Akhada Maulana, Akhada
Department of Urology, Faculty of Medicine/Indonesia University, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

Correlation between Prostate-Specific-Antigen (PSA) Level and Prostate Volume in Benign Prostatic Hyperplasia at Bhayangkara Hospital Mataram Krisna, Daniel M; Maulana, Akhada; Kresnoadi, Erwin
Journal of Medicine and Health Vol 1, No 6 (2017)
Publisher : Maranatha Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Prostate enlargement is the most quality of life-impacted problem in elderly. Proper diagnoses and prostate volume prediction are important in considering the best treatment. PSA is a glycoprotein specifically secreted by prostate glands and influenced by various condition, such as Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). The aim of this study is to identify the correlation between PSA serum level and prostate mass volume. This was a descriptive study with cross-sectional design that conducted at Bhayangkara Hospital Mataram on April 2015. Data were analyzed using Pearson correlation test and multiple regression logistic, to determine the relationship between PSA serum levels and prostate mass volume. The average PSA level was 34,62 ng/mL (1,82-30,70 ng/mL), and the average prostate mass volume were 72,57cc. There was correlation between PSA serum levels with prostate mass volume ( r = 0,384, p = 0,815). Conclusion, there is a relationship between PSA levels with prostate volume in BPH patients in Bhayangkara Mataram hospital.Keywords: Bhayangkara Hospital Mataram, BPH, prostate volume, PSA
DAYA GUNA PARASETAMOL DIBANDINGKAN PLASEBO DALAM MENGATASI NYERI Maulana, Akhada; Singodimedjo, Prawito
Jurnal Kedokteran Vol 3 No 4 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan Penelitian: Mengetahui daya guna parasetamol dalam mengatasi nyeri saat dilakukan penglepasan kateter uretra pada pasien yang terpasang kateter dibandingkan dengan plasebo. Bahan dan Cara: Penelitian ini adalah uji klinis secara acak terkontrol tersamar ganda pada 26 orang pasien pria terpasang kateter uretra, yang dibagi dalam dua kelompok. Kelompok 1 terdiri dari 13 orang diberikan parasetamol tablet 500 mg dan kelompok 2 terdiri dari 13 orang diberikan plasebo. Pasien akan dinilai persepsi nyerinya dengan Visual Analog Scale saat dilepas kateternya, kemudian dianalisa statistik dengan menggunakan independent T-Test. Hasil Penelitian: Umur pasien pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Persepsi nyeri pada kedua kelompok adalah ringan. Tidak terdapat perbedaan bermakna persepsi nyeri pada kedua kelompok saat dilakukan penglepasan kateter uretra (p = 0,759). Simpulan: Pemberian parasetamol tidak mengurangi nyeri secara bermakna diandingkan plasebo saat dilakukan penglepasan kateter uretra. Kata Kunci: Penglepasan kateter uretra, nyeri, visual analog scale, parasetamol, placebo.
Evaluasi Angka Bebas Batu pada Pasien Batu Ginjal yang Dilakukan ESWL Berdasarkan Letak dan Ukuran Batu di Rumah Sakit Harapan Keluarga Mataram Periode 2015-2016 Abdurrosid, Lalu Muhammad Kamal; Maulana, Akhada; Hapsari, Yunita; Nandana, Pandu Ishaq
