Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Gambaran Diferensiasi dan Stadium Karsinoma Kolorektal Welly Hartono Ruslim; Edwin Destra; William Gilbert Satyanegara; Yohanes Firmansyah
Termometer: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Vol. 1 No. 3 (2023): Juli : Termometer: Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan dan Kedokteran
Publisher : Politeknik Pratama Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/termometer.v1i3.2104

Abstract

Introduction: The third most common type of cancer and the second biggest killer of both men and women is colorectal cancer. Asia and Indonesia are two regions where this carcinoma is an issue. Purpose: To known distribution of gender, primary cancers site, differentiation status, and staging profile of colorectal carcinoma.Method: This research use descriptive observational methods. The Medical Record Tabulation Data of the Faculty of Medicine, UNTAR, from 2020 to 2023 provided the data for this study. Patients with colorectal carcinoma who underwent a routine histological examination met the inclusion criteria for this study. Gender, primary cancer site, differentiation status, and cancer staging profile (TNM classification) were the characteristics evaluated in this study. The statistical method utilized in this study was descriptive analysis. Result: The results of the study revealed that the average age of occurrence of colorectal carcinoma was 58.06 (13.08) years, dominated by male sex in 30 (58.8%) respondents, the most primary location was in the colon at 26 (52.0%) ) respondents, with generally good differentiation in 39 (76.5%) respondents. Conclusion: Colorectal carcinoma most often occurs in the colon and is generally well differentiated.
Korelasi Durasi Screen Time dengan Gangguan Tidur Anak Usia 6-12 Tahun Eko Kristanto Kunta Adjie; Miranda Angtoni; Edwin Destra; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 7 (2023): Volume 3 Nomor 7 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.104 KB) | DOI: 10.33024/mahesa.v3i7.10653

Abstract

ABSTRACT Sleep is an important neuro-physiological process. Sleep disorder in children is divided into two major categories, disomnia and parasomnia. Screen time affects children’s sleep quality, where in previous studies has shown the impacts on various aspects of a children’s life. To find out the correlation between screen time duration (minute/day) towards sleep disorder in children of age 6-12 years old. This study is an observational analytic study with cross sectional design. Sample obtained from students in SDK Mater Dei. Probolinggo, using non-random consecutive sampling technique. Data obtained through online questionnaire to the students’ parents. Statistic test used in this study are Pearson correlation test with Spearman correlation test as alternative. Data distribution reviewed using Kolmogorov Smirnov test (n=≥50) or Shapiro Wilk test (n=<50). Correlation is assessed with reference score of: 0,00 – 0,20 as very weak; 0,20 – 0,40 as weak; 0,40 – 0,60 as normal; 0,60 – 0,80 as strong; 0,60 – 1,00 as very strong. Weak correlation obtained between screen time duration towards SDSC (r=0.217; p=0.020) and Sleep disorder cluster type-1 score (r=0.226; p=0.015). Screen time duration has positive correlation towards sleep disorder in children of age 6-12 years old, especially in starting and maintaining sleep. Keywords: Children, Screen Time Duration, Sleep Disorder  ABSTRAK Tidur merupakan proses neuro-fisiologi yang yang memegang peran penting. Masalah tidur pada anak terbagi dalam dua kategorik besar, disomnia dan parasomnia. Durasi waktu layar pada anak mempengaruhi kualitas tidur dan penelitian sebelumnya telah memperlihatkan dampaknya di berbagai aspek dalam kehidupan anak. Mengetahui korelasi durasi screen time (menit/hari) terhadap gangguan tidur anak usia 6-12 tahun. Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain studi potong lintang. Sampel diperoleh dari siswa/i berusia 6-13 tahun di SDK Mater Dei, Probolinggo, yang diambil dengan teknik non-random consecutive sampling. Data diperoleh dengan membagikan kuisioner secara daring kepada orang tua siswa/i. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini berupa korelasi Pearson dengan uji alternative berupa korelasi Spearman, dan penentuan distribusi data menggunakan Kolmogorov Smirnov (n=≥50) atau Shapiro Wilk (n=<50). Penilaian kekuatan korelasi menggunakan acuan berupa 0,00 – 0,20 dianggap sangat lemah; 0,20 – 0,40 dianggap lemah; 0,40 – 0,60 dianggap normal; 0,60 – 0,80 dianggap kuat; 0,60 – 1,00 dianggap sangat kuat. Didapatkan korelasi lemah antara durasi screen time dengan total nilai SDSC (r=0.217; p=0.020) dan nilai kluster gangguan tidur tipe 1 (r=0.226; p=0.015). Terdapat korelasi positif antara lama durasi screen time dengan gangguan tidur anak usia 6-12 tahun, terutama tipe gangguan memulai dan mem-pertahankan tidur. Kata Kunci: Anak, Durasi Screen Time, Gangguan Tidur
Abses Epidural sebagai Komplikasi Sinusitis Pada Anak: Laporan Kasus William Gilbert Satyanegara; Dana Profit Sampurno; Yusuf Damar Jatinugroho; Guntur Surya; Arwinder Singh; Hendy Halim
Malahayati Nursing Journal Vol 5, No 8 (2023): Volume 5 Nomor 8 2023
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mnj.v5i8.10977

