Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

PERGESERAN KEKUASAAN BANGSAWAN JAWA INDONESIA: SEBUAH ANALISIS WACANA KRITIS Arimi, Sailal
Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol 10, No 2 (2008)
Publisher : P2KK LIPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.345 KB) | DOI: 10.14203/jmb.v10i2.214

Abstract

Adopting Critical Discourse Analysis (CDA) approach, this paper offers a model of sociolinguistic study on identity of power in the case of Javanese local gentry (nobleman). The analysis strongly confirmed Soemardjan’s (1981) thesis that the Javanese local gentry did not any longer hold powers of economy and politics towards their people. Their power has shifted to the unpowerful area of culture. Such power shift has given an impact to breaking traditional structure of Javanese society. A conclusion drawn from the analysis undoubtedly proposes a critical thesis that the structure of Javanese society as argued by Koentowijoyo (2004) as consisting of the Sultanate, priyayi (local gentry), and kawula (the people) should have been reconsidered. In this paper, I propose that the modern structure of Javanese society should consist of only the Sultanate and the people. Until this time, the Sultan does still play his role as administration.
Perspektif dan Frame Ekspresi Permintaan Maaf dalam Diskusi Indonesian Lawyers Club “50 Tahun G30S/PKI, Perlukah Negara Minta Maaf?”: Kajian Linguistik Kognitif: Perspective and Frame on the Expression of Apology in Indonesian Lawyers Club Discussion “50 Tahun G30S/PKI: Perlukah Negara Minta Maaf?” : A Cognitive Linguistic Studies Imam Musyayyab; Sailal Arimi
Jurnal Bastrindo Vol. 1 No. 2 (2020): Edisi Desember 2020
Publisher : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jb.v1i2.48

Abstract

Abstrak: Pidato kepresidenan pada HUT RI ke-70 menuai kontroversi. Sebagian masyarakat berasumsi bahwa negara akan meminta maaf kepada para “korban” pelanggaran HAM yang merujuk kepada pihak Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 29 September 2015, Indonesian Lawyers Club (ILC) menggelar diskusi dengan tema “50 Tahun G30S/PKI: Perlukah Negara Minta Maaf?” untuk menanggapi isu tersebut. Saat diskusi berlangsung, para tamu undangan saling tunjuk pihak yang seharusnya meminta maaf. Akibatnya, banyak sudut pandang yang membiaskan subjek yang seharusnya meminta maaf. Peneliti menelusuri fenomena ini lewat kajian Linguistik Kognitif untuk membongkar perspektif dan latar belakang pengetahuan (frame) permintaan maaf. Peneliti mentranskripsikan data dengan menggunakan metode simak teknik sadap dan catat. Setelah itu, peneliti mengklasifikasi dan menganalisisnya dengan metode padan. Hasilnya, perspektif mengenai wacana permintaan maaf terwujud dengan adanya pengutamaan (subjek) dari setiap ekspresi kebahasaan, yaitu perspektif dengan subjek pihak keluarga dan terduga PKI, perspektif dengan subjek pihak TNI AD, dan perspektif dengan subjek pihak NU dan Muhammadiyah. Peneliti mengklasifikasikan frame, pengetahuan yang melatari terbentuknya sebuah konsep, menjadi tiga frame yang berbeda berdasarkan waktunya, yaitu waktu sebelum peristiwa G30S (pihak NU dan Muhammadiyah), saat terjadi peristiwa G30S (pihak TNI AD), dan setelah peristiwa G30S (pihak keluarga dan terduga PKI). Abstract: The Presidential Speech at the 70th Indonesian Independence Day caused a controversy. Some people assumed that the state would apologize to the victims of the human rights violations mentioning the Indonesian Communist Party (PKI). On 29 September 2015, the Indonesian Lawyers Club (ILC) held a discussion bringing up the theme “50 Tahun G30S/PKI: Perlukah Negara Minta Maaf?” to respond to the issue. During the discussion, the invited guests pointed to each others who should apologize. The researchers investigate this phenomenon with Cognitive Linguistic studies to reveal perspectives and beckground knowledge (frames) of apologies. The researchers transcribed the data using the observation method of tapping and note-taking techniques. After that, the researchers classified and analysed using the matching method. Based on the analysis carried out, perspective on apologies are manifested by the prioritisation (subject) of each linguistic expression, i.e., perspectives with the subject of the family and suspected PKI, perspective with the subject of the Army (TNI), and perspective with the subjects of the NU and Muhammadiyah. In this study, the researchers classified three different frames, the knowledge behind the formation of a concept, based on the time, namely the time before the G30S incident (the NU and Muhammadiyah parties), the time of G30S event (TNI), and after the G30S (PKI family and suspected PKI).
KOGNISI ORANG INDONESIA TERHADAP KETERLAMBATAN: KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF Icuk Prayogi; Sailal Arimi
Diglosia : Jurnal Pendidikan, Kebahasaan, dan Kesusastraan Indonesia Vol 4, No 2 (2020): Agustus
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.422 KB)

