Satrih Satrih
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PENGGABUNGAN PERKARA DALAM PROSES PENYELESAIAN GANTI RUGI TUMPAHAN MINYAK DI LAUT SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENERAPAN BLUE ECONOMY Satrih Satrih
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 3, No 1 (2017): Januari – Juni 2017
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.552 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v3i1.44

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji Proses penyelesaian ganti rugi pencemaran tumpahan minyak di laut dan kendala yang dihadapi dalam memperoleh ganti rugi juga mengkaji penggabungan perkara ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyak di laut dalam mengoptimalkan penerapan blue economy. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris yang dilakukan dengan mengkaji secara mendalam kaidah-kaidah hukum internasional maupun nasional yang terkait dengan obyek penelitian ini. Penelitian dilakukan juga terhadap sejumlah kasus tumpahan minyak yang mencemari perairan Indonesia sebagai akibat kecelakaan. Penelitian ini juga dilengkapi dengan pengumpulan data baik dari kepustakaan dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Selain itu dilakukan penelusuran data melalui internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk perolehan ganti rugi, para penggugat dapat mengajukan gugatan ganti rugi khususnya berdasarkan International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1992 yang telah diratifi kasi oleh Indonesia melalui Keppres No. 53/1999 tentang Ratifi kasi atas CLC 1992, dan International Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage 1992. Meskipun demikian terdapat kendala dalam perolehan ganti rugi yang dapat mengoptimalkan penerapan blue economy. Kendala tersebut bersumber dari CLC 1992 itu sendiri yang membatasi kerugian akibat pencemaran yang dapat dibayarkan ganti ruginya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk perolehan ganti rugi dalam mengoptimalkan penerapan blue economy, para penggugat dapat melaksanakannya dengan penggabungan perkara ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyak di laut. Prosedur yang dilakukan adalah dengan pembuktian kesalahan pelaku (selain dari pemilik kapal) melalui proses pidana, tuntutan ganti rugi diajukan sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.
Pertangungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Narkotika Golongan I: Studi Putusan 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks Kailwa Kailwa; Baharuddin Badaru; Satrih Satrih
Indonesian Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 2 (2021): Indonesian Journal of Criminal Law
Publisher : ILIN Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The research objective to analyze criminal responsibility for the crime of possession of narcotics Category I: Decision Study 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks. This research is a research that conducts empirical research in the city of Makassar, precisely at the Makassar District Court as an institution to adjudicate and decide cases Number 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks concerning the Crime of Possessing Narcotics Group I. is a crime of narcotics abuse in the decision Number 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks is a criminal act of possessing class I narcotics. or providing narcotics class I in the form of plants” which is an element of an alternative article and a fact revealed at trial. Tujuan penelitian menganalisis pertangungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan Narkotika Golongan I: Studi Putusan 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks. Penelitian ini adalah penelitian yang melakukan penelitian Empiris di kota Makassar tepatnya di Pengadilan Negeri Makassar sebagai instansi mengadili dan memutuskan perkara Nomor 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks tentang Tindak Pidana Memiliki Narkotika Golongan I, Hasil penelitian ini menggambarkan Kualifikasi bentuk perbuatan yang merupakan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam putusan Nomor 2094/Pid.Sus/2016/PN.Mks adalah tindak pidana memiliki narkotika golongan I. Berdasarkan bunyi Pasal 111 ayat (2) “melakukan percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman” yang merupakan unsur pasal bersifat alternatif serta fakta yang terungkap di persidangan
Efektivitas Pelaksanaan Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Yusnita Yusnita; Muhammad Syarief Nuh; Satrih Hasyim
Journal of Lex Generalis (JLG) Vol. 1 No. 7 (2020): Journal of Lex Generalis (JLG)
Publisher : Journal of Lex Generalis (JLG)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.915 KB) | DOI: 10.52103/jlg.v1i7.284

Abstract

Penelitian bertujuan menganalisis efektivitas pelaksanaan pembuktian terbalik dalam perkara tindak pidana korupsi dan faktor yang mempengaruhinya. Tipe penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil Penelitian penulis mendapatkan bahwa: Penerapan pembuktian terbalik pada tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Makassar terlaksana kurang efektif, karena peran penuntut umum masih menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembuktian. Hal ini dapat diketahui dari keterangan beberapa informan dalam hal ini Hakim dan Panitera Muda Tipikor sebagai salah satu aparat yang berkompeten dalam memeriksa perkara gratifikasi. Selain itu, substansi dari sistem hukum di Indonesia tidak mengatur secara tegas mengenai pembuktian terbalik sehingga penerapan dari pembuktian terbalik tersebut tidak dapat diterapkan secara efektif. Faktor substansi hukum, struktur hukum, pengetahuan hukum, budaya hukum, dan kesadaran hukum kurang berpengaruh terhadap efektifitas pelaksanaan pembuktian terbalik dalam perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Makassar. This study aims to analyze the effectiveness of the implementation of reverse evidence in corruption cases and the factors that influence it. This type of research is juridical empirical. The results of the author's study found that: The application of reverse evidence in the criminal act of corruption in the Makassar District Court was not effective, because the role of the public prosecutor is still very important in the proving process. This can be seen from the statements of several informants, in this case the Judge and the Young Registrar of Corruption as one of the competent apparatus in examining cases of gratification. In addition, the substance of the legal system in Indonesia does not explicitly regulate reverse proof so that the application of reverse evidence cannot be applied effectively. Factors of legal substance, legal structure, legal knowledge, legal culture, and legal awareness have little effect on the effectiveness of the implementation of reverse evidence in corruption cases in the Makassar District Court.
Putusan Bebas Terhadap Terdakwa Tindak Pidana Narkotika Ananda Eka Saputra; Baharuddin Badaru; Satrih Satrih
Journal of Lex Generalis (JLG) Vol. 3 No. 2 (2022): Journal of Lex Generalis (JLG)
Publisher : Journal of Lex Generalis (JLG)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.701 KB)

