Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

PEMENUHAN HAK ATAS PERUMAHAN YANG LAYAK BAGI MASYARAKAT MISKIN DI PERKOTAAN (SUATU KAJIAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA) Waha, Caecilia; Sondakh, Jemmy
Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum (Ekonomi,Sosial,Budaya, dan Hukum) Vol 1, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab negara terhadap pelaksanaan pembangunan perumahan yang berdasarkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), dan untuk mengetahui implementasi pengaturan hukum tentang tanggung jawab negara terhadap pembangunan perumahan bagi masyarakat miskin, serta untuk mengetahui implikasi kebijakan negara terhadap pembangunan perumahan dan permukiman masyarakat miskin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif normatif yang ditunjang dengan penelitian hukum sosiologis sebagai pelengkap guna menggambarkan norma hukum dalam pengaturan pembangunan perumahan dan permukiman dikaitkan dengan pemenuhan Hak Asasi Manusia masyarakat miskin.Tanggung jawab negara di bidang pembangunan perumahan dan permukiman yang sesuai dengan konteks HAM harus terlihat dalam aspek-aspek ketersediaan, keterjangkauan dan keberlanjutan. Ketiga aspek tersebut merupakan prinsip terpenuhinya hak-hak masyarakat miskin dalam perspektif HAM. Selanjutnya, implementasi pengaturan hukum terhadap tanggung jawab negara telah diatur mulai dari Konstitusi hingga ke berbagai peraturan di bidang perumahan dan permukiman; tetapi pada tataran implementasi masih sulit terutama terkait dengan konsistensi pengaturan pemerintah untuk pemenuhan hak masyarakat miskin dalam memiliki perumahan yang layak. Pengaruh daripada implementasi karena sinkronisasi pengaturan bukan terfokus pada pemenuhan hak tetapi pada pengadaan proyek pembangunan perumahan dan permukiman untuk kepentingan bisnis semata. Implikasi kebijakan negara dalam pembangunan perumahan bagi masyarakat miskin masih berbenturan dengan kendala-kendala seperti kebijakan yang berorientasi pasar, ketersediaan lahan dan belum berorientasi pada pemerataan khususnya hak masyarakat miskin untuk memperoleh rumah yang layak huni baik perumahan RS, RSS maupun RSH. Perlu dilakukan sinkronisasi pengaturan kebijakan perumahan dan permukiman dengan pemenuhan hak Ekosob melalui konvensi-konvensi HAM Ekosob yang sudah diratifikasi oleh pemerintah.Kata kunci: pemenuhan, hak masyarakat miskin
REVITALISASI FUNGSI PROVIDER DALAM PENGATURAN PENJAMINAN INVESTASI OLEH PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI UPAYA UNTUK PEMBAHARUAN HUKUM INVESTASI1 Oleh : Jemmy Sondakh Sondakh, Jemmy
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 5 (2016): JURNAL HUKUM UNSRAT
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