Abstract

Keterlambatan adalah kejadian yang cukup populer di Indonesia, bukan hanya satu dua kejadian sehingga disebut fenomena, melainkan kejadian yang kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari orang Indonesia sehingga bisa disebut sebagai kebiasaan meskipun tidak semua orang atau sebagian besar orang selalu terlambat. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan mengungkapkan kognisi orang Indonesia terhadap keterlambatan. Agar dapat menjawab permasalahan dengan komprehensif, penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yakni survei dan korpus bahasa. Data dari kedua metode tersebut kemudian dideskripsikan dan diinterpretasi dalam kaitannya dengan literatur yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang Indonesia mempunyai persepsi yang cenderung negatif terhadap keterlambatan Meskipun demikian, pada praktiknya keterlambatan adalah hal yang lumrah terjadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penutur bahasa Indonesia lebih peduli pada keharmonisan hubungan personal dan sosial daripada kemoderenan yang tersistem seperti waktu.Kata kunci: keterlambatan, survei, korpus, kognisi, waktu Unpunctuality is a notorius concept or lifestyle in Indonesia; it is not only a phenomenon, but it also happens pretty frequently in everyday life (albeit not everyone is always late) that it becomes a habit. This study aims to examine the actual cognition of Indonesian towards unpunctuality. This study employs two approaches, namely survey and corpus. The data were then analyzed descriptively and interpreted in relation to other relevant literature. The results of the study show that Indonesian people tend to perceive unpunctuality negatively. However, unpunctuality is something that commonly and normally happens in daily life of Indonesians. It seems that Indonesians are more concerned with the harmony of personal and social relations rather than systemized modernity concept like time.Keywords: unpunctuality, survey, corpus, perception, time
PARODY: A MEMORY MACHINE OF MODERNIZING PROVERBS Sailal Arimi
Humaniora Vol 17, No 1 (2005)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (869.841 KB) | DOI: 10.22146/jh.828

Abstract

Tulisan ini merupakan sebuah kajian interteks dalam kerangka analisis struktural fungsional . Ide yang disajikan dalam karangan ini secara sederhana menunjukkan bahwa parodi, sebuah instrumen bahasayang ampuh secarasemiotis, mampu mengemukakan kembali peribahasa Idasik dalam repertoire-ingatan yang modern, aktual, dan dekat dengan kebutuhan pengetahuan kontemporer. Bagaimana parodi-peribahasa ini bekerja secara struktural dan fungsional untuk memodernisasikan ide kearifan yang terkandung dalam peribahasa itu telah memungkinkan parodi ini menjadi mesin ingatan yang berperan sebagai terapi kebahasaan .
Kategorisasi atas Kata Bread, Pastry, Cake, Biscuit, dan Cookie dalam Pikiran Orang Jawa Jihan Riza Islami; Sailal Arimi
SUAR BETANG Vol 17, No 1 (2022): June 2022
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v17i1.328

