Komang Pradnyana Sudibya
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 28 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

Gagasan Pemberian Legal Standing Bagi Warga Negara Asing dalam Constitutional Review Yusa, I Gede; Sudibya, Komang Pradnyana; Aryani, Nyoman Mas; Hermanto, Bagus
Jurnal Konstitusi Vol 15, No 4 (2018)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.28 KB) | DOI: 10.31078/jk1544

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007, perihal pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika diajukan oleh ketiga orang pelaku Bali Nine yang merupakan warga negara asing. Adapun Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya memutuskan bahwa permohonan pengujian yang diajukan oleh ketiga warga negara asing tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), bahwa terhadap putusan ini terdapat dissenting opinion dari 4 (empat) orang Hakim Konstitusi berkaitan dengan kedudukan hukum (legal standing) pemohon berkewarganegaraan asing, yaitu Hakim Konstitusi Laica Marzuki, Achmad Roestandi, Harjono dan Maruarar Siahaan, yang pada intinya mengakui legal standing bagi ketiga warga negara asing tersebut. Dalam perspektif perbandingan, terdapat beberapa Mahkamah Konstitusi di dunia menerima permohonan constitutional review oleh warga negara asing, seperti halnya di Republik Ceko, Mongolia serta Republik Federal Jerman. Adapun tulisan ini bertujuan untuk menggagas pemberian legal standing bagi warga negara asing dalam permohonan constitutional review di Mahkamah Konstitusi. Adapun tulisan ini dibuat dengan menggunakan metode penulisan normatif dengan pendekatan studi konseptual, pendekatan perbandingan dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian legal standing bagi warga negara asing dalam permohonan constitutional review di Mahkamah Konstitusi ke dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi terkait dapat dilakukan dengan melihat perspektif hak asasi manusia dan negara hukum.After The Constitutional Court Decision Number 2-3/PUU-V/2007 regarding the constitutional review of The Law Number 22 Year 1997 about Narcotics lodged by the three Bali Nine case of which they are foreign citizens. Based on the Decision of the Constitutional Court, the application from them was unacceptable (niet van ontvankelijk verklaard), that toward this decision there are dissenting opinion of 4 (four) constitution judges related to the legal standing of foreign citizens in the applicantion, they are Laica Marzuki, Achmad Roestandi, Harjono and Maruarar Siahaan. In essence, they are admitting legal standing for them in the case. Seen from the perspective comparison, there are several of the world constitutional courts accepting the constitutional review by those foreign citizens, such as Czech Republic, Mongolia and Federal Republic of Germany. This paper aims to analyze the idea for granting the legal standing for foreign citizens applicant of constitutional review in the Constitutional Court. This paper is created by using the normative legal writing method with conceptual approach, comparative approach, and statute approach. Through this paper is expected to has the idea for granting the legal standing of foreign citizens on constitutional review in the Constitutional Court into the Law of Constitutional Court and the Regulation of Constitutional Court based on human rights perspective and the country of law.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PELAKU CYBERBULLY DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DI INDONESIA I Putu Bayu Saputra Adi Natha; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 03, Jun 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Judul dari tulisan ini adalah mengenai “PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PELAKU CYBERBULLY DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DI INDONESIA”, yang mana tulisan ini dilatarbelakangi perkembangan jaman yang pesat sehingga media sosial atau internet sudah menjadi suatu hal yang biasa sehingga setiap orang dapat mengakses dengan mudah dan dapat mengemukakan pendapat di media sosial tersebut, karena dengan mudahnya mengemukakan pendapat banyak orang yang berlebihan melakukannya yang cenderung menjurus ke arah cyberbully, cyberbully merupakan tindakan kekerasan verbal, hinaan, ejekan, cacian dan makian yang dilakukan seorang di dunia maya atau internet. Adapun permasalahan yang diangkat mengenai pengaturan dan pertanggungjawaban cyberbully dalam hukum positif indonesia. Tulisan ini mempergunakan metode hukum normatif karena kekosongan norma antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE). Analisis yang didapat bahwa undang-undang yang telah ada belum mencakup secara jelas dan tegas mengenai pengaturan dan pertanggungjawaban cyberbully secara langsung. Kesimpulan mengenai permasalahan ini harusnya pemerintah lebih tegas dan jelas mengatur mengenai cyberbully agar tidak terjadinya tindak cyberbully yang semakin meresahkan.
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENGATURAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL Gusti Ayu Made Gita Permatasari; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 03, Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tertulis dan lisan telah menjadi hak setiap Warga Negara Indonesia yang telah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada era ini orang bisa dengan mudah mengakses media sosial dan mengekspresikan pendapatnya. Setiap pendapat harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang ada. Kebebasan berpendapat yang tidak terbatas bisa mengakibatkan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian (Hate Speech). Tindak pidana ujaran kebencian di Indonesia belum diatur secara khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana ujaran kebencian di media sosial secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan dan pertanggungjawaban serta pembuktian tindak pidana ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian dengan menganalisa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum. Dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang baru mengakibatkan pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana ujaran kebencian menjadi lebih memiliki kepastian hukum dan meminimalisir terjadinya multi tafsir serta sudah mengakomodir alat bukti baru untuk pembuktian tindak pidana ujaran kebencian (Hate Speech). Kata Kunci : Ujaran Kebencian, Pertanggungjawaban Pidana, Media Sosial
PEMIDANAAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN Kadek Danendra Pramatama; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 7 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa. Seorang anak juga bisa melakukan hal yang sama. Misalnya kasus di Torjun Sampang Madura, seorang anak didik melakukan pemukulan terhadap gurunya hingga menyebabkan guru tersebut meninggal dunia. Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini adalah mengenai pengaturan pemidanaan dan sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan serta pengaturan diversi sebagai upaya menuju keadilan restoratif terhadap anak yang berhadapan dengan hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah berupa metode penelitian normatif yang merupakan metode yang berdasarkan atas bahan-bahan hukum dan fokusnya untuk meneliti dan mengkaji prinsip-prinsip hukum serta peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur bahwa apabila terpenuhi unsur-unsur delik dari tindak pidana tersebut untuk anak yang melakukan tindak pidana berat dapat dipidana dengan ketentuan ½ dari maksimum masa hukuman orang dewasa dengan ketentuan bahwa umur seorang anak telah mencapai 12 tahun ke atas. Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak mengisyaratkan bahwa upaya diversi sebagai upaya menuju keadilan restoratif harus diutamakan dalam menyelesaikan perkara anak yang berkonflik dengan hukum apabila upaya diversi tidak berhasil maka proses persidangan dilanjutkan ke tahap berikutnya, akan tetapi untuk kasus tindak pidana pembunuhan tidak dapat dilakukan upaya diversi. Kata Kunci: pemidanaan terhadap anak, tindak pidana pembunuhan.
IMPLEMENTASI HUKUM UNTUK PERLINDUNGAN SALES COUNTER BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA NOMOR 1 TAHUN 1970 Deviera Dika Putri Harlapan; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 02, Februari 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.895 KB)