-
BAGI HASIL INVESTASI SEBAGAI HAK MASYARAKAT ADAT PADA WILAYAH PERTAMBANGAN DI ERA OTONOMI DAERAH Sondakh, Jemmy
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 23, No 8 (2017): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konflik dalam penyelenggaraan investasi pertambangan di daerah banyak disebabkan oleh ketidak jelasan posisi masyarakat adat diwilayah pertambangan terkait dengan bagi hasil investasi. Hal ini disebabkan belum tegas dan jelasnya pengaturan tentang hak hak masyarakat adat atas penyelengaraan investasi pertambangan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan Undang-undang No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.Pada tataran implementasi penyelengaran Investasi pertambangan banyak investasi yang bemasalah di Indonesia. Pemasalahan terkait dengan manfaat investasi dan kerugian masyarakat di wilayah pertambangan. Terjadi penolakan masyarakat adat atas kegiatan investasi pertambangan pada beberapa wilayah tertentu. menjadi masalah yang serius terkait dengan penerapan hukum investasi. Dengan menggunakan metode analisis normatif penelitian ini dilakukan guna menemukan faktor-faktor penyebab dari problematik bagi hasil terkait dengan hak masyarakat adat. Hasil analisis menunjukkan tarik menarik dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah dalam pengendalian investasi pertambangan yang berakibat terjadinya ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan investasi pertambangan di Indonesia.
TANGGUNG JAWAB HUKUM PEMERINTAH KABUPATEN MINAHASA TERHADAP PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG Rantung, Margereth Inof Riisyie; Sondakh, Jemmy; Lumunon, Theodorus H.
KESMAS Vol 6, No 2 (2017): Volume 6, Nomor 2, Maret 2017
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sesuai amanat Undang-undang bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Maka dalam pengaturannya, kualitas air minum yang dapat didistribusikan ke masyarakat ada di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Di dalam keputusan tersebut juga telah dijelaskan bahwa pengawasan telah menjadi tanggung jawab dinas kesehatan Kabupaten/Kota. Berdasar kasus-kasus yang terjadi sekarang ini, muncul suatu permasalahan tentang penyediaan air minum isi ulang yang depot-depotnya juga telah menjamur dikalangan masyarakat. Metode penelitian yang dipakai yaitu penelitisn hukum normatif yang bersifat yuridis normatif. Yang pendekatannya menggunakan peraturan perundang-undangan. Sumber data yang digunakan yaitu Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan Kedua Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengawasan kualitas air minum. Pengumpulan data digunakan dengan cara studi kepustakaan. Hasil penilitian menyatakan bahwa bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Minahasa terhadap kualitas air minum usaha Depot Air Minum Isi Ulang tidak maksimal. Hal ini terllihat dari sistem perizinan yang lemah karena didapati masih banyak DAMIU yang beroperasi saat ini tidak memiliki izin. Selain itu  implementasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya DAMIU yang tidak memiliki Sertfikat Laik Higiene, dimana sertifikat itu diperoleh dengan cara melakukan pemeriksaan sampel air DAMIU secara berkala oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa. Dapat disimpulkan bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah Kabupaten Minahasa untuk melakukan pengawasan terhadap kualitas air minum Usaha Depot Air Minum Isi Ulang baik kepada Dinas Kesehatan kabupaten Minahasa maupiun kepada pelaku usaha.  Kata Kunci: Tanggung jawab, pemerintah daerah, pengawasan, kualitas air minum. ABTRACTIn accordance with the mandate of the Act that it is the responsibility of the government to plan, organize, organize, nurture, and oversee the implementation of health efforts that are equitable and affordable by the community. Therefore, in the regulation, the quality of drinking water that can be distributed to the public is in the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 492 / MENKES / PER / IV / 2010 on Water Quality Requirements. In the decree, it has also been explained that the supervision has been the responsibility of the Regency / City health office. Based on current cases, a problem arises about the provision of refill drinking water whose depots have also mushroomed among the community. The research method used is normative juridical normative law research. The approach uses legislation. Sources of data used are the 1945 Constitution, Law Number 9 Year 1999 on Consumer Protection, Law Number 36 Year 2009 on Health, Law Number 9 Year 2015 on the Second Amendment of Law Number 23 Year 2014 regarding Regional Government, and various laws related to water quality control. Sources of data are also taken from books and legal journals. The result of the research indicates that the supervisory form conducted by Minahasa Regency government on drinking water quality of drinking water drink business is not maximal. This is evident from the weak licensing system because there are still many DAMIUs operating today that do not have permits. In addition, the implementation of the Minahasa District Health Office did not work well. This can be seen from the number of DAMIU that do not have the Certificate of Hygiene Hygiene, where the certificate was obtained by conducting DAMIU water sampling periodically by the Minahasa District Health Office. It can be concluded that it is the responsibility of the Minahasa Regency government to supervise the drinking water quality of the Drinking Water Refill Depot both to the Minahasa District Health Office to the business actors.  Keywords: Responsibility, local government, supervision, drinking water quality.
PERJANJIAN ADAT DALAM MAPALUS RUMAH ETNIS TOUNSAWANG MINAHASA TENGGARA RELEVANSINYA SAAT INI Sondakh, Jemmy
LEX ET SOCIETATIS Vol 9, No 2 (2021): Lex Et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v9i2.35093

