Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PENANGGULANGAN KEJAHATAN PEDOPHILIA DITINJAU MENURUT HUKUM POSITIF DAN FIKIH JINAYAH
BIDAYAH: STUDI ILMU-ILMU KEISLAMAN Vol. 10, No. 1 (Juni 2019)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh Aceh Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (965.389 KB)

Abstract

Pedophilia merupakan salah suatu bentuk penyimpangan seksual dimana orang dewasa mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dengan anak-anak pra pubertas (menjelang masa remaja). Pada dasarnya, pedophilia juga menyangkut pilihan akan kondisi kejiwaan seseorang, oleh karena itu pedophilia tidak dapat dengan mudah dipatok sebagai sebuah kelainan, melainkan kejahatan sosial yang berujung pada tindak pidana. Pelaku seksual terhadap anak dibawah umur umumnya paling suka pada wanita umur 8-10 tahun, sedangkan pada laki-laki umur 11-13 tahun. Jadi pedofil itu mayoritas atau aktifitasnya lebih ke arah molestation (penganiayaan). Pedofil itu 70% tidak sendiri, dia akan gabung dengan gangguan penyimpangan seksual yang lain, yang paling sering berbarengan dengan sadistic sexual. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimana penanggulangan kejahatan pedophilia dalam hukum positif dan hukum Islam/fikih jinayah dan bagaimana upaya pencegahan kejahatan pedophilia. Jenis penelitian ini adalah Library Research, dengan sifat penelitian analitik-komparatif yaitu sebuah metode dengan menganalisis menggunakan kerangka teori terhadap data dengan tujuan mengolah data menjadi informasi, menjelaskan, memaparkan dan menganalisis serta membandingkan secara sistematis terkait suatu permasalahan dari sudut pandang hukum positif dan hukum Islam. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif yaitu dengan melihat perundang-undangan dan norma serta konsep yang relevan terhadap batasan subjek hukum. Hasil analisis konsep tersebut lantas dibandingkan dengan norma yang ada dalam hukum Islam/fikih jinayah. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa kejahatan pedophilia ini tidak cukup hanya dilihat sebagai perilaku abnormal/penyimpangan seksual semata, akan tetapi ini adalah suatu kejahatan yang sudah termasuk kejahatan extraordinary crime dan secepatnya harus ditanggulangi dan dalam hukum Islam/fikih jinayah ini termasuk ke dalam jarimah zina. Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan pedophilia diharapkan ke depannya tidak hanya cukup usaha yang bersifat penal/pidana, melainkan juga usaha bersifat antisipasi dari semua stakeholder, terutama di tingkat keluarga, diharapkan orang tua harus mengontrol setiap kegiatan anak mereka sehingga tidak terjerumus ke arah perbuatan yang salah (bertentangan dengan hukum).
CRIMINAL SANCTIONS OF LIWATH AND MUSAHAQAH CONTROLLERS IN POSITIVE LAW AND JINAYAH FIQH Sumardi Efendi
Lentera: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies Vol 2 No 1 (2020): Vol 2 No 1 (2020): Vol 2 No 1 Tahun 2020
Publisher : Program Pascasarjana IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/lentera.v2i1.2110