Abstract

Dalam pelaksanaan kegiatan di tempat kerja, kecelakaan kerja adalah salah satu kondisi yang sering terjadi secara tiba-tiba dan sulit untuk dihindari. Beberapa masalah yang sering muncul berkaitan dengan keselamatan kerja bagi pekerja pada bagian sales counter, sehingga menjadi pertanyaan apakah Undang-undang yang telah ada mampu memberikan perlindungan keselamatan bagi tenaga kerja, terutama yang bekerja di bagian Sales Counter dan bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja untuk melindungi keselamatan kerja bagi pekerja di bagian Sales Counter. Kata Kunci : Implementasi Hukum, Perlindungan sales counter, Keselamatan Kerja.
POLITIK HUKUM REVISI UNDANG-UNDANG KPK YANG TIDAK TERMUAT DALAM PROLEGNAS PRIORITAS TAHUN 2019 I Gede Arya Bhaskara; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.883 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i02.p15

Abstract

Karya ilmiah ini dibuat bertujuan sebagai bahan pembelajaran untuk mengetahui dan memahami proses pembentukan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta mengkaji politik hukum yang secara eksplisit maupun implisit terdapat pada Undang-Undang tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktriner yang dalam penulisannya menggunakan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses pembentukan Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan putusan MK bernomor 79/PUU-XVII/2019 tidak terdapat cacat formil walaupun Undang-Undang a quo tidak termuat dalam prolegnas prioritas 2019. Kemudian politik hukum pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Naskah Akademik dan konsideran adalah untuk menciptakan peraturan yang mampu mengatasi hambatan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sedangkan berdasarkan hakim konstitusi Wahiduddin Adams bahwa sulit untuk diterima berdasarkan common sense bahwa perubahan yang besar tersebut terjadi dalam waktu yang singkat pada momentum akan berakhirnya masa bakti berakhirnya DPR RI dan juga Presiden. This scientific work is intended as a learning material to know and understand the process of forming Law no. 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission and examines the legal politics explicitly or implicitly contained in a quo Law. In order to achieve this goal, this paper uses the normative legal research method or doctrinal legal research which in writing uses a statutory approach (The Statute Approach). The results obtained from this study indicate that in the process of forming Law no. 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission based on the Constitutional Court's decision numbered 79/PUU-XVII/2019 there are no formal defects even though the a quo Law is not contained in the 2019 priority prolegnas. Then the legal politics of a quo Law based on the Academic Manuscript and the preamble is to create regulations that are able to overcome obstacles in eradicating criminal acts of corruption while based on constitutional judge Wahiduddin Adams that it is difficult to accept based on common sense that such a big change occurred in a short time at the end of his term of office. the end of the DPR RI and also the President.
AKIBAT HUKUM PENYITAAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA OLEH NEGARA I Dewa Gde Oka Wibawa; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 6 No 12 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.321 KB)

