Medy Ompi
Universitas Sam Ratulangi

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Rekruitment Tropical Box Mussels, Septifer Bilocularis In Tiwoho Coastal Area Deyti A. Palit; Farnis B. Boneka; Early Y. Kaligis; Joice R. T. S. L Rimper; Cyska Lumenta; Medy Ompi
Jurnal Ilmiah PLATAX Vol. 9 No. 2 (2021): ISSUE JULY-DECEMBER 2021
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v9i2.35726

Abstract

The purpose of this study was to determine 1) the types of substrates on which Septiver attached, and 2) the number of tropical boxes mussel recruits at different size aggregation. The meter was placed on one side of the mussel aggregation, and it was pulled up to the other side through the middle of the mussel aggregation.  There were two different sizes of aggregation, namely small aggregation with a diameter of 5-25 cm, and large aggregation with a diameter > 1 meter. Aggregation samples were carried out by placing a core with a diameter of 10 cm in the center of the small mussel aggregation, then at the edge and the middle position of the large aggregation. All aggregation in the core was removed and inserted into the labeled sample plastic. The sampling was applied 4 times on different mussel aggregations, as replication. The results show that young mussels (recruiters) are attached to algae stems, mussel byssus, and dead hard coral. The number of mussel recruits was square-root transformed to obtain homogeneity data, before being tested using One-Way Analysis of Variance.  The results showed that the recruitment of Septifer was influenced by the size of the aggregation (P<0.05, 1-way ANOVA). The average recruitment of Septiver in the middle position has a higher number of recruits than to the edge position (SNK test, P < 0.05), as well as the average recruitment in the middle position was higher than to the small aggregations (SNK-Test, P < 0.05). However, no recruits differ among edge position of large aggregation and small aggregation occurs (SNK test, P > 0.05).  Discussion of different factors affecting attachment occurs.Keywords: box mussel; Septifer; recruit; aggregation; larva; TiwohoAbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) jenis-jenis substrat yang menjadi tempat menempel kerang mudah Septiver, dan 2) jumlah rekruit kerang kotak tropis pada ukuran aggregasi kerang yang berbeda. Pengukuran ukuran aggregasi kerang dilakukan dengan meletakkan meteran pada salah satu sisi aggregasi kerang, selanjutnya meteran ditarik sampai ke sisi yang lain melewati bagian tengah aggregasi kerang.  Ada 2 jenis ukuran aggregasi, yaitu aggregasi kecil dengan ukuran diameter aggregasi 5 – 25 cm, dan aggregasi besar, yaitu dengan ukuran diameter aggregasi kerang > 1 meter.   Pengukuran diameter aggregasi dilakukan  4 kali, masing-masing dengan aggregasi berbeda, sebagai ulangan.  Sampel aggregasi kerang dilakukan dengan meletakkan kor (‘cor’) dengan diameter 10 cm di bagian tengah pada aggregasi kerang kecil, posisi pinggir dan tengah aggregasi besar.  Sampel diambil juga sebanyak 4 kali (ulangan) pada masing aggregasi yang berbeda, sebagai ulangan. Kerang disortir dengan bantuan mikroskop, di mana kerang dengan ukuran < 3 mm adalah yang disebut sebagai rekruitmen, dipisahkan dari substrat yang menjadi tempat menempel, selanjutnya kerang diukur panjangnya dengan menggunakan mistar, dengan ketelitian 1 mm. Hasil penelitian teridentifikasi bahwa kerang muda menempel pada  substrat alga, rambut (byssus), dan substrat keras karang mati. Data jumlah rerkuit telah ditransform dengan menggunakan akar, sebelum diuji dengan Analisa Varians 1 Arah (One-Way ANOVA).  Hasil menunjukkan bahwa rekruit kerang Septifer adalah dipengaruhi oleh ukuran aggregasi (P<0.05, 1 Arah ANOVA).  Rata-rata rekruit kerang yang berada di posisi tengah memiliki jumlah rekruit yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata rekruit yang menempel pada posisi pinggir (Uji SNK, P < 0.05). Sama halnya dengan rata rekruit yang ada di posisi tengah aggregasi besar adalah lebih besar dibandingkan dengan jumlah rekruit dari aggregasi kecil (Uji-SNK, P < 0.05).  Hal yang berbeda, di mana tidak ada perbedaan rata-rata rekruit yang ada di posisi pinggir aggregasi besar dibandingkan dengan yang ada di aggregasi kecil (uji SNK, P>0.05). Faktor yang mempengaruhi penempelan dan rekruit dari agrregasi dengan ukuran berbeda didiskusikan.Kata kunci: Kerang Kotak; Septifer; recruit; aggregate; larva; Tiwoho
TRANSPLANTASI KARANG BATU BERCABANG DI PERAIRAN TANJUNG PAPUTUNGAN Carolus Paulus Paruntu; Febrianto Mudul; Kakaskasen A. Roeroe; Medy Ompi; Sandra O. Tilaar; Adnan S. Wantasen
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 11 No. 1 (2023): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.11.1.2023.52805

Abstract

The formation of coral reefs is a long and complex process. The process of forming coral reefs begins with the attachment of various lime-producing biota on a hard substrate. Coral reefs take quite a long time to recover and are highly dependent on water conditions. Until now, pressures caused by human activities such as pollution from land and destructive fisheries practices have been considered a major threat to coral reefs. Efforts to overcome damage to coral reef ecosystems can be done by developing coral transplantation techniques. In response to this, the research wiil apply the method of artificial reefs from concrete blocks as a container for the installation of colonies of Acropora formosa spesies and Porites cylindrica spesies. A total of 75 branched coral colonies were transplanted in the waters of 75 branched coral colonies were transplanted in the waters of the Paputungan cape 39 colonies of branched growth forms of Acropora form and 36 colonies of branched grotwth forms of Porites cylindrica spesies were transplanted in artificial reef units. Data collection in the field in the form colonies that were successfully transplanted into artificial reef units totaling 6 units will be documented using cameras from each block taken perpendicular pictures and photographing colonies from earch artificial reef unit. The results of the shoot were then analyzed using software of the Image-J application. At the end of the observation process, it was found that the highest resistence of transplane colonies was 97.2 % where there were 35 surviving colonies and 1 dead colony out of a total of 36 colonies transplanted by Porites cylindrica spesies. Meanwhile, observations found that the lowest resistnce of transplant colonies that survived and 13 colonies that died out of a total of 39 colonies transplanted by acropora formosa spesies. Acropora formosa has a relatively fast increase compared to Porites cylindrica spesies. The highest accretion was dominated by the 18.05 mm fragment-size Acropora formosa spesies at the end of the sixth lunar observation.Keywords: Restoration, transplantation, Branching Coral, Tanjung Paputungan, North Minahasa ABSTRAKTerbentuknya terumbu karang merupakan suatu proses yang lama dan kompleks. Proses terbentuknya terumbu karang dimulai dengan penempelan berbagai biota penghasil kapur pada substrat yang keras. Terumbu karang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali dan sangat tergantung dari kondisi perairan. Hingga kini, tekanan yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pencemaran dari daratan dan praktek perikanan yang merusak telah dianggap sebagai ancaman utama untuk terumbu karang. Upaya penanggulangan kerusakan ekosistem terumbu karang dapat dilakukan dengan menggembangkan teknik transplantasi karang (coral transplantation). Menanggapi hal tersebut, maka dalam penelitian kali akan menerapkan metode terumbu buatan dari blok beton sebagai wadah untuk pemasangan koloni spesies Acropora formosa dan spesies Porites cylindrica. Sebanyak 75 koloni karang bercabang yang di transplantasi di perairan tanjung Paputungan 39 koloni bentuk pertumbuhan bercabang spesies Acropora formosa dan 36 koloni bentuk pertumbuhan bercabang spesies Porites cylindrica ditransplantasikan pada unit terumbu buatan. Pengambilan data dilapangan berupa Koloni yang berhasil di transplantasi ke unit terumbu buatan berjumlah 6 unit akan didokumentasikan menggunakan kamera dari tiap-tiap blok di ambil gambar tegak lurus dan memotret koloni dari masing-masing unit terumbu buatan. Hasil pemotretan tersebut selanjutnya dianalisa menggunakan sofware atau aplikasi Image-J. Akhir proses pengamatan ditemukan bahwa ketahanan koloni transplan tertinggi yaitu 97,2 % dimana terdapat 35 koloni yang bertahan hidup dan 1 koloni yang mati dari total 36 koloni yang di transplantasi spesies Porites cylindrica. Sedangkan pengamatan ditemukan bahwa ketahanan koloni transplan terendah yaitu 66,6 % dimana terdapat 26 koloni yang bertahan hidup dan 13 koloni yang mati dari total 39 koloni yang di transplantasi spesies Acropora formosa. Acropora formosa mempunyai pertambahan relatif cepat di bandingkan janis Porites cylindrica. Pertambahan paling tinggi didominasi oleh spesies Acropora formosa ukuran fragmen 18,05 mm di akhir pengamatan bulan keenam.Kata Kunci: Restorasi, Transplantasi, Karang bercabang, Tanjung Paputungan, Minahasa Utara
IDENTIFIKASI JENIS DAN KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DI RATAAN PERAIRAN SEKITAR DESA TAMBALA KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA Millenia S. Lawere; Erly Y. Kaligis; Frans Lumuindong; Suria Darwisito; Medy Ompi; Noldy F. G. Mamangkey
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 11 No. 3 (2023): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.11.3.2023.53706

