Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search
Journal : MAHESA : Malahayati Health Student Journal

Korelasi Durasi Screen Time dengan Gangguan Tidur Anak Usia 6-12 Tahun Eko Kristanto Kunta Adjie; Miranda Angtoni; Edwin Destra; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 7 (2023): Volume 3 Nomor 7 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.104 KB) | DOI: 10.33024/mahesa.v3i7.10653

Abstract

ABSTRACT Sleep is an important neuro-physiological process. Sleep disorder in children is divided into two major categories, disomnia and parasomnia. Screen time affects children’s sleep quality, where in previous studies has shown the impacts on various aspects of a children’s life. To find out the correlation between screen time duration (minute/day) towards sleep disorder in children of age 6-12 years old. This study is an observational analytic study with cross sectional design. Sample obtained from students in SDK Mater Dei. Probolinggo, using non-random consecutive sampling technique. Data obtained through online questionnaire to the students’ parents. Statistic test used in this study are Pearson correlation test with Spearman correlation test as alternative. Data distribution reviewed using Kolmogorov Smirnov test (n=≥50) or Shapiro Wilk test (n=<50). Correlation is assessed with reference score of: 0,00 – 0,20 as very weak; 0,20 – 0,40 as weak; 0,40 – 0,60 as normal; 0,60 – 0,80 as strong; 0,60 – 1,00 as very strong. Weak correlation obtained between screen time duration towards SDSC (r=0.217; p=0.020) and Sleep disorder cluster type-1 score (r=0.226; p=0.015). Screen time duration has positive correlation towards sleep disorder in children of age 6-12 years old, especially in starting and maintaining sleep. Keywords: Children, Screen Time Duration, Sleep Disorder  ABSTRAK Tidur merupakan proses neuro-fisiologi yang yang memegang peran penting. Masalah tidur pada anak terbagi dalam dua kategorik besar, disomnia dan parasomnia. Durasi waktu layar pada anak mempengaruhi kualitas tidur dan penelitian sebelumnya telah memperlihatkan dampaknya di berbagai aspek dalam kehidupan anak. Mengetahui korelasi durasi screen time (menit/hari) terhadap gangguan tidur anak usia 6-12 tahun. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain studi potong lintang. Sampel diperoleh dari siswa/i berusia 6-13 tahun di SDK Mater Dei, Probolinggo, yang diambil dengan teknik non-random consecutive sampling. Data diperoleh dengan membagikan kuisioner secara daring kepada orang tua siswa/i. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini berupa korelasi Pearson dengan uji alternative berupa korelasi Spearman, dan penentuan distribusi data menggunakan Kolmogorov Smirnov (n=≥50) atau Shapiro Wilk (n=<50). Penilaian kekuatan korelasi menggunakan acuan berupa 0,00 – 0,20 dianggap sangat lemah; 0,20 – 0,40 dianggap lemah; 0,40 – 0,60 dianggap normal; 0,60 – 0,80 dianggap kuat; 0,60 – 1,00 dianggap sangat kuat. Didapatkan korelasi lemah antara durasi screen time dengan total nilai SDSC (r=0.217; p=0.020) dan nilai kluster gangguan tidur tipe 1 (r=0.226; p=0.015). Terdapat korelasi positif antara lama durasi screen time dengan gangguan tidur anak usia 6-12 tahun, terutama tipe gangguan memulai dan mem-pertahankan tidur. Kata Kunci: Anak, Durasi Screen Time, Gangguan Tidur
Korelasi Nilai Fecal Incontinence Severity Index (FISI) dengan nilai Activity Daily Living (ADL) pada Kelompok Lanjut Usia Johan Lucas Harjono; Yohanes Firmansyah; William Gilbert Satyanagara; Joshua Kurniawan; Giovanno Sebastian Yogie; Edwin Destra
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11609

