area. The proliferation of residential developments in South Tangerang makes the distance between the dwelling and transit points far apart, private vehicles are one way to the transit point, causing traffic congestion due to inadequate road capacity and the number of side obstacles. The lack of integration between available modes of transportation exacerbates this situation. Therefore, an arrangement will be made in the area around Sudimara Station by using the TOD concept. This is intended to achieve harmony between the station as a transit point and the residential area and its facilities. Before doing this, will first be done searching for potentials and problems that will arise from the plan. The research method that I use is quantitative and qualitative. This research will provide results in the form of a regional arrangement master plan with the TOD concept. Keywords: Integration; Residential; Sudimara; Transit Oriented Development (TOD) AbstrakKota Tangerang Selatan menjadi salah satu kota pilihan hunian bagi para komuter. Walikota Tangerang Selatan mengatakan bahwa lebih dari 50% warganya bekerja di DKI Jakarta. Transportasi yang digunakan para komuter untuk beraktivitas sehari-hari adalah KRL Commuter Line. Stasiun Sudimara yang terletak di Kota Tangerang Selatan merupakan stasiun tertinggi kedua pada sistem KRL Commuter Line di Jalur Rangkasbitung dalam perolehan penumpang, sebanyak 7.623.530 penumpang pada tahun 2018. Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 2019 Tentang RTRW Tahun 2011 – 2031, Stasiun Sudimara menjadi salah satu stasiun yang ditunjuk untuk dikembangkan menjadi kawasan TOD (Transit Oriented Development). Menjamurnya pengembangan hunian di Kota Tangerang Selatan membuat jarak antara hunian dengan titik simpul transit berjauhan, kendaraan pribadi merupakan salah satu cara menuju titik transit, sehingga menyebabkan kepadatan lalu lintas akibat kapasitas jalan yang kurang memadai dan banyaknya hambatan samping. Tidak terintegrasinya antar moda transportasi yang tersedia memperparah keadaan ini. Oleh sebab itu, akan dilakukan penataan pada area sekitar Stasiun Sudimara dengan memakai konsep TOD. Hal ini dimaksudkan agar tercapainya keharmonisan antara stasiun sebagai titik transit dan kawasan hunian beserta fasilitasnya. Sebelum melakukan hal tersebut, dilakukan terlebih dahulu pencarian potensi serta masalah yang akan ditimbulkan dari rencana tersebut. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini akan memberikan hasil berupa rencana induk penataan kawasan dengan konsep TOD.
STRATEGI PENGELOLAAN COWORKING SPACE UNTUK MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS (OBJEK STUDI: CONCLAVE WIJAYA, KELURAHAN PETOGONGAN. KECAMATAN KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN) Sinta Setiani; Suryono Herlambang; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8881