Abstract

Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan atas dasar kepercayaan, dimana hanya kepemilikannya saja beralih sedangkan penguasaan tetap pada penguasaan pemberi fidusia selaku debitur. Dengan penguasaan tetap pada penguasaan debitur bisa saja debitur melakukan kejahata dengan menggunakan objek jaminan tersebut sehingga menyebabkan objek jaminan disita untuk keperluan penyidikan. Penyitaan benda jaminan fidusia akan merugikan kreditur apabila saat akan melakukan eksekusi, benda jaminan tersebut telah beralih penguasaannya. Akibat hukum penyitaan benda jaminan fidusia tidak menghapuskan jaminan fidusia sehingga debitur harus melunasi utangnya kepada kreditur, apabila terjadi kemacetan dalam pembayaran utangnya maka debitur berkewajiban untuk mengganti benda jaminan fidusia yang bernilai setara. (Kata Kunci : Jaminan Fidusia, Objek Jaminan Fidusia, Penyitaan)
TANGGUNG JAWAB PENJAMIN TERHADAP DEBITUR YANG TIDAK DAPAT MEMENUHI PRESTASI KEPADA KREDITUR Cok Istri Ratih Dwiyanti Pemayun; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 05, Juli 2014
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.785 KB)

Abstract

Dewasa ini kebutuhan manusia sangatlah beraneka ragam dan tingginya biaya hidup manusia. Sehingga dalam mendapatkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dapat dengan meminjam uang di Bank, koperasi, maupun orang lain. Rumusan masalah dalam jurnal ini adalah bagaimana tanggung jawab penjamin kepada kreditur apabila debitur tidak dapat memenuhi prestasinya dan bagaimana upaya penyelesaian kredit apabila debitur tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Hasil analisis menunjukan bahwa penjamin tidak bertanggung jawab secara mutlak karena terdapat jaminan kredit antara kreditur dan debitur, serta upaya penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan melalui tiga tahapan yaitu penjadwalan kembali, persyaratan kembali, dan penataan kembali. Kata Kunci : Tanggung Jawab, Kredit, Penjamin, Debitur, Kreditur
PELAKSANAAN OVER CONTRACT RUMAH SEWAAN DI KOTA DENPASAR I Dewa Gede Angga Windhu Wijaya; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.388 KB)

Abstract

Kebutuhan tempat tinggal khususnya rumah di Kota Denpasar semakin meningkat. Tetapi belakangan ini beberapa orang yang semula ingin mencari rumah sewaan untuk dijadikan tempat tinggal malah dipakai untuk suatu kegiatan bisnis. Dimana seseorang yang menyewa rumah sewaan kemudian disewakan kembali kepada orang lain. Tujuan dari penulisan sebuah karya ilmiah ini yaitu untuk bisa mengetahui bagaimanakah pelaksanaan over contract rumah sewaan di Kota Denpasar dan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan over contract rumah sewaan di Kota Denpasar. Dalam penulisan sebuah karya ilmiah ini, metode penelitian yang dipergunakan yaitu metode yuridis empiris yang merupakan suatu metode yang dimana dilakukan dengan cara observasi atau melakukan penelitian secara langsung untuk turun kelapangan agar mendapatkan suatu fakta-fakta dan kebenaran yang akurat. Mengenai hal bagaimana orang menyewakan kembali rumah sewaan adalah mereka menyewa rumah dari seorang pemilik rumah sewaan dalam jangka waktu yang cukup lama kemudian orang tersebut menyewakan kembali rumah sewaan tersebut kepada orang lain. Akibat hukum yang ditimbulkan adalah secara umum tidak diperbolehkan jika orang yang menyewa rumah dari pemilik rumah menyewakan kembali rumah tersebut, akan tetapi dapat diperbolehkan apabila hal tersebut disetujui oleh pemilik rumah, kembali lagi pada isi kesepakatan perjanjian sewa-menyewa rumah yang dibuat oleh para pihak bersangkutan. Kata kunci : Pelaksanaan, over contract, rumah sewaan
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA SEORANG DOKTER DALAM KASUS MALPRAKTEK Kadek Riska Ernika; Komang Pradnyana Sudibya
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 6 No 12 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.686 KB)

Abstract

Masyarakat pada umumnya menyebutkan malpraktek sebagai adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Kesalahan atau Kelalaian dokter dalam menangani pasien dikenal dalam ilmu kedokteran dengan Malpraktek Medis. Akibat kesalahan atau kelalaian tersebut bisa berakibat pasien tidak sembuh malahan bisa sakitnya tambah berat, mungkin cacat bahkan meninggal dunia. Faktanya, ada pasien yang mengalami kerugian dan mengakibatkan pasien tersebut cacat yang diakibatkan oleh dokter yang salah dalam menanganinya. Metode yang penulis gunakan ialah Metode Normatif. Kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini ialah bahwa pertanggungjawaban dokter terhadap pasien yang mengalami malpraktek yaitu diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan upaya pasien sebelum meminta ganti rugi ialah Mediasi yang dijelaskan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kata Kunci : Tanggung Jawab Perdata, Dokter, Malpraktek