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Batu saluran kemih adalah batu yang terdapat dalam saluran kemih atau traktus urinarius, dimana lokaisnya dapat berada di organ ginjal, saluran ureter dan uretra, serta kandung kemih atau buli-buli. Prevalensi batu ginjal diperkirakan antara 1%- 15%, dan memiliki variasi menurut usia, jenis kelamin, ras, dan lokasi geografis. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi non-invasif yang menjadi tatalaksana pada batu ginjal. Terdapat berbagai faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan ESWL, diantaranya lokasi batu dan ukuran batu ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan antara lokasi batu dan ukuran batu dengan tingkat keberhasilan ESWL pada pasien batu ginjal. Metode: Merupakan penelitian non eksperimental menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional yang diamati secara retrospektif. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Harapan Keluarga Mataram dengan mengambil 67 data rekam medis tahun 2015-2016 dengan batu ginjal yang sudah dilakukan ESWL. Data kemudian dikelompokkan sesuai dengan kategori ukuran batu (diameter <5 mm, 5-10 mm, 11-20 mm dan >20 mm) dan lokasi batu (kaliks superior, kaliks media, kaliks inferior, pyelum, dan uretero-pelvic-junction), lalu dihitung persentase keberhasilan ESWL dan dianalisis dengan uji koefisien kontingensi untuk melihat kemaknaannya. Hasil: Didapatkan bahwa sampel memiliki rentang usia 13-73 tahun (rerata 45,4 tahun). Persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu ukuran <5 mm (100%), 5-10 mm (100%) dibanding batu ukuran ≥10 mm (94%). Didapatkan juga persentase keberhasilan ESWL lebih tinggi pada batu kaliks superior (100%), kaliks media (100%), pyelum (100%), dan UPJ (100%) dibandingkan kaliks inferior (93%). Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi dan ukuran batu ginjal dengan tingkat keberhasilan ESWL dengan nilai p berturut-turut 0,556 dan 0,326. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi dan ukuran batu ginjal dengan tingkat keberhasilan ESWL.
Tindakan Litotripsi Transuretra Pada Batu Kandung Kemih Ukuran Besar Di RS Harapan Keluarga Mataram Maulana, Akhada; Nandana, Pandu I.; Salatiah, Novita L.
Jurnal Kedokteran Vol 7 No 4 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Angka kejadian batu buli cukup tinggi di negara berkembang, dengan banyak kejadian batu berukuran besar. Pada kasus ini ditemukan batu buli dengan ukuran >3 cm dan berhasil dilakukan pengambilan batu tanpa melalui prosedur bedah terbuka. Tujuan: Untuk melaporkan satu kasus tindakan litotripsi transuretra pada pasien batu kandung kemih dengan ukuran besar (> 3 cm). Tindakan litotripsi jarang dilakukan pada kasus ini, karena biasanya harus dilakukan pembedahan untuk mengangkat batu dengan ukuran besar. Metode: Suatu kasus, seorang laki-laki usia 58 tahun mengeluh kencing tidak lancar dan nyeri sejak 16 tahun yang lalu. Kencing terkadang berwana merah. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, BNO, dan USG urologi. Kemudian dilakukan operasi pengangkatan batu dengan prosedur litotripsi transuretra. Hasil: Pada BNO didapatkan gambaran batu buli ukuran 3,9 x 2,71 cm. Kemudian dilakukan tindakan litotripsi transuretra selama 1 jam dan batu buli-buli berhasil dikeluarkan dalam bentuk pecahan kecil. Pasien pulang membawa kateter dan beberapa hari kemudian kateternya dilepas. Pasien bisa kencing spontan lancar. Kesimpulan: Tindakan litotripsi pada kasus batu buli ukuran besar jarang dilakukan, terutama di NTB. Pada kasus ini, dengan tindakan litotripsi alhamdulillaah batu berhasil dikeluarkan dalam pecahan-pecahan kecil. Tidak ditemukan komplikasi pada pasien ini.
EFFICACY OF DICLOFENAC COMPARED TO PLACEBO IN PAIN RELIEF DURING REMOVAL OF URETHRAL CATHETER Maulana, Akhada; Danarto, H R
Indonesian Journal of Urology Vol 17 No 1 (2010)
Publisher : Indonesian Urological Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32421/juri.v17i1.343

Abstract

Objective: To investigate efficacy of diclofenac compared to placebo in relieving pain on removal of indwelling urethral catheters. Materials and methods: This study was a randomized controlled trial, double blind, comparing diclofenac with placebo in relieving pain on removal of indwelling urethral catheters. Adult male patients with indwelling catheters admitted in surgical ward of RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta who met the inclusion criteria were recruited. The independent variables were diclofenac or placebo treatment, while the dependent variables were visual analogue scale (VAS) score, and the external variables were age, education level, and duration of indwelling urethral catheter. We gave patients diclofenac or placebo in capsules 2 hours before urethral catheter removal. Immediately after removal by assistant, the patient filled VAS form. We used Chi-square test, independent T-test, and bivariate analysis with SPSS program version 11.5, with p<0,05 was set as statistically significant level. Results: Thirty patients met inclusion criteria. Mean VAS score of both groups was 33,467 + 20,4577, diclofenac group was 31,567 + 20,0934, and placebo group was 35,367 + 21,3412. There was no statistically significant difference of VAS score between both groups (p=0,844). Conclusion: Efficacy of diclofenac and placebo in relieving pain when performing urethral catheter removal is not significantly different.
PERSEPSI DOSEN DAN MAHASISWA TERHADAP STRUKTUR KEGIATAN PEMBELAJARAN MAHASISWA TAHAP PROFESI DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM Dian Puspita; Rizki, Mohammad; Maulana, Akhada; Geriputri, Ni Nyoman Geriputri; Danianto, Ario
Jurnal Kedokteran Vol 9 No 1 (2020): Jurnal Kedokteran Vol 9 No 1 2020
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jku.v9i1.402

Abstract

Latar belakang: Pendidikan kedokteran tahap profesi berlangsung dalam konteks pelayanan pasien yang sering kali kurang terstruktur dan tidak sistematis. Hal ini menyulitkan fakultas memantau capaian kegiatan. Untuk mengatasinya, fakultas perlu menyusun struktur inti kegiatan dengan tetap memberikan ruang untuk penyesuaian, namun sebelumnya perlu diketahui persepsi dosen dan mahasiswa terhadap struktur kegiatan pembelajaran tahap profesi yang sudah ada saat ini. Metode: Studi ini bersifat deskriptif dan responden adalah dosen dan mahasiswa kedokteran tahap profesi. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang menilai persepsi mengenai kejelasan jadwal kegiatan pembelajaran, alokasi waktu dosen untuk kegiatan akademik dan pelayanan, alokasi waktu untuk berbagai kegiatan pembelajaran, metode penilaian yang digunakan dan fungsi penilaian, serta pemberian umpan balik. Hasil: Dosen (N=21) menilai kejelasan jadwal kegiatan dan pembagian waktu antara kegiatan akademik dan pelayanan lebih positif (masing-masing 4.33±0.58 dan 4.00±0.71) dibandingkan mahasiswa (3.71±0.85 dan 3.73±0.92, N=48). Terdapat variasi dalam alokasi waktu mingguan untuk setiap kegiatan pembelajaran namun alokasi waktu terbesar digunakan untuk bedside teaching. Metode penilaian yang telah digunakan di seluruh bagian adalah Mini-CEX dan MCQ. Lebih banyak mahasiswa yang mempersepsikan bahwa Mini-CEX sebagai penilaian sumatif dibandingkan formatif. Mahasiswa menilai pemberian umpan balik oleh dosen cukup baik (mean 3.71 – 3.94 pada skala 1-5) meskipun 52.4% dosen menyatakan waktu pemberian umpan balik tidak tentu. Kesimpulan: Struktur pembelajaran di banyak bagian klinik masih memerlukan perbaikan terutama terkait jadwal dan pembagian waktu dosen untuk akademik dan pelayanan. Penilaian di tahap profesi perlu lebih difokuskan pada fungsi formatif dibandingkan sumatif.
FAKTOR RESIKO INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN DENGAN BATU SALURAN KEMIH Ruckle, Alharsya Franklyn; Maulana, Akhada; Ghinowara, Tanaya
Biomedika Vol 12, No 2 (2020): Biomedika Agustus 2020
Publisher : Universitas Muhamadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/biomedika.v12i2.10812

Abstract

ABSTRAKInfeksi saluran kemih (ISK) dan batu saluran kemih (BSK) saling terkait. Pada sekitar 10-15% pasien ISK terbentuk BSK. Infeksi yang disebabkan bakteri yang memproduksi urease akan membentuk batu infeksi. Sebaliknya ISK juga sering ditemukan pada pasien dengan BSK. Komplikasi dari BSK antara lain bakteriuri asimptomatik, ISK, dan sepsis. Beberapa faktor resiko dilaporkan dapat menimbulkan ISK pada BSK. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian ISK pada pasien BSK. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik prospektif, menggunakan metode potong lintang, dengan 20 sampel penelitian. Hasil penelitian ini adalah jumlah batu berisiko secara signifikan terhadap kejadian ISK, sedangkan faktor risiko usia, jenis kelamin, letak batu, dan adanya obstruksi tidak berpengaruh secara sigifikan terhadap munculnya ISK pada pasien BSK. Secara keseluruhan, frekuensi kejadian ISK pada pasien BSK sebesar 45%. Kesimpulan penelitian ini adalah jumlah batu merupakan faktor risiko ISK pada pasien BSK.Kata Kunci: Infeksi Saluran Kemih, Batu Saluran Kemih, Faktor Resiko, Jumlah Batu  ABSTRACTUrinary tract infections (UTI) and urinary stones disease are interrelated. In about 10-15% of UTI patients have developed to BSK. In Urinary track Infections, bacteria will produce urease that form infection stones. But UTI is also often found in patients with urinary stone. Several risk factors in urinary tract stones cause UTI, have been reported. This study aimed to determine the risk factors that influence the incidence of UTI in urinary stone disease patients. This study w a prospective analytic observational study, using a cross-sectional method, with 20 samples. The results of this study were the number of stones had a significant risk of UTI, while the risk factors for age, gender, location of stones, and the presence of obstruction had no significant effect on the appearance of UTI in urinary stone disease patients. Overall, the incidence of UTI in urinary stone disease patients was 45%. We concluded that the number of stones was a risk factor for UTI in urinary stone disease patients.Keyword: Urinary Track Infection, Urinary Stone Disease, Risk Factor, Number Of Stone
HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PENELITIAN DAN HAMBATAN PENELITIAN DENGAN KETERLIBATAN DALAM PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM Puspitasari, Susi; Susani, Yoga Pamungkas; Maulana, Akhada
Jurnal Kedokteran Vol 10 No 2 (2021): Jurnal Kedokteran Juni 2021
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jku.v10i2.490

Abstract

Background: conducting research is beneficial for the future of a medical doctor, but the medical students in Mataram University have unsatisfactory results in the course of research methodology. Research is also a determinant of the quality of a university. In a medical study, students are required to review or conducting relevant research as the proponent of their professionalism as long life learner. Regarding this study, it aims to measure the relationship of attitude and barriers towards research experiences of students in the medical faculty of Mataram University. Method: this study belonged to a quantitative study with a cross-sectional survey design. The subjects in this study were 129 medical students from a total of 140 of medical students in Mataram University in their 3-year and 4-year study. They have taken a research methodology course as the prerequisite to fill Revised Attitude Towards Research (R-ATR) questionnaire to measure attitude toward research, the questionnaire for both barriers and research experiences. Data from this study were analyzed using Spearman correlation. Results: Attitude toward research and research experience have small and positive correlation (r=0,322;p <0,001), while research barrier is small and negatively correlated towards research experience (r=-0,209;p <0,05). Conclusion: attitudes and barriers can be the factors that affected the frequency of student’s experiences in research.
Incidence of Electrolyte Disturbance after TURP Procedure Krisna, Daniel Mahendra; Maulana, Akhada
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 7 (2018): Onkologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.08 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v45i7.639

Abstract

Introduction. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP) as a gold standard treatment for benign prostatic hyperplasia (BPH) is performed with fluid irrigation that may cause electrolyte disturbance due to excessive fluid absorption; and may lead to increased mortality. This study is to determine the incidence of electrolyte disturbances and risk factors in TURP procedure. Materials & Methods. A descriptive retrospective study was conducted at Bhayangkara Hospital Mataram in January 2014-January 2016. The subjects were all BPH patients who underwent TURP surgery. Data were retrieved from medical records. All TURP procedures used distilled water as irrigation fluid. Presurgery and postsurgery electrolyte level, digital rectal grading and weight of resection tissue were recorded. Deranged electrolyte was defined as presence of any or both serum sodium < 130 or > 145 mmol/L and serum potassium <3,5 or > 5,5 mmol/L. Student’s T-test was applied to determine significant change between pre and post surgery variables. Results. Of 32 subjects, the mean age was 63.39 years and the mean weight of resected tissue was 63.03 grams. Sodium, potassium, chloride, and hemoglobin level were decreased post surgery (mean reduction 2.00, p = 0.000; 0.25, p = 0.000 ; 27.81, p = 0.021;1.050, p = 0.025, respectively). In 10 subjects, only significant decreased serum chloride and hemoglobin were found (mean reduction 4.5, p = 0.017; 1.46, p = 0.048, respectively). Sodium and potassium serum level were significantly decreased in non deranged electrolyte group (mean reduction 1.8, p = 0.01; 0.27, p = 0.00, respectively). No significant correlation between electrolyte imbalance with age and digital rectal examination grading. Conclusion. Electrolyte serum levels were significantly decreased after TURP procedure.Latar Belakang. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP) adalah suatu prosedur reseksi jaringan prostat, membutuhkan irigasi yang dapat menimbulkan gangguan elektrolit dan hemodinamika karena absorbsi cairan melalui vena selama irigasi. Gangguan elektrolit ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui insidensi perubahan elektrolit dan faktor risikonya. Metode. Penelitian deksriptif retrospektif di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram dengan subyek semua pasien BPH yang menjalani prosedur TURP pada periode Januari 2014- Januari 2016. Data sekunder diambil dari rekam medis yaitu kadar elektrolit pra bedah, kadar elektrolit pasca bedah, tingkatan BPH berdasarkan colok dubur. Semua prosedur TURP menggunakan air distilasi sebagai cairan irigasi. Gangguan elektrolit didefinisikan sebagai kadar natrium < 130 atau> 145 mmol/L atau kadar kalium <3,5 atau> 5,5 mmol/L. Student’s T-test digunakan uji kemaknaan perubahan pasca bedah. Hasil. Subyek 32 pasien, rerata usia 63.39 tahun dan rerata berat jaringan reseksi 63.03 gram. Terdapat penurunan kadar natrium, kalium, klorida, dan hemoglobin pasca bedah (rerata penurunan kadar serum Na 2.00, p = 0.000; serum K 0.25, p = 0.000 ; serum Cl 27.81, p = 0.021; dan serum Hb 1.050, p = 0.025). Terdapat 10 subyek dengan kategori gangguan elektrolit, klorida dan Hb signifikan (rerata penurunan kadar serum Cl 4.5, p = 0.017; dan serum Hb 1.46, p = 0.048). Pada kategori non gangguan elektrolit ditemukan penurunan natrium dan kalium yang signifikan (rerata penurunan kadar serum Na 1.8, p = 0.01; dan serum K 0.27, p = 0.00). Tidak ada korelasi dengan usia dan dengan tingkat penyakit berdasarkan colok dubur. Simpulan. Terdapat penurunan signifikan kadar elektrolit selama prosedur TURP.
Injeksi Botulinum untuk Tatalaksana Overactive Bladder Mahendra Krisna, Daniel; Maulana, Akhada
Cermin Dunia Kedokteran Vol 45, No 5 (2018): Nutrisi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (616.65 KB) | DOI: 10.55175/cdk.v45i5.676

Abstract

Overactive Bladder (OAB) adalah kelainan yang berkaitan dengan gangguan berkemih, baik disertai inkontinensia atau tidak, dibuktikan tidak ada infeksi atau kelainan patologis yang mendasari. OAB dapat mengenai semua usia dan sangat mengganggu kualitas hidup. Tatalaksana OAB meliputi terapi perilaku dan medikamentosa sebagai lini pertama, tetapi ketidakpatuhan dan efek samping sering menyebabkan kegagalan. Injeksi botulinum menghambat pelepasan neurotransmitter, sehingga dapat menurunkan kontraksi otot polos, dapat dipertimbangkan sebagai tatalaksana lini pertama.Overactive bladder (OAB) is a urinary urgency, with or without urinary incontinence, without proven infection or other obvious pathology. OAB affects quality of life. The first-line treatment consists of combination of behavioural therapy and drugs, but failure is high due to side effects and noncompliance. Botulinum injection is an optional therapy that should be considered as a first line therapy. Its mechanism is to inhibit neurotransmitter release to reduce smooth muscle contractility.