Abstract

Conclave Wijaya has been established since 2013 and was inaugurated in 2014, Conclave Wijaya is not only focused on one type of function space but in addition to coworking space there is also built office space, meeting rooms, event spaces, auditoriums and class rooms. The identification of problems stems from the rapid development of startups and micro and small businesses, especially in Jakarta. But often times there are many new breakthroughs about the concept and function of coworking space that suits consumers' needs and of course at affordable prices. Although Conclave Wijaya cooperates with Comma, Conclave itself does not follow in the footsteps of Comma, which only has one function, namely as coworking space. This is the purpose of the study, first to prove that Conclave Wijaya is able to cover and accommodate its function as a place to work and relax, second to study the Conclave Wijaya facility as a container that is able to attract and attract users, and third to see strengths, weaknesses, opportunities and threats on Conclave Wijaya. In order to achieve the objectives of the method used with a qualitative approach can describe the conditions that exist in the Conclave Wijaya and identify aspects that affect the existence of the Conclave Wijaya. The final results achieved indicate the strategy of Conclave Wijaya in its existence that continues to survive amid competition in the coworking space business. Keywords: Analysis; Coworking Space; User; Strategy AbstrakConclave Wijaya sudah berdiri sejak tahun 2013 dan diresmikan ditahun 2014, Conclave Wijaya tidak hanya berfokus pada satu tipe fungsi ruang tetapi selain adanya coworking space disana juga dibangun office space, meeting room, event space, auditorium, dan class room. Identifikasi masalah bermula dari pesatnya perkembangan startup dan usaha mikro kecil dan menengah khususnya di Jakarta. Namun seringnya waktu banyak terobosan baru mengenai konsep dan fungsi dari coworking space yang sesuai kebutuhan konsumen dan tentunya dengan harga terjangkau. Walaupun Conclave Wijaya bekerja sama dengan pihak Comma namun Conclave sendiri tidak mengikuti jejak Comma yang hanya memiliki satu fungsi yakni sebagai coworking space. Hal ini yang menjadi tujuan studi dilakukan, pertama untuk membuktikan Conclave Wijaya mampu mencakup dan mewadahi fungsinya sebagai tempat bekerja dan bersantai, kedua untuk mengkaji fasilitas Conclave Wijaya sebagai  wadah  yang  mampu diminati  dan  menarik pengguna, dan ketiga untuk melihat  kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada Conclave Wijaya. Agar tercapainya tujuan metode yang digunakan dengan pendekatan kualitatif dapat mendeskripsikan kondisi yang ada pada Conclave Wijaya serta mengindentifikasi aspek yang mempengaruhi keberadaan Conclave Wijaya. Hasil akhir yang dicapai menunjukkan strategi Conclave Wijaya dalam eksistensinya yang terus bertahan ditengah persaingan bisnis coworking space.
RENCANA PENGEMBANGAN KAMPUNG CINA DI KOTA WISATA CIBUBUR UNTUK MENINGKATKAN DAYA TARIK PENGUNJUNG Defita Andina Kandi; Priyendiswara A.B. Priyendiswara; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4583

Abstract

The Ciangsana Tourism Village or better known as Chinese Village, located in Bogor Regency, West Java, has been established since 2002. The tour is crowded with tourists both from around Bogor and Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi and other areas. Tourism that has an area of 0.8 hectares has a target audience of middle and lower middle class economic people. The current tourism conditions of Chinese villages when viewed from the product life cycle are in a decline position and if left unchecked will result in unkempt and unattractive Chinese Village conditions and declining quality of service. Therefore, in this study a development plan will be made by knowing the feasibility of investing in making future development plans in Chinese villages using qualitative and quantitative approaches and conducting analyzes related to tourism development, such as site analysis and site analysis, object analysis similar, market analysis, space requirements analysis and investment feasibility analysis. The analysis was carried out using analytical tools namely descriptive, SWOT, benchmarking, crosstabulation, standard space requirements and discounted cash flow. This writing only shows the investment feasibility analysis to be used as a reference for making site plans. AbstrakKampung Wisata Ciangsana atau yang lebih dikenal Kampung Cina yang berlokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah berdiri sejak tahun 2002. Wisata ini ramai dikunjungi oleh wisatawan baik dari sekitar Bogor maupun Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi dan daerah-daerah lainnya. Wisata yang memiliki luas 0,8 hektar ini memiliki target pengunjung masyarakat ekonomi kelas menengah dan menengah bawah. Kondisi wisata Kampung Cina saat ini bila dilihat dari siklus hidup produk berada di posisi menurun dan apabila dibiarkan akan mengakibatkan kondisi Kampung Cina yang tidak terawat dan tidak menarik serta menurunnya kualitas pelayanan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibuat rencana pengembangan dengan cara mengetahui kelayakan investasi untuk membuat rencana pengembangan di Kampung Cina kedepannya dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta melakukan analisis-analisis yang berkaitan dengan pengembangan wisata, seperti analisis lokasi dan tapak, analisis objek studi sejenis, analisis pasar, analisis kebutuhan ruang dan analisis kelayakan investasi. Analisis yang dilakukan menggunakan alat analisis yaitu deskriptif, SWOT, benchmarking, crosstabulation, standar kebutuhan ruang dan discounted cash flow. Penulisan ini hanya menampilkan analisis kelayakan investasi untuk dijadikan salah satu acuan pembuatan denah rencana tapak.
RENCANA PENGELOLAAN GREEN BUILDING DENGAN PENDEKATAN BUILDING ENVIRONMENT MANAGEMENT (BEM) Regina Regina; Liong Ju Tjung; Priyendiswara A.B. Priyendiswara
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4592

