Claim Missing Document
Check
Articles

IMPLIKASI YURIDIS ATAS EKSPOR ROTAN DI ERA PERDAGANGAN BEBAS (Studi Kasus Pemberlakuan Keputusan Menteri Perdangan No. 12 M-DAG/PER/6/2005) Sutrisno, Endang
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2007): Jurnal Hukum Hermeneutika
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.583 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v1i1.1153

Abstract

Industri rotan sebagai salah satu komoditas yang dapat menjadi andalan bagi devisa negara menjadi salah satu topik yang dapat dimasukan dalam cakupan subyek perundingan dalam GATT berkenaan dengan Tropical Products dan Agricylture, menjadi maalah tersendiri kaitannya dengan terjadinya bentura kepentingan yang sangat frontal dari dua sisi kepentingan yang berbeda, antara petani rotan dengan pengusaha permebelan dan kerjinan rotan akibat dari adanya pencabutan norma hukum Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No.355/MPP/Kep/5/2004 tentang Larangan Ekspor Rotan Setengah Jadi dan diberlakukan ketentuan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.12 M-DAG/PER/6/2005 tanggal 30 Juni 2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan.Pemberlakuan tatanan nilai yang baru tersebut pada satu pihak dimaksudkan alasan maraknya trend perdagangan bebas dan memacu bagi peningkatan kesejahteraan petani rotan dengan melakukan ekspor rotan apa-pun bentuk rotannya sehingga berujung pada masuknya devisa, tetapi pada sisi lain kebijaksanaan ini memberikan dampak buruk bagi kelangsungan industri permebelan dan kerajinan rotan yang notabene bahan bakunya menggunakan rotan.Kata Kunci :Industri rotan, GATT, benturan kepentingan, kesejahteraan petani rotan, devisa, Keputusan Menteri Perdagangan No.12 M-DAG/PER/6/2005
KAJIAN HUKUM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA NASABAH DAN BANK PADA PERSPEKTIF KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Saptaji, Saptaji; Sutrisno, Endang; Sutarih, Ayih
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.034 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i1.2008

Abstract

Berdasarkanpasal 45 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terdapat dua cara dalam, yaitu jalur litigasi dan non-litigasi. Lembaga penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Padatahun 2014  dibentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) untuk menangani sengketa nasabah dan bank .Melihat fenomena keberadaan BPSK dan LAPSPI, maka menjadi hal yang menarik untuk dilakukan penelitian terkait. Sehingga diharapkan, hasil dari proses penelitian dan pengkajian tersebut dapat memaparkan wewenang, fungsi dan dasar hukum keberadaan BPSK maupun LAPSPI., Berkenaan dengan hal tersebut penulis mengangkat judul tesis ?KajianHukum Proses Penyelesaian Sengketa Nasabah  Dan Bank Pada Perspektif Kelembagaan Perlindungan Konsumen?. Adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah Bagaimana kewenangan BPSK dalam kaitannya dengan keberadaan lembaga LAPSPI dan dasar hukum untuk keberadaan BPSK dan LAPSPI?Metodepenelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Pendekatan yuridis - normatif yang menggunakan data sekunder dalam ruang lingkup hukum penyelesaian sengketa. Pendekatan lain yang digunakan ialah pendekatan analisis substansi hukum (legal content analysis) mengenai dasar hukum, implementasi penyelesaian sengketa nasabah dengan bank yang dilakukan oleh BPSK dan LAPSPI serta kewenangan BPSK dalam kaitannya dengan keberadaan lembaga LAPSPITeknik Pengumpulan data dengan cara kepustakaan yaitu studi literature terhadap undang - undang, buku, jurnal - jurnal, makalah laporan penelitian (tesis), arsip atau dokumen legal pemerintah, dan pengamatan terhadap contoh-contoh kasus mengenai sengketa perbankan yang terjadi di wilayah Indoneisa, khususnya Kota Cirebon. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan LAPSPI yang focus menangani sengketa perbankan akan menjadi prioritas pertama sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan. BPSK akan menjadi second choice yang menangani kasus ? kasus perbankan dengan tingkat kesulitan yang lebih rendah dibanding LAPSPI (sebatas mediasi) karena kendala lokasi LAPSPI di Jakarta dansosialisasi yang intensif keberadaan BPSK dan LAPSI karena banyak masyarakat  yang belum tahu keberadaan  BPSK dan LAPSPI
AKIBAT HUKUM DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM PERANNYA SEBAGAI GATE KEEPER UNTUK SISTEM RUJUKAN BERJENJANG Sutrisno, Endang; Lambok, Betty Dina; Sugiarti, Taty; Mulyono, Paulus
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 2 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.269 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i2.1563