Abstract

Tujuan penelitian menganalisis dasar pertimbangan hukum hakim atas pemberian putusan bebas terhadap terdakwa tindak pidana narkotika, mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim sehingga memberikan putusan bebas terhadap terdakwa tindak pidana narkotika. Penelitian ini adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan pendekatan empiris. Hasil penelitian ini menggambarkan yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalm menjatuhkan putusan bebas yakni sesuai dengan ketentuan dalam pasal 191 (1) KUHAP, yakni tidak terbukti secara sah dan diputus bebas. Sebagai saran untuk mencegah Majelis Hakim melakukan putusan bebas kepada terdakwa, maka jaksa penuntut umum dalam membuat dakwaan dan tuntutan harus lebih cermat, jelas dan teliti dalam memasukkan pasal dan memperhatikan unsur-unsur pidana yang dilakukan oleh terdakwa. The research objective to analyze the basis of the judge's legal considerations for giving an acquittal to the defendant of a narcotic crime, to find out and analyze the factors that form the basis of the judge's legal considerations so as to give an acquittal to the defendant of a narcotic crime. This research is a legal research conducted with an empirical approach. The results of this study illustrate that the basis for the judge's legal considerations in imposing an acquittal is in accordance with the provisions in Article 191 (1) of the Criminal Procedure Code, which is not legally proven and acquitted. As a suggestion to prevent the Panel of Judges from making an acquittal to the defendant, the public prosecutor in making indictments and charges must be more careful, clear and thorough in entering articles and paying attention to the criminal elements committed by the defendant.
PENGGABUNGAN PERKARA DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI TUMPAHAN MINYAK DI LAUT SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PENERAPAN BLUE ECONOMY Satrih Satrih
Bina Hukum Lingkungan Vol 2, No 2 (2018): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.904 KB) | DOI: 10.24970/bhl.v2i2.61

Abstract

Penelitian ini dilakukan pertama, untuk mengkaji Proses penyelesaian ganti rugi pencemaran tumpahan minyak di laut dan kendala yang dihadapi dalam memperoleh ganti rugi. Kedua penelitian ini juga mengkaji penggabungan perkara ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyak di laut dalam mengoptimalkan penerapan blue economy.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris yang dilakukan dengan mengkaji secara mendalam kaidah-kaidah hukum internasional maupun nasional yang terkait dengan obyek penelitian ini. Penelitian ini juga dilengkapi dengan pengumpulan data baik dari kepustakaan dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner. Selain itu dilakukan penelusuran data melalui internet.Hasil penelitian menunjukkan  bahwa untuk perolehan ganti rugi, para penggugat khususnya mendasarkan pada International Convention on  Civil Liability (CLC) 1992 yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui  Keppres No. 53/1999 dan Fund Convention 1992. Meskipun demikian terdapat kendala dalam perolehan ganti rugi yang dapat mengoptimalkan penerapan blue economy. Kendala tersebut juga bersumber dari CLC yang membatasi kerugian yang dapat dibayarkan ganti ruginya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa untuk perolehan ganti rugi dalam mengoptimalkan penerapan blue economy, para penggugat dapat melaksanakannya dengan penggabungan perkara ganti rugi atas pencemaran tumpahan minyak di laut.
Implikasi Perjanjian TRIMs terhadap Perekonomian Domestik di Abad 21: Studi Pengembangan Hukum Satrih Hasyim; La Ode Husen; Nasrullah Nasrullah
SIGn Jurnal Hukum Vol 4 No 2: Oktober 2022 - Maret 2023
Publisher : CV. Social Politic Genius (SIGn)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37276/sjh.v4i2.224

Abstract

This study aims to analyze the implications of the TRIMs agreement for Indonesia. It discusses the exceptions to the TRIMs agreement, the utilization of transition periods, as well as the efforts of the Government to increase the investment value. This normative legal study uses statute, sociological, and comparative approaches with a literature study technique. The study results a show that Indonesia implements the TRIMs agreement, considering the exceptions and transition period. The Government’s efforts to increase investment include clear legal protection, improvement of human resources, a conducive investment environment, digital technology, innovative approach, and simplifying the investment process. Therefore, it is recommended that the Government strengthens investment regulations and policies that consider the development of society and the business world and increases investment in education and digital technology. The community must also actively participate in helping to increase investment by creating a conducive investment environment. With reasonable efforts and cooperation, investment in Indonesia is expected to increase and positively impact Indonesia’s economic growth in the 21st century.