Abstract

The concept of green building is now increasingly being applied in Indonesia, especially DKI Jakarta due to the increasing prevalence of global warming. Adapting to climate change and the increasing number of tall buildings in Indonesia, the GBCI (Green Building Council Indonesia) concluded that the biggest cause of energy use was due to the use of the building sector of around 48%, while the other 27% was in the transportation sector, then 25% in the industrial sector. GBCI applies certification in the form of "Greenship" as an assessment tool for buildings that are rated as Green Buildings. "Greenship" is prepared by GBCI by considering the conditions, nature, rules and standards that apply in Indonesia. The main focus of Green Building is energy efficiency, but what distinguishes "Greenship" from other rating tools are "Greenship" has a BEM category that focuses on managing the waste produced by buildings. The rating tool "Greenship" in Indonesia is quite balanced because in addition to focusing on energy efficiency, "Greenship" also pays attention to the comfort elements of its occupants, namely the Building Environmental Management category (BEM) where the comfort of buildings is one of the factors in the success of green buildings. In order for green building to be managed optimally, the author compiled a study of the criteria for BEM (Building Environment Management), with recommendations for waste and fit-out management in one of Green Building in Jakarta, South Quarter with a BEM achievement of 77%. The author composes the recommended budgetary costs for evaluating waste sorting and training, the author also conducted tenant perceptions surveys with cross tabulation and compare means method with the results that 77% of respondents agreed with the planning of sorting waste and providing training for residents of the building at the Green Building.the result that 77% of respondents agreed with planning waste sorting and providing training to building occupants in the Green Building.AbstrakKonsep bangunan hijau saat ini semakin banyak diimplementasikan di Indonesia khususnya DKI Jakarta karena semakin maraknya pemanasan global. Beradaptasi dengan perubahan iklim dan semakin banyaknya bangunan tinggi di Indonesia, GBCI (Green Building Council Indonesia) menyimpulkan bahwa penyebab terbesar dari penggunaan energi yaitu karena penggunaan pada sektor bangunan sekitar 48%, sedangkan 27% lainnya sektor transportasi, lalu 25% sektor industri. GBCI menerapkan sertifikasi berupa “Greenship” sebagaii alat penilai/penentu untuk sebuah bangunan dinilai sebagai Green Building. “Greenship” dipersiapkan oleh GBCI dengan mempertimbangkan kondisi, karakter alam serta peraturan dan standard yang berlaku di Indonesia. Fokus utama dari Green Building adalah efisiensi energi, namun yang membedakan “Greenship” dengan rating tools lainnya yaitu “Greenship” mempunyai kategori BEM yang berfokus kepada pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh gedung. Rating tools berupa “Greenship” di Indonesia cukup seimbang karena selain berfokus pada efisiensi energi, “Greenship” juga memperhatikan unsur kenyamanan penghuninya yaitu dengan adanya kategori Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM) dimana kenyamanan penghuni bangunan merupakan salah satu faktor keberhasilan dari green building. Agar suatu green building dapat dikelola secara maksimal, penulis menyusun penelitian pada kriteria BEM (Building Environment Management), dengan rekomendasi untuk pengelolaan sampah dan fit-out di salah satu Green Building di Jakarta yaitu South Quarter dengan pencapaian BEM sebesar 77%. Penulis menyusun biaya anggaran yang disarankan untuk evaluasi pemilahan sampah dan training, penulis juga melakukan survei persepsi tenant dengan metode tabulasi silang dan perbandingan nilai tengah dengan hasil bahwa 77% responden setuju dengan perencanaan pemilahan sampah dan pengadaan training untuk penghuni gedung di Green Building.
RENCANA PENGELOLAAN TAMAN HUTAN KOTA PENJARINGAN, JAKARTA UTARA Merrilin Lauren; Sylvie Wirawati; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12853