Abstract

ABSTRACT Intracranial complications from sinusitis are rare and can be life-threatening. Children have a higher risk of developing complications and difficult to recognize their signs and symptoms. A 14-year-old child presented with complaints of severe pain in the right ear and fever. The patient had a history of trauma to the right nose 2 years ago, controlled asthma, and an allergy to humid air. Painkillers were given which did not improve, followed by advanced radiology. The results showed an epidural abscess accompanied by sinusitis on the right frontal. Craniotomy followed by antibiotic therapy was performed as well as an evaluation of the patient's symptoms. Epidural abscess is a rare intracranial complication, and its recognition is quite tricky, requiring supporting examination and good teamwork. Early recognition and adequate therapy can prevent morbidity and mortality.  Keywords: Epidrual Abscess, Intracranial, Rhinosinusitis  ABSTRAK Komplikasi intrakranial dari sinusitis merupakan kejadian yang jarang dan dapat mengancam nyawa. Anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami komplikasi serta sulit dikenali tanda dan gejalanya. Seorang anak 14 tahun datang dengan keluhan nyeri hebat pada telinga kanan sejak dan demam. Pasien memiliki riwayat trauma pada hidung kanan 2 tahun lalu, asma terkontrol, dan alergi terhadap udara lembab. Pemberian anti-nyeri yang tidak membaik, diikuti dengan radiologi lanjut. Hasilnya menunjukan terdapat abses epidural diserai dengan sinusitis pada frontal kanan. Pembedahan, diikuti dengan terapi antibiotik dilakukan serta evaluasi gejala pasien. Abses epidural merupakan komplikasi intrakranial yang jarang terjadi, dan pengenalannya cukup sulit sehingga membutuhkan pemeriksaan penunjang dan kerjasama tim yang baik. Pemberian terapi yang tepat dan adekuat dapat mencegah kesakitan dan kematian. Kata Kunci: Abses Epidural, Intrakranial, Rinosinusitis
Perbedaan Rerata Usia Kehamilan dengan Munculnya Onset Preeklamsi Ringan, Berat, dan Eklamsi pada Ibu Hamil Freddy Dinata; Fernando Nathaniel; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11037