Abstract

Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah mereformasi sistem pelayanan kesehatan. Dokter Layanan Primer yang seharusnya berperan sebagai gate keeper di Fasilitas Kesehatan Primer belum menjalankan fungsinya dengan optimal. Fasilitas Kesehatan Primer yang seharusnya dapat menangani penyakit-penyakit dasar dengan tuntas kerapkali mengeluarkan surat rujukan ke rumah sakit, sehingga gate keeper concept dan sistem managed care tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kajian pada budaya hukum dokter layanan primer perannya sebagai gate keeper dalam sistem rujukan berjenjang dan upaya untuk meningkatkan kepatuhan hukum. Pendekatan penelitian socio legal research, sebab berkaitan rendahnya kesadaran hukum, pengetahuan hukum, sikap dan perilaku hukum. Budaya hukum yang berupa sikap, anggapan, persepsi, gagasan yang apatis, pragmatis kurang mendukung terlaksananya gate keeper concept dengan baik, dibutuhkan kepatuhan hukum dokter layanan primer melalui pengetahuan hukum dan komunikasi hukum dengan cara sosialisasi, edukasi.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KONSERVASI HUTAN UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi dalam Penerapan Kebijakan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan Jawa Barat) Sutrisno, Endang; Sulastri, Tuty; Sheilla, Ayu Feby
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2015): Jurnal Ilmu Hukum Hermeneutika
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.245 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v1i1.1955

Abstract

Persoalan lingkungan hidup telah menjadi masalah yang sangat krusial untuk negeri ini, perilaku manusia yang tidak ramah lingkungan dengan pendekatan anthroposentrisme-nya telah menyampingkan kepentingan yang lebih besar yaitu kebajikan untuk mengindahkan kepentingan lingkungan hidup. Titik berat pembangunan yang sifatnya konvensional telah memberikan kontribusi pada masalah lingkungan untuk negara berkembang semisal Indonesia yaitu eksploitasi sumber daya alam yang berlebih dalam pemahaman peningkatan pertumbuhan ekonomi, akan tetapi di sisi lain telah terjadi degradasi kualitas lingkungan hidup secara menyeluruh. Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai salah satu aset sumberdaya alam harus diperhatikan dalam ranah penerapan kebijakan yang lebih bersifat biosentrisme, sebuah pendekatan dalam hukum lingkungan yang sifatnya integral-komprehensif-holistik, reasoning-nya menyangkut posisi strategis dari keberadaan taman nasional tersebut untuk menjaga kualitas lingkungan dan perspektif pembangunan yang lebih mengedepankan adanya keseimbangan pengelolaan, sebuah penerapan kebijakan dari produk hukum di daerah dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan harus lebih merespon kepentingan-kepentingan tersebut.
PENEGAKAN DISIPLIN APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJAPELAYANAN PUBLIK Kastiyah, Kastiyah; Sutrisno, Endang
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.684 KB) | DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i2.2597