Abstract

Liwath and musahaqah are sexual deviations committed by people who have sex disorders in general. This deviant sex disorder was first practiced by the Prophet Lut, and this behavior was directly punished by the perpetrator by Allah SWT. because this behavior is considered to violate the nature that Allah SWT has given to humans. The aim is to find out the difference in sanctions for liwath and musahaqah actors in positive law and jinayah fiqh. This type of research in scientific writing is a type of library research that is based on library deeds or documentation that has been done previously to support research. From the research results, it is concluded that positive law and jinayah fiqh both provide legal rewards for homosexual and lesbian perpetrators and the difference between positive law and jinayah fiqh is regarding the severity and lightness of the punishments given to liwath and musahaqah perpetrators.
Sanksi Kejahatan Pelecehan Seksual Menurut Kuhp dan Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat Sumardi Efendi
SHIBGHAH: Journal of Muslim Societies Vol 3, No 1 (2021): SHIBGHAH: Journal Of Muslim Societies
Publisher : STAI Al-Washliyah Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelecehan merupakan perbuatan pelanggaran atau suatu kejahatan, oleh sebab itu perlu adanya adanya sanksi yang harus diberikan kepada pelaku agar kejahatan tersebut berkurang, apalagi khusus untuk Aceh yang sudah memiliki hak otonomi khusus dalam menanggulangi kejahatan. Dengan demikian dalam menjatuhkan sanksi kejahatan ini terdapat dua patokan hukum selain KUHP secara umum juga ada qanun secara khusus untuk Aceh. Penelitian ini bertujuan mengetahui sanksi kejahatan ini dalam KUHP dan Qanun Aceh No 6 tentang Hukum Jinayat. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka (library research) terhadap Al Qur’an, Hadist, KUHP, Qanun Hukum Jinayat serta peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dalam studi pustaka dianalisa dengan metode diskriptif, di mana secara deduktif bertujuan mengemukakan data-data yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus baik dalam bentuk definisi maupun dalam bentuk konsep, kemudian secara komperatif penulis membandingkan beberapa penjelasan dalam KUHP dan Qanun Hukum Jinayat yang ada kaitannya dengan permasalahan untuk mendapatkan hasil yang lebih mendekati kebenaran. Dari hasil penelitian dapat penulis ambil kesimpulan bahwa dalam KUHP dan Qanun Hukum Jinayat pelaku pelecehan seksual sama-sama diberi sanksi, akan tetapi penjatuhan sanksi nya yang berbeda. Dalam KUHP kerena pelecehan seksual masuk kedalam pelanggaran kesusilaan maka jatuhkan sanksi penjara sanksi terberat adalah lima belas tahun penjara sedangkan dalam Qanun Aceh No 6 tentang Hukum Jinayat sanksi ‘uqubat cambuk terberat paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan.
Kejahatan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) Menurut Hukum Positif Dan Fiqh Jinayah Sumardi Efendi
Legalite : Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam Vol 5 No 1 (2020): Jurnal Legalite
Publisher : IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/legalite.v5i1.1819

Abstract

Eigenrichting itself is a crime that can cause harm to the offender as a result of his own actions, this action arises due to mistrust and distrust of law enforcement and the law itself is confronted by the public. On the other hand, as a result of these actions resulted in the emergence of victims, herein lies the problem to be investigated in this study of how eigenrichting acts which initially as a form of public response from crime turn themselves into criminals. This type of research is the Library Research, with the nature of analytic-comparative research with a juridical-normative approach. From the results of the study it was concluded that in positive law perpetrators of eigenrichting crimes can be charged under article 170 of the Criminal Code, regulating legal sanctions for perpetrators of violence against people or goods in public while in fiqh the jinayah is known as al-tawfuq where several people who commit a crime together without prior agreement because of the psychological influence and thoughts that come suddenly and the given uqubat will also be dropped according to their respective roles.
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELANGGARAN QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL Sumardi Efendi; Mohammad Haikal
AT-TASYRI': JURNAL ILMIAH PRODI MUAMALAH at-Tasyri' | Vol. 14, No. 1 (Juni 2022)
Publisher : Prodi Hukum Ekonomi Syariah STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47498/tasyri.v14i1.911

