p-Index From 2019 - 2024
0.882
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Indonesian Notary
Arsin Lukman
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Akta Jual Beli Berdasarkan Akta Kuasa Mutlak Sebagai Pengikat Perjanjian Hutang Piutang Ghina Ghina Putri; Ismala Dewi; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 3, No 3 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (292.508 KB)

Abstract

Kuasa mutlak dalam pemindahan hak atas tanah adalah dilarang, hal ini berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Penggunaan kuasa mutlak merupakan suatu penyelundupan hukum penguasaaan atas tanah. Salah satu kasus penggunaan kuasa mulak yaitu kuasa mutlak digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang yang kemudian dijadikan dasar pembuatan akta jual beli, hal ini terjadi di Purwokerto. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pembuatan akta jual beli dengan dasar kuasa mutlak dan pertanggungjawaban PPAT terkait akta jual beli yang didasari kuasa mutlak perlindungan terhadap pihak yang kehilangan hak atas tanahnya akibat dari peralihan hak atas tanah dengan dasar kuasa mutlak. Untuk menjawab permasalahan tersebut metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini melalui studi dokumen atau studi kepustakaan yang didapat dari berbagai sumber pengaturan yang berlaku di Indonesia. Bagian akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa kuasa mutlak yang digunakan sebagai pengikat perjanjian hutang-piutang merupakan suatu penyelundupan hukum dan penyalahgunaan keadaan, hal ini karena pemindahan hak atas tanah dengan kuasa mutlak adalah dilarang dan kedudukan debitur lebih rendah daripada kreditur, dimana debitur akan menuruti permintaan kreditur menandatangani kuasa mutlak tersebut. PPAT yang membuat akta jual-beli dengan dasar kuasa mutlak tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban baik secara administrasi maupun perdata Kata kunci: kuasa jual, kuasa mutlak, akta jual-beli
Keberlakuan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 Berdasarkan Teori Perundang-Undangan Grace Monika Harijanto; Yuli Indrawati; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.098 KB)

Abstract

Artikel ini membahas mengenai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik yang mulai diberlakukan pada tahun 2020 dan menjadi landasan penyelenggaraan hak tanggungan elektronik. Penyelenggaraan hak tanggungan elektronik saat ini masih belum sempurna dan regulasi yang tersedia masih belum konsisten. Permasalahan di dalam penelitian adalah mengenai pengaturan Hak Tanggungan Elektronik dalam Peraturan Menteri ATR/KBPN No 5 Tahun 2020 ditinjau berdasarkan teori peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis penelitian ini adalah keberadaan Peraturan Menteri ATR/KBPN No 5 Tahun 2020 kurang memadai dan tidak sesuai dengan teori peraturan perundang-undangan dan pemberlakuannya kurang tepat karena mengalami konflik hukum dengan UUHT sebagai peraturan perundang-undangan yang melandasi hukum jaminan mengenai hak tanggungan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang perlu mempertimbangkan produk hukum yang lebih pasti yaitu peraturan pemerintah agar tidak terjadi inkonsistensi hukum. Pihak yang merasa terdampak dan dirugikan dengan ditetapkan peraturan menteri tersebut dapat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Agung atau juga dengan mediasi kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kata Kunci : Hak Tanggungan Elektronik, Teori Perundang-undangan
Pewarisan Hak Prioritas Atas Hak Guna Bangunan Yang Sudah Habis Jangka Waktunya (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1771 K/Pdt/2019) Salsabila .; Arsin Lukman; Akhmad Budi Cahyono
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.333 KB)

Abstract

HGB yang sudah kedaluwarsa seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai objek warisan. Namun dalam beberapa putusan pengadilan, seperti contohnya dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 1771 K/Pdt/2019, Majelis Hakim justru menetapkan objek sengketa, yang merupakan tanah bersertipikat HGB kedaluwarsa, sebagai harta warisan bersama yang belum dibagi di antara para ahli waris. Keputusan tersebut diambil karena hukum tanah nasional kita mengenal adanya hak prioritas, yakni hak untuk didahulukan dalam mengajukan permohonan hak atas tanah baru ke Kantor Pertanahan. Selama tanah masih dibutuhkan, hak itu melekat pada bekas pemegang haknya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai ketentuan pewarisan hak prioritas; serta prosedur peralihan hak prioritas tersebut beserta derivatifnya kepada para ahli waris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Tipologi penelitiannya merupakan penelitian problem-identification. Hasil penelitian yang didapat adalah ketentuan mengenai hak prioritas ini didasarkan pada Pasal 5 KEPPRES 32/1979. Dari Pasal tersebut diketahui bahwa urutan penerima hak prioritas adalah 1) bekas pemegang hak dan apabila tidak ada, maka diberikan kepada 2) rakyat yang menduduki. Pada dasarnya hak prioritas tidak dapat beralih atau dialihkan dengan cara apa pun termasuk pewarisan. Namun dalam praktiknya, apabila pemegang hak meninggal dunia, Pemerintah melalui Kantor Pertanahan dapat memberikan hak prioritas kepada ahli warisnya, dengan syarat para ahli waris tersebut sudah menguasai tanah sejak lama dan sungguh-sungguh menginginkan tanah tersebut. Prosedur yang dilakukan oleh ahli waris adalah permohonan hak atas tanah. Supaya dapat timbul kepastian hukum bagi masyarakat, Pemerintah diharapkan dapat membuat aturan secara eksplisit mengenai ketentuan hak prioritas ini.Kata kunci: HGB, Kedaluwarsa, Hak Prioritas
Pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pembuatan Akta Hibah Yang Sebelumnya Telah Dihibahkan Berdasarkan Hukum Adat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 3/PDT.G/2020/PN.Bla) Gista Latersia; R. Ismala Dewi; Arsin Lukman
Indonesian Notary Vol 4, No 1 (2022): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.428 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Blora Nomor 3/Pdt.G/2020/PN.Bla terkait penghibahan atas tanah dari Almarhum Tuan RU kepada anak-anaknya, diantaranya Nyonya SU dan Tuan SR, yang dilakukan tanpa di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) melainkan secara adat di hadapan kepala desa.  Selain itu, PPAT EE kemudian membuat akta hibah dari Almarhum Tuan RU yang dalam kondisi stroke kepada Nyonya SU atas tanah milik Tuan SR yang telah dihibahkan ayahnya kepada Tuan SR secara adat berdasarkan permintaan Nyonya SU. Pokok permasalahannya yaitu (i) mengenai keabsahan pembuatan akta hibah dan pelaksanaannya; dan (ii) mengenai pertanggungjawaban PPAT dalam pembuatan dan pelaksanaan akta hibah. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan yaitu yuridis normatif. Data yang digunakan yaitu data sekunder. Hasil penelitian adalah (i) pemberian hibah berdasarkan hukum adat adalah sah apabila memenuhi persyaratan bahwa penyerahannya harus terang dan tunai; (ii) pertanggungjawaban PPAT atas akta hibah yang keberlakuannya dibatalkan oleh pengadilan yaitu secara (a) pidana jika terbukti melakukan pemalsuan akta otentik; (b) perdata karena PPAT tidak memberikan keterangan tentang suatu hukum tertentu yang relevan dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak merasa dirugikan; (c) administratif karena PPAT melanggar aspek formal pembuatan akta PPAT. Sosialisasi kepada masyarakat atas pentingnya peran PPAT dalam hibah tanah dan pendaftaran atas perubahan data perlu dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. PPAT diharapkan (i) meminta surat pernyataan dari penghibah bahwa tanah tidak pernah dialihkan sebelumnya; dan (ii) meminta penetapan pengadilan terkait hibah yang akan dilakukan jika penghibah tidak cakap untuk membuat akta hibah guna menimalisir terjadinya permasalahan. Kata Kunci: pejabat pembuat akta tanah, hibah, adat 
Ratio Decidendi Kasus Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Yang Tidak Dibacakan Oleh Ppat Karena Berdasarkan Blangko Kosong (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2721 K/PDT/2017) Fasya Yustisia; Arsin Lukman; Abdul Salam
Indonesian Notary Vol 3, No 1 (2021): Indonesian Notary
Publisher : Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.906 KB)

Abstract

Praktek pembuatan akta jual beli tanah menggunakan blangko kosong merupakan kelalaian PPAT karena berkaitan dengan tidak dibacakannya akta tersebut oleh PPAT kepada para pihak. Kasus tersebut dapat menyeret PPAT sebagai pihak pembuat akta ke dalam Pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Penelitian ini membahas mengenai permasalahan pertimbangan hakim dalam memberikan putusan terhadap pertanggungjawaban PPAT dalam membuat akta jual beli tanah berdasar blangko kosong karena PPAT sebagai pejabat pembuat akta autentik erat kaitannya dengan Notaris padahal kewenangan keduanya berbeda sehingga hakim harus menggunakan dasar hukum peraturan yang tepat serta membahas mengenai pertanggungjawaban PPAT yang membuat akta jual beli tanah menggunakan blangko kosong tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam memutuskan perkara mengenai akta jual beli menggunakan blangko kosong pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2721K/Pdt/2017, Mahkamah Agung secara garis besar hanya menguatkan putusan-putusan sebelumnya, tidak melakukan perbaikan terhadap dasar hukum yang digunakan padahal pada kasus ini Pengadilan Negeri kurang tepat menggunakan dasar hukumnya yakni UUJN karena pembuatan akta jual beli tanah merupakan kewenangan dari PPAT bukanlah Notaris. Tanggung jawab yang dapat dikenakan pada PPAT atas perbuatannya adalah tanggung jawab secara perdata dalam bentuk ganti rugi atas dasar perbuatan melawan hukum dan juga pertanggungjawabannya secara administratif dan pidana. Kata kunci: akta jual beli tanah, blangko kosong, ratio decidendi.