Abstract

ABSTRACT Fecal incontinence is describes as inability to control bowel movement that effect 10-17% elderly. Fecal incontinence increase the risk of infection, psychosocial stress, depression, and increase dependency on others, leading to decrease in quality of life. A cross-sectional study was conducted to determine the correlation of FISI values with ADL in the elderly, at the Santa Anna nursing resident from June-July 2023. Participants who include in the study will be asked to complete both the FISI and ADL questionnaires. The Spearman correlation test was used In this study. This research include 60 participants with an average age of 76.30 years, dominated by women 40 (66.7%). The results indicate a moderate correlation (-0.432) between FISI scores and ADL scores (p-value=0.001). These findings suggest that increasing severity of fecal incontinence is associated with a decrease in independence. Fecal incontinence impacts the independence of elderly patients. This serves as a reminder for caregivers and families to offer both physical and psychological support to patients suffering from fecal incontinence. Keywords : Activity Daily Living, Fecal Incontinence, Elderly  ABSTRAK Inkontinensia fekal merupakan kondisi ketidakmampuan untuk mengatur buang air besar yang dialami oleh 10-17% lansia. Inkontinensia fekal dapat meningkatkan risiko infeksi, stress psikososial, depresi, dan meningkatkan ketergantungan terhadap pengaruh yang dapat menurunkan kualitas hidup. Pelaksanaa studi potong lintang untuk mengetahui korelasi nilai FISI terhadap ADL ada kelompok lanjut usia, di Panti Lansia Santa Anna periode Juni-Juli 2023. Responden yang memenuhi kriteria inklusi akan mengisi kuisioner FISI dan ADL. Analisa statistik yang akan dilakukan adalah uji Spearman Correlation.  Terdapat 60 responden ikut dalam penellitian ini, dengan rerata usia 76,30 tahun dan didominasi oleh perempuan (40 (66,7%)). Hasilnya, didapatkan korelasi antara skor FISI terhadap nilai ADL (p-value 0,001, r:-0,432(cukup)). Hal ini menunjukan semakin berat inkontinensia fekal maka kemandirian akan semakin menurun. Inkontinesia fekal memberikan dampak terhadap kemandirian pasien usia lanjut. Hal ini menjadi pembelajaran bagi pengasuh dan keluarga untuk tetap memberikan dukungan baik fisik maupun psikis terhadap pasien yang mengalaminya. Kata Kunci: Activity Daily Living, Inkontinensia Fekal, Lansia
Profil Kadar HbA1c pada Pasien Dengan dan Tanpa Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Hermina Kemayoran Samuel Halim; Dean Ascha Wijaya; Joshua Kurniawan; Anggit Hernani; Henni Kusrini; Muslichah Muslichah; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11115

Abstract

ABSTRACT Diabetes Mellitus (DM) is a chronic metabolic disorder characterized by elevated blood glucose levels resulting from insulin deficiency or insulin resistance. It is a global health problem with an increasing prevalence worldwide. Uncontrolled diabetes can lead to various complications affecting multiple organ systems, resulting in significant morbidity and mortality. This cross-sectional study aims to examine the HbA1c profile in patients with and without complications of type 2 diabetes mellitus who came for regular check-ups at the internal medicine clinic of Hermina Kemayoran Hospital. The participants were selected based on predetermined criteria using total sampling, and data were collected from medical records from January to December 2022. The variables used in this study were HbA1c levels and complications of type 2 diabetes mellitus. The data were presented descriptively. Among the 116 respondents, 53.4% were female. 76.7% of the respondents had HbA1c levels of ≥7%, and 43 respondents were receiving insulin treatment. 65,1% of the respondents with HbA1c levels of ≥7% had complications of type 2 diabetes mellitus. Keywords : Complication, HbA1c, Type 2 Diabetes Mellitus  ABSTRAK Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat defisiensi insulin atau resistensi insulin. Diabetes termasuk salah satu masalah kesehatan global dengan prevalensi yang semakin meningkat di seluruh dunia. Diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang mempengaruhi berbagai sistem organ, menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk melihat profil kadar HbA1c pada pasien dengan dan tanpa komplikasi diabetes mellitus tipe 2 yang datang kontrol ke poli penyakit dalam Rumah Sakit Hermina Kemayoran yang dipilih sesuai kriteria secara total sampling menggunakan data rekam medis pada periode waktu Januari sampai Desember 2022. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu HbA1c dan komplikasi diabetes mellitus tipe II. Data disajikan dalam bentuk deskriptif. Dari 116 responden, 53,4% responden adalah perempuan. 76,7% responden memiliki kadar HbA1c sebesar ≥7% dan 43 responden mendapatkan pengobatan insulin. 65,1% responden dengan kadar HbA1c sebesar ≥ 7% memiliki komplikasi diabetes mellitus tipe 2. Kata Kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, HbA1c, Komplikasi
Gambaran Kadar Hemoglobin dan Hematokrit pada Wanita Usia Produktif Fadil Hidayat; Giovanno Sebastian Yogie; Yohanes Firmansyah; Alexander Halim Santoso; Joshua Kurniawan; Ranindita Maulya Ismah Amimah; Brian Albert Gaofman; Rifi Nathaznya Syachputri
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11398