Abstract

Echinoderms are very important in marine ecosystems and are useful as a component in the food chain. Echinoderms can be detritus eaters, herbivores, carnivores and omnivores. This research was conducted for 2 weeks. The methods used are the cruise method and the quadrat transect method. The roaming method is carried out at 2 stations with data collection that is 100 m long. Next, data collection using the quadratic transect method was carried out by drawing a 10 m long transect line and placing a quadratic plot in a zig-zag manner next to the transect line. There were 5 plots observed measuring 1m x 1m with a plot distance of 2 m. Determining the distance of each station is 50 m from the first transect line and other transect lines. The results of research on the waters of Tambala Village that were obtained as a whole included four classes, namely Asteroidea, Holothuroidea, Echinoidea, and Ophiuroidea with a total of 8 types. Based on data analysis using the quadratic transect method, it was obtained: at station I H' = 1.067, the highest species density of Echinometra mathaei was 6.4 ind/m2 and the relative density was 55.49%, while at station II it was obtained H'= 0.831, the density the highest species Ophiocoma erinaceus was 15.53 ind/m2 and the relative density was 54.56%.Keywords: Echinoderms, Diversity, Abundance of species ABSTRAKEchinodermata sangat penting di dalam ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satukomponen dalam rantai makanan. Echinodermata dapat bersifat sebagai pemakan detritus, herbivora, carnivora dan omnivora. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu. Metode yang digunakan adalah metode jelajah (cruise method) dan metode transek kuadrat. Metode jelajah dilakukan pada 2 stasiun dengan pengambilan data yaitu sepanjang 100 m. Selanjutnya pengambilan data menggunakan metode transek kuadrat dilakukan dengan menarik garis transek sepanjang 10mdan diletakkan plot kuadrat secara zig-zag di samping garis transek. Plot yang diamati sebanyak 5 buah yang berukuran 1m x 1m dengan jarak plot 2 m.Penentuan jarak tiap stasiun yaitu berjarak 50 m dari garis transek pertama dan garis transek lainnya.Hasil penelitian pada perairan Desa Tambala yang diperoleh secara keseluruhan meliputi empat kelas yaitu Asteroidea, Holothuroidea, Echinoidea, dan Ophiuroidea debngan total 8 jenis. Berdasarkan analisis data menggunakan metode transek kuadrat, maka diperoleh: pada stasiun I H’ = 1,067, kepadatan spesies tertinggi Echinometra mathaei sebesar 6,4 ind/m2 dan kepadatan relative sebesar 55,49% sedangkan pada stasiun II diperoleh H’= 0,831, kepadatan spesies tertinggi Ophiocoma erinaceus sebesar 15,53 ind/m2 dan kepadatan relatif sebesar 54,56%.Kata Kunci: Echinodermata, Keanekaragaman, Kelimpahan jenis
IDENTIFIKASI MOLEKULER SPESIES MIKROBA FOTOSINTETIK YANG BERASOSIASI DENGAN ASCIDIACEA DI TELUK MANADO Angelicca L.D.M. Angkouw; Inneke F.M. Rumengan; Joice R.T.S.L. Rimper; Medy Ompi; Deiske A. Sumilat; Robert A. Bara
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 11 No. 3 (2023): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.11.3.2023.54003