Abstract

Perjanjian adat dalam  mapalus pembangunan rumah masih dipraktikan masyarakat  etnis Tounsawang  di wilayah Tombatu Minahasa Tenggara  sampai sekarang ini .Perjajian adat mapalus rumah  sangat kuat  dan  unik    karena anggota  yang melanggar kewajiban  di hukum cambuk.   Tingkat kepatuhan anggota mapalus rumah   pada perjanjian  adat yang   sangat tinggi walaupun ada kosekwensi hukuman cambuk menyebapkan tradisi ini terus bertahan.  Permasalahan penelitian yaitu Bagaimana   spesifikasi perjanjian adat  Mapalus Rumah, dan   Bagaimana proses pembuatan  perjanjian pelaksanaan perjanjian dan  hukuman cambuk kalau terjadi wanprestasi  Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian dilakukan dengan  metode penelitian  Yuridis  normative yang terfokus pada perjanjian adat dan hukuman cambuk yang diterapkan didukung penelitian lapangan untuk analisis terkait dengan penerapan  perjanjian adat. .Sampel Penelitian yaitu  kelompok Mapalus rumah yang   tersebar di Kecamatan Tombatu khususnya desa Betelen, desa Tombatu I, II dan dipilih secara acak.  Hasil Penelitian menunjukan a). kekhususan  perjanjian  adat Mapalus Rumah adalah 1 bersifat utang piutang, 2  Comunal Agreement 3 memaksa, 4 kesetaraan dalam rumah, 5 termuat dalam anggaran dasar. b). Proses pembuatan perjanjian  Proses pembuatan  perjanjian 1,.kesepakatan bersama 2, disetujui Pemerintah desa dan kepolisian,3, penunjukan  dan pelantikan pengurus  yang 4,,penetapan perjanjian dalam  AD ART dirundingkan bersama sifat perjanjian ini tertutup dari campur tangan Kepolisian dan Pemerintah apabila hukuman akan dilaksanakan potensi perjanjian Mapalus Rumah harus dikembangkan karena sifat  Internalisation. c) Perjanjian adat ini sebagai potensi pemgembangan masyarakat  terkait dengan karakter  kerelaan untuk dicambuk merupakan bentuk kepatuhan hukum yang masih bertahan. Sebagai kesimpulan perjanjian adat Mapalus Rumah sangat unik dan bersifat spesifik yang mengandung unsur hutang piutang, komunalistik, kejujuran, keterbukaan dan memaksa. Sifat spesifik inilah yang merupakan keunggulan dari pada perjanjian adat karena aspek kejujuran yang dikembangkan dalam proses perjanjian. Kata kunci: perjanjian adat; mapalus rumah;
ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN HOTEL TERKAIT HAK GUNA RUANG ATAS TANAH DI KOTA MANADO Victor Trihart Paul Batubuaja; Jemmy Sondakh; Mercy Maria Magdalena Setlight
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 1 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.822 KB) | DOI: 10.31604/justitia.v9i1.589-603

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengkaji dan menganalisis pengaturan hukum hak guna ruang atas tanah (HGRAT) bangunan gedung hotel di Kota Manado, dan Untuk mengkaji dan menganalisis upaya pencegahan terhadap kerugian dalam kegiatan bisnis pembangunan hotel di Kota Manado. Metode Penelitian ini dilakukan terhadap asas hukum dan aturan hukum yang berlaku dan menganalisis kelebihan dan kelemahannya serta menganalisis harmonisasi antara aturan tersebut dengan aturan lain baik secara vertikal maupun horizontal sehingga tipe penelitian ini adalah tipe penelitian normatif yuridis. Hasil Penelitian Menunjukkan  dalam Pengaturan hukum hak guna ruang atas tanah (HGRAT) bangunan hotel di Kota Manado terdiri dari aturan umum, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), pasal 681 dikaitkan dengan penelitian ini maka berdasarkan hak dasar bangunan Hotel Manadodapat mencegah pembangunan yang peninggiannya menghalangi pemandangan laut yang merupakan keunggulan dari hotel Lagoon. Selanjutnya, pengaturan yang terkait lainnya terdiri dari aturan yang lebih khusus tentang bangunan gedung dan kebijakan peremerintah Kota Manado yang hanya sebatas mengatur tentang persyaratan administrasi penerbitan Izin Mendirikan Bangunan sebagai salah satu alas hak jika harus menempuh upaya hukum akibat kerugian dalam kegiatan bisnis.
LEGAL DISCRETION AND STATE RESPONSIBILITY TO REALIZE POLITICAL HUMAN RIGHTS LAW FOR FOREIGNERS WITHOUT DOCUMENTS Valent Pontororing; Ronald Mawuntu; Jemmy Sondakh; Caecilia Waha
Journal of the Community Development in Asia (JCDA) Vol 5, No 3 (2022): Journal of the Community Development in Asia (JCDA)
Publisher : AIBPM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.244 KB) | DOI: 10.32535/jcda.v5i3.1798