Abstract

ABSTRACT Anemia is one of the common public health problems that cannot be underestimated. This could occur especially in children, pregnant and postnatal women, as well as female adolescents or women in menstruation. If untreated, anemia will cause bad effects on the patient, including premature delivery, low birth weight, affecting productivity and performance in work, and also could lead to organ failures or even death. To find out the haemoglobin and haematocrit profile in women of productive age. This is a descriptive study with a cross-sectional design. Data was obtained in July 2023 from Cipondoh Ward. Samples are obtained using a non-random purposive sampling method, including women of productive age that met the criteria. Data was obtained through interviews and blood examination. Qualitative data is presented in proportion (%), and quantitative data is presented in centralized data distribution. This study included 71 women of reproductive age, with the most respondents in the age group 51-64 years (59.2%). The mean haemoglobin level was 12.10 (±1.48) g/dL, with normal haemoglobin levels in 54.9% of respondents, mild anemia in 36.6% of respondents, and moderate anemia in 8.5% of respondents. The study also found an average haematocrit level of 35.70 (±4.35) % from all respondents.Anemia could occur in women of productive age in various age groups. It is important to evaluate haemoglobin and haematocrit levels in women of productive age. further research is needed to assess the parameters to find out the type of anemia, and also to explore and analyze the factors that could cause anemia. Keywords: Age, Anemia, Female  ABSTRAK Anemia merupakan salah satu dari masalah kesehatan masyarakat yang tidak dapat dianggap remeh. Hal ini dapat terjadi terutama pada anak-anak, wanita hamil dan pasca melahirkan, serta remaja putri dan wanita yang sedang menstruasi. Apabila dibiarkan, anemia akan berdampak buruk pada penderitanya, seperti kelahiran premature dan berat badan lahir rendah, gangguan produktivitas dan performa dalam pekerjaan, juga dapat terjadi kegagalan organ hingga kematian. Mengetahui gambaran kadar hemoglobin dan hematokrit pada wanita usia produktif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Data yang diperoleh pada bulan Juli 2023 di Rukun Warga (RW) 008 Kelurahan Cipondoh. Sampel pada penelitian diperoleh dengan metode non-random purposive sampling, meliputi wanita usia produktif yang memenuhi kriteria. Data diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan darah. Data disajikan dalam proporsi (%) untuk data kualitatif serta sebaran data terpusat untuk data kuantitatif. Penelitian ini mengikutsertakan 71 wanita usia produktif, dengan responden terbanyak pada kelompok usia 51-64 tahun (59,2%). Didapatkan rerata kadar hemoglobin 12,10 (±1,48) g/dL, dengan kadar hemoglobin normal pada 54.9% responden, anemia ringan pada 36,6% responden, dan anemia sedang pada 8,5% responden. Didapatkan juga rerata kadar hematokrit 35,70 (±4,35) dari seluruh responden. Anemia dapat terjadi pada perempuan usia produktif di berbagai kelompok usia. Penting untuk mengevaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit pada wanita usia produktif. Disarankan penelitian selanjutnya untuk menilai parameter lainnya seperti untuk mengetahui jenis anemia dan menelusuri serta menganalisis faktor-faktor penyebab anemia. Kata Kunci: Anemia, Perempuan, Usia
Perbedaan Rerata Usia Kehamilan dengan Munculnya Onset Preeklamsi Ringan, Berat, dan Eklamsi pada Ibu Hamil Freddy Dinata; Fernando Nathaniel; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11037