Abstract

Penelitian ini merupakan penilaian deskriptif analisis yang bertujuan untuk menguraikan dan menggambarkan mengenai pelaksanaan kewajiban, hak dan kedudukan Pegawai Negeri Sipil di LPP RRI Cirebon khususnya urusan SDM RRI Cirebon yang diterapkan dalam kedisiplinan kerja sehari-hari. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial legal research untuk menegtahui sejauh mana penegakan terhadap pegawai sipil yang melanggar peraturan disiplin. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Penyiaraan Publik Radio Republik Indonesia LPP RRI Cirebon. Motivasi Pegawai Negeri Sipil yang rendah terlihat dari rendahnya semangat untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Apabila kita membandingkan data penajatuhan hukuman disiplin dengan jumlah Pegawai Negeri Sipil RRI Cirebon yang seluruhnya berjumlah 60 orang, maka dapat disimpulkan bahwa persentase pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin adalah sebanyak 17%. Persentasi tersebut sangat kecil apabila dibandingkan dengan jumlah pegawai negeri sipil. Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan saran bahawa kebijakan dalam aturan perlu mempertimbangkan antar reward dan vonishment, menghilangkan budaya ?like? dan ?dislike?.
IMPLIKASI USAHA PENAMBANG GALIAN C TERHADAP DEGRADASI KUALITAS MUTU LINGKUNGAN HIDUP SUNGAI (Studi Kasus Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka) Sutrisno, Endang; Sutarih, Ayih; Artadi, Ibnu
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune Volume 3, Nomor 1 Februari 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3326.019 KB) | DOI: 10.30996/jhbbc.v3i1.2685

Abstract

Quarrying C Mining Activities, which are carried out by residents in the river area in Majalengka Regency, are mining sand individually or in groups in the form of traditional micro and medium enterprises. The existence of the business is carried out with various limitations namely minimal technology, the existence of limited human resources, small capital aspects and activities carried out by ignoring the licensing factor by referring to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining. Traditional miners must have a People's Mining License (IPR) granted by the local Regional Government. The fact is that the mining activities are carried out without a permit and public policies are needed from the continuous support of the local government to maintain the environmental quality of the river basin. The formulation of the problem is how is the implementation of Majalengka District Government's policy to maintain the quality of the river's environmental quality? And how is the legal understanding of traditional illegal miners in the District of Palasah Majalengka Regency to build awareness and legal compliance? This study uses the hermeneutic paradigm with the aim of understanding the interaction of actors who are involved or involved themselves in a social process, including social processes that are relevant to legal issues. The so-called actors in this research are the traditional illegal miners in Palasah Sub-District, Majalengka Regency. The legal basis for local community control of sand mining activities carried out naturally and is handed down for more than 50 (fifty) years. However, the legal basis for the control is not enough, in this case the people conducting sand mining must have a People's Mining License (IPR) granted by the local government as regulated in Article 1 paragraph (10) of Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining.Kegiatan Penambangan Galian C, yang dilakukan oleh penduduk di kawasan sungai di Kabupaten Majalengka yaitu penambangan pasir secara perorangan atau berkelompok dalam bentuk usaha kecil mikro dan menengah secara tradisional. Eksistensi usaha tersebut dilakukan dengan berbagai keterbatasan yaitu minim teknologi, keberadaan sumber daya manusia yang terbatas, aspek permodalan kecil serta kegiatan yang dilakukan dengan mengabaikan faktor perizinan dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.  Penambang tradisioanl harus mempunyai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat. Faktanya aktivitas penambangan tersebut, dilakukan tanpa adanya izin dan dibutuhkan kebijakan publik dari keberpihakan Pemerintah Daerah setempat secara berkesinambungan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup kawasan sungai. Rumusan masalahnya bagaimanakah implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka untuk menjaga kualitas mutu lingkungan hidup sungai? Dan bagaimanakah  pemahaman hukum penambang liar tradisional di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka untuk membangun kesadaran dan kepatuhan hukum? Penelitian ini menggunakan paradigma hermeneutika dengan tujuan untuk memahami interaksi para aktor yang tengah terlibat atau melibatkan diri ke dalam suatu proses sosial, termasuk proses-proses sosial yang relevan dengan permasalahan hukum. Yang disebut aktor dalam penelitian ini adalah para penambang liar tradisional yang ada di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka. Dasar hukum penguasaan oleh masyarakat lokal atas kegiatan penambangan pasir yang dilakukan yang terjadi secara alamiah dan turun temurun selama 50 (lima puluh) tahun lebih. Akan tetapi, dasar hukum penguasaan tersebut tidaklah cukup, dalam hal ini masyarakat yang melakukan penambangan pasir harus mempunyai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagaimana yang diatur  dalam Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH SAKIT TERHADAP PASIEN HEALTH CARE-ASSOCIATED INFECTIONS (HAIS) Sutrisno, Endang; Hartini, MC Inge; Mustopo, Mustopo; Ruhyana, Nanang
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i1.3277

