Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

Potensi Alam dan Budaya dalam Pengembangan Ekowisata Pulau Tilan Kepenghuluan Rantau Bais Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau Hesti Asriwandari; Swis Tantoro; Rindiani Nurfahima
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 7 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v7i2.28541

Abstract

Potensi alam dan budaya Pulau Tilan dapat dijadikan suatu tujuan wisata. Namun belum sepenuhnya dikelola dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Perlu adanya modal sosial dalam pengembangan Ekowisata Pulau Tilan. Modal sosial yang tumbuh dalam masyarakat memberikan gambaran menyeluruh tentang semua tujuan bersama yang hendak dicapai. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui aktivitas masyarakat dalam pengembangan potensi wisata Pulau Tilan. 2) Mengetahui kekuatan dan kelemahan unsur modal sosial dalam pengembangan ekowisata Pulau Tilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan cara pengumpulan data yaitu, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap unsur-unsur modal sosial dalam pengembangan Ekowisata Pulau Tilan masih lemah dan perlu diperkuat. Melihat kondisi dan temuan penelitian, jika tidak diperbaiki maka Ekowisata Pulau Tilan akan sulit dikembangkan tidak akan mengalami perubahan lebih baik. Mendorong pengembangan Ekowisata Pulau Tilan, perlu adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai, antara lain jalan yang lebih efesien dan transportasi yang cukup dan representative. Memperluas jaringan sosial dengan berbagai pihak secara terkoordinasi melalui pendekatan terpadu untuk kegiatan promosi dan pemasaraan ekowisata Pulau Tilan. Mengupayakan penerapan manajemen yang baik dalam pengembangan ekowisata Pulau Tilan sesuai dengan potensi alam dan budaya yang dimiliki, agar destiansi wisata tersebut dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara lestari sebagai aset, sehingga dapat terus berkembang secara berkelanjutan.   The natural potential and cultural heritage of Pulau Tilan can be developed into a tourist destination. However, it has not been fully managed well by the local community and government. There is a need for social capital in the development of Ecotourism on Pulau Tilan. Social capital that grows within the community provides a comprehensive picture of all shared goals to be achieved. This research aims to: 1) Determine the activities of the community in the development of tourism potential on Pulau Tilan. 2) Identify the strengths and weaknesses of social capital elements in the development of ecotourism on Pulau Tilan. This research uses a qualitative research approach with data collection methods including observation, interviews, and documentation. The results of this research indicate that every element of social capital in the development of Ecotourism on Pulau Tilan is still weak and needs strengthening. Considering the conditions and research findings, if not improved, Ecotourism on Pulau Tilan will be difficult to develop and will not experience positive changes. To promote the development of Ecotourism on Pulau Tilan, there is a need for support in terms of adequate infrastructure, including more efficient roads and reliable transportation. Expanding social networks with various parties in a coordinated manner through an integrated approach for promotion and marketing of Ecotourism on Pulau Tilan. Efforts should be made to implement good management practices in the development of Ecotourism on Pulau Tilan in line with the natural and cultural potential it possesses, so that the tourist destination can be utilized and developed sustainably as an asset, allowing it to continue growing in a sustainable manner.
Makna Tradisi Balimau Kasai di Desa Tanjung Berulak Kecamatan Kampar Hesti Asriwandari; Rina Susanti; Rian Hidayat
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 7 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v7i2.28629

Abstract

Kebudayaan selalui melekat pada suatu daerah kebudayan yang dilakukan secara turun temurun kemudian menjadi tradisi dan ciri khas suatu daerah. Tradisi balimau bakasai sebagai upacara penyambutan bulan suci ramadhan yang dilaksanakan 1 hari sebelum bulan suci ramadan dengan cara mandi bersama di sungai Kampar yang bertujuan untuk menyucikan diri dan bersilaturahmi saling memaafkan dalam menyambut bulan ramadhan. Seiring berjalannya waktu tradisi ini kian menipis dan habis keasliannya hal itu dikarenakan tujuan awal balimau kasai berubah dengan ajang mencari jodoh bagi anak muda , mabuk-mabukan dan perbuatan tercela lainnya. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata laksana balimau kasai dan makna sosial, budaya dan ekonomi bagi masyarakat desa Tanjung Berulak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menjelaskan bahwa tata laksana tradisi balimau bakasai dimulai dari berziara h kubur, tablig akbar dan santunan anak yatim piatu. Adapun makna yang terkandung dalam tradisi balimau bakasai antara lain dijelaskan makna sosial balimau bakasai adalah sebagai suatu interaksi sosial antara masyarakat di Desa Tanjung Berulak dengan adanya silaturahmi dan gotong royong, selain itu juga terdapat makna budaya yang menyebutkan bahwa balimau kasai adalah budaya masyarakat di daerah tersebut dan rutin dilaksanakan setiap tahun dalam menyambut bulan suci Ramadhan yang dipercaya masyarakat untuk pembersihan diri dari hadas kotor yang melekat dan adanya permainan-permainan rakyat seperti panjat batang pinang dan pacu goni. Terakhir dengan banyaknya antusias masyarakat untuk mengikuti tradisi balimau kasai juga membawa berkah untuk masyarakat yang berjualan di tempat.   Culture is always attached to a cultural area which is passed down from generation to generation and then becomes a tradition and characteristic of an area. The Balimau Bakasai tradition is a ceremony to welcome the holy month of Ramadan which is held 1 day before the holy month of Ramadan by bathing together in the Kampar river which aims to purify oneself and stay in touch to forgive each other in welcoming the month of Ramadan. As time goes by, this tradition becomes thinner and loses its authenticity, this is because the original purpose of balimau kasai has changed to finding a mate for young people, drinking and other despicable acts. This research aims to determine the management of balimau kasai and its social, cultural and economic meaning for the people of Tanjung Berulak village. This research uses descriptive qualitative research methods. Data collection was carried out using in-depth interview techniques and documentation. . The results of the research explain that the implementation of the balimau bakasai tradition begins with visiting graves, tablig akbar and providing compensation for orphans, then ends with bathing with balimau kasai in the Kampar river, bringing kasai, kaffir lime, lime and pandan as well as various potpourri flowers which are used as body fragrance with the aim of cleansing oneself from dirty hadas and as a form of mutual forgiveness before the month of Ramadan. The meaning contained in the balimau bakasai tradition, among others, explains the social meaning of balimau bakasai as a social interaction between the people in Tanjung Berulak village with friendship and mutual cooperation, apart from that there is also a cultural meaning which states that balimau kasai is the culture of the people in the area and is routinely carried out every year to welcome the holy month of Ramadan which is believed by the community to cleanse themselves of the dirty hadas that sticks to them. Besides that, there are also folk games such as climbing areca nut sticks and spurting jute. Lastly, the enthusiasm of many people to follow the Balimau Kasai tradition also brings blessings to the people who sell at that place with an increase in income of 400-1000,000 when the tradition lasts.