Abstract

ABSTRACT Preeclampsia is a serious problem in pregnancy that causes significant morbidity and mortality in maternal, fetal, and neonatal health. Eclampsia is one of the most serious non-obstetric complications. Preeclampsia often occurs in the third trimester of pregnancy, particularly after 32 weeks of gestation. However, in some cases, preeclampsia can occur in other trimesters. This cross-sectional study aims to determine the relationship between gestational age and the occurrence of mild preeclampsia, severe preeclampsia, and eclampsia using medical records from Ciawi Regional General Hospital from January to December 2020. The variables in this study consisted of basic characteristics of the respondents (maternal age and parity status), gestational age (in weeks), and maternal medical conditions divided into three groups (mild preeclampsia, severe preeclampsia, and eclampsia). Statistical analysis was performed using the Kruskal-Wallis test. Out of 190 respondents, the average age of the mothers was 32 years, and the average gestational age was 36.2 weeks, with severe preeclampsia being the dominant medical condition (85.3%). The research findings revealed no significant difference in the mean gestational age among the three groups of pregnant mothers (P-value: 0.235). Further clinical review revealed that eclampsia occurred at an earlier gestational age compared to mild preeclampsia, which generally occurs in the late stages of pregnancy. The findings from this study are expected to contribute to a deeper understanding of preeclampsia and eclampsia to improve the quality of healthcare services. Keywords: Eclampsia, Gestational Age, Preeclampsia  ABSTRAK Preeklamsi merupakan salah satu masalah pada kehamilan yang serius, kondisi tersebut menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada maternal, fetal, dan neonatal yang signifikan. Eklamsi merupakan salah satu komplikasi non-obstetrik yang paling serius. Preeklamsi seringkali terjadi pada trimester tiga kehamilan, khususnya usia gestasi >32 minggu. Namun pada beberapa kasus preeklamsi dapat terjadi pada trimester lainnya. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian preeklamsi ringan, preeklamsi berat dan eklamsi dengan menggunakan data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada periode Januari – Desember 2020. Variabel pada penelitian ini terdiri dari karakteristik dasar responden (usia ibu dan status paritas), usia kehamilan (minggu), serta kondisi medis ibu yang dibagi menjadi tiga kelompok (preeklamsi ringan, berat, dan eklamsi). Analisis statistik menggunakan uji Kruskall Wallis. Dari 190 responden, rata-rata usia ibu 32 tahun, rata-rata usia kehamilan adalah 36,2 minggu dengan kondisi medis didominasi oleh preeklamsi berat (85,3%). Hasil penelitian menemukan tidak ada perbedaan rerata usia kehamilan yang bermakna antara tiga kelompok ibu hamil (nilai P = 0,235). Peninjauan lebih lanjut secara klinis diketahui bahwa eklamsi terjadi pada usia kehamilan yang cenderung lebih awal dibandingkan preeklamsi ringan yang umumnya terjadi pada fase kehamilan aterm. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pemahaman yang lebih mendalam terkait preeklamsi dan eklamsi guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Kata Kunci: Eklamsi, Preeklamsi, Usia gestasi
Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Air dan Sebum Kulit di Rukun Warga (RW) 008 Kelurahan Cipondoh Gina Triana Sutedja; Sukmawati Tansil Tan; Giovanno Sebastian Yogie; Yohanes Firmansyah; Dean Ascha Wijaya; William Gilbert Satyanegara; Fernando Nathaniel; Joshua Kurniawan; Catharina Sagita Moniaga; Alexander Halim Santoso; Fladys Jashinta Mashadi
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11612

Abstract

ABSTRACT Skin is the largest organ in the human body and plays various important roles. Skin characteristics, including pigmentation, hydration, texture, and various other parameters, differ for each individual. Skin properties are influenced by various parameters, one of which is the body mass index (BMI). This cross-sectional study aimed to determine the description of skin hydration status and its correlation with BMI, among subjects in RW 08 Cipondoh. Skin hydration status was measured using the over the counter (OTC) skin analyzer. Body mass index was calculated and measured based on standard procedures. Out of 101 respondents, the average age was 51.38 years with 75.2% of respondents being female. The mean BMI was 26.12 kg/m², predominantly falling into obesity level 1 (41.6%). The mean oil and water hydration were 22.99% and 42.96%, respectively. The Spearman statistical test results showed a negative correlation between body mass index and water hydration, with a correlation coefficient power of 0.498 significantly, and oil hydration, with 0.107 insignificantly. This study concludes that the higher the BMI, the worse is the individual's skin hydration status. Keywords: Body Mass Index, Hydration Status  ABSTRAK Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki berbagai peranan penting. Karakteristik kulit mencakup pigmen, hidrasi, tekstur, dan berbagai parameter lainnya berbeda-beda pada setiap individu. Sifat kulit tergantung pada berbagai parameter, salah satunya adalah indeks massa tubuh (IMT). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status hidrasi kulit dan korelasinya dengan IMT di RW 08 Cipondoh. Pengukuran status hidrasi kulit dilakukan dengan menggunakan alat over the counter (OTC) skin analyzer. Indeks masa tubuh dihitung dan diukur berdasar prosedur standar. Dari 101 responden, rata-rata usia adalah 51,38 tahun dengan 75,2% responden adalah perempuan. Rerata IMT didapatkan sebesar 26,12 kg/m2, didominasi oleh obesitas tingkat 1 (41,6%). Rerata hidrasi sebum dan air, masing-masing sebesar  22,99% dan 42,96%. Hasil uji statistik Spearman menunjukan hasil korelasi negatif antara indeks masa tubuh dengan hidrasi air dengan kekuatan korelasi 0,498 secara signifikan dan hidrasi sebum sebesar 0,107 secara tidak signifikan. Penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi nilai IMT, maka semakin menurun status hidrasi kulit seseorang. Kata Kunci: Kadar Hidrasi, Indeks Masa Tubuh
Korelasi Usia, International Prostate Symptom Score, Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index, Kualitas Hidup, dan Tingkat Keparahan Pada Penderita Benign Prostatic Hyperplasia di RSUD Ciawi Yulfitra Soni; Yohanes Firmansyah; Joshua Kurniawan; William Gilbert Satyanegara
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11272