Abstract

Memberikan jaminan produk layak konsumsi kepada konsumen adalah kewajiban setiap pedangan. Begitu juga dengan lembaga pemerintah memberikan sertifikat halal adalah suatu kewajiban agar produk yang beredar terjamin, apa jadinya jika suatu produk yang beredar dimasyarakat tidak terjaga kehalalan produk. Ini lah yang menjadi pembahasan dalam jurnal ini apakah sanksi bagi pelaku pelanggaran dalam menggunakan produk jaminan halal, apalagi di khususkan untuk wilayah provinsi aceh yang sudah memiliki Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Sistem Jaminan Produk Halal sebagai wilayah khusus di Indonesia yang menjalankan syariat Islam. Dengan menggunakan metode penelitian kajian pustaka dan telaah berbagai macam literatur hukum didapatkan kesimpulan bahwa bagi pelaku usaha beragama Islam yang tidak menjaga kehalalan produk dikenakan ‘uqubat ta’zir berupa cambuk paling banyak 60 (enam puluh) kali, atau pidana penjara paling lama 60 (enam puluh) bulan, atau denda paling banyak 600 (enam ratus) gram emas murni. Adapun bagi pelaku Pelaku Usaha beragama bukan Islam yang tidak menjaga kehalalan produk dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak 2.000.000.000,00 dan apabila dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-sama yang diantaranya beragama bukan Islam, pelaku usaha yang beragama bukan Islam dapat memilih dan menundukkan diri secara sukarela.
Tinjauan Yuridis Terhadap Jarīmah Zina Oleh Anak Di Bawah Umur Menurut Hukum Positif Danfiqh Jinayah Sumardi Efendi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 8 No. 1 (2019): SYARAH : Jurnal Hukum Islam
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Zina merupakan suatu perbuatan tercela yang sangat dimurkai dan dibencioleh Allah. Bahkan Allah pun tak segan-segan menghukum hamba-Nyayang berani melakukan perbuatan tersebut. Walaupun demikian kasusperzinaan yang terjadi dan terus meningkat bahkan pada kalangan anak,dan ini sangatlah meresahkan masyarakat karena hal ini dikhawatirkanakan merusak moral anak tersebut. Dalam hukumhukum positif dan fiqhjinayah zina merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijatuhi sanksi danhukuman terhadap pelaku kejahatan tersebut. Oleh katerna itu adapun yangmenjadi rumusan masalah dalam penelitian ini bagaimanapertanggungjawaban pidana jarīmah zina oleh anak di bawah umurmenuruthukum positif danfiqh jinayah. Jenis penelitian ini adalah Library Research,dengan sifat penelitian analitik-komparatif yaitu sebuah metode denganmenganalisis menggunakan kerangka teoriterhadap data dengan tujuanmengolah data menjadi informasi, menjelaskan,memaparkan danmenganalisis serta membandingkan secara sistematis terkait suatupermasalahan dari sudut pandang hukum positif dan hukum Islam.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif yaitudengan melihat perundang-undangan dannorma serta konsep yang relevanterhadap batasan subjek hukum. Hasil analisiskonsep tersebut lantasdibandingkan dengan norma yang ada dalam hukum Islam/fiqh jinayah.Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pertanggungjawaban pidana anakterhadap jarīmah zina dalam fiqh jinayah masuk dalam kategori ta’zirdikarenakan gugurnya salah satu syarat dalam kategori zina muhsanmaupun zina ghairu muhsan, walaupun demikian penguasa (hakim) dapatmenentukan hukuman agar ia dapat memberikan hukuman yang sesuaibagi anak kecil disetiap tempat dan waktu. Sedangkan dalam hukum positifpertanggungjawaban pidana anak melihat kembali dasar tujuan pemberianhukuman dan harus merujukkembali ke perundang-undangan tentang anakdan perlindungan anak.
Upaya Penangulangan Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Aceh Barat dalam Persepektif Hukum Islam Sumardi Efendi; Dar Kasih
Legalite : Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam Vol 7 No 2 (2022): Legalite: Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam
Publisher : IAIN Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32505/legalite.v7i2.4705

Abstract

This article examines efforts to tackle sexual violence against children in West Aceh from the perspective of Islamic law. This writing aims to find out the problem of sexual violence against children and how the proposed solution is based on the view of Islamic law. The data collection method in this article is using library research. Secondary data was obtained by studying the rules and regulations and literature related to this article. Cases of sexual violence against children in 2021 West Aceh Regency based on data from the Integrated Service Center for the Empowerment of Women and Children (P2TP2A) West Aceh had 5 cases of sexual violence. The percentage of cases of sexual violence is relatively high, namely 27.7 percent of the total 18 cases of violence against children. The sanctions that can be imposed on perpetrators of sexual violence against children in Islam are jarimah hudud, jarimah qishas and diat, and jarimah ta'zir. Special sanctions for perpetrators of child sexual violence can be subject to criminal sanctions in the form of Takzir whose determination of punishment is the right of ulil amri. The countermeasures that can be carried out are by socializing the 4P program (Assistance, Protection, Imposition of Sanctions, and Recovery) to the community.
Konsep Keadilan Delik Pembunuhan Dalam Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam Syaibatul Hamdi; Sumardi Efendi
MAQASIDI: Jurnal Syariah dan Hukum Vol. 2, No. 2 (Desember 2022)
Publisher : MAQASIDI: Jurnal Syariah dan Hukum diterbitkan oleh Program Studi Hukum Pidana Islam Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Teungku Dirundeng Meulaboh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47498/maqasidi.vi.1558