Abstract

The objective of this study was to molecularly determine the microbial species. The isolation of microbes from their hosts was conducted by squeezing the tissues that contain green suspension. The suspension was then kept in a freezer until DNA isolation. DNA isolation was performed with standard procedur, following with PCR amplification using universal primer pair for 16S rRNA gene. PCR products were then sequenced, and the results was aligned with the relevant data in NCBI (National Center for Biotechnological Information) web using BLAST (Basic Local Alignment Search Tool). Among the five ascidian species, only one species, Diplosoma virens that its microbial suspension with sample identity, E1 was molecularly identified. PCR product of its 16S rRNA gene was 1150 bp in length. Alignment of this sequence with the relevant sequences in NCBI using BLAST resulted in the range of similarity of 99.40 – 100% with the 16S rRNA sequences of 17 samples described as Prochloron sp., where their hosts were of different species and from different locations, except for sample with accession number of MT 254065. This sample was described as Prochloron didemni IMFR-1 in NCBI was originated from Lissoclinum patella in Manado Bay. However, the 16S rRNA sequence of E1 sample of this study was 100% similarity with the Uncultured Prochloron sp. clone E11-016 that was from different species of host and location. Therefore, Prochloron didemni was non obligate symbiont microbe that could associate with different ascidian species. Keywords: Ascidian, Microbe, 16S rRNA, Prochloron sp. ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis mikroba secara molekuler. Isolasi mikroba dari inang ascidia dilakukan dengan cara memencet jaringan inang yang berisi suspensi warna hijau. Suspensi yang diperoleh, disimpan beku sampai saatnya isolasi DNA. Isolasi DNA dengan prosedur standar, kemudian diamplifikasi menggunakan primer gen 16S rRNA. Produk PCR kemudian disekuens, dan hasil sekuensnya diselaraskan menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang ada di di laman NCBI (National Center for Biotechnological Information). Dari 5 jenis ascidia yang diisolasi mikrobanya, ternyata hanya suspensi dari Diplosoma virens dengan identitas sampel E1 yang teridentifikasi secara molekuler. Produk PCR ini berukuran 1150 bp yang hasil sekuensnya ketika dicocokkan menggunakan BLAST pada data sejenis di NCBI, mempunyai kemiripan 99,40 – 100% dengan sekuens gen yang sama pada 17 sampel yang terdeskripsikan sebagai Prochloron sp. di NCBI dengan inang dan lokasi yang berbeda dengan penelitian ini, kecuali sampel dengan aksesi MT 254065. Sampel ini terdeskripsi sebagai Prochloron didemni IMFR-1 yang sampelnya diisolasi dari ascidia Lissoclinum patella dari lokasi yang sama dengan penelitian ini. Namun sampel E1 justru mirip 100% dengan Uncultured Prochloron sp. clone E11-016 yang diisolasi dari inang dan lokasi berbeda. Jadi Prochloron didemni merupakan mikroba simbion non obligate yang dapat berasosiasi dengan jenis-jenis inang yang berbeda. Kata Kunci: Ascidia, Mikroba,16S rRNA, Prochloron sp.
FAUNA BENTOS BERUKURAN LEBIH DARI 1MM DI MUARA SUNGAI SARIO, KOTA MANADO Try.J. Maatuil; Noldy G. F. Mamangkey; Indri S. Manembu; Farnis B. Boneka; Medy Ompi; Henneke Pangkey
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 10 No. 2 (2022): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.10.2.2022.54980

Abstract

Benthic fauna is a group of benthic organisms that live on the bottom of the water or bottom of sedimentary grounds or among sediments. This study aims to understand the distribution and types of benthic faunal organisms measuring > 1mm in the Sario river at a depth of 1-3 m. Benthos sampling was carried out using a grab sampler with three repetitions. The benthic sediment sample was sieved using a 1000 m (1.0 mm) sieve. The sediment retained in the sieve was identified based on its morphological characters using a stereomicroscope. Furthermore, the number of organisms found was counted and analyzed according to the calculation of the ecological index. The results of the identification of benthic faunal organisms >1mm got a total of 60 individuals from 9 families earning an average density of 222.1 ind/m2, Diversity Index 1.04 (medium category), Uniformity Index 0.47 (medium category), and Dominance Index 0.44 (no one dominates). Keywords: Benthic Fauna, Sario River, Density, Ecological Index Abstrak Fauna bentos merupakan kelompok organisme bentos yang hidup di dasar perairan atau dasar sedimen maupun di antara sedimen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan jenis organisme fauna bentos yang berukuran > 1mm di daerah muara sungai Sario pada kedalaman 1-3 m. Pengambilan sampel bentos dilakukan dengan menggunakan grab sampler dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Sampel sedimen bentos diayak menggunakan saringan 1000 µm (1,0 mm). Sedimen yang tertahan di saringan kemudian diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dengan menggunakan bantuan mikroskop stereo. Selanjutnya jumlah organisme yang ditemukan dihitung dan dianalisis menurut perhitungan indeks ekologi. Hasil identifikasi organisme fauna bentos >1mm mendapatkan total 60 individu dari 9 famili mendapatkan hasil rata-rata kepadatan 222,1 ind/m2, Indeks Keanekaragaman 1,04 (kategori sedang), Indeks Keseragaman 0,47 (kategori sedang) dan Indeks Dominansi 0,44 (tergolong tidak ada yang mendominasi). Kata Kunci: Fauna bentos, Muara Sungai Sari, Kelimpahan, Indeks ekologi
KEPADATAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS FAUNA BENTOS (>1MM) PADA DAERAH PECAHAN KARANG DI PERAIRAN KELURAHAN MOLAS TELUK MANADO Jodi J. Hanibe; Noldy G. F. Mamangkey; Indri S. Manembu; Farnis B. Boneka; Medy Ompi; Novie P.L. Pangemanan
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 10 No. 2 (2022): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.10.2.2022.54983

Abstract

Benthic fauna is a group of benthic organisms that live on the bottom of the water or the bottom of the sediment or between sediments. This study aims to obtain an overview of the distribution and types of benthic faunal organisms measuring > 1mm in the waters of Molas Village at a depth of 1-3 m, especially around coral fragments. Benthos sampling was carried out using a grab sampler with three repetitions. The benthic sediment sample was sieved using a 1000 m (1.0 mm) sieve. The sediment retained in the sieve was then identified based on its morphological characters using a stereo microscope. Furthermore, the number of organisms found was counted and analyzed according to the calculation of the ecological index. The results of the identification of benthic faunal organisms >1mm obtained a total of 36 types of mollusks consisting of 34 species belonging to the class Gastropods and 2 species belonging to the class Bivalvia which were divided into 24 families and obtained an average density of 81.4 ind/m2, Diversity Index 1, 47 (medium category), Uniformity Index 0.97 (high category) and Dominance Index 0.27 (nothing dominates). Keywords: benthic ecology, grab sampling, Manado Bay ABSTRAK Fauna bentos merupakan kelompok organisme bentos yang hidup di dasar perairan atau dasar sedimen maupun di antara sedimen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan jenis organisme fauna bentos yang berukuran > 1mm di daerah perairan Kelurahan Molas padakedalaman 1-3 m khususnya di sekitar pecahan karang. Pengambilan sampel bentos dilakukan dengan menggunakan grab sampler dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Sampel sedimen bentos diayak menggunakan saringan 1000 µm (1,0 mm). Sedimen yang tertahan di saringan kemudian diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dengan menggunakan bantuan mikroskop stereo. Selanjutnya jumlah organisme yang ditemukan dihitung dan dianalisis menurut perhitungan indeks ekologi.Hasil identifikasi organisme fauna bentos >1mm mendapatkan total 36 jenis moluska yang terdiri dari 34 spesies anggota kelas Gastropoda dan 2 spesies anggota kelas Bivalvia yang terbagi dalam 24 famili dan mendapatkan hasil rata-rata kepadatan 81,4 ind/m2, Indeks Keanekaragaman 1,47 (kategori sedang), Indeks Keseragaman 0,97 (kategori tinggi) dan Indeks Dominansi 0,27 (tergolong tidak ada yang mendominasi). Kata Kunci: Ekologi bentos, grab sampling, Teluk Manado
UKURAN CANGKANG, PERKEMBANGAN GONAD, DAN ‘SURVIVAL’ ABALON Haliotis varia, DI PESISIR TIMUR LIKUPANG Agustein I. Gaghansa; Medy Ompi; Joice R.T.S.L Rimper; Ping Astony Angmalisang; Erly Y. Kaligis; Juliaan Ch. Watung
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 10 No. 2 (2022): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.10.2.2022.54992