Abstract

The purpose of this study is to describe the categorization of bread, pastry, cake, biscuit, and cookies in the minds of the Javanese. The study was conducted using a questionnaire given to 135 people using the snowball sampling technique. To achieve this goal, the first step is to register or take an inventory of the lexicon of five foods in Javanese that emerged from the respondents' responses and record the information related to them. Furthermore, an analysis of the lexicon from the inventory is carried out. From the results of data analysis, it is known that the Javanese categorize the five foods prototypically, perceptually, and conceptually, and there are two categorization models, namely the Idealized Cognitive Model (ICM) and the metonymic model. AbstrakTujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kategorisasi bread, pastry, cake, biscuit, dan cookie dalam pikiran orang Jawa. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 135 orang menggunakan teknik snowball sampling. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah pertama yang dilakukan ialah mendaftar atau menginventarisasi leksikon kelima makanan tersebut dalam bahasa Jawa yang muncul dari tanggapan responden dan mencatat informasi yang berkaitan dengannya. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap leksikon hasil inventarisasi tersebut. Dari hasil analisis data diketahui bahwa orang Jawa mengategorikan kelima penganan tersebut secara prototipikal, perseptual, konseptual, dan terdapat dua model kategorisasi, yaitu Model Kognitif Ideal (ICM) dan model metonimik.
Pendampingan Pendokumentasian Bahasa: Kata-Kata Bijak Bahasa Wolio dan Istilah Maritim Bahasa Kaera Suhandano Suhandano; I Dewa Putu Wijana; Sailal Arimi
Bakti Budaya: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Vol 5 No 1 (2022): 2022: Edisi 1
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/bakti.4077

Abstract

Indonesia is known as the country with the most living language assets in the world after Papua New Guinea. However, one-third of the 718 indigenous languages in Indonesia are vulnerable and even threatened with extinction. Most of these languages are spoken in the central and eastern parts of Indonesia. Regarding efforts to protect, preserve and develop these vulnerable languages, the team of Program Studi Magister Linguistik, FIB, UGM took the initiative to provide language documentation assistance to the researchers and people in the Language Office (KB) of Nusa Tenggara Timur and the Language Office (KB) of Sulawesi Tenggara. Such facilitating and mentoring methods that were conducted include: firstly, observing and mapping the language aspects from the existing languages in NTT and Sultra to be decisively documented, secondly, model of providing assistance for documentation efforts, and thirdly, the writing form of documentation. After completing the facilitating and mentoring processes, it was expected that the researchers and documentation increased their passions and motivation in documenting the language aspects, their theoretical and methodological capacity in language documenting activities, and the number of documented languages. Besides, there was an increase of cooperation between Kantor Bahasa NTT and Sultra with Program Studi Magister Linguistik UGM. The results of this community service at the Language Office in NTT and Sultra show some completed activities i.e., (1) the identification of the legal basis for documenting the languages and mapping the potential language in NTT and Sultra to be documented, (2) the decision to document the linguistic aspects of maritime terms of the Kaera language in NTT, and words of wisdom or traditional expressions in Wolio language in Sultra, (3) the increase in the capacity of mentoring functions such as facilitating, presenting, feedback responding, delegating, participating, and inferencing, and (4) in addition to improving the ethics of mentoring, the teams worked together in terms of equality, cooperation and working together, and sustainability. ==== Indonesia dikenal sebagai negara dengan aset kekayaan bahasa terbanyak di dunia setelah Papua Nugini. Namun demikian, sepertiga dari 718 bahasa daerah di Indonesia itu mengalami kerentanan bahkan ancaman kepunahan. Kebanyakan bahasa itu berada di wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Sebagai upaya pelindungan, pelestarian, dan pengembangan bahasa yang rentan ini, Tim Pengabdian Prodi Magister Linguistik berinisiatif melakukan pendampingan pendokumentasian bahasa terhadap tim KB di Nusa Tenggara Timur dan KB Sulawesi Tenggara. Metode pendampingan yang dilakukan adalah, pertama, menyangkut penjajakan atau pemetaan aspek kebahasaan yang perlu didokumentasikan oleh tim KB NTT dan KB Sultra; kedua, model pendampingan terhadap upaya pendokumentasian; dan ketiga, wujud penulisan hasil pendokumentasian. Setelah mengikuti proses pendampingan, diharapkan muncul peningkatan gairah dan motivasi pendokumentasian bahasa bagi para peneliti di dua KB tersebut, di samping peningkatan pengetahuan teoretis dan metodologis di bidang linguistik, peningkatan jumlah aspek bahasa yang didokumentasi, serta peningkatan kerja sama antarlembaga bahasa tersebut bersama Program Studi Magister Linguistik UGM. Hasil dari pengabdian pada Kantor Bahasa di NTT dan Sultra ini menyangkut beberapa pokok kegiatan, yaitu teridentifikasinya landasan hukum dan potensi bahasa di NTT dan Sultra terkait dokumentasi bahasa, diputuskannya aspek kebahasaan yang didokumentasi adalah istilah maritim bahasa Kaera di NTT dan kata-kata bijak atau ungkapan bahasa Wolio di Sulawesi Tenggara, dan terjadinya peningkatan kapasitas fungsi pendampingan seperti pemfasilitasian (facilitating), pemaparan (presenting), pemberian umpan balik (feedback responding), pewakilan tim (delegating), pengerjasamaan (participating), dan pengambilan kesimpulan (inferencing), di samping peningkatan etika pendampingan, yaitu kesetaraan, kerja sama, dan sama-sama bekerja, serta keberlanjutan.
Dominasi Maskulin dalam Akronim Pornografis Aditya Wicaksono; Sailal Arimi
Deskripsi Bahasa Vol 3 No 2 (2020): 2020 - Issue 2
Publisher : Department of Languages and Literature, Faculty of Cultural Sciences, UGM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (967.822 KB) | DOI: 10.22146/db.v3i2.4087

