Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Jurnal Communio: Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi

Analisis Peristiwa Komunikasi Ritual Tofa Lele Pada Kegiatan Bertani Atoni Pah Meto Yermia Djefri Manafe
Jurnal Communio : Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi Vol 9 No 1 (2020): January
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/jikom.v9i1.2324

Abstract

ABSTRAK Ritual tofa lele merupakan salah satu tahapan kegiatan pertanian yang wajib dilaksanakan petani Atoni Pah Meto. Tofa lele adalah kegiatan membersihkan atau mencabuti gulma yang tumbuh di sekitar tanaman utama petani. Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis peristiwa komunikasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi komunikasi. Pendekatan ini digunakan untuk memberikan pemahaman mengenai pandangan dan nilai-nilai suatu masyarakat sebagai cara untuk menjelaskan sikap dan perilaku anggota-anggotanya. Hasil penelitian menunjukan bahwa melalui komponen komunikasi sebuah peristiwa komunikasi dapat diidentifikasi. Komponen etnografi komunikasi sebagai berikut: Setting atau Latar, Partisipan (Participants), Tujuan (End), Isi pesan (Act Secuence), Bentuk Isi Pesan (Key), Kaidah Interaksi Jalur bahasa yang digunakan (Insturumentalities), Norma-Norma Interpretasi (Norms), Genre atau tipe peristiwa komunikatif, Topik, dan Urutan Tindakan. Berdasarkan analisis terhadap komponen etnografi komunikasi, maka kesimpulan penelitian ini adalah komunikasi pada ritual tofa lele dapat dipahami melalui isi doa adat yang mengandung makna pengharapan agar para petani dijauhi dari berbagai bentuk malapetaka selama melakukan kegiatan tofa lele serta permohonan agar gulma tidak menghambat pertumbuhan dan kesuburan tanaman yang ada dalam kebun para petani. Kata Kunci: Tofa Lele, Komunikasi Ritual, Peristiwa Komunikasi, Komponen Komunikasi ABSTRACT Tofa lele ritual is one of the stages of agricultural activities that must be carried out by Atoni Pah Meto farmers. Catfish tofa is the activity of cleaning or pulling weeds that grow around the main crop of farmers. The purpose of this study was to analyze communication events. The method used in this research is communication ethnography. This approach is used to provide an understanding of the views and values ​​of a society as a way to explain the attitudes and behavior of its members. The results show that through the communication component a communication event can be identified. The ethnographic components of communication are as follows: Setting or Setting, Participants, Objectives (End), Message Content (Act Secuence), Form of Message Content (Key), Interaction Rules of Language used (Insturumentalities), Interpretation Norms (Norms) ), Genre or type of communicative event, topic, and action sequence. Based on an analysis of the communication ethnographic component, the conclusion of this study is that communication on tofa lele rituals can be understood through the contents of traditional prayers which contain the hope that farmers are kept away from various forms of catastrophe during tofa lele activities and requests that weeds do not inhibit plant growth and fertility in the farmers' garden. Keywords: Tofa Lele, Ritual Communication, Communication Events, Communication Components
Transaksional Budaya Belis Fransisco Avelino Costa Laudasi; Yermia Djefri Manafe; Yohanes K. N. Liliweri
Jurnal Communio : Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi Vol 9 No 2 (2020): July
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/jikom.v9i2.2493

Abstract

Belis merupakan suatu upacara dimana pihak laki-laki memberi mas kawin barang berupa hewan, uang dan kain kepada pihak peempun. Tujuan peneltiian ini untuk mengetahui pengalaman, motif, dan makna belis pada masyarakat Desa Gunung. Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman masyarakat tentang nominal belis yakni apabila pihak laki-laki tidak mampu melunasi semua belis pada saat upacara masuk minta maka pihak keluarga perempuan membuat suatu kesepakatan dimana mempelai laki-laki tinggal di keluarga perempuan sampai keluarga laki-laki melunasi belis atau pihak laki-laki boleh membawa mempelai perempuan dengan kesepakatan wajib membayar belis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dampak positif dengan adanya pemberian belis, martabat keluarga laki-laki terangkat, pihak keluarga wanita merasa dihargai, dan terbentuknya kekerabatan baru. Dampak negatifnya, pihak laki-laki merasa malu jika tidak melunasi belis karena menimbulkan utang piutang. Budaya belis masih tetap dipertahankan dan tidak mengalami perubahan karena belis dianggap sebagai tradisi, dan bentuk penghargaan terhadap perempuan sebagai benih penerus keturunan. Motif masyarakat mempertahankan belis yakni sebagai tali pengikat yang menandakan hubungan kedua pasangan dan keluraga besarnya dan penanda si perempuan telah keluar dari keluarga asalnya dan berpindah ke klan suami. Belis juga sebagai alat menyatukan kedua keluarga.
Media Baru dalam Konstruksi Jurnalis Media Cetak Maria Widiyanti Nugu; Yermia Djefri Manafe; Maria V. D. P. Swan
Jurnal Communio : Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi Vol 9 No 2 (2020): July
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/jikom.v9i2.2765

Abstract

Hadirnya media baru sebagai salah satu manifestasi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah model komunikasi massa yang umumnya dilakukan media massa dari one to many menjadi many to many, di mana siapa pun kini bisa menjadi pembuat informasi dan melalui media baru menyebarluaskannya. Kondisi ini kemudian mengaburkan fungsi institusi pers sekaligus menimbulkan pertanyaan, apakah media massa telah terpinggirkan. Namun juga, kehadiran media baru ini secara bersamaan membantu institusi media dalam memperluas jangkauannya. Penelitian ini bermaksud untuk mencari tahu bagaimana para jurnalis media cetak sebagai media konvensional memaknai dan mengalami media baru dalam keseharian mereka sebagai jurnalis dihadapkan dengan kehadiran media baru. Melalui metode studi fenomenologi dan teori fenomenologi Alfred Schutz, hasil dari penelitian ini adalah para jurnalis memaknai media baru sebagai sumber informasi awal, tantangan yang memacu kerja, mitra yang saling melengkapi dan media informasi dan hiburan. Sementara pengalaman para jurnalis di antaranya adalah dituntut bekerja cepat serta menghasilkan laporan yang mendalam, mencari informasi melalui media sosial tanpa meninggalkan agenda liputan dan menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan berita, mengedukasi dan partisipasi kolektif.
Penerapan Jurnalisme Empati Dalam Berita HIV/AIDS Monika Wutun; Mas’Amah Mas’Amah; Yermia Djefri Manafe; Juan Ardiles Nafie
Jurnal Communio : Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi Vol 12 No 1 (2023): January
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35508/jikom.v12i1.8785

Abstract

Penelitian ini bermula dari aktivitas sekelompok jurnalis yang menulis berita HIV/AIDS dengan jurnalisme empati di Kota Kupang, Indonesia. Mereka tergabung pada Komunitas Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) yang terbentuk sejak tahun 2008. Mereka menerbitkan tabloid Peduli News yang berkembang menjadi majalah sehingga penelitian ini bertujuan mengungkapkan pengalaman komunikasi dan motif yang melatari penerapan jurnalisme empati dari tujuh orang anggota aktif KJPA. Paradigma konstruktivis dengan metode fenomenologi Alfred Schutz melalui teknik pengumpulan data yakni wawancara, observasi dan studi dokumentasi dengan teknis analisis data menggunakan enam Langkah Cresswell membingkai penelitian ini. Hasil penelitian ditemukan terdapat sepuluh kategori pengalaman komunikasi yang dituturkan yakni Jurnalisme Empati adalah hal baru; menerapkan jurnalime empati menantang hati nurani; menerapkan human interest dalam berita; berita berpihak pada ODHA; memperjuangkan hak ODHA dan kaum termarginalkan; ODHA adalah subjek berita bukan objek berita (bukan angka kasus); Berita bersifat empati; Tidak boleh ada stigma dan diskriminasi dalam peliputan dan penulisan berita; Topik yang diliput membantu ODHA membangun kepercayaan diri untuk bangkit; Menambah pengetahuan wartawan; memberi informasi dan edukasi yang benar tentang HIV/AIDS. Temuan lain, motif yang melatari penerapan jurnalisme empati bersumber dari panggilan jiwa dan ketaaaan pada kode etik jurnlaistik, kemauan untuk mengembangkan kompetensi diri, mendapatkan penghasilan serta membangun relasi sosial baru