Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERUBAHAN RUANG BERBASIS TRADISI RUMAH JAWA PANARAGAN DI DESA KAPONAN Nurmayanti, Yunita; Dwi Wulandari, Lisa; Murti Nugroho, Agung
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 4, No 1 (2017): June
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2206.452 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v4i1.20393

Abstract

Tatanan spasial (ruang) memperlihatkan hubungan antara arsitektur dan budaya masyarakat setempat. Manusia sebagai makhluk yang berpikir dinamis, memiliki peran besar untuk merubah lingkungan fisik maupun kebudayaan. Tatanan ruang tradisional merupakan warisan leluhur yang harmonis, senantiasa mengalami perubahan untuk beradaptasi dengan modernitas budaya global. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis unsur-unsur ruang yang berubah dan (2) menjelaskan faktor-faktor sosial-budaya yang mempengaruhinya, pada objek rumah tinggal tradisional di wilayah kebudayaan Jawa Panaragan. Objek penelitian berupa rumah-rumah berlanggam arsitektur Jawa, yang telah berdiri sejak sebelum era kemerdekaan RI, terletak di wilayah tertua dari permukiman Desa Kaponan. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif-rasionalistik dengan analisis deskriptif. Penggalian data melalui observasi langsung terhadap objek yang menjadi kasus penelitian dan wawancara silang dengan informan (narasumber dan keyperson) terkait. Variabel penelitian meliputi organisasi, fungsi, hirarki, orientasi serta teritori ruang sebagai panduan untuk mengamati perubahan ruang dalam 2 (dua) periode waktu. Objek/kasus penelitian dipilih secara sengaja berdasar kriteria meliputi rumah lurah, carik, pamong desa dan tokoh masyarakat yang menjabat pada masa lampau, dilengkapi dengan rumah petani serta buruh tani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur spasial (ruang) yang banyak berubah adalah organisasi dan teritori ruang sebagai konsekuensi dari penambahan jumlah, jenis dan fungsi ruang. Unsur spasial yang sedikit berubah adalah orientasi dan hirarki ruang karena kuatnya faktor kepercayaan leluhur. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan ruang terutama adalah struktur keluarga dan perubahan gaya hidup seiring meningkatnya pengetahuan dan pendidikan. Kata-kata kunci : perubahan ruang, rumah tradisional, Jawa Panaragan  THE TRADITION BASED ROOM CHANGES IN JAWA PANARAGAN HOUSE OF KAPONAN VILLAGESpatial order (space) shows the relationship between the architecture and the culture of local community. As dynamic thinking creature, human has a major role in changing the physical environment or culture. Order of the traditional spaces which is a harmonious ancestral heritage is constantly changing to adapt to the global culture of modernity. This research aimed to (1) identify and analyze the elements of spatial change and (2) explain the socio-cultural factors that affected it, on the object of traditional house in the Panaragan Javanese cultural area. The object of research were traditional Javanese type of home, built before the era of Indonesia independence (1945), located in the oldest settlement of the Kaponan Village. The research methodology used a qualitative–rationalistic approaches with descriptive analysis. Data mining was conducted through direct observation of objects that became case studies and interviews with related informants and keyperson. Variables of research include organization, function, hierarchy, orientation and territory of spatial (space) as a guide for observing spatial change between two periods of time. Object/case studies were deliberately chosen based on criteria include the house of the village head and officials, teacher and community leaders who served in the past, also added with home of farmers and farmworkers. The results showed that elements of the spatial (space) which was much changed was the organization and territorial spaces as a consequence of the addition of the number, type and function space. The elements of spatial orientation and space hierarchy was less changed, because of the strong ancestral belief and religion. The main factors affecting the occurrence of a spatial change was family structure and lifestyle changes, along with the increasing knowledge and education. Keywords: change spaces, traditional house, Jawa Panaragan REFERENCESAltman, I. & Chemers M.M. (1989). Culture & Environment. New York: Cambridge University Press. Habraken, N. J. (1988(. Type as a Social Agreement. Makalah dalam Asian Congress of Architect. Seoul. Habraken, N.J. (1982). Transformation of The Site. Massachusetts: MITT. Kartono, J.L. (2005). Konsep Ruang Tradisional Jawa dalam Konteks Budaya. Jurnal Dimensi Interior. III (2): 124-136. Marti, M, Jr. (1993). Space Operasional Analisis. USA: PDA Publisher Corporation. Rapoport, A. (2005). Culture, Architecture, and  Design. Chicago: Locke Scientific. Soegijono, Arkham, R, Zaenuri & Setiantoro. (2006). Sekilas Sejarah Desa Kaponan dan Silsilah Penduduknya. Tidak dipublikasikan. Ponorogo. Susilo, G.A. (2010). Peranan Arsitektur Tradisional Jawa dalam Pembangunan Berkelanjutan (Studi Kasus Arsitektur Joglo Ponorogo).  Makalah dalam Seminar Nasional FTSP-ITN. Malang. Susilo, G.A. (2015). Model Tipe Bangunan Tradisional Ponorogo.  Makalah dalam Prosiding Temu Ilmiah IPLBI. E 137-E 144. Sutarto A. & Sudikan, S.Y. (Eds. ). (2004). Pendekatan Kebudayaan dalam Pembangunan Provinsi Jawa Timur. Sutarto, A. (2004).  "Studi  Pemetaan  Kebudayaan Jawa Timur" Jember: Kompyawisda
DINAMIKA RUANG WISATA RELIGI MAKAM SUNAN GIRI DI KABUPATEN GRESIK Santosa, Budi; Antariksa, Antariksa; Dwi Wulandari, Lisa
El-HARAKAH (TERAKREDITASI) Vol 16, No 2 (2014): EL HARAKAH
Publisher : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1052.517 KB) | DOI: 10.18860/el.v16i2.2775