Abstract

ABSTRACT Benign prostatic hyperplasia (BPH) is one of the common diseases in old male and is the common cause of lower urinary tract symptoms. The prevalence of this disease is not to be underestimated, reaching up to 80% in the age of 90 years. This disease also affects the quality of life of the patients. To find out the correlation of age, International Prostate Symptom Score (IPSS), Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index (BII), quality of life, and severity of BPH patients. The study is done in urology clinic in Ciawi General Hospital on the period of June-July 2023. The samples are gathered with total sampling method, covering all the male patients with BPH that fulfilled the criteria. Data gathered through interview. Normality of the data is tested with Shapiro-wilk test. The correlation is tested with Pearson Correlation test or alternative of Spearman Correlation test. The study found a correlation of IPSS and BII (p-value = 0.005; r = 0.495), but no significance of age with IPSS and BII (p-value > 0.05). Strong correlation is found from quality of life with BII (p-value: < 0,001; r: 0,629), quality of life with severity based from IPSS (p-value: < 0,001; r: 0,655), and correlation between severity with IPSS and BII (p-value: 0,006; r: 0,487). Using IPSS and BII scores in clinical practice is valuable for describing a patient's severity and quality of life. We can use the results to assess the effectiveness of the treatment and measure the results. Keywords : BII, BPH, IPSS, Quality of Life  ABSTRAK Pembesaran jinak prostat atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah salah satu penyakit paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab paling umum dari gejala saluran kemih bagian bawah. Angka prevalensi penyakit ini juga tidak dapat dipandang sebelah mata, mencapai 80% pada usia 90 tahun. Penyakit ini juga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Mengetahui korelasi usia, skor International Prostate Symptom Score (IPSS), Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index (BII), kualitas hidup, dan tingkat keparahan pada penderita BPH. Penelitian ini dilakukan di Poli Urologi RSUD Ciawi pada periode Juni – Juli 2023. Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total sampling, mencakup seluruh laki-laki yang menderita BPH yang memenuhi kriteria. Data diperoleh melalui wawancara. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation atau uji alternatif Spearman Correlation. Didapatkan bahwa terdapat korelasi cukup yang bermakna antara IPSS dengan BII (p-value : 0,005 dan r: 0,495), tetapi tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara usia dengan IPSS dan BII (p-value > 0,05). Terdapat korelasi kuat yang bermakna secara signifikan antara kualitas hidup dengan BII (p-value: < 0,001; r: 0,629), kualitas hidup dengan tingkat keparahan menurut IPSS (p-value: < 0,001; r: 0,655), dan korelasi cukup pada tingkat keparahan menurut IPSS dengan BII (p-value: 0,006; r: 0,487).Penggunaan skor IPSS dan BII dalam praktik klinis membantu menggambarkan tingkat keparahan pasien, dan kualitas hidup pasien. Penelian ini membantu kita dalam mengobati dan mengevaluasi keberhasilan terapi. Kata Kunci: BII, BPH, IPSS, Kualitas Hidup
Karakteristik Demografi, Letak Kelainan Anatomi, serta Gambaran Histopatologi Responden dengan Diagnosis Klinis Gastritis Grace Shalmont; Dean Ascha Wijaya; Joshua Kurniawan; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11399