Abstract

ABSTRACT Preeclampsia is a serious problem in pregnancy that causes significant morbidity and mortality in maternal, fetal, and neonatal health. Eclampsia is one of the most serious non-obstetric complications. Preeclampsia often occurs in the third trimester of pregnancy, particularly after 32 weeks of gestation. However, in some cases, preeclampsia can occur in other trimesters. This cross-sectional study aims to determine the relationship between gestational age and the occurrence of mild preeclampsia, severe preeclampsia, and eclampsia using medical records from Ciawi Regional General Hospital from January to December 2020. The variables in this study consisted of basic characteristics of the respondents (maternal age and parity status), gestational age (in weeks), and maternal medical conditions divided into three groups (mild preeclampsia, severe preeclampsia, and eclampsia). Statistical analysis was performed using the Kruskal-Wallis test. Out of 190 respondents, the average age of the mothers was 32 years, and the average gestational age was 36.2 weeks, with severe preeclampsia being the dominant medical condition (85.3%). The research findings revealed no significant difference in the mean gestational age among the three groups of pregnant mothers (P-value: 0.235). Further clinical review revealed that eclampsia occurred at an earlier gestational age compared to mild preeclampsia, which generally occurs in the late stages of pregnancy. The findings from this study are expected to contribute to a deeper understanding of preeclampsia and eclampsia to improve the quality of healthcare services. Keywords: Eclampsia, Gestational Age, Preeclampsia  ABSTRAK Preeklamsi merupakan salah satu masalah pada kehamilan yang serius, kondisi tersebut menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada maternal, fetal, dan neonatal yang signifikan. Eklamsi merupakan salah satu komplikasi non-obstetrik yang paling serius. Preeklamsi seringkali terjadi pada trimester tiga kehamilan, khususnya usia gestasi >32 minggu. Namun pada beberapa kasus preeklamsi dapat terjadi pada trimester lainnya. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia kehamilan dengan kejadian preeklamsi ringan, preeklamsi berat dan eklamsi dengan menggunakan data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada periode Januari – Desember 2020. Variabel pada penelitian ini terdiri dari karakteristik dasar responden (usia ibu dan status paritas), usia kehamilan (minggu), serta kondisi medis ibu yang dibagi menjadi tiga kelompok (preeklamsi ringan, berat, dan eklamsi). Analisis statistik menggunakan uji Kruskall Wallis. Dari 190 responden, rata-rata usia ibu 32 tahun, rata-rata usia kehamilan adalah 36,2 minggu dengan kondisi medis didominasi oleh preeklamsi berat (85,3%). Hasil penelitian menemukan tidak ada perbedaan rerata usia kehamilan yang bermakna antara tiga kelompok ibu hamil (nilai P = 0,235). Peninjauan lebih lanjut secara klinis diketahui bahwa eklamsi terjadi pada usia kehamilan yang cenderung lebih awal dibandingkan preeklamsi ringan yang umumnya terjadi pada fase kehamilan aterm. Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pemahaman yang lebih mendalam terkait preeklamsi dan eklamsi guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Kata Kunci: Eklamsi, Preeklamsi, Usia gestasi
Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Air dan Sebum Kulit di Rukun Warga (RW) 008 Kelurahan Cipondoh Gina Triana Sutedja; Sukmawati Tansil Tan; Giovanno Sebastian Yogie; Yohanes Firmansyah; Dean Ascha Wijaya; William Gilbert Satyanegara; Fernando Nathaniel; Joshua Kurniawan; Catharina Sagita Moniaga; Alexander Halim Santoso; Fladys Jashinta Mashadi
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11612

Abstract

ABSTRACT Skin is the largest organ in the human body and plays various important roles. Skin characteristics, including pigmentation, hydration, texture, and various other parameters, differ for each individual. Skin properties are influenced by various parameters, one of which is the body mass index (BMI). This cross-sectional study aimed to determine the description of skin hydration status and its correlation with BMI, among subjects in RW 08 Cipondoh. Skin hydration status was measured using the over the counter (OTC) skin analyzer. Body mass index was calculated and measured based on standard procedures. Out of 101 respondents, the average age was 51.38 years with 75.2% of respondents being female. The mean BMI was 26.12 kg/m², predominantly falling into obesity level 1 (41.6%). The mean oil and water hydration were 22.99% and 42.96%, respectively. The Spearman statistical test results showed a negative correlation between body mass index and water hydration, with a correlation coefficient power of 0.498 significantly, and oil hydration, with 0.107 insignificantly. This study concludes that the higher the BMI, the worse is the individual's skin hydration status. Keywords: Body Mass Index, Hydration Status  ABSTRAK Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki berbagai peranan penting. Karakteristik kulit mencakup pigmen, hidrasi, tekstur, dan berbagai parameter lainnya berbeda-beda pada setiap individu. Sifat kulit tergantung pada berbagai parameter, salah satunya adalah indeks massa tubuh (IMT). Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status hidrasi kulit dan korelasinya dengan IMT di RW 08 Cipondoh. Pengukuran status hidrasi kulit dilakukan dengan menggunakan alat over the counter (OTC) skin analyzer. Indeks masa tubuh dihitung dan diukur berdasar prosedur standar. Dari 101 responden, rata-rata usia adalah 51,38 tahun dengan 75,2% responden adalah perempuan. Rerata IMT didapatkan sebesar 26,12 kg/m2, didominasi oleh obesitas tingkat 1 (41,6%). Rerata hidrasi sebum dan air, masing-masing sebesar  22,99% dan 42,96%. Hasil uji statistik Spearman menunjukan hasil korelasi negatif antara indeks masa tubuh dengan hidrasi air dengan kekuatan korelasi 0,498 secara signifikan dan hidrasi sebum sebesar 0,107 secara tidak signifikan. Penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi nilai IMT, maka semakin menurun status hidrasi kulit seseorang. Kata Kunci: Kadar Hidrasi, Indeks Masa Tubuh
Korelasi Usia, International Prostate Symptom Score, Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index, Kualitas Hidup, dan Tingkat Keparahan Pada Penderita Benign Prostatic Hyperplasia di RSUD Ciawi Yulfitra Soni; Yohanes Firmansyah; Joshua Kurniawan; William Gilbert Satyanegara
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11272