Abstract

Space is the product of an activity, which involves economic and technical activities owned by a group of people, so it has political and strategic nature. The relationship between space and activity is very close, where the space has a concept of a container and content. This study concerns the dynamics of space in Sunan Giri Tomb  formed because of the conflict and activities in the tomb tourist site. The visitors’s space dimension of Sunan Giri Tomb can not be physically limited as each visitor has his own movement space and purpose of his activities. The aim of this study is to analyze the dynamics of space for visitor’s activity in  the tomb. The  method used is descriptive qualitative, deciphering the visitor’s behavior as the research object. The finding shows that space once had  a specific function, but because of the activity and condition adjustment at one time, then the dynamics in space happen. The dynamics contain changes in the function and meaning or the space character which is associated with the context of time and influenced by human activities. Ruang adalah produk aktivitas, yang melibatkan aktivitas ekonomi dan teknik yang dimiliki sekelompok masyarakat, sehingga sifatnya politis dan strategis. Hubungan aktivitas dan ruang sangat erat, dimana konsep ruang sebagai wadah (of space) dan pengisinya (in space). Penelitian ini mengenai dinamika ruang pada Makam Sunan Giri yang terbentuk karena konflik dan aktivitas di wisata religi Makam Sunan Giri. Dimensi ruang peziarah Makam Sunan Giri tidak bisa dibatasi secara fisik karena masing-masing memiliki ruang gerak dan maksud atas aktivitasnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis dinamika ruang terhadap aktivitas peziarah Makam Sunan Giri. Metode penelitian menggunakan deskriptif kualitatif, dengan menjelaskan perilaku para peziarah sebagai objek penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa ruang pada awalnya memiliki fungsi tertentu, namun karena adanya aktivitas dan penyesuaian kondisi pada satu waktu terjadilah dinamika pemanfaatan ruang. Dinamika tersebut meliputi perubahan fungsi dan makna atau karakter ruang yang terkait dengan konteks waktu dan dipengaruhi aktivitas manusia.
Morfologi Dusun Ngabean sebagai Balai Ekonomi Desa Ngadiharjo di Kawasan Candi Borobudur Kabupaten Magelang Salsabila Tajrimin Ramadhani; Lisa Dwi Wulandari
Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Desa Ngadiharjo adalah salah satu desa di kawasan Candi Borobudur yang memiliki angka kemiskinan yang cukup tinggi di tahun 2013. Setelah ditetapkannya sebagai desa dengan angka kemiskinan yang tinggi mulai terjadi gagasan dan gerakan untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satunya yaitu program Balkondes (balai ekonomi desa). Adanya program Balkondes sebagai destinasi wisata pertama di Dusun Ngabean diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di bidang wisata. Tujuan penelitian untuk dapat melihat sejauh mana perkembangan Dusun Ngabean sebagai Balkondes Ngadiharjo. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis morfologi diakronik. Variabel yang dikaji pada morfologi berupa guna lahan, struktur bangunan, pola kavling dan jaringan jalan dan variabel 4A pariwisata yaitu attraction, amenitiy, access, dan ancillary service. Penelitian akan dilakukan dengan melihat keterkaitan antara variabel dan perubahan yang terjadi pada Dusun Ngabean sehingga dapat ditemukan langkah yang tepat dalam pengembangan kawasan kedepannya.
PERKEMBANGAN POLA PERMUKIMAN PEMBUDIDAYA IKAN DESA BLAYU SEBAGAI KAWASAN MINAPOLITAN DI WAJAK H.D. Khamim Binanda; Lisa Dwi Wulandari; Damayanti Asikin
Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur Vol 2, No 1 (2014)
Publisher : Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.262 KB)