Abstract

The procurement of green open space is one of the important things for the balance of the ecosystem for urban residents. One of the green open spaces in Jakarta which also has a function as a water catchment area in the northern part of Jakarta is the Penjaringan City Forest Park. However, the utilization of the Penjaringan City Forest Park has not been optimal with various management problems that exist in the park, so this research was conducted to identify the physical conditions and potentials and problems in the park by using location analysis, attractiveness analysis, facilities and infrastructure analysis, best practices analysis, as well as using the visitor's point of view, namely the perception and preference of visitors to management in evaluating management at the Penjaringan City Forest Park. From the results of the evaluation, a management plan was prepared which was used as a proposed management plan for the manager of the Penjaringan City Forest Park, North Jakarta. Keywords: Management; Planning; Urban Forest Park.AbstrakPengadaan ruang terbuka hijau menjadi salah satu hal yang penting bagi keseimbangan ekosistem bagi warga perkotaan. Salah satu ruang terbuka hijau di jakarta yang juga memiliki fungsi sebagai ruang resapan air di bagian utara jakarta yaitu Taman Hutan Kota Penjaringan. Namun pemanfaatan Taman Hutan Kota Penjaringan belum optimal dengan masih dapat dijumpai berbagai permasalahan pengelolaan yang ada pada taman tersebut sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik serta potensi dan masalah pada taman dengan menggunakan analisis lokasi, analis daya tarik, analisis sarana dan prasarana, analisis best practices, serta menggunakan sudut pandang pengunjung yaitu persepsi dan preferensi pengunjung terhadap pengelolaan dalam melakukan evaluasi pengelolaan di Taman Hutan Kota Penjaringan. Dari hasil evaluasi yang ada dilakukan penyusunan rencana pengelolaan yang dijadikan usulan rencana pengelolaan bagi pengelola Taman Hutan Kota Penjaringan, Jakarta Utara. 
STUDI PERKEMBANGAN PERUMAHAN DAN PENYEDIAAN FASILITAS DI CITRA RAYA Fredrick Effendy; Liong Ju Tjung; Sylvie Wirawati
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8841