Abstract

Rumah Sakit memiliki peran penting dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, untuk itu dituntut agar mampu mengelola secara professional dan bertanggung jawab, mengusung arus keutamaan tanggung jawab profesi pada aspek kesehatan, khususnya tenaga medis dan tenaga keperawatan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.  Health-Care Associated Infection (HAIs) penyebabnya terkait dengan proses dan sistem kesehatan. Aspek pertanggungjawaban hukum Rumah Sakit terhadap pasien yang terkena Health care-associated Infections (HAIs) menjadi fokus kajian, dengan pendekatan penelitian yuridis normatif, pada perspektif hukum sebagai kaidah tertulis yang tertuang dalam produk perundang-undangan yang berlaku. Rumah Sakit bertanggung jawab atas tindakan kelalaian tenaga kesehatan di Rumah Sakit, yang menyebabkan kerugian pada pasien, dibutuhkan adanya perlindungan hukum yang memadai sebagaimana tertuang dalam peraturan hukum secara normatif. Dalam hal perlindungan pasien, sebelum pelaksanaan pelayanan medis yang berkaitan dengan tindakan medis, tenaga kesehatan memberikan edukasi terhadap pasien terlebih dahulu, berupa penjelasan mengenai informasi, risiko yang terjadi, serta bentuk penanganannya. Apabila pasien merasa dirugikan dalam hal materiil maupun imateriil, pasien dapat mengajukan gugatan kepada Rumah Sakit yang melakukan kelalaian dan kesalahan, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab hukum yang timbul.
PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI BIDAN DALAM PELIMPAHAN WEWENANG TINDAKAN MEDIS Lastini, Ketut; Sutrisno, Endang; Sugiarti, Taty
Mimbar Keadilan Vol 13 No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i2.3324

Abstract

AbstractMedical actions taken by the midwife and cause medical problems, will potentially lead to lawsuits, if the Midwife does not carry out the transfer of authority in accordance with statutory regulations. The problem is how the form of legal protection for the midwife profession in connection with the delegation of authority in carrying out medical actions, this is intended to examine the form of legal protection, with a normative juridical research approach. The delegation of authority for medical actions is regulated in various regulations. In reality, in daily practice, there are hospitals that have not yet managed the technical operational aspects regarding the delegation of authority over medical procedures, how the mechanism for delegating authority, or what types of medical actions can be delegated or delegated. Juridical consequences if there are allegations of abuse of authority can lead to civil and criminal lawsuits.Keywords: delegation of authority; medical treatment; midwifeAbstrakTindakan medis yang dilakukan oleh bidan dan menimbulkan masalah medis,akan berpotensi terjadinya tuntutan hukum, jika Bidan tidak melaksanakan pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persoalannya bagaimanakah bentuk perlindungan hukum profesi bidan sehubungan dengan pelimpahan wewenang dalam melaksanakan tindakan medis, hal ini dimaksudkan untuk menelaah bentuk perlindungan hukumnya, dengan pendekatan penelitian yuridis normatif. Pelimpahan wewenang tindakan medis sudah diatur dalam berbagai regulasi. Kenyataan dalam praktek sehari-hari, masih ada rumah sakit yang belum mengatur secara teknis operasional tentang pelimpahan wewenang tindakan medis, bagaimana  mekanisme pelimpahan wewenang, maupun jenis-jenis tindakan medis apa saja yang bisa dilimpahkan secara delegasi maupun mandat. Konsekuensi yuridis jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang dapat menimbulkan gugatan perdata maupun pidana.Kata kunci: bidan; pelimpahan wewenang; tindakan medis
PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI BIDAN DALAM PELIMPAHAN WEWENANG TINDAKAN MEDIS Lastini, Ketut; Sutrisno, Endang; Sugiarti, Taty
Mimbar Keadilan Vol 13, No 2 (2020): Agustus 2020
Publisher : Faculty of Law, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30996/mk.v13i2.3324