Abstract

Desa Blayu merupakan salah satu desa yang dicanangkan untuk kawasan minapolitan di Kecamatan Wajak.  Potensi Sumber daya alam Desa Blayu yang melimpah salah satu alasan dijadikannya Desa Blayu sebagai  kawasan minapolitan. Di Desa Blayu juga banyak terdapat banyak tanaman mendong, potensi ini juga yang  dimanfaatkan pemerintah Kabupatan Malang untuk mengembangkan cara budidaya ikan dengan  minamendong. Minamendong adalah budidaya ikan dengan cara menempatkan ikan di ladang mendong.  Penelitian ini mengkaji bagaimana perkembangan pola permukiman di Desa Blayu ini sebagau dampak dari  kawasan minapolitan.. karakteristik pembudidaya ikan yang berkembang di Desa Blayu dilihat berdasarkan  cara pembudidayaan yang berkembang, yaitu dengan cara kolam ikan, minamendong, karamba, dan minapadi.  Pendekatan fenomenologi akan digunakan dalam mengkaji daerah minapolitan ini. Analsa potensi masalah  akan digunakan dalam menentukan arah perkembangan permukiman ke depan dan sebagai dasar untuk  rekomendasi perkembangan permukiman ke depan.Kata kunci : Desa Blayu, Pola Permukiman, minapolitan, minapadi, minamendong
Kawasan Wisata Waterpark Di Pantai Amal Tarakan Dwi Risky Mauliah; Lisa Dwi Wulandari
Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa faktor alam dan faktor budaya dapat berpengaruh juga dalam merancang suatu objek kawasan wisata waterpark. Proses perancangan ini juga dikaitkan dengan standart-standart perancangan suatu objek kawasan wisata waterpark. Berdasarkan standart tersebut dapat menghasilkan variabel yang nantinya akan di analisis hingga memunculkan suatu sintesa yang dapat membantu dalam mengkonsep perancangan kawasan wisata waterpark. Hasil dari perancangan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan kawasan wisata waterpark dimasa yang akan datang. Pendekatan perancangan ini yaitu deskriptif-kualitatif, dengan cara mendeskripsikan atau menceritakan kembali secara tertulis hasil dari survei lapangan dan hasil wawancara dengan pemerintah setempat tentang konsep pengembangan kawasan wisata waterpark. Metode perancangan yang digunakan yaitu metode pragmatis. Kata kunci: kawasan wisat, waterpark, faktor alam , faktor budaya
Role Of Green Open Space In Performance Improvement Of Malang City Center subhan ramdlani; Lisa Dwi Wulandari
Journal of Innovation and Applied Technology Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1059.433 KB) | DOI: 10.21776/ub.jiat.2018.004.02.3

Abstract

This study is a continuation of previous research [5],[6],[7], on the hierarchy of the Green Open Space’s role of the city based on its 9 classifications (Green Line, City Park, Urban forest, Garden Tomb, Sports Park, Rotonde, Monument Park, Playground, and Offices Park) in improving the ecological quality of Malang city center. The focus of this research is to create an eco-quality ideal RTH arrangement model, especially Green Open Spaces which has the biggest role in improving the performance of downtown Malang. The arrangement considers several factors, namely: first, environmental-ecological factors related to environmental emission levels, air temperature and humidity [5],[6],[7]. Second, the physical environment of Green Open Spaces has a setting factor which includes all the hardscape element forming attributes and softscape elements. Third, the human activity factor, which uses the physical environment setting as a container to perform various activities. The advantage of this study lies in the process technology, which is in the process of arrangement of Green Open Spaces in the field of architectural science (with a qualitative method approach based on the designer's intuitive concept), so in this study the approach is precisely on the quantitative study, with statistical measurement, the results are processed through Graphics and tabulation systems and utilizing City CAD software in simulation and Green Open Space’s exploration in downtown Malang.
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP BENTUK RUMAH PADA PERMUKIMAN TEPIAN SUGAI KOTA BANJARMASIN Amar Rizqi Afdholy; Lisa Dwi Wulandari; Sri Utami
NALARs Vol 18, No 2 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 2 Juli 2019
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.18.2.143-152

