Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM KERJA SAMA USAHA SARANG BURUNG WALET DI DESA SEPAKAT BARU PERSPEKTIF AL-SHULHU M Syaparudin; Sukardi Sukardi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 2 No 1 (2022): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v2i1.726

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui isi perjanjian kerja sama usaha sarang burung walet di Desa Sepakat Baru Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya dan mengetahui penyelesaian sengketa dalam kerja sama ini berdasarkan persepsi Al-Shulhu. Kajian ini menggunakan meteode penelitian kualitatif, yang termasuk penelitian riset lapangan dimana peneliti terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi dengan masyarakat. Sumber data yang peneliti gunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari sumber pertama yaitu pihak yang bersengketa. Sedangkan data sekunder adