Ria Delta
Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PENETAPAN TERSANGKA PELAKU PENJUALAN BIBIT BENUR SECARA ILEGAL (Studi Pada Unit Penegakan Hukum Dit Polairud Polda Lampung) Ria Delta; Tian Terina; Andi Setiawan
Audi Et AP : Jurnal Penelitian Hukum Vol 1, No 02 (2022): Audi Et AP : Jurnal Penelitian Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.519 KB) | DOI: 10.24967/jaeap.v1i02.1680

Abstract

Banyak kasus penjualan bibit benur secara illegal yang berhasil diungkap oleh Dit Polairud Polda Lampung selama tahun 2021, Salah satunya terjadi di Desa Sumber Agung Kecamatan Ngambur Kabupaten Pesisir Barat. Penanganan perkara ini sangat berbeda sekali dengan penanganan tindak pidana umum. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur penetapan tersangka pelaku penjualan bibit benur secara illegal dan apa saja faktor penghambat dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikannya. Metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan yuridis, normatif dan empiris, data yang digunakan adalah data skunder dan data primer, studi yang dilakukan adalah studi kepustakaan dan studi lapangan dengan melakukan wawancara langsung. Analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, Pelaku M tertangkap tangan di dalam rumah pelaku pada saat sedang mengumpulkan dan pengepakan bibit benur. Pelaku melakukan tindak pidana perikanan melakukan kegiatan jual beli bibit benur yang tidak memiliki SIUP. Dalam proses penyidikan sudah ditemukan 4 alat bukti yang sah. Kasus ini tidak dibutuhkan proses gelar perkara karena proses penangkapan pelaku adalah tertangkap tangan. Pada proses penangkapan pelaku mengalami hambatan yang mana warga sekitar menghalangi Tim Intel Unit Penegakan Hukum Dit Polairud utuk membawa pelaku. dan waktu penyidikan sangat singkat hanya 20 hari dan perpanjangan 10 hari.
Penghapusan Sifat Melawan Hukum Materiil Dalam Tindak Pidana Korupsi Qadhi Muttaqien Sengaji; Ria Delta; Tian Terina
VIVA THEMIS Vol 1, No 2 (2018): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/vt.v1i2.701

Abstract

Corruption in Indonesia is regulated in Law Number 31 of 1999 concerning Corruption Crime as amended by Law Number 20 Year 2001 concerning Amendment to Law Number 31 of 1999. In corruption cases after the Decision of the Constitutional Court (MK) Number 003 / PUU-IV / 2006 dated July 24, 2006, the nature of violating the material law in the Explanation of Article 2 paragraph (1) of the PTPK Law has been abolished or in other words does not have binding legal force. The Constitutional Court considers that the explanation of Article 2 paragraph (1) is contrary to the 1945 Constitution, because it creates legal uncertainty. The Constitutional Court views that Article 28 D paragraph (1) recognizes and protects citizens' constitutional rights to obtain guarantees and definite legal protection. The problems that will be examined are: how are the legal consequences of abolishing the material against the law in not corruption in Indonesia and how the judges' decisions and judgments in deciding to abolish the material against the law in the corruption case in the Constitutional Court Decision Number 003 / PUU-IV / 2006.The type of research in this paper is descriptive research. The approach method used in this study is a normative juridical approach and an empirical juridical approach. The types of data used are primary data and secondary data. Procedure for collecting and processing data through library studies and field studies by means of interviews. As well as in this study the researcher used qualitative data analysis.The results of the findings in this study are that the legal consequences of abolishing the material against the law in not corruption in Indonesia are limiting the movement of prosecutors in conducting investigations into corruption and giving corruptors the freedom to commit corruption because they can only be convicted if they can be proven committing a criminal act of corruption. Decisions and judges' judgments in deciding to abolish the material unlawfulness in corruption cases in the Constitutional Court Decision Number 003 / PUU-IV / 2006 only focus on legal certainty, and override other legal objectives such as justice and benefit of the law and do not consider values values and norms of life that grow in the community.
TINJAUAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM (Studi Kasus Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016) Muhammad Hidayat; Ria Delta; Ino Susanti
VIVA THEMIS Vol 2, No 2 (2019): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/vt.v2i2.774

Abstract

AbstrakPeninjauan kembali adalah upaya hukum peraturan kuhap luar biasa berdasarkan pasal 263-269. Pasal 263 ayat (1) menyatakan bahwa pemeriksaan adalah untuk terpidana atau ahli warisnya, namun ada sebagian uji materi yang diajukan oleh penuntut umum atau pengorbanan dan diterima oleh Mahkamah Agung. Fakta kedua yang saling bertentangan dirasakan anna di atas oleh boentaran, istri joko soegiarto. Kehilangan dia memiliki ketidakberanian konstitusional suami untuk kembali ke negara seperti yang saya lakukan peninjauan terhadap jaksa penuntut umum, apakah joko soegiarto bebas dan bebas dari segala tuntutan hukum. , anna boentaran mengusulkan kepada mahkamah konstitusi untuk menguji konstitusionalitas pasal 263 ayat (1) yang UUD 1945 kemudian ditarik mk no. puu-xiv / 33 / 2016. Permasalahan utama dalam hal ini adalah bagaimana keputusan mk no. puu-xiv / 33/2016 memiliki putusan yang didasarkan pada nilai keadilan dan kepastian hukum.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Pengumpulan data kepustakaan dilakukan melalui penelitian dan penelitian lapangan (wawancara), data dan metode analisis menggunakan metode deduksi.Kesimpulan dari penelitian ini adalah Mahkamah Konstitusi No. 33 / puu-xiv / 2016 263 (tanda bahwa pasal 1) no. Undang-undang tersebut sekitar 8 tahun 1981 kuhap norma konstitusinal kecuali jika dilihat selain yang tersebut dalam pasal tidak memenuhi keadilan, manfaatnya dan kepastian hukum berdasarkan faktor-faktor: 1. Dalam filosofi, peninjauan ditujukan kepada semua pihak tidak terkecuali masyarakat jaksa; 2. Himbauan kepada hakim dalam hukum untuk menguji terpidana bukanlah hal yang dapat dijadikan dalih untuk mencapai keadilan, karena himbauan di dalam undang-undang tidak mengakibatkan berlangsungnya semua, bahkan hukuman harus dijatuhkan. tidak lebih berat dari aslinya; 3. Pasal 3 angka 263 memberi kesempatan kepada pihak selain terpidana dan ahli waris untuk mengajukan peninjauan kembali; 4. Paradigma korban dalam konsep hukum pidana tidak hanya mengutamakan perlindungan bagi pembuat, kejahatan tetapi juga memandang korban.Kata kunci: Mahkamah Konstitusi, Keadilan, Kemanfaatan.
IMPLEMENTASI HUKUM TERHADAP RESIDIVIS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Geger Agung Ariwibowo; Ria Delta; Yuli Purwanti
VIVA THEMIS Vol 2, No 1 (2019): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/vt.v2i1.770

Abstract

AbstrakDalam kehidupan masyarakat banyak dijumpai buruh perempuan outsourcing yang tertipu oleh agen, mereka direkrut untuk dipekerjakan sebagai PRT baik hasil di luar negeri atau, namun nyatanya mereka rawan dipekerjakan sebagai PSK atau PSK. Sudah bertahun-tahun di Indonesia trafficking tidak asing tetapi merupakan isu nasional bahkan internasional yang sampai saat ini belum kita temukan point tersebut. Permasalahan bagaimana pelaksanaan penegakan hukum mendasari kejahatan terhadap trafficking dan hukum apa yang mengulangi trafficking apa.Terdiri dari, Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif, normatif pendekatan suatu masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yurdis normatif dan empiris. Pendekatan yuridis jenis datanya terdiri dari dua kelompok yaitu data primer dan sekunder. Data sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data primer dan data tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi lapangan. Pengolahan data yang dilakukan antara lain pemilihan data analisis data dan klasifikasi data yang digunakan adalah kualitatif.Pelaksanaan penegakan hukum terhadap kejahatan perdagangan orang mulai dari proses penyidikan sampai dengan pengadilan dengan bukti memenuhi unsur kejahatan perdagangan yang terbukti yaitu, unsur setiap orang, unsur pelaksana rekrutmen, unsur pelaksana, pelaksana perintah, dan yang terlibat dilakukan sekarang setelah melihat unsur-unsur di atas terdakwa telah dijatuhi hukuman yang tidak sesuai dengan tindak pidana perdagangan orang karena selain dari perdagangan orang merugikan para korbannya mereka juga menerima bantuan sehingga perlu mendapatkan pidana yang lebih berat.Kata kunci: Penerima jasa, perdagangan manusia, pekerjaan.
PELAKSANAAN PELAYANAN AIR BERSIH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Ahmad Nahriri; Ria Delta; Kamal Fahmi Kurnia
VIVA THEMIS Vol 3, No 2 (2020): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/vt.v3i2.784

Abstract

 Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Jasa merupakan perusahaan daerah yang bergerak dalam pelayanan penyediaan air minum bagi masyarakat. Pada pelaksanaannya dihadapkan pada kendala yaitru belum optimalnya penerimaan daerah dari PDAM Tirta Jasa. Permasalahan penelitian ini adalah :1. Bagaimana Peran PDAM Tirta Jasa dalam meningkatkan PAD Kabupaten Lampung selatan? 2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh PDAM Tirta Jasa dalam meningkatkan PAD Kabupaten Lampung selatan?.Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis  empiris. Jenis data yaitu berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan. Pengolahan data antara lain yakni seleksi data, klasifikasi data, dan analisis data yang menggunakan metode analisis kualitatif.Hasil penelitian meninjukan bahwa peran PDAM Tirta Jasa belum optimal dalam meningkatkan pendapatan asli Dderah kabupaten Lampung Selatan periode  tahun 2017-2018, dengan rata-rata 0,80 % dan berada dibawah rata-rata berbagai sumber PAD lain yaitu pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD lain serta lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan faktor penghambat PDAM Tirta Jasa dalam meningkatkan PAD  adalah jumlah pelanggan yang masih belum memenuhi target  dan kurangnya program pendidikan serta pelatihan.Kata kunci: Pelayanan, PDAM Tirta Jasa, Pendapatan Asli Daerah
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT MENGKONSUMSI PRODUK PANGAN YANG TIDAK SEHAT AMAN DAN HALAL Muhammad Patra Anjaya; Ria Delta; Tian Terina
VIVA THEMIS Vol 2, No 1 (2019): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/vt.v2i1.771

Abstract

AbstrakBerdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang diartikan sebagai kondisi atau upaya ketahanan pangan yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan biologis hingga kotoran, bahan kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, hilang, dan merugikan masyarakat serta tidak menimbulkan konflik. dengan agama, kepercayaan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Sehubungan dengan keselamatan konsumen maka muncul undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pasal 19 ayat (1) uupk mengatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan santunan kerusakan, pencemaran, dan / atau kerugian pembeli karena mengkonsumsi barang dan / atau jasa yang diproduksi atau dijual. Di lapangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lampung mendatangi dan mencari pangan yang kadaluwarsa di transmart bandar lampung 2018 tanggal 22 april, untuk itu yayasan konsumen indonesia sebagai lampung menyesali grade bandar lampung transmart yang di dapat. Dari fakta tersebut yang menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih lanjut permaslahan tentang apa saja perlindungan undang-undang terhadap pembeli akibat mengkonsumsi produk pangan yang tidak sehat, aman, dan faktor legal serta faktor apakah undang-undang perlindungan tersebut terhadap pendukung pembeli akibat mengkonsumsi produk pangan yang tidak sehat, aman, dan legal.Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif empiris. Tentang tata cara pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan studi lapangan. Data yang telah diperoleh akan diolah kemudian dianalisis dengan metode kualitatif yaitu dengan cara menjelaskan data tersebut dalam bentuk penjelasan dan kalimat.Kesimpulan dari penelitian ini adalah bentuk undang-undang perlindungan terhadap pembeli akibat mengkonsumsi produk pangan yang tidak sehat, aman, dan allah dengan prinsip hukum bahwa setiap orang yang melakukan kerugian karena merugikan orang lain, wajib memikulnya. Prosedur pengawasan terhadap produk yang ada di Lampung sebagai pemeriksaan dilakukan secara dua arah terhadap produk yang akan dijual kepada konsumen dan melalui pelayanan terhadap pengaduan konsumen. Yakni perlindungan dan faktor pendukung hukum terhadap pembeli akibat mengkonsumsi produk makanan yang tidak sehat, aman, dan legal. Faktor-faktor yang terdiri dari faktor internal dan eksternal, serta beberapa kendala dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen khususnya pada pihak pengusaha. Dan faktor pendukung yang mempengaruhi dalam proses perlindungan konsumen, kewajiban sebagai komitmen antara lain lampung, pengawasan yang intensif, kerjasama, dan adanya aturan yang jelas dan tegas diterapkan sebagai lampung dalam menanggapi keluhan konsumen.Kata kunci: Pangan, Pembeli, Hukum Perlindungan.
ISU KONTROVERSI PENERAPAN QANUN JINAYAH PASCA PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG OTONOMI KHSUS PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Ria Delta
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2016): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1249.231 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v1i1.98

Abstract

Sejak diberlakukannya UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh dan juga dengan undangkannya UU No. 18 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Bagi Provinsi NAD. Berdasarkan ketentuan dalam UU No, 44 Tahun 1999, maka Syariat Islamyang diberlakukan khususnya pada agama/syariat Islam, pendidikan, adat istiadat dan juga peran ulama.Penegakan syariat Islam telah dimulai dengan diberlakukannya Qanun No. 12 Tahun 2003, Qanun 13 dan 14 Tahun 2003 dimana kesemua Qanun tersebut mengenai khamar, maisir, dan khalwat. Pelaksanaan penegakan ketiga Qanun tersebut ditandai dengan dibentuknya Wilayatul Hisbah sebagai satuan khusus penegak syariatIslam.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris dan pendekatan masalah yuridis normatif dengan metode yang digunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan, bahwa dalam pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, terdapat beberapa kesenjangan-kesenjangan/ ketidak sesuaian dengan ajaran agama Islam terkait dengan metode penerapan Syariat Islam yang cenderung dipraktekkan dengan cara-cara bernuansa kekerasan oleh masyarakat di berbagai kabupaten dan kota di Aceh, dan pihak pelaksana Syariat Islam seperti tidak berdaya mencegah meluasnya tindak kekerasan yang sering diberitakan melalui media-media lokal di AcehSejak diberlakukannya ke-tiga Qanun tersebut pada pertengahan tahun 2009 berkembang wacana dan juga niat Pemerintah Aceh untuk menggabungkan ketiga materi muatan Qanun tersebut dalam satu naskah Qanun dan juga penerapan aturan formal atau hukum acaranya yang kemudian disebut dengan Qanun Jinayah dan juga Qanun Acara Jinayah. Pembahasan kedua rancangan tersebut berjalan dilematis, dikarenakan adanya tarik ulur antara eksekutif dan legislatif Aceh terkait materi yang akan diatur dan hal ini berlangsung hingga hari.Kata Kunci: Qonun,Qonun Jinayah, dan Syariat
KEWENANGAN WILAYATUL HISBAH DALAM PROSES PENANGANAN PERKARA PIDANA QANUN Ria Delta
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2 (2016): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (807.553 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v1i2.81

Abstract

Wilayah al-hisbah merupakan suatu lembaga yang bertugas menegakan amar maruf apabila jelas-jelas ditinggalkan (zhahara fasaduhu) dan mencegah kemungkaran apabila jelas-jelas dilakukan (zhahara filuhu) kewenangan lembaga ini meliputi hal-hal yang berkenaan dengan ketertiban umum (al-nizham al-am), kesusilaan (al-adab) dan sebagian tindak pidana ringan yang menghendaki penyelesaian segera dan tujuan adanya lembaga ini adalah untuk menjaga ketertiban umum serta memelihara keutamaan moral dan adab dalam masyarakat dengan kata lain lembaga ini bertugas untuk menegakan amar maruf dan nahi munkar.Permasalahan dalam penelitian ini mengenai dasar kewenangan dan pelaksanaan wewenang WH dalam proses penanganan pidana qanun, pendekatan masalah yang dipergunakan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan mempelajari kasus, melakukan observasi dilapangan dan melakukan wawancara dengan mempersiapkan pertanyaan terlebih dan berkembang pada saat wawancara berlangsung.Reformasi membuka jalan bagi masyarakat Aceh untuk kembali menuntut pemberlakuan syariat Islam, dimana landasan hukum atau undang-undang yang menjadi dasar dalam menerapkan syariat Islam atau qanun di tanah rencong ini yaitu UU No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh tanggal 4 Oktober 1999 dan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam dan UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahaan Aceh dan diberlakukannya Qanun Aceh tentang Hukum Acara Jinayah dalam Pasal 1 angka 14 menyebutkan Polisi Wilayatul Hisbah yang selanjutnya disebut Polisi WH yang berfungsi melakukan sosialisasi, pengawasan, penegakan dan pembinaan pelaksanaan syariat Islam dan tidak dapat melakukan upaya paksa yang bertentangan dengan undang-undang, kesimpulan telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan WH, saran yang diberikan hendaknya pemerintah dan legislatif lebih mengkaji ulang tentang kewenangan WH agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penanganan perkara qanun.Kata Kunci : kewenangan, wilayatul hisbah, pidana, qanun
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG ATAU TRAFFICKING Ria Delta
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2017): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.647 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v2i1.66

Abstract

Isu traficking anak memang masih sangat rumit, beberapa kalangan misalnya sibuk meributkan prasyarat dari perdagangan anak dan hanya dapat dijerat dengan Pasal pidana yaitu penculikan, adopsi ilegal, pemalsuan dokumen dan sebagainya. Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penyelesaian hasil penelitian ini dengan cara melakukan penelitian secara empiris dan secara normatif sedangkan data yang dipergunakan berupa data sekunder dan data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian dilapangan melalui observasi dan wawancara yang dilakukan dengan anggota yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) serta melakukan studi kasus serta ditunjang dengan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelitian dilakukan di wilayah hukum Provinsi Lampung. Dari hasil penelitian dan pembahasan didapatkan bahwa Dalam banyak kasus para pejuang hak anak hanya bisa mengatakan bahwa kejahatan terhadap anak atau perempuan dalam praktek terjadinya kejahatan dapat dikatakan punya indikasi traficking,namun dalam prakteknya para penegak hukum tidak dapat membuktikan bahwa perbuatan tersebut merupakan traficking atau perdagangan anak, sehingga kejahatan tersebut tidak berakhir di sidang Pengadilan, karena penerapan hukumnya selalu tidak menyentuh tentang Undang-undang Perlindungan Anak yang ancaman hukumannya tinggi.Adapun kesimpulannya bahwa dalam penanganan masalah perdagangan orang baik dalam mengidentifikasi maupun perlindungan terhadap korban adalah sangat kompleks dan sangat perlu perhatian pemerintah dengan seksama agar untuk masa yang akan datang setidaknya ada pencegahan-pencegahan yang dilakukan sebelum perdagangan orang maupun anak semakin meningkat serta modus operandinya semakin canggih.Kata Kunci:Sanksi Pidana, Trafficking
Tinjauan Yuridis Pengembalian Uang Negara Pada Tindak Pidana Korupsi Prana Jaya Sutama; Ria Delta; Rendy Renaldy
VIVA THEMIS Vol 6, No 2 (2023): VIVA THEMIS
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/vt.v6i2.2425

Abstract

The criminal act of corruption in essence is an act that can harm state finances and the country's economy; therefore, corruptors must return the state money they have taken. The problem is how to return the state's money to criminal acts of corruption? What are the legal consequences if the perpetrators cannot return state money from the proceeds of corruption?The approach taken is normative juridical and empirical juridical. Primary and secondary data types. Primary, secondary and tertiary data sources. Data collection by literature study, field study. Data processing includes data selection and data classification. Data analysis used is qualitative analysis.In conclusion, the return of state funds for corruption has been regulated in the Attorney General's Decree Number Kep-518/JA/11/2001 dated 1 November 2001 concerning the mechanism for payment of replacement money. Based on the research results, it is known that the obstacle faced in returning state finances to corruption is that corruptors prefer to serve prison terms rather than having to pay compensation due to legal consequences if the perpetrators cannot return state funds from the proceeds of corruption based on applicable laws that the perpetrators only carry out subsidiary crimes and imprisonment. Indeed, in substance this is very detrimental to the state because corruption only convicts the perpetrators without being able to return state finances. So that until now state money resulting from corruption cannot be fully returned to the state. Suggestions, for the legislature to review the law on corruption which regulates the return of state finances resulting from corruption so that state finances resulting from corruption can be returned to the state. For the wider community, it is better for the government to eradicate criminal acts of corruption, starting from their own environment and themselves.