Abstract

ABSTRACT Gastritis is often used to describe clinical symptoms related to upper abdominal complaints in patients. The diagnosis of gastritis is established by combining information resulting from endoscopy examination and histological findings. This cross-sectional study aims to examine the demographic and pathological profile of gastritis patients in one of the hospitals in Jakarta, selected based on total sampling criteria using medical record data from January 2020 to December 2022. The data is presented in descriptive form. Out of 43 respondents, the mean age is 47 years and the majority are male. The most common location of pathology is in the antral part of the stomach in 29 (67.4%) respondents, with the inflammation generally being mild in 30 (69.8%) respondents. No PMN cells, atrophy, or Helicobacter pylori bacterial infection were found in 42 (97.7%) respondents, and there was no evidence of intestinal metaplasia or dysplasia in any of the respondents. The conclusion of this study is that the most common location of pathology is in the antral section with generally mild infection with a predominance of Helicobacter pylori infection. Keywords: Endoscopy, Gastritis, Histopathology ABSTRAK Gastritis sering digunakan untuk menggambarkan gejala klinis yang berkaitan dengan keluhan pasien di perut bagian atas. Diagnosis gastritis ditegakkan setelah menggabungkan informasi yang dihasilkan dari pemeriksaan endoskopi dan temuan histologis. Penelitian potong lintang ini bertujuan melihat gambaran demografi dan patologi pasien gastritis di salah satu Rumah Sakit di Jakarta yang dipilih sesuai kriteria secara total sampling menggunakan data rekam medis periode Januari 2020 hingga Desember 2022. Data disajikan dalam bentuk deskriptif. Dari 43 responden, rerata usia adalah 47 tahun dan didominasi oleh laki-laki. Letak patologi paling sering terjadi pada bagian antral gaster pada 29 (67,4%) responden, dengan sebukan sel radang kronik umumnya sedang pada 30 (69,8%) responden, tidak ada sebukan sel PMN, atrofi kelenjar dan infeksi bakteri Helicobacter pylori pada 42 (97,7%) responden, serta tidak ditemukannya metaplasia intestinal dan displasia pada seluruh responden. Kesimpulan penelitian ini berupa lokasi patologi paling umum adalah pada bagian antral dengan infeksi umumnya ringan dengan dominasi infeksi Helicobacter pylori. Kata kunci: Endoskopi, Gastritis, Histopatologi
Hubungan Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi Emilda Emilda; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan; Rudi Rudi; Sheryn Pujiono; Trisha Samara; Aretha Sarah Aribowo; Pramadio Mahaputera; Luthfi Handayanti; Yohanes Firmansyah; Fernando Nathaniel
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11038

Abstract

ABSTRACT Stunting is a global problem, especially for children below 5 years of age in low-middle income countries. Giving exclusive breastfeeding has important role in preventing stunting. This is an observational analytic study with cross-sectional design, was done in Ciawi Regional General Hospital in October 2021. Samples are the pediatric ward inpatients from 0 to 18 years of age, which were taken with total sampling method. Exclusive breastfeeding is defined as only giving breastmilk as the only source of nutrition for baby in the first 6 month of life. Stunting is defined as body length or height of the child below -2 SD of WHO standard curve of body length-age. For children above 59 month old, stunting defined as body height below 5 percentile on the standard Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000 curve. Descriptive data presented in proportion (%). Statistical tests used in the study is Pearson Chi Square with Yates Correction and alternative test of Fischer Exact. Alternative test is based on the Expected Count of 5%. The significant value expected in the study is 5%. From the study, there are no significant relation found between exclusive breastfeeding and stunting for children 0-18 years of age (p-value: 0.916), but clinically found that children without exclusive breastfeeding has 1.167 times higher risk of having stunting compared to the children with exclusive breastfeeding in Ciawi Regional General Hospital. Keywords: Exclusive Breastfeeding, Stunting  ABSTRAK Stunting merupakan masalah kesehatan dunia khususnya pada anak dibawah 5 tahun di negara pendapatan rendah dan menengah. Menyusui ASI (Air Susu Ibu) eksklusif memiliki peran penting dalam pencegahan stunting. Studi ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian potong lintang yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada Bulan Oktober 2021. Sampel merupakan pasien rawat inap di bangsal anak berusia 0 hingga 18 tahun, yang diambil dengan menggunakan metode total sampling. ASI eksklusif didefinisikan sebagai hanya memberikan ASI sebagai satu-satunya sumber makanan bagi bayi selama enam bulan pertama kehidupan. Stunting didefinisikan sebagai panjang atau tinggi badan anak di bawah -2 SD pada kurva panjang badan-menurut-usia atau tinggi badan-menurut-usia pada kurva standar WHO 2006. Pada anak yang memiliki usia lebih dari 59 bulan, stunting didefinisikan jika tinggi badan kurang dari persentil 5 pada kurva standar Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Data deskriptif disajikan dalam bentuk proporsi (%). Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Chi Square with Yates Correction dengan uji alternatif berupa Fischer Exact. Penentuan uji alternatif didasarkan pada nilai Expected Count sebesar 5%. Nilai kemaknaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Pada studi tidak ditemukan hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 0-18 tahun (p-value: 0,916), tetapi secara klinis diketahui bahwa anak yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 1,167 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting bilamana dibandingkan dengan kelompok anak yang menerima ASI eksklusif di RSUD Ciawi. Kata Kunci: ASI Eksklusif, Stunting
Profil Demografik, Hematologi, serta Gula Darah Sewaktu Pasien Ulkus Diabetik Pro Amputasi Radian Tunjung Baroto; Yohanes Firmansyah; Giovanno Sebastian Yogie; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11346

Abstract

ABSTRACT Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease. Diabetic Foot is one of the macrovascular complications of diabetic patients. Diabetic foot that is not handled properly will cause infection and will lead to amputation. To find out the demographic, hematologic, and blood sugar level profiles of patients with diabetic ulcer pro amputation. This study is an descriptive observational study done at RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang, Middle Java on July 2023. Data obtained through patients medical record. Samples in the study are patients diagnosed with diabetic ulcer pro amputation on period of July 2022 – June 2023. Technique used for gathering sample is total sampling method. The study found 21 respondents that fulfull the criteria, with more female respondents (52.4%), mean age of 55,67 (±10,21) years, 9 (42.9%) respondents have uncontrolled blood pressure, with mean systolic blood pressure of 134.62 (±30.63) and mean diastolic blood pressure of 77.43 (±16.80). All respondents have anemia (mean Hb = 8.57 ± 1.18) and leukocytosis (mean leukocyte = 24.39 ± 11.33 thousand). The blood sugar level in patients are uncontrolled with mean of 403.1 (±108.12) mg/dL. There are many factors that could affect diabetic ulcer. Extra attention for treatment of diabetic ulcer is necessary to prevent the need of amputation.Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ulkus diabetik. Penanganan ulkus diabetik memerlukan perhatian lebih untuk mencegah diperlukannya tindakan amputasi. Keywords: Amputation, Diabetes Melitus, Diabetic Ulcer  ABSTRAK Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang bersifat kronik. Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular yang dialami penderita diabetes. Kaki diabetes yang tidak diatasi dengan baik akan menyebabkan infeksi dan berujung pada amputasi. Mengetahui profil demografik, hematologik, dan kadar gula darah sewaktu pada pasien ulkus diabetes pro amputasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang dilaksanakan RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang, Jawa Tengah pada bulan Juli 2023. Data diperoleh dari rekam medis pasien. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosa ulkus diabetes dan pro amputasi pada periode Juli 2022 – Juni 2023. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini berupa total sampling. Pada penelitian didapatkan 21 responden yang memenuhi kriteria, dengan lebih banyak responden perempuan (52,4%), rerata usia 55,67 (±10,21) tahun, dan terdapat 9 (42,9%) responden memiliki tekanan darah tidak terkontrol, dengan rerata tekanan darah sistolik 134,62 (±30,63) dan rerata tekanan darah diastolik 77,43 (±16,80). Seluruh responden mengalami anemia (rerata Hb = 8,57 ± 1,18) dan leukositosis (rerata leukosit = 24,39 ± 11,33 ribu). Kadar gula sewaktu pada pasien tidak terkendali dengan rerata 403,1 (±108,12) mg/dL. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ulkus diabetik. Penanganan ulkus diabetik memerlukan perhatian lebih untuk mencegah diperlukannya tindakan amputasi. Kata Kunci: Amputasi, Diabetes Melitus, Ulkus Diabetik