Abstract

Citra Raya is one of the new town in the Regency of Tangerang, Banten, which has been developed since 1994. This is the largest project of the Ciputra Group that stands on an area of 2,760 hectares. The development of Citra Raya is so rapid, the area of land that has been developed reaches 1,000 hectares. Currently Citra Raya has 51 residential clusters, including EcoHome which is the first apartment product. Citra Raya continues to present a variety of the latest facilities to meet the needs of its residents. The built facilities also continue to increase in scale as the services of Citra Raya develop. The purpose of this study is to determine the chronology / timeline of the development of housing and facilities in Citra Raya, determine the adequacy of the number of facilities built in Citra Raya to the standard needs of facilities, and knowing the relationship between housing development and the provision of facilities in Citra Raya. Data collection in this research was carried out by field surveys, interviews with developers, electronic media, and literature studies. Then there are five analyzes carried out, namely analysis of the development of Citra Raya, analysis of housing development, analysis of facility provision, analysis of facility adequacy, and analysis of the relationship between housing and facility development. Based on the results of the study note that the facilities in Citra Raya are sufficient for the residents in it. Even though some of the facilities are still lacking in terms of numbers, when viewed from the area of land that has been developed it meets existing standards. Then the development of housing and provision of facilities in Citra Raya has a strong positive relationship. The increase in the number of houses was also followed by the increase in the number of facilities. Keywords: development, facility, housing AbstrakCitra Raya merupakan salah satu kota baru yang berada di Kabupaten Tangerang, Banten, yang telah dikembangkan sejak tahun 1994. Proyek terbesar Ciputra Group ini berdiri di atas lahan seluas 2.760 hektar. Perkembangan Citra Raya begitu pesat, luas lahan yang telah dikembangkan mencapai 1.000 hektar. Saat ini Citra Raya memiliki 51 cluster perumahan, termasuk EcoHome yang merupakan produk apartemen pertama. Citra Raya terus menghadirkan beragam fasilitas terbaru untuk memenuhi kebutuhan penghuninya. Fasilitas yang dibangun juga terus bertambah skala pelayanannya seiring dengan berkembangnya Citra Raya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kronologi / timeline perkembangan perumahan dan fasilitas di Citra Raya, mengetahui ketercukupan jumlah fasilitas yang terbangun di Citra Raya terhadap standar kebutuhan fasilitas, dan mengetahui hubungan antara perkembangan perumahan dan penyediaan fasilitas di Citra Raya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara survei lapangan, wawancara dengan pengembang, media elektronik, serta studi pustaka. Lalu terdapat lima analisis yang dilakukan, yaitu analisis perkembangan Citra Raya, analisis perkembangan perumahan, analisis penyediaan fasilitas, analisis ketercukupan fasilitas, dan analisis hubungan perkembangan perumahan dan fasilitas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa fasilitas yang ada di Citra Raya telah mencukupi kebutuhan penghuni di dalamnya. Meskipun beberapa fasilitas masih kurang dari segi jumlahnya, namun jika dilihat dari luas lahan yang terbangun telah memenuhi standar yang ada. Lalu perkembangan hunian dan penyediaan fasilitas di Citra Raya memiliki hubungan yang kuat positif. Bertambahnya jumlah hunian juga diikuti dengan bertambahnya jumlah fasilitas.
PENATAAN KAWASAN SEGITIGA JATINEGARA SEBAGAI IKON WISATA JAKARTA TIMUR James Jonathan; Liong Ju Tjung; Bambang Delianto
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4593

Abstract

The Jatinegara Triangle Region is located in the Administrative City of East Jakarta, which is known to have a thick nuance of history and trade as the economic lifeblood of society since the colonial era in Indonesia. As the center of trade and services, the Jatinegara Triangle is a unique shopping area, because of the traditional trade center or Jatinegara Regional Market (formerly known as Pasar Meester), and Agate Stone Market and Permata Rawa Bening located opposite Jatinegara Station. Agate Stone Market is so unique because this market sells various kinds of Agate Stone, gems and heirlooms not only known in Jakarta, but also known to foreign countries. In Perda No. 1 of 2014 concerning Detail Spatial Planning in Jatinegara Subdistrict, it is said that there is a tourism area development with the development and improvement of urban tourism functions and the development of the Betawi Cultural Center in Jatinegara Region. However, there are still some problems in the Jatinegara Triangle area such as street vendors which is on the sidewalk which results in the inconvenience of pedestrians and causes the death of several shops and shopping centers in the region, still lack of green open space, many old, untreated buildings that have historical value, and lack of parking spaces resulting in illegal parking on the edge Street. Therefore, some arrangements will be made in the Jatinegara Triangle Area such as improving the function of the area, revitalizing old buildings, adding parking lots, adding regional street furniture and increasing regional accessibility, this is done to become an area with the concept of Shopping Street with special characteristics conservation building as East Jakarta Tourism Icon as a result of this arrangement. AbstrakKawasan Segitiga Jatinegara ini terletak di Kota Administratif Jakarta Timur yang dikenal memiliki nuansa kental sejarah dan perdagangan sebagai urat nadi ekonomi masyarakat sejak era kolonial di Indonesia. Sebagai pusat perdagangan dan jasa, Segitiga Jatinegara ini merupakan kawasan pembelanjaan yang unik, karena adanya pusat perdagangan tradisional atau pasar Regional Jatinegara (dahulu dikenal sebagai Pasar Meester), dan Pasar Batu Akik dan Permata Rawa Bening yang berlokasi di seberang Stasiun Jatinegara. Pasar Batu Akik sedemikian unik karena pasar ini menjual berbagai macam batu akik, permata dan barang-barang pusaka tidak hanya dikenal di Jakarta, tetapi juga dikenal hingga Mancanegara. Pada Perda no 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Detail Kecamatan Jatinegara dikatakan bahwa terdapat pengembangan kawasan pariwisata dengan pengembangan dan perbaikan fungsi kawasan wisata perkotaan dan pengembangan Pusat Kebudayaan Betawi di Kawasan Jatinegara  Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di kawasan Segitiga Jatinegara seperti terdapat PKL yang berada di atas trotoar yang mengakibatikan ketidaknyaman para pejalan kaki serta menyebabkan matinya beberapa pertokoan dan pusat perbelanjaan di kawasan ini, masih kurangnya ruang terbuka hijau, banyak bangunan tua yang tidak terawat yang memiliki nilai sejarah, dan kurangnya lahan parkir yang mengakibatkan parkir liar di pinggir jalan. Maka itu, akan dilakukan beberapa penataan pada Kawasan Segitiga Jatinegara seperti meningkatkan fungsi kawasan, merevitalisasi bangunan-bangunan tua, menambah lahan parkir, menambah furniture street kawasan dan meningkatkan aksesibilitas kawasan, hal ini dilakukan agar menjadi kawasan dengan konsep Shopping Street yang memiliki ciri Khas dengan bangunan konservasi sebagai Ikon Wisata Jakarta Timur sebagai hasil dari penataan ini.
ANALISIS PERGERAKAN PEJALAN KAKI DALAM MENGAKSES KAWASAN STASIUN JURANGMANGU Dimas Rifqi Satrio Notokusumo; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.22407

