Dita Sintama
Universitas Ngudi Waluyo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Penyuluhan tentang Common Cold dan Pijat Common Cold dalam Upaya Mengatasi Gejala Batuk Pilek pada Bayi/Balita Dita Sintama; Isri Nasifah; Dietha Meidia Puspitasari
Prosiding Seminar Nasional dan CFP Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo Vol. 1 No. 2 (2022): Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper Kebidanan Universitas Ngudi Waluy
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The common cold is an upper respiratory tract disorder that most often affects infants and children. The common cold is very prone to occur in toddlers and children. The initial symptom is an unpleasant feeling from the nose or throat. Then started sneezing, runny nose and feeling mildly ill. Sometimes accompanied by a mild fever. The nose has a clear, watery discharge in the first days. Furthermore, the nasal secretions become thicker, yellow-green in color. Generally parents will feel worried about coughs, colds and sore throats in children and because children refuse to eat. This concern is caused because parents do not understand the pathophysiology of cough and cold and do not understand efforts to manage the disease. Massage has several positive effects in terms of weight gain, better sleep patterns, increased neuromotor development, better emotional bonds, decreased rates of nosocomial infections, one of which is the common cold. Massage therapy has shown positive effects for problems in premature babies, digestive problems including constipation and diarrhea, and for respiratory diseases such as asthma and the common cold.This service is carried out in three stages. The first stage is to find educational targets, namely mothers who have children under five where toddlers are very vulnerable to the common cold. The second stage is the presentation of material about the common cold and the management of the common cold with common cold massage therapy. The third stage is a discussion about common cold and common cold massage. The purpose of this activity is that it is hoped that mothers can apply common cold massage in an effort to overcome the symptoms of cold cough in infants/toddlers   Abstrak Common cold merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling sering mengenai bayi dan anak. Common cold sangat rentan terjadi pada balita dan anak-anak. Gejala awal berupa rasa tidak enak dari hidung atau tenggorokan. Kemudian mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan. Kadang disertai demam ringan. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih pada  hari-hari pertama. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning hijau. Umumnya orangtua akan merasa khawatir akan batuk, pilek dan radang tenggorokan pada anak-anak serta karena anak menolak makan. Kekhawatiran ini disebabkan karena para orangtua tidak memahami patofisiologi batuk pilek serta kurang memahami upaya untuk tata laksana pada penyakit tersebut.Pijat memiliki beberapa efek positif dalam hal penambahan berat badan, pola tidur yang lebih baik, peningkatan perkembangan neuromotorik, ikatan emosional yang lebih baik, penurunan tingkat infeksi nosokomial salah satunya common cold. Terapi pijat telah menunjukkan efek positif untuk mengatasi permasalahan pada bayi prematur, masalah pencernaan termasuk sembelit dan diare, serta untuk penyakit saluran pernapasan seperti asma dan common cold. Pengabdian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah mencari target edukasi yaitu ibu yang memiliki anak balita dimana anak balita sangat rentan terkena common cold. Tahap kedua adalah pemaparan materi tentang common cold dan tatalaksana common cold dengan terapi pijat common cold. Tahap ketiga adalah diskusi tentang common cold dan pijat common cold. Tujuan dari adanya kegiatan ini yaitu diharapkan ibu dapat mengaplikasikan pijat common cold dalam upaya mengatasi gejala batuk pilek pada bayi/balita.
Literature Review: Sikap dan Pengetahuan Catin Terhadap Pemeriksaan Hepatitis B dan HIV pada Skrining Pranikah Frisca Anggraeni Manik; Hapsari Windayanti; Rini Septianasari; Ikka Bella Seftiyani; Denil Shintiya; Dita Sintama
Prosiding Seminar Nasional dan CFP Kebidanan Universitas Ngudi Waluyo Vol. 2 No. 1 (2023): Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper Kebidanan Universitas Ngudi Waluy
Publisher : Universitas Ngudi Waluyo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Marriage is a means of procreation and regeneration of the nation's human resources. Regeneration should be maintained in order to obtain superior human resources free from infectious diseases, including Hepatitis B (HBV) and Human Immunodeficiency Virus (HIV). In the midst of increasing prevalence of HIV and HBV from year to year globally and nationally, the rate of vertical transmission is also increasing. Screening examinations are needed to reduce mortality, morbidity, and the financial burden on the state. This is what drives the importance of premarital HBV and HIV screening for prospective brides (Catin). Differences in policy and program implementation make this policy not optimal. Several obstacles such as culture, education, economy, and stigmatization made it difficult to implement the program. This literature review research was conducted to examine the attitudes and behavior of premarital HIV and HBV screening for prospective brides and grooms. A total of 6 journals from pubmed and google scholar were reviewed after going through the inclusion criteria screening: Journals published in 2016 – 2023, in English or Indonesian, can be accessed in full text. The results of the review show that the catin volunteering rate for HBV and HIV testing is quite high, although this number can be maximized through premarital transmission education and counseling to increase confidence. Adult age, higher education, economic level, up to men showed higher results of understanding and volunteering for HIV and HBV testing. Reluctance to take tests tends to be caused by unpreparedness in dealing with the results (stigmatization) and post-test treatment. Support and socialization are needed either by friends, family, or educational/health institutions. Some of the strongest factors in motivating premarital Hepatitis B and HIV tests are knowledge, trust, norms, assurance of confidentiality, and costs. Thus, obstacles in the form of reluctance can be overcome through these things.   Abstrak Pernikahan merupakan sarana prokreasi dan regenerasi sumber daya manusia bangsa. Regenerasi selayaknya dijaga agar didapatkan sumber daya manusia unggul terbebas dari penyakit menular, diantaranya Hepatitis B (HBV) dan Human Immunodeficiecy Virus (HIV). Di tengah meningkatnya prevalensi HIV dan HBV dari tahun ke tahun secara global dan nasional, angka penularan vertikal juga ikut meningkat. Dibutuhkan pemeriksaan screening guna mengurangi mortalitas, morbiditas, serta beban keuangan negara. Hal itulah yang mendorong pentingnya skrining HBV dan HIV Pranikah bagi Calon Pengantin (Catin). Perbedaan kebijakan dan pelaksanaan program membuat kebijakan ini tidak maksimal. Beberapa kendala seperti budaya, pendidikan, ekonomi, hingga stigmatisasi menjadikan hambatan dalam pelaksanaan program. Penelitian tinjauan Pustaka ini dilakukan untuk menelaah sikap dan perilaku skrining HIV serta HBV pranikah bagi calon pengantin. Sebanyak 6 jurnal bersumber pubmed dan google scholar ditelaah setelah melalui skrining kriteria inklusi: Jurnal terbitan tahun 2016 – 2023, Berbahasa Inggris atau Indonesia, dapat diakses secara full text. Hasil tinjauan menunjukkan cukup tingginya angka kesukarelaan catin terhadap pengujian HBV dan HIV, walaupun angka tersebut dapat dimaksimalkan melalui edukasi dan konseling pranikah terhadap penularan guna meningkatkan keyakinan. Usia dewasa, pendidikan tinggi, level ekonomi, hingga laki-laki menunjukkan hasil pemahaman serta kesukarelaan terhadap tes HIV dan HBV yang lebih tinggi. Keengganan melakukan tes cenderung diakibatkan ketidaksiapan dalam menghadapi hasil (stigmatisasi) dan pengobatan paska tes. Diperlukan dukungan dan sosialisasi baik oleh teman, keluarga, ataupun institusi Pendidikan/Kesehatan. Beberapa faktor terkuat dalam memotivasi pemeriksaan Hepatitis B dan HIV pranikah ialah pengetahuan, kepercayaan, norma, penjaminan kerahasiaan, hingga biaya dikeluarkan. Sehingga, kendala berupa keengganan dapat teratasi melalui hal-hal tersebut.