Abstract

The population living without documents in Indonesia continues to grow from year to year. Law No. 12 of 2006 concerning Citizenship and Immigration Law. Number has not provided a solution regarding their residence permit status and citizenship.Problems that arise the number of people who are settlers without documents increases, especially if they have mixed marriages with Indonesians. The handling so far that has been carried out by the government is only unclear and tends to ignore the problem of how the state's discretion and responsibility towards foreign citizens are without documents. By using normative research methods, research is carried out. The results of the study a. the immigration office's discretion regarding the status of foreigners without documents is unclear. b. The state is not responsible for the status and existence of foreign citizens without documents by neglecting their civil rights status c. Politics of protecting human rights against foreign nationals without documents are unclear until now. Keywords: Foreign Citizens Without Documents, Discretion, and Immigration
The Right to Life Based on Human Rights Principles: A Normative Study of the Death Penalty in Indonesia Doortje Durin Turangan; Emma V.T. Senewe; Wempie Jh. Kumendong; Jemmy Sondakh
Journal of the Community Development in Asia (JCDA) Vol 4, No 2 (2021): Journal of The Community Development in Asia (JCDA)
Publisher : AIBPM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.45 KB) | DOI: 10.32535/jcda.v4i2.1095

Abstract

The right to life is the absolute right of every person and is included in the category of rights that cannot be reduced. Indonesia is one of the countries that still maintains and recognizes the legality of the death penalty as a way to punish the perpetrators of certain criminal acts such as narcotics, terrorism, and murder crimes despite the pros and cons. This study aims to investigate the regulation of the right to life against the death penalty in Indonesia, the construction of the death penalty law from human rights viewpoint, and the judge's consideration in imposing the death penalty associated with the principles of human rights. This study used a qualitative normative juridical approach by referring to the legal norms in statutory regulations and norms of the society. The findings highlight that the early existence of the death penalty in Indonesia is legally regulated in the Criminal Code, most of which are from the Netherlands, namely WvS (Wetboek van Strafrecht).
The Court Ruling Regarding Gender Change in Human Rights Law Fernando J. M. M. Karisoh; Caecilia J. J. Waha; Jemmy Sondakh; Emma V. T. Senewe
Journal of the Community Development in Asia (JCDA) Vol 4, No 3 (2021): Journal of The Community Development in Asia (JCDA)
Publisher : AIBPM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.673 KB) | DOI: 10.32535/jcda.v4i3.1183

Abstract

The phenomenon of gender change in Indonesia shows that many people want to change their gender. This study aims to examine and analyze legal arrangements in the field of human rights regarding gender change, the implementation of court decisions in Indonesia regarding gender change and the effect of the formation of laws and regulations that specifically regulate gender change on court decisions in Indonesia. Normative research carried out by means of law, conceptual and case approaches. The results showed international agreements and national legislation have not specifically regulated gender change. The court ruling is based on consideration of the results of the medical examination and legal considerations. The establishment of legislation in particular can strengthen court ruling.
The Existence of Nedosa Customary Offence in the Sangihe Community Related to the Development and Renewal of the National Criminal Law Michael Barama; J. Ronald Mawuntu; Caecilia J. J. Waha; Jemmy Sondakh
Journal of The Community Development in Asia Vol 5, No 1 (2022): Journal of The Community Development in Asia (JCDA)
Publisher : AIBPM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.516 KB) | DOI: 10.32535/jcda.v5i1.1393

Abstract

The purpose of this research is to conduct an analysis and study related to how the existence of the Nedosa offense as a Sangihe customary crime and how this offense is included in the renewal of the national criminal law. The prohibition of Nedosa is still existed nowadays and is obeyed by the community and traditional leaders, the settlement is still using customary law methods even though the judicial system has been implemented by the general court. By using a normative juridical research method that focuses on the study of documents and legal materials, both laws and customary decisions are found to be (1) Judiciary, using Law No. 1 Drt/1951 concerning Provisional Measures to Organize Unitary Powers and Procedures for Civil Courts. (2) The case of Donor or “Blood Pollution” (Delik Nedosa) is a unique crime that only exists in the Sangihe Talaud Customary Rules. Both 1917 and 1932 customary rules as well as the 1951 declaration stated that marriage is forbidden between people whose families are in a straight line up and down, cousins, and siblings. The maximum penalty is 5 years in prison. Therefore, the role of the Nedosa offense is very important in the customary law which is still respected and obeyed by the Sangihe Talaud community today. Nedosa's offense is wider than Zinah in the Criminal Code because this offense is related to religion and the perpetrator will be thrown into the sea.