Abstract

South Tangerang City is an area that has a good level of connectivity between sub-districts because it is connected with public transportation modes such as Commuter Lines, TransJakarta, Minibus, etc. The condition of connectivity the area, it can be seen based on the level of accessibility to transit points that can be passed by pedestrians and other vehicles. Jurangmangu Station is one of the Commuter Lines Station that has a high level of passenger productivity, especially that lives in  Bintaro and Ciputat areas. According to the institute for Transportation and Development Policy, pedestrian service standards at bus stops and train stations are within a radius of 500 meters. However, the existing conditions around the Jurangmangu Station area do not meet the standard requirements for pedestrian facilitites within the service standard radius, thus affecting the level of accessibility around Jurangmangu Station such as traffic jams. This study was conducted to analyze the current level of accessibility around the Jurangmangu Station Area, observe connectivity between modes of transportation, and plan the facilities for pedestrian paths within the service radius. Then the study conducted using quantitative and qualitative analysis methods. Based ont the studies that have been carried out, that the level of accessibility around the Jurangmangu Station Area is still in the bad category, the condition of the pedestrian path does not meet the standards, and the lack of pedestrian facilities within the standard radius of pedestrian services. Keywords:  Accessibility; Pedestrian Path; Pedestrian; Jurangmangu Station Abstrak Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat konektivitas antar kecamatan yang sudah cukup baik karena dilengkapi dengan moda transportasi publik seperti Kereta Commuter Line, TransJakarta, Angkutan Kota, dll. Untuk mengetahui kondisi konektivitas suatu wilayah dapat dilihat berdasarkan tingkat aksesibilitas menuju titik transit yang dapat dilalui oleh pejalan kaki maupun kendaraan bermotor lainnya. Stasiun Jurangmangu merupakan salah satu stasiun kereta Commuter Line yang memiliki tingkat produktivitas penumpang cukup tinggi, khususnya untuk daerah Bintaro Jaya dan Ciputat. Standar pelayanan jalur pejalan kaki pada halte dan stasiun menurut Institute for Transportation and Development Policy yaitu dalam radius 500 meter. Namun, pada kondisi eksisting di sekitar Kawasan Stasiun Jurangmangu belum memenuni standar kebutuhan fasilitas pejalan kaki didalam radius standar pelayanan sehingga mempengaruhi tingkat aksesibilitas di sekitar Stasiun Jurangmangu seperti halnya kemacetan lalu lintas.  Studi ini dilakukan untuk menganalisis tingkat aksesibilitas yang sedang terjadi di sekitar Kawasan Stasiun Jurangmangu, mengamati konektivitas antar moda transportasi, dan merencanakan fasilitas untuk jalur pejalan kaki yang terdapat dalam radius pelayanan. Kemudian studi yang dilakukan menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, bahwa tingkat aksesibilitas disekitar Kawasan Stasiun Jurangmangu masih berada dalam kategori buruk, kondisi jalur pejalan kaki yang belum memenuhi standar, serta kurangnya fasilitas pejalan kaki dalam radius standar pelayanan pejalan kaki.
STUDI SISTEM TRANSPORTASI DI KAWASAN STASIUN BEKASI DENGAN KONSEP TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) Angeline Gracia Samudra; Liong Ju Tjung
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.22408