Abstract

Pembunuhan baik dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana positif menganut hukuman mati atas pelaku pidana pembunuhan dan direncanakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk membunuh, artinya pelaku sadar dan mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan itu sendiri, yakni menghilangkan nyawa seseorang tanpa mendapatkan legitimasi hukum. Ardapun rumusan masalahnya ingin melihat bagaimana konsep keadilan delik pembuhan dalam hukum positif indonesia dan hukum Islam dengan menggunakan metode Library Research dan dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif yaitu dengan melihat perundang-undangan dan norma serta konsep yang relevan terhadap batasan subjek hukum. Dari hasil penelitian disimpulkan tindakan tersebut dipandang sebagai sebuah kezaliman atau ketidak adilan, sebab ketidakadilan dan kezaliman menurut terminologi hukum pidana Islam dan hukum pidana positif adalah tindakan yang sedemikian rupa yang melewati batas batas kebenaran serta melanggar hak-hak orang lain dan melampaui batas-batas yang dimiliki seseorang yang bukan menjadi haknya. Namun, terdapat perbedaan dalam penerapan hukuman baik dalam hukum Islam maupun hukum pidana positif.
SANKSI KEJAHATAN PENIPUAN DENGAN IDENTITAS PALSU DALAM KUHP INDONESIA DAN FIQH JINAYAH Sumardi Efendi
Al-Ahkam: Jurnal Syariah dan Peradilan Islam Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM UNIVERSITAS ISKANDARMUDA BANDA ACEH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.776 KB)

Abstract

Tindak pidana kejahatan penipuan dengan identitas palsu sangat marak terjadi di masyarakat, korban tidak saja dari kalangan masyarakat biasa bahkan bisa juga kalangan menengah keatas. Kerugian yang terjadi tidak saja berupa materil juga bisa immateril. Penelitian ini bertujuan mengetahui sanksi kejahatan ini dalam KUHP dan Hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka (library research) terhadap Al Qur’an, Hadist, KUHP Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dalam studi pustaka dianalisa dengan metode diskriptif, di mana secara deduktif bertujuan mengemukakan data-data yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus baik dalam bentuk definisi maupun dalam bentuk konsep, kemudian secara komperatif penulis membandingkan beberapa penjelasan dalam KUHP Indonesia dan Hukum Islam yang ada kaitannya dengan permasalahan untuk mendapatkan hasil yang lebih mendekati kebenaran. Dari hasil penelitian dapat penulis ambil kesimpulan bahwa dalam KUHP dan Hukum Islam pelaku kejahatan ini sama-sama diberi sanksi, akan tetapi penjatuhan sanksi nya yang berbeda. Dalam KUHP Indonesia diancam dengan Pasal 378 ukuman penjara selama-lamanya empat tahun penjara sedangkan dalam Hukum Islam diancam dengan Ta’zir dengan hukuman dicambuk 100 kali dan ditambah pengasingan selama setahun.
THE ROLE OF TUHA LAPAN IN PROVIDING SANCTIONS FOR PERSONS OF GAMPONG TRADITIONAL VIOLATIONS: English Sumardi Efendi
Progressive Law Review Vol. 5 No. 01 (2023): APRIL
Publisher : Faculty of Law-Universitas Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36448/plr.v5i01.95

Abstract

Aceh as one of the special regions in Indonesia has privileges in managing the life of its people, including maintaining social life in the community in terms of imposing sanctions on violators who violate the rules in the gampong where the community lives. In addition to having a keuchik, the gampong also has a set of eight tuha in customary social life. By using the literature methodology and review of qanuns in Aceh, we want to see the extent of the role of the tuha lapan in imposing sanctions for customary violations in gampong. From the results of the research, it was concluded that competence under the Tuha Lapan Gampong Customary Court includes issues of Article 13 of Qanun Number 9 of 2008 concerning Fostering Traditional Life and Customs.