Abstract

ABSTRACT Benign prostatic hyperplasia (BPH) is one of the common diseases in old male and is the common cause of lower urinary tract symptoms. The prevalence of this disease is not to be underestimated, reaching up to 80% in the age of 90 years. This disease also affects the quality of life of the patients. To find out the correlation of age, International Prostate Symptom Score (IPSS), Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index (BII), quality of life, and severity of BPH patients. The study is done in urology clinic in Ciawi General Hospital on the period of June-July 2023. The samples are gathered with total sampling method, covering all the male patients with BPH that fulfilled the criteria. Data gathered through interview. Normality of the data is tested with Shapiro-wilk test. The correlation is tested with Pearson Correlation test or alternative of Spearman Correlation test. The study found a correlation of IPSS and BII (p-value = 0.005; r = 0.495), but no significance of age with IPSS and BII (p-value > 0.05). Strong correlation is found from quality of life with BII (p-value: < 0,001; r: 0,629), quality of life with severity based from IPSS (p-value: < 0,001; r: 0,655), and correlation between severity with IPSS and BII (p-value: 0,006; r: 0,487). Using IPSS and BII scores in clinical practice is valuable for describing a patient's severity and quality of life. We can use the results to assess the effectiveness of the treatment and measure the results. Keywords : BII, BPH, IPSS, Quality of Life  ABSTRAK Pembesaran jinak prostat atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah salah satu penyakit paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab paling umum dari gejala saluran kemih bagian bawah. Angka prevalensi penyakit ini juga tidak dapat dipandang sebelah mata, mencapai 80% pada usia 90 tahun. Penyakit ini juga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Mengetahui korelasi usia, skor International Prostate Symptom Score (IPSS), Benign Prostatic Hyperplasia Impact Index (BII), kualitas hidup, dan tingkat keparahan pada penderita BPH. Penelitian ini dilakukan di Poli Urologi RSUD Ciawi pada periode Juni – Juli 2023. Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total sampling, mencakup seluruh laki-laki yang menderita BPH yang memenuhi kriteria. Data diperoleh melalui wawancara. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan uji Pearson Correlation atau uji alternatif Spearman Correlation. Didapatkan bahwa terdapat korelasi cukup yang bermakna antara IPSS dengan BII (p-value : 0,005 dan r: 0,495), tetapi tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara usia dengan IPSS dan BII (p-value > 0,05). Terdapat korelasi kuat yang bermakna secara signifikan antara kualitas hidup dengan BII (p-value: < 0,001; r: 0,629), kualitas hidup dengan tingkat keparahan menurut IPSS (p-value: < 0,001; r: 0,655), dan korelasi cukup pada tingkat keparahan menurut IPSS dengan BII (p-value: 0,006; r: 0,487).Penggunaan skor IPSS dan BII dalam praktik klinis membantu menggambarkan tingkat keparahan pasien, dan kualitas hidup pasien. Penelian ini membantu kita dalam mengobati dan mengevaluasi keberhasilan terapi. Kata Kunci: BII, BPH, IPSS, Kualitas Hidup
Analisa Penyakit Kandung dan Saluran Empedu serta Kaitannya dengan Usia dan Status Infeksi di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres Periode 2018 - 2023 Yonathan Adi Purnomo; Fernando Nathaniel; Dean Ascha Wijaya; William Gilbert Satyanegara; Yohanes Firmansyah
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11321