Abstract

AbstractMedical actions taken by the midwife and cause medical problems, will potentially lead to lawsuits, if the Midwife does not carry out the transfer of authority in accordance with statutory regulations. The problem is how the form of legal protection for the midwife profession in connection with the delegation of authority in carrying out medical actions, this is intended to examine the form of legal protection, with a normative juridical research approach. The delegation of authority for medical actions is regulated in various regulations. In reality, in daily practice, there are hospitals that have not yet managed the technical operational aspects regarding the delegation of authority over medical procedures, how the mechanism for delegating authority, or what types of medical actions can be delegated or delegated. Juridical consequences if there are allegations of abuse of authority can lead to civil and criminal lawsuits.Keywords: delegation of authority; medical treatment; midwifeAbstrakTindakan medis yang dilakukan oleh bidan dan menimbulkan masalah medis,akan berpotensi terjadinya tuntutan hukum, jika Bidan tidak melaksanakan pelimpahan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Persoalannya bagaimanakah bentuk perlindungan hukum profesi bidan sehubungan dengan pelimpahan wewenang dalam melaksanakan tindakan medis, hal ini dimaksudkan untuk menelaah bentuk perlindungan hukumnya, dengan pendekatan penelitian yuridis normatif. Pelimpahan wewenang tindakan medis sudah diatur dalam berbagai regulasi. Kenyataan dalam praktek sehari-hari, masih ada rumah sakit yang belum mengatur secara teknis operasional tentang pelimpahan wewenang tindakan medis, bagaimana  mekanisme pelimpahan wewenang, maupun jenis-jenis tindakan medis apa saja yang bisa dilimpahkan secara delegasi maupun mandat. Konsekuensi yuridis jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang dapat menimbulkan gugatan perdata maupun pidana.Kata kunci: bidan; pelimpahan wewenang; tindakan medis
FUNGSI HUKUM DALAM PERUMUSAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA MELALUI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Sutrisno, Endang; Artadi, Ibnu; Khafdilah, Khafdilah; Widianti, Hesti
Yustitia Vol 6 No 1 (2020): Yustitia
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/yustitia.v6i1.96

Abstract

Village Consultative Agency (BPD - Badan Permusyawarat Desa) in implementing its function as a bridge connecting the village head with the village community must also carry out its main function as the representative. The problem arises is how does the legal order set issue of the Village Consultative Agency (BPD) on the perspective of the formulation of Village Revenues and Expenditures Budget (APBDes - Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa) based on the legal basis of Government Regulation No. 72 of 2005 concerning the village. The next problem arises is what are the obstacles faced by the Village Consultative Agency (BPD) in carrying out its duties to prepare the Village Revenues and Expenditures Budget (APBDes). The process of formulating the Village Regulation has been carried out through the correct stages and in accordance with Law Number 6 of 2014 Jo Government Regulation Number 43 of 2014 concerning Jo Village Domestic Ministerial Regulation Number 111 of 2016 concerning Technical Guidelines for Regulations in the Village, namely through initiation, socio-political and juridical stages.