Abstract

Abalone is one of the invertebrates that live in coastal areas, where this area is a transitional area that has dynamic environmental conditions, which can affect the activities of biota that live on it. This study aims to determine the shell size, gonad maturity, and the survival of abalone, Haliotis varia, in the intertidal and subtidal zones. Five abalones were placed in a basket with a size of 25 X 20 X 10 cm with an opening cavity of 1 cm in diameter. This basket was placed on a concrete permanent in the intertidal and zubtidal zones. The results show that a pattern of increasing shell length of abalone in the intertidal zone from September- November with the average sizes of 0.14 cm/month occurred. The pattern of increasing shell length from September – November for abalone placed in the subtidal zone with the average shell length of 0.24 cm/month was obtained. Statistical test using 2-Way Analysis of Variance, by first testing the normality of the data, where time and location as the main factors were applied. The results show that shell size was not significantly affected by time (P>0.05) and location (P>0.05). The pattern of increasing gonad development for abalone placed in both intertidal and subtidal zones from September to October was obtained. A relative better survival abalone in the subtidal zone than in the intertidal zone occurred. Factors affecting shell size, gonad development, and survival abalone in the intertidal and subtidal are discussed. Key Words: Abalon, ukuran cangkang, gonad, survival, subtidal, dan intertidal. ABSTRAK Abalon adalah salah satu biota invertebrata yang hidup di wilayah pesisir, di mana daerah ini adalah sebagai daerah peralihan yang memiliki kondisi lingkungan yang dinamis, yang dapat mempengaruhi aktivitas biota yang hidup di daerah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran cangkang, tingkat kematangan gonad, dan tingkat kehidupan abalone, Haliotis varia, di zona intertidal dan subtidal. Lima individu abalone diletakkan pada keranjang dengan ukuran 25 X 20 X 10 cm dengan ruang rongga bukaan berdiameter 1cm. Keranjang ini diletakkan pada permanen beton di zona intertidal dan zubtidal. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu adanya pola pertambahan panjang cangkang abalon di zona intertidal dari bulan September- November dengan rata-rata pertambahan dalam penelitian ini adalah 0.14 cm/bulan. Pola pertambahan panjang cangkang nampak pula terjadi bagi abalon yang ditempatkan di zona subtidal dengan rata-rata pertambahan dalam penelitian ini adalah 0.24 cm/bulan. Uji statistik menggunakan Analisa Varians 2 Arah, dengan terlebih dahulu menguji kernormalan data, di mana waktu dan lokasi adalah sebagai faktor utama, diperoleh hasil bahwa ukuran cangkang tidak dipengaruhi oleh waktu (P>0.05), dan lokasi (P>0.05). Pola pertambahan tingkat kematangan gonad nampak bagi abalon yang ditempatkan di kedua zona baik intertidal dan subtidal dari bulan September sampai bulan Oktober. Tingkat kematangan gonad mengalami penurunan dari bulan Oktober sampai November, di mana penurunan tingkat kematangan gonad diindikasikan dengan pemijahan abalon dalam periode Oktober – November. Pola penurunan tingkat kehidupan abalon di zona intertidal dari 100% di bulan September, 60% di bulan Oktober, dan 40% di bulan November, dan di zona subtidal dari 100% di bulan September, 60% di bulan Oktober, dan 47% di bulan November. Abalon yang ditempatkan di zona subtidal nampak memilik tingkat kehidupan relativ lebih baik dibandingkan dengan abalon yang ditempatkan di zona intertidal dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran cangkang, tingkat kematangan gonad, dan tingkat kehidupan abalone di intertidal dan subtidal adalah menjadi fokus diskusi. Kata Kunci: Abalon, ukuran cangkang, gonad, survival, subtidal, dan intertidal.
KAJIAN SIMPANAN KARBON PADA BIOMASSA MANGROVE DI PESISIR DESA TATENGESAN KECAMATAN PUSOMAEN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA PROVINSI SULAWESI UTARA Tirsa Lumbu; Antonius P. Rumengan; Carolus P. Paruntu; Suria Darwisito; Medy Ompi; Stephanus Mandagi
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 10 No. 1 (2022): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.10.1.2022.55001

Abstract

Mangroves are referred to as coastal forests or brackish forests, coastal forests which mean forests that live in coastal areas (coastal) which are influenced by tidal areas and coastal land. Mangroves have an important role in the absorption and storage of carbon, the amount of carbon contained in a tree is influenced by the ability of the tree to absorb carbon from the environment by the process of photosynthesis or known as the sequestration process. The purpose of this study was to identify the types of mangroves on the coast of Tatengesan and determine the carbon storage in the biomass of mangrove trees on the coast of Tatengesan. Data collection on mangrove tree vegetation was carried out in 3 transects, on the left, right and middle of the mangrove ecosystem on the Tatengesan coast. The transects were drawn perpendicular from the sea to the coast according to the thickness of the mangroves at the site. One transect has three quadrants, with a size of 10 m x 10 m. For how it works, the transect is pulled 100 m from the sea to the beach, then the quadrants are measured 10 m x 10 m using a plastic rope as a marker, and the quadrant positions are placed randomly and for 25 m intervals. The results of this study provide information that there are 3 types of mangroves, namely Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, and Bruguiera gymnorhiza, the value of mangrove biomass content ranges from 69.2 - 118.61 tons/ha, and the value of carbon storage in mangrove biomass. ranged from 32.52 to 55.75 tons/ha. Future research is expected to obtain time series data on the amount of carbon stored in a certain time period. Keywords: Biomass, carbon, mangrove, Tatengesan ABSTRAK Mangrove disebut sebagai hutan pantai atau hutan payau, hutan pantai yang berarti hutan yang hidup di daerah pantai (pesisir) yang dipengaruhi oleh daerah pasang surut air laut dan daratan pesisir. Mangrove memiliki peranan penting dalam hal penyerapan dan penyimpanan karbon, besarnya kandungan karbon yang terdapat dalam satu pohon dipengaruhi oleh kemampuan pohon tersebut untuk menyerap karbon dari lingkungan dengan proses fotosintesis atau yang dikenal dengan proses sequestration. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove di pesisir Tatengesan dan mengetahui simpanan karbon pada biomassa pohon mangrove di pesisir Tatengesan. Pengambilan data pada vegetasi pohon mangrove dilakukan sebanyak 3 transek, pada bagian kiri, kanan dan tengah ekosistem man grove di pesisir Tatengesan. Transek ditarik tegak lurus dari arah laut ke pantai sesuai ketebalan mangrove di lokasi. Satu transek terdapat tiga kuadran, dengan ukuran 10 m x 10 m. Untuk cara kerjanya, transek ditarik sejauh 100 m dari laut ke pantai, kemudian kuadran diukur 10 m x 10 m dengan menggunakan tali plastik sebagai penanda, dan untuk posisi kuadran diletakkan acak dan untuk intervalnya 25 m. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa jenis-jenis mangrove ditemukan sebanyak 3 jenis, yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, dan Bruguiera gymnorhiza, nilai kandungan biomassa mangrove berkisar antara 69,2 – 118,61 ton/ha, dan nilai simpanan karbon pada biomassa mangrove berkisar antara 32,52 – 55,75 ton/ha. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk memperoleh data time series jumlah simpanan karbon dalam suatu periode waktu tertentu. Kata kunci: Biomassa, karbon, mangrove, Tatengesan
ESTIMASI PENYERAPAN KARBON MANGROVE DI DESA PONTO KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA Firman Darman; Calvyn F. A. Sondak; Anthonius P. Rumengan; Medy Ompi; Joshian N. W. Schaduw; Anneke V. Lohoo
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 10 No. 1 (2022): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.10.1.2022.55007

Abstract

Mangrove forest can be found grow along the coast, or river estuaries which ist growth and develop is influenced by tides. The mangrove forest plays an important role as carbon sequester to combat global warming. The purposes of this study are to calculate the potential biomass of mangrove trees in the Ponto village and to estimate carbon stocks (C) storage and carbon dioxide (CO2) uptake by mangrove stands in Ponto village. The data collection method used in this research is the line transect quadratic method without damaging the object of the study. The data taken were mangrove tree biomass data. The data collection was carried out in 12 plots measuring (10 x 10 m2).All trees found within the plots were recorded for their number, type and diameter at breast height(DBH).This study found that a total of five mangrove spesies, namely: Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, and Ceriops tagal. Tthe highest density value was 1,500 trees/ha. Total tree biomass was 64,64-105,23 ton/ha, estimated carbon(C) content and carbon dioxide (CO2) mangrove were 30,38-49,46 ton C/ha to111,50- 181,51 ton CO2/ha respectively. Keywords : Mangrove, density, diameter, carbon, carbon dioxide ABSTRAK Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang tumbuh dan berkembangnnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki salah satu fungsi ekologis yaitu berperan dalam upaya mitigasi pemanasan global karena hutan mangrove sebagai penyerap dan penyimpan karbon dioksida (CO2) yang dilakukan melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam stok biomasa. Tujuan dari penelitian ini ada 2 yaitu: (1) menghitung potensi biomasa pada pohon mangrove di Desa Ponto (2) mengestimasi simpanan karbon (C) dan serapan karbondioksida (CO2) atas tegakan mangrove di Desa Ponto. Metode pengambilan data digunakan dalam kegiatan penelitian ini metode line transek kuadrat dilakukan tanpa merusak objek penelitian. Data yang diambil adalah data biomasa pohon mangrove. Untuk pengambilan data dilakukan dalam 12 plot berukuran 10 x 10 m2. Semua pohon yang ada di dalam plot dicatat jumlah, jenis serta diukur DBH (diameter at breast height) dari keseluruhan sampel. Hasil penelitian diperoleh total pohon mangrove yang teridentifikas 5 jenis yaitu: Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, dan Ceriops tagal dengan nilai kerapatan tertinggi 1,500pohon/ha.Dari hasil perhitungan diperoleh total jumlah biomasa berkisar 64,64-105,23 ton/ha, serta hasil estimasi kandungan karbon (C) dan karbon dioksida (CO2) tegakan mangrove sebesar 30,38-49,46ton C/ha atau setara111,50-181,51ton CO2/ha. Kata Kunci: Mangrove,Kerapatan,diameter,karbon,karbon dioksida
PENEMPELAN KERANG Septifer bilocularis PADA SUBSTRAT DALAM AGREGASI KERANG DI DAERAH PASANG SURUT PESISIR TIWOHO Farrel J. G. Wagiu; Medy Ompi; Erly Y. Kaligis; Joice R. T. S. L. Rimper; Kakaskasen A. Roeroe; Fransine B. Manginsela
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol. 10 No. 3 (2022): JURNAL PESISiR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.10.3.2022.55017

Abstract

Research of mussel attachment, Septiver billocularis was carried out on the intertidal zone of coastal Tiwoho, north Sulawesi. The objectives of this study were 1) to identify type of substrates (organic and inorganic) to be attached by box mussel Septifer bilocularis, 2) to identify substrate preferences of Septifer bilocularis settlement. 3) to know the favorite position of settlement in mussel aggregation. The PVC plate has 16 holes, each with diameter of 1.8 cm, which had been filled randomly with organic substrate of coconut fibers and palm fibers, and mussel shell with byssus threads, then inorganic with plastic rope. Each substrate had 4 replicates. The PVC plate, four replications, each was placed at edge and middle of large aggregation, the PVC plate with substrates was also placed in isolated aggregation. All PVC plates were placed in intertidal Tiwoho for 1.5 months. The settlement data were analyzed using a Two-Way ANOVA with substrata and position in patch as the main factor. Before running the test, data were transformed using arcsin. The results showed that the settlement of box mussel (< 1 mm) attached to organic substrata such as coconut and palm fibers, as well as inorganic substrates, plastic rope. Settlement of box mussels on shells with byssus threads had sizes ranging from > 1 mm to - < 3 mm. A Two-way ANOVA test shows that settlement was not affected by substrata (P > 0.05), the settlement of box mussel was affected by position in aggregation (P < 0.05). Factors such as the effect of physical, chemical, and biological on box mussel settlement are discussed. Keywords: Aggregation, Attachment, Shellfish, Substrate, Tiwoho Coast ABSTRAK ` Penelitian penempelan kerang Septiver bilocularis pada substrat telah dilakukan di zona intertidal di pesisir Tiwoho, Sulawesi Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengidentifikasi jenis-jenis substrat organik dan non organik yang menjadi substrat penempelan kerang Septifer bilocularis, 2) untuk mengidentifikasi substrat preferensi (favorit) pada penempelan kerang Septifer bilocularis. 3) untuk mengetahui posisi favorit penempelan dalam agregasi kerang. Plat PVC memiliki 16 lubang dengan diameter masing-masing 1,8 cm yang telah diisi secara acak dengan substrat organik serabut kelapa, serabut pohon seho, dan cangkan dengan byssus, serta substrat inorganik tali plastic. Setiap substrat memiliki 4 ulangan. Plat PVC dengan substrat ditempatkan di posisi pinggir dan tengah agregasi besar, serta agregasi kecil. Penempatan plat PVC dilakukan secara terpisah (4 kali ulangan) baik di posisi pinggir dan tengah untuk agregasi besar, serta 4 ulangan secara terpisah untuk masing- masing agregasi kecil. Semua plat PVC ditempatkan di intertidal Tiwoho selama 1,5 bulan. Data penempelan kerang dianalisa dengan menggunakan 2 Arah-ANOVA dengan substrat dan posisi dalam agregasi sebagai faktor utama. Sebelum menjalankan pengujian, data ditransformasikan menggunakan arcsinh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penempelan larva kerang yang menempel pada substrat organik, yaitu serabut kelapa dan seho, serta inorganic tali plastic memiliki ukuran < 1 mm, serta substrat organik cangkang induk dengan byssus, yang memiliki ukuran antara > 1 mm sampai - < 3 mm. Uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa penempelan tidak dipengaruhi oleh substrat (P > 0,05), penempelan kerang dipengaruhi oleh posisi dalam agregasi (P < 0,05). Faktor-faktor seperti fisik, kimia, dan biologis yang mempengaruhi penempelan kerang kotak dibahas dalam diskusi. Kata kunci: Agregasi, Penempelan, Kerang, Substrat, Pesisir Tiwoho