Abstract

ABSTRACT Biliary system diseases are relatively common digestive conditions. Gallstones affect approximately 10-15% of the world's population and vary based on sociodemographic factors. This cross-sectional study aims to determine proportions of gallbladder and bile duct diseases, with or without gallstones and infections at Mitra Keluarga Kalideres Hospital, selected based on specific criteria using medical record data from the period between 2018 and June 2023, considering the final diagnoses of respondents. Variables in this study include gender, age, biliary anatomical abnormalities (gallbladder, bile duct, or nonspecific), gallstone incidence, and incidence of infections in biliary anatomical region. Statistical analysis used Independent T-Test. Out of 3916 respondents, the average age was 51.73 years, and majority were females (67.6%). 470 patients experienced infections in gallbladder and/or bile duct. There was a significant association between age groups and infection status (p<0.001) and anatomical location (p<0.001). The <45 age group had a 1.975 times higher risk of biliary system infection, while the >45 age group had a 2.165 times higher risk of bile duct disease compared to the <45 age group. The results of the Independent T-Test indicated a significant difference in the average age between the groups with and without biliary system infections (p-value < 0.001). Keywords: Bile duct, Infection, Gall bladder, Gallstones  ABSTRAK Penyakit sistem bilier merupakan kondisi digestif yang cukup sering. Batu empedu menyerang kurang lebih 10-15% populasi di dunia dan bervariasi dari faktor sosiodemografi. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dari penyakit kandung empedu, saluran empedu, dengan atau tanpa batu empedu dan infeksi di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres yang dipilih sesuai kriteria menggunakan data rekam medis pada periode waktu 2018 hingga Juni 2023 dengan melihat diagnosa akhir responden. Variabel dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin, usia, anatomi kelainan empedu (kandung empedu, saluran empedu, atau tidak spesifik), insidensi batu empedu, dan insidensi infeksi daerah anatomi empedu. Analisis statistik menggunakan uji Independent T-Test. Dari 3916 responden, rerata usia adalah 51,73 tahun dan didominasi oleh perempuan (67,6%). 470 pasien mengalami infeksi pada kandung empedu dan atau saluran empedu. Didapatkan hubungan yang bermakna antara kelompok usia terhadap status infeksi (p<0,001) dan lokasi anatomis (p<0,001). Kelompok usia <45 tahun berisiko 1,975 kali untuk mengalami infeksi pada sistem bilier namun kelompok usia >45 tahun berisiko 2,165 kali untuk mengalami sakit di saluran empedu dibandingkan kelompok usia <45 tahun. Hasil uji Independent T-Test didapatkan bahwa terdapat perbedaan rerata usia yang bermakna antara kelompok dengan infeksi dan tanpa infeksi pada sistem bilier (p-value < 0,001). Kata kunci: Batu Empedu, Infeksi, Kandung Empedu, Saluran Empedu
Hubungan Asi Eksklusif dengan Kejadian Stunting di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi Emilda Emilda; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan; Rudi Rudi; Sheryn Pujiono; Trisha Samara; Aretha Sarah Aribowo; Pramadio Mahaputera; Luthfi Handayanti; Yohanes Firmansyah; Fernando Nathaniel
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 9 (2023): Volume 3 Nomor 9 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i9.11038

Abstract

ABSTRACT Stunting is a global problem, especially for children below 5 years of age in low-middle income countries. Giving exclusive breastfeeding has important role in preventing stunting. This is an observational analytic study with cross-sectional design, was done in Ciawi Regional General Hospital in October 2021. Samples are the pediatric ward inpatients from 0 to 18 years of age, which were taken with total sampling method. Exclusive breastfeeding is defined as only giving breastmilk as the only source of nutrition for baby in the first 6 month of life. Stunting is defined as body length or height of the child below -2 SD of WHO standard curve of body length-age. For children above 59 month old, stunting defined as body height below 5 percentile on the standard Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000 curve. Descriptive data presented in proportion (%). Statistical tests used in the study is Pearson Chi Square with Yates Correction and alternative test of Fischer Exact. Alternative test is based on the Expected Count of 5%. The significant value expected in the study is 5%. From the study, there are no significant relation found between exclusive breastfeeding and stunting for children 0-18 years of age (p-value: 0.916), but clinically found that children without exclusive breastfeeding has 1.167 times higher risk of having stunting compared to the children with exclusive breastfeeding in Ciawi Regional General Hospital. Keywords: Exclusive Breastfeeding, Stunting  ABSTRAK Stunting merupakan masalah kesehatan dunia khususnya pada anak dibawah 5 tahun di negara pendapatan rendah dan menengah. Menyusui ASI (Air Susu Ibu) eksklusif memiliki peran penting dalam pencegahan stunting. Studi ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian potong lintang yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi pada Bulan Oktober 2021. Sampel merupakan pasien rawat inap di bangsal anak berusia 0 hingga 18 tahun, yang diambil dengan menggunakan metode total sampling. ASI eksklusif didefinisikan sebagai hanya memberikan ASI sebagai satu-satunya sumber makanan bagi bayi selama enam bulan pertama kehidupan. Stunting didefinisikan sebagai panjang atau tinggi badan anak di bawah -2 SD pada kurva panjang badan-menurut-usia atau tinggi badan-menurut-usia pada kurva standar WHO 2006. Pada anak yang memiliki usia lebih dari 59 bulan, stunting didefinisikan jika tinggi badan kurang dari persentil 5 pada kurva standar Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2000. Data deskriptif disajikan dalam bentuk proporsi (%). Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Chi Square with Yates Correction dengan uji alternatif berupa Fischer Exact. Penentuan uji alternatif didasarkan pada nilai Expected Count sebesar 5%. Nilai kemaknaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Pada studi tidak ditemukan hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 0-18 tahun (p-value: 0,916), tetapi secara klinis diketahui bahwa anak yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 1,167 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting bilamana dibandingkan dengan kelompok anak yang menerima ASI eksklusif di RSUD Ciawi. Kata Kunci: ASI Eksklusif, Stunting
Profil Demografik, Hematologi, serta Gula Darah Sewaktu Pasien Ulkus Diabetik Pro Amputasi Radian Tunjung Baroto; Yohanes Firmansyah; Giovanno Sebastian Yogie; William Gilbert Satyanegara; Joshua Kurniawan
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 10 (2023): Volume 3 Nomor 10 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i10.11346

Abstract

ABSTRACT Diabetes mellitus is a chronic metabolic disease. Diabetic Foot is one of the macrovascular complications of diabetic patients. Diabetic foot that is not handled properly will cause infection and will lead to amputation. To find out the demographic, hematologic, and blood sugar level profiles of patients with diabetic ulcer pro amputation. This study is an descriptive observational study done at RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang, Middle Java on July 2023. Data obtained through patients medical record. Samples in the study are patients diagnosed with diabetic ulcer pro amputation on period of July 2022 – June 2023. Technique used for gathering sample is total sampling method. The study found 21 respondents that fulfull the criteria, with more female respondents (52.4%), mean age of 55,67 (±10,21) years, 9 (42.9%) respondents have uncontrolled blood pressure, with mean systolic blood pressure of 134.62 (±30.63) and mean diastolic blood pressure of 77.43 (±16.80). All respondents have anemia (mean Hb = 8.57 ± 1.18) and leukocytosis (mean leukocyte = 24.39 ± 11.33 thousand). The blood sugar level in patients are uncontrolled with mean of 403.1 (±108.12) mg/dL. There are many factors that could affect diabetic ulcer. Extra attention for treatment of diabetic ulcer is necessary to prevent the need of amputation.Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ulkus diabetik. Penanganan ulkus diabetik memerlukan perhatian lebih untuk mencegah diperlukannya tindakan amputasi. Keywords: Amputation, Diabetes Melitus, Diabetic Ulcer  ABSTRAK Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang bersifat kronik. Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular yang dialami penderita diabetes. Kaki diabetes yang tidak diatasi dengan baik akan menyebabkan infeksi dan berujung pada amputasi. Mengetahui profil demografik, hematologik, dan kadar gula darah sewaktu pada pasien ulkus diabetes pro amputasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang dilaksanakan RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang, Jawa Tengah pada bulan Juli 2023. Data diperoleh dari rekam medis pasien. Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosa ulkus diabetes dan pro amputasi pada periode Juli 2022 – Juni 2023. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini berupa total sampling. Pada penelitian didapatkan 21 responden yang memenuhi kriteria, dengan lebih banyak responden perempuan (52,4%), rerata usia 55,67 (±10,21) tahun, dan terdapat 9 (42,9%) responden memiliki tekanan darah tidak terkontrol, dengan rerata tekanan darah sistolik 134,62 (±30,63) dan rerata tekanan darah diastolik 77,43 (±16,80). Seluruh responden mengalami anemia (rerata Hb = 8,57 ± 1,18) dan leukositosis (rerata leukosit = 24,39 ± 11,33 ribu). Kadar gula sewaktu pada pasien tidak terkendali dengan rerata 403,1 (±108,12) mg/dL. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ulkus diabetik. Penanganan ulkus diabetik memerlukan perhatian lebih untuk mencegah diperlukannya tindakan amputasi. Kata Kunci: Amputasi, Diabetes Melitus, Ulkus Diabetik
Korelasi Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Kadar Air dan Sebum Kulit di Rukun Warga (RW) 008 Kelurahan Cipondoh Novia Yudhitiara; Sukmawati Tansil Tan; Giovanno Sebastian Yogie; Dean Ascha Wijaya; William Gilbert Satyanegara; Fernando Nathaniel; Joshua Kurniawan; Catharina Sagita Moniaga; Yohanes Firmansyah; Alexander Halim Santoso; Astin Mandalika; Linginda Soebrata
MAHESA : Malahayati Health Student Journal Vol 3, No 11 (2023): Volume 3 Nomor 11 (2023)
Publisher : Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mahesa.v3i11.11607

Abstract

ABSTRACT Skin hydration is influenced by various factors. Blood glucose levels are also known to affect the protective function of the skin. This cross-sectional study aims to investigate the profile of skin hydration status and its correlation with blood glucose levels among subjects at RW 08 Cipondoh. Skin hydration status measurements were done using an Over The Counter (OTC) skin analyzer. Blood glucose levels were measured using Point of Care Testing (POCT) Out of 101 respondents, the average age was 51.38 years with 75.2% of the respondents were female. The mean blood glucose was 122.71 mg/dL. The mean oil and water hydration were 22.99% and 42.96%, respectively. The data showed a negative correlation between blood glucose and water hydration, with a correlation coefficient power of 0.319 significantly, and between blood glucose and oil hydration, with 0.236 significantly. This study concludes that higher blood glucose levels was associated with worse skin hydration status.  Keywords : Blood glucose, Hydration Status ABSTRAK Kelembaban kulit dipengaruhi oleh banyak faktor. Kadar gula darah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fungsi kelembaban kulit. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui gambaran status hidrasi kulit dan korelasinya dengan kadar gula darah pada komunitas yang tinggal di RW 08 Cipondoh. Pengukuran status hidrasi kulit menggunakan alat Over The Counter (OTC) skin analyzer. Kadar gula darah diukur menggunakan Point of Care Testing (POCT). Dari 101 responden, rata-rata usia subjek penelitian adalah 51,38 tahun dengan 75,2% responden adalah perempuan. Rerata gula darah sewaktu (GDS) sebesar 122,71 mg/dL. Rerata hidrasi sebum dan air, masing-masing sebesar 22,99% dan 42,96%. Hasil uji statistik menunjukan hasil korelasi negatif antara GDS dengan hidrasi air sebesar 0,319 secara signifikan dan hidrasi sebum sebesar 0,236 secara signifikan. Penelitian ini menyatakan bahwa semakin tinggi kadar gula darah, maka semakin menurun status hidrasi kulit seseorang. Kata Kunci: Kadar Gula Darah, Kadar Hidrasi