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk, makna, dan dominasi maskulin dalam akronim pornografis. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik, khususnya kajian bahasa dan gender. Data penelitian diperoleh di dalam media sosial twitter. Hasil penelitian ini adalah (1) bentuk akronim pornografis di twitter antara lain berupa, akronim tiga kata, akronim suku kata awal dengan suku kata awal, akronim suku kata awal dengan suku kata akhir, dan akronim dengan kata metatesis, campur kode ke dalam (bahasa Indonesia dengan bahasa daerah), campur kode ke luar (bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris), bahasa prokem, dan bahasa Inggris. (2) Makna akronim pornografis mengalami perluasan dari makna-makna leksikal yang menjadi unsur pembentuk akronim. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor di luar bahasa yang menjadi konteks pornografi, seperti foto dan video. (3) Dominasi maskulin dalam akronim pornografi dapat dilihat dari gender maskulin menciptakan dan mengembangkan pembentukan akronim pornografis, yang dapat dilihat berdasarkan frekuensi laki-laki membicarakan topik pornografi lebih besar dibandingkan perempuan. Lalu, terdapat pula kekerasan simbolik terhadap gender feminin karena berdasarkan referen akronim pornografi, feminin memiliki presentase lebih besar dibandingkan dengan maskulin, sehingga feminin dijadikan sebagai objektivikasi dalam pembentukan akronim pornografis.
Semantic of Banjarese Prepositions: Cognitive Semantics Noor Amalia Utami; Sailal Arimi
Deskripsi Bahasa Vol 4 No 2 (2021): 2021 - Issue 2
Publisher : Department of Languages and Literature, Faculty of Cultural Sciences, UGM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1093.984 KB) | DOI: 10.22146/db.v4i2.4732

Abstract

Spatial system is fundamental in any language. This makes each language has spatial system which in some extent distinctive one another. Study of spatial system commonly found within cognitive linguistics area which takes preposition as object of study as the present research does. Banjarese, as one of local languages in Indonesia, indicates a unique spatial system by having particular spatial particles. Data collection is based on the questionnaire where the respondents are 153 native Banjareses. The result shows that Banjarese have eight spatial prepositions which classified into three categories based on the vector direction. Preposition di, where it is used excessively, is a placement preposition where there is no movement in the configuration. On the other hand, source and goal directive preposition carry vector from and toward the LM respectively. Source-directive prepositions are di, dari, matan, and pada. Meanwhile, goal-directive prepositions are ka, taka, baka, and ampah. Particular spatial expression such as hulu (upstream), hilir (downstream), laut (sea), and darat(land) are found generated from river life. All these four spatial particles are based on river stream direction. Hulu and hilir take horizontal relation toward river while laut and darat are perpendicular to river line that extends further or nearby toward river.
A Conceptual Metaphor on the Expression of Apology: A Case Study of the Indonesian Lawyers Club Discussion (A Cognitive Linguistic Study) Imam Musyayyab; Sailal Arimi
LingPoet: Journal of Linguistics and Literary Research Vol. 3 No. 2 (2022): LingPoet: Journal of Linguistics and Literary Research
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/lingpoet.v3i2.8890

Abstract

In general, apology used as a way to improve relations between individuals. However, in certain contexts, apology can be used as a political tool that has tendencies based on interests, especially group interests. This is illustrated by the expression of invited guests in the Indonesian Lawyers Club (ILC) discussion with the theme "50 Tahun G30S/PKI: Perlukah Negara Minta Maaf?" which is the object of study in this study. In this research, the researchers use Cognitive Linguistic approach to explore concepts and conceptual metaphors of apology. The researchers use the method of referring to the tapping technique and note to transcribe data which is then classified and analyzed using the matching method. Based on the analysis carried out, conceptually, apologies are understood as a way to calm the feelings of the interlocutor in order to create a more comfortable atmosphere in relations between speakers. In searching for conceptual metaphors, the researchers discover the concept +PERMINTAAN MAAF+ is understood as another concept, some concepts refer to objects, those that refer to abstract entities.
SIKAP PENILAIAN DALAM NASKAH PERKARA NOMOR 103/PUU-XVIII/2020 TENTANG CIPTA KERJA: KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK I Putu Ari Putra Maulana; Sailal Arimi
Metahumaniora Vol 12, No 2 (2022): METAHUMANIORA, SEPTEMBER 2022
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v12i2.40816

Abstract

Penelitian ini mendeskripsikan sikap penilaian pasal-pasal yang menjadi judicial review dengan perkara nomor 103/PUU-XVIII/2020 tentang uji formal dan materiel, Bab IV bidang ketenagakerjaan, undang-undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Terdapat enam pasal yang diajukan judicial review di MK. Data dianalisis menggunakan teori appraisal dari Martin & White (2005). Teori ini digunakan guna mendeskripsikan pesan verbal pada pasal-pasal yang menjadi judicial review. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dan interpretatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keenam pasal yang menjadi judicial review didominasi oleh perangkat penilaian moral (moral judgement) lebih dominan bersifat positif (praise) dan disampaikan secara tidak langsung (indirect), sedangkan penilaian pribadi (personal judgement) lebih dominan bersifat negatif (criticize) yang disampaikan secara langsung (direct). Hal tersebut menggambarkan keenam pasal pada Bab IV bidang ketenagakerjaan memiliki wilayah makna yang merujuk pada sikap pembuat, perumus, dan pihak-pihak yang hadir dalam proses penyusunan berorientasi pada penilaian pribadi (personal judgement). Tiga data menunjukkan penilaian pribadi (personal judgement) karena tidak disertai landasan hukum yang jelas. Leksis yang digunakan cenderung multitafsir dan kurang tepat. Tiga data lainnya menunjukkan penilaian moral (moral judgement) karena memiliki dasar hukum yang jelas dan leksis yang digunakan tepat. Dari hasil analisis ditemukan pola sikap yang terbentuk dari keenam pasal yang menjadi judicial review antara lain: 1). Sikap penilaian sanksi sosial proprietas negatif; 2). Sikap penilaian penghargaan sosial tenasitas negatif; 3). Sikap penilaian penghargaan sosial kapasitas negatif; 4). Sikap penilaian penghargaan sosial tenasitas negatif; 5). Sikap penilaian penghargaan sosial tenasitas positif; 6). Sikap penilaian sanksi sosial verasitas positif. Pola sikap tersebut menunjukkan bagaimana keenam pasal tersebut belum sepenuhnya mencerminkan proses yang partisipatif dan memenuhi prinsip kehati-hatian, khususnya dalam masyarakat yang demokratis dalam konteks negara hukum (rule of law).