Abstract

The problem of congestion can be overcome by improving the integration of macro transportation systems and realized by the concept of Transit Oriented Development (TOD). Directions fot the development of TOD already exist in various regions in Indonesia, one of which is in the Bekasi Station area, located in Bekasi City, West Java, which is stated in Presidential Regulation of the Republic of Indonesia No. 55 of 2018 concerning the Greater Jakarta Transportation Master Plan for 2018-2029. The Bekasi Station area is planned to be a city-scale transit node with the main mode of transportation, namely trains. The poor condition of the transportation system in the Bekasi Station area is a direct factor for the development of TOD in this area. This can be seen from the traffic jams in the Bekasi Station area. Congestion is also common every day, especially during peak hours in the afternoon from 17.00 to 20.00 WIB. The Bekasi Stasion area has the potential to be developed with the TOD concept because in this area there is still an empty area of 24.33 hectares that can be developed (survey results, 2022). Therefore, this study aims to analyze the condition of the regional transportation system which consists of a system of activities, a network system and a movement, and to find out the development strategy based on the TOD concept in the Bekasi Station area. The analysis in this study uses qualitative and quantitative methods. The results of this study are a strategy to fix transportation system problems in the Bekasi Station area with the concept of Transit Oriented Development (TOD). Keywords: Integration, Transportation System, Transit Oriented Development Abstrak Persoalan kemacetan dapat diatasi dengan memperbaiki integrasi sistem transportasi makro dan diwujudkan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD). Arahan pengembangan TOD sudah terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, salah satunya ialah di kawasan Stasiun Bekasi yang terletak di Kota Bekasi, Jawa Barat yang tercantum dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Tahun 2018-2029. Kawasan Stasiun Bekasi direncanakan menjadi simpul transit berskala kota dengan moda transportasi utama yaitu kereta api. Kondisi sistem transportasi yang buruk di kawasan Stasiun Bekasi menjadi faktor arahan pengembangan TOD di kawasan ini. Hal tersebut dapat terlihat dari masih ditemukannya kemacetan pada kawasan Stasiun Bekasi. Kemacetan juga biasa terjadi setiap hari terutama pada  peak hour pada sore pukul 17.00-20.00 WIB. Kawasan Stasiun Bekasi juga memiliki potensi untuk dikembangkan dengan konsep TOD karena dalam kawasan ini masih terdapat lahan kosong seluas 24,33 hektar yang dapat dikembangkan (hasil survei, 2022). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sistem transportasi kawasan yang terdiri atas sistem kegiatan, sistem jaringan dan pergerakan, dan untuk mengetahui strategi pengembangan berdasarkan konsep TOD di Kawasan Stasiun Bekasi. Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini berupa strategi untuk membenahi permasalahan sistem transportasi di kawasan Stasiun Bekasi dengan konsep Transit Oriented Development (TOD).