Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota

Kajian Penyusunan Peta Proses Bisnis pada Pembangunan Desa di Kabupaten Subang Khansa Shabiyhah; Ernady Syaodih
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 1, No. 2, Desember 2021, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.213 KB) | DOI: 10.29313/jrpwk.v1i2.383

Abstract

Abstract. Business Process is a collection of interrelated work to solve a particular problem. Village development cannot be separated from the context of regional management both at the district and provincial levels because the position of the village in a wider context (social, economic, market access, and politics) must look at the interrelationships between villages and others. Therefore, it is necessary to have a business process map. Compilation of Business Process Map in accordance with Permenpan N0.19 of 2018 concerning Compilation of Business Process Map of Government Agencies. Problems faced What problems are faced in village development in Subang Regency?, who is involved in the village development process in Subang Regency?, what are the duties, functions and coordination of each stakeholder?. and what is the shape of the business process map in village development so that it runs efficiently and effectively? With the study of business process maps, it can increase knowledge assets that can integrate and document in detail the business processes carried out to achieve the vision, mission, and goals. This knowledge asset forms the basis for decision making regarding organizational development and human resources, as well as performance appraisal. The conclusion is that the business process map in village development still has problems in every flow of activities Abstrak. Bisnis Proses adalah suatu kumpulan pekerjaan yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Pembangunan desa tidak terlepas dari konteks manajemen pembangunan daerah baik di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi karena kedudukan desa dalam konteks yang lebih luas (sosial, ekonomi, akses pasar, dan ploitik) harus melihat keterkaitan antar desa dan dengan yang lainnya. Oleh karena itu perlu di adakannya peta proses bisnis. Penyusunan Peta Proses Bisnis sesuai Permenpan N0.19 tahaun 2018 tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah. Adapun permasalahan yang dihadapai Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam pembangunan desa di Kabupaten Subang?, siapa saja yang terlibat dalam proses pembangunan desa di Kabupaten Subang?, bagaimana tugas, fungsi dan koordinasi dari setiap pemangku kepentingan?. dan bagaimana bentuk peta proses bisnis dalam pembangunan desa agar berjalan efisien dan efektif ?. Dengan adanya kajian peta proses bisnis maka dapat meningkatkan aset pengetahuan yang dapat mengintegrasikan dan mendokumentasikan secara rinci mengenai proses bisnis yang dilakukan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan. Aset pengetahuan ini menjadi dasar pengambilan keputusan strategis terkait pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, serta penilaian kinerja. Kesimpulannya bahwa peta proses bisnis pada pembangunan desa masih memiliki masalah pada setiap alur kegiatannya.
Kajian Implementasi Smart Environment di Kota Bandung Farhan Fauzan; Ernady Syaodih
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 1, No. 2, Desember 2021, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.747 KB) | DOI: 10.29313/jrpwk.v1i2.481

Abstract

Abstract. Smart environment is one of the axes of the smart city concept that has been implemented in the Bandung city. The implementation of smart environment is focused on urban environmental problems that occur in the Bandung city, especially in Sukajadi District. In Sukajadi District itself, environmental problems still occur, ranging from flooding, issues of waste management, drainage, rivers, to the availability of green open spaces. Therefore, in this study the author will try to identify the extent to which the implementation of the smart environment in Sukajadi District is based on 14 indicators, namely (1) green building; (2) sustainable-certified buildings; (3) smart homes; (4) renewable energy; (5) pollution control and management with ICT; (6) household and industrial waste control; (7) management of water resources and improvement of clean water quality standards; (8) river revitalization; (9) waste management; (10) street lighting; (11) drainage system; (12) provision of green open space; (13) slum area management; and (14) urban farming. The purpose of this research is to identify the extent of the implementation of the smart environment, identify problems related to the smart environment, and identify what strategies and development programs can be applied in implementing the smart environment in Sukajadi District. This study uses qualitative and quantitative methods using SWOT analysis. Data were collected through observations and interviews with every relevant stakeholder such as Regional Apparatus Organizations (OPD), District Government, Kelurahan and Sukajadi Subdistrict communities. The results of the analysis are strategies that can be implemented in a smart environment in Sukajadi District. Abstrak. Smart environment merupakan salah satu sumbu dari konsep smart city yang sudah diterapkan di Kota Bandung. Implementasi smart environment ini berfokus pada permasalahan lingkungan perkotaan yang terjadi di Kota Bandung khususnya di Kecamatan Sukajadi. Di Kecamatan Sukajadi sendiri permasalahan lingkungan kerap masih terjadi, mulai dari banjir, isu pengelolaan sampah, drainase, sungai, hingga terkait ketersediaan ruang terbuka hijau. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penulis akan mencoba untuk mengidentifikasi sudah sejauh mana implementasi dari smart environment di Kecamatan Sukajadi ini yang didasarkan pada 14 indikator yaitu (1) green building; (2) sustainable-certified buildings; (3) smart homes; (4) energi terbarukan; (5) pengendalian dan pengelolaan polusi dengan TIK; (6) pengendalian limbah rumah tangga dan industri; (7) pengelolaan sumber daya air dan peningkatan baku mutu air bersih; (8) revitalisasi sungai; (9) pengelolaan sampah; (10) penerangan jalan; (11) sistem drainase; (12) penyediaan RTH; (13) pengelolaan kawasan kumuh; dan (14) urban farming. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana implementasi dari smart environment, mengidentifikasi permasalahan terkait smart environment, dan mengidentifikasi strategi program pengembangan apa saja yang dapat diterapkan dalam implementasi smart environment di Kecamatan Sukajadi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan analisis SWOT. Data data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan setiap stakeholder terkait seperti Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Pemerintah Kecamatan, Kelurahan serta masyarakat Kecamatan Sukajadi. Hasil analisisnya berupa strategi yang dapat diimplementasikan dalam smart environment di Kecamatan Sukajadi.
Kajian Kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam Mendukung Pembangunan Rendah Karbon: Studi Kasus : Kecamatan Coblong Muhammad Ernanda Pramadhika; Ernady Syaodih
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 2, No. 2, Desember 2022, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v2i2.1318

Abstract

Abstract. Low Carbon Development is one of the concepts from Paris Agreement that has emerged as a form of concern for the increasing of global temperature. In Indonesia this concept is ratified into Law Number 16 of 2016 concerning the Paris Agreement on the United Nations Framework Convention on Climate Change. However, the support from the Bandung City government to implement this concept, especially in Coblong District, is still lacking. Therefore, in this study, the author will try to identify the success rate of the Bandung City government in implementing this concept in Coblong District based on 6 indicators which include (1) Patterns of energy use, (2) Social life, (3) Carbon emissions and the environment, (4) Public mobility, (5) Waste management, (6) Water and waste management. The purpose is to identify the extent of the bandung city government's performance level towards the implementation of low-carbon development. This research uses a qualitative descriptive approach method using data triangulation. The result of this study is that the low-carbon development carried out by the Bandung City government has not been good enough. This is seen from the fact that there are still quite a lot of problems in every variable of low-carbon development. Abstrak. Pembangunan Rendah Karbon merupakan salah satu konsep yang muncul sebagai bentuk keprihatinan terhadap meningkatnya kenaikan suhu global. Konsep ini muncul sejak di adakannya Perjanjian Paris. Di Indonesia konsep ini diratifikasi kedalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim. Meskipun begitu dukungan dari pemerintah Kota Bandung untuk mengimplementasikan konsep ini khususnya di Kecamatan Coblong masih kurang. Oleh karena itu pada penelitian ini penulis akan mencoba mengidentifikasi sudah sejauh mana tingkat kinerja pemerintah Kota Bandung dalam mendukung konsep ini di Kecamatan Coblong didasarkan kepada 6 indikator yang meliputi (1) Pola pengunaan energi, (2) Kehidupan sosial, (3) Emisi karbon dan lingkungan, (4) Mobilitas publik, (5) Pengelolaan sampah, (6) Pengelolaan air dan limbah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana tingkat kinerja pemerintah Kota Bandung terhadap implementasi pembangunan rendah karbon. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan triangulasi data. Hasil dari penelitian ini adalah pembangunan rendah karbon yang dilakukan pemerintah Kota Bandung belum cukup baik. Hal tersebut dilihat dari masih adanya cukup banyak masalah pada setiap variabel dari pembangunan rendah karbon.
Kajian Kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam Mendukung Pembangunan Rendah Karbon: Studi Kasus : Kecamatan Coblong Muhammad Ernanda Pramadhika; Ernady Syaodih
Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota Volume 2, No. 2, Desember 2022, Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota (JRPWK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrpwk.v2i2.1318

Abstract

Abstract. Low Carbon Development is one of the concepts from Paris Agreement that has emerged as a form of concern for the increasing of global temperature. In Indonesia this concept is ratified into Law Number 16 of 2016 concerning the Paris Agreement on the United Nations Framework Convention on Climate Change. However, the support from the Bandung City government to implement this concept, especially in Coblong District, is still lacking. Therefore, in this study, the author will try to identify the success rate of the Bandung City government in implementing this concept in Coblong District based on 6 indicators which include (1) Patterns of energy use, (2) Social life, (3) Carbon emissions and the environment, (4) Public mobility, (5) Waste management, (6) Water and waste management. The purpose is to identify the extent of the bandung city government's performance level towards the implementation of low-carbon development. This research uses a qualitative descriptive approach method using data triangulation. The result of this study is that the low-carbon development carried out by the Bandung City government has not been good enough. This is seen from the fact that there are still quite a lot of problems in every variable of low-carbon development. Abstrak. Pembangunan Rendah Karbon merupakan salah satu konsep yang muncul sebagai bentuk keprihatinan terhadap meningkatnya kenaikan suhu global. Konsep ini muncul sejak di adakannya Perjanjian Paris. Di Indonesia konsep ini diratifikasi kedalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim. Meskipun begitu dukungan dari pemerintah Kota Bandung untuk mengimplementasikan konsep ini khususnya di Kecamatan Coblong masih kurang. Oleh karena itu pada penelitian ini penulis akan mencoba mengidentifikasi sudah sejauh mana tingkat kinerja pemerintah Kota Bandung dalam mendukung konsep ini di Kecamatan Coblong didasarkan kepada 6 indikator yang meliputi (1) Pola pengunaan energi, (2) Kehidupan sosial, (3) Emisi karbon dan lingkungan, (4) Mobilitas publik, (5) Pengelolaan sampah, (6) Pengelolaan air dan limbah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana tingkat kinerja pemerintah Kota Bandung terhadap implementasi pembangunan rendah karbon. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan menggunakan triangulasi data. Hasil dari penelitian ini adalah pembangunan rendah karbon yang dilakukan pemerintah Kota Bandung belum cukup baik. Hal tersebut dilihat dari masih adanya cukup banyak masalah pada setiap variabel dari pembangunan rendah karbon.