Abstract

ABSTRAK. Kota Banjarmasin merupakan kota yang dipengaruhi oleh lingkungan sungai. Keberadaan sungai berperan terhadap pembentukan karakteristik identitas Kota Banjarmasin yang dapat dilihat dari permukiman tepian sungainya. Salah satu permukiman tepian sungai yang masih memiliki unsur kelokalan dan kebudayaan sungai yang kuat, yaitu pada permukiman tepian Delta Pulau Bromo. Lingkungan sungai sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan aktivitas masyarakat pada permukiman ini. Aktivitas masyarakat yang banyak dilakukan di sungai membuat masyarakat cenderung membangun hunian atau tempat tinggalnya di tepian sungai, hal ini dilakukan agar memudahkan akses untuk melakukan aktivitas di sungai. Rumah-rumah masyarakat dibangun dengan menyesuaikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Penggunaan jenis struktur, konstruksi dan material pembentuk rumah menjadi pertimbangan dalam membangun rumah. Metode yang dipakai untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap bentukan rumah pada permukiman tepian sungai ini memakai metode deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini didapati bahwa, konstruksi kayu dengan material alam, serta struktur pondasi panggung atau terapung menjadi pilihan pada rumah tepian sungai untuk merespon lingkungannya. Selain itu terdapat pula elemen penunjang pada rumah, seperti titian, batang, dermaga dan jamban yang menjadi akses penghubung penghuni untuk berinteraksi dengan lingkungan sungai.   Kata kunci: Rumah Tepian Sungai, Lingkungan Sungai, Kota Banjarmasin ABSTRACT. Banjarmasin is the city that has been influenced by the environment of the river. The existence of the river plays a role to establish the identity of Banjarmasin that can be seen from the riverside settlements. One of the places which still have the local-wisdom element and dominant river cultures is Bromo Island Delta. The environment of the river is very influential in the lives and activities of the community in the settlement. The activities at the riverside make the community tend to build a residence on it, and this is done to facilitate access to have an activity on the riverside. The community houses built by adjusting and adapting to its environment. The use of structures, constructions, and material forming of the house is considered in creating them. The method that used to see the influence of the environment to the house in the riverside settlement was a qualitative descriptive method. The result of this research found that the wood construction with natural materials and the structure of the foundation stage or floated are the choice of the river house as a community respond to its environment. Besides, there are also supporting elements at home, such as terrace, logs, piers, and toilet which are being accessed connecting residents to interact with the environment of the river. Keywords: Riverside Settlement House, River Environment, Banjarmasin
Typology of Coastal Traditional Houses of the Bajo Tribe in Bajoe Village, Soropia District, Southeast Sulawesi Ahsan Hidayat Setiadi; Lisa Dwi Wulandari; Damayanti Asikin
Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Vol 4, No 4 (2021): Budapest International Research and Critics Institute November
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v4i4.3263

Abstract

Geographically Soropia subdistrict is located in Konawe district of southeast Sulawesi province consisting of a large quantity of coastal areas that are the site of transition between land and the ocean. This condition has indirectly affected the shape of the character of this area caused by the relocation carried out by the government in an effort to build a tourist area in pualu bokori to move the coastal settlement in the village of bajoe soropia subdistrict. This coastal settlement is a form of reflection of the sea culture attached to the bajo tribe community. One of the coastal settlements in this soropia subdistrict is a settlement in the village of Bajoe which is a coastal settlement with a constructive orientation leading to land orientation. Because of the issue, in the village of Bajo and surrounding areas there are three different site orientations in coastal areas, among others, namely: water-based architecture water buildings, semi-arir buildings that tread in the water and also land and land-based architecture land buildings. Based on the issue, in this coastal area there is a diversity of typologies which is a form of morphological transformation of the shape of the bajo house. Therefore, in this study using descriptive qualitative research methods are expected to be able to find out the variety of typologies found in the coastal settlement area of the bajo tribe in bajo village soropia subdistrict konawe district. So that  the results can be  from  this  research  can be a  new  insight  literature as well as a reference  in  consideration  in the planning of future settlements.
Territorial Approach to Spatial Dynamics Based on Posuo and Kawia Tradition of the Labalawa Community of Baubau City Mimin Trianus; Lisa Dwi Wulandari; Ema Yunita Titisari
Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal) Vol 5, No 3 (2022): Budapest International Research and Critics Institute August
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v5i3.6143

Abstract

This study aims to identify and analyze space territories in the kawia traditions of the Labalawa community. The method used in this research is descriptive qualitative by analyzing the results of the identification of the formation of territory based on changes in shape, size, boundaries, and space components, sampling was carried out by purposive sampling with the criteria of house types of Banua tada and stone houses and differences in the availability of space on the object of observation. The results showed that the space territory was dominated by semi-fixed elements and non-fixed elements, changes in the function of space during the posuo and kawia tradition from day to day were more dominated by public functions, and the condition of adding space called kaompu with the stage form was more influenced by factors availability of open space and also because of the tradition of building the Labalawa community which is practiced from generation to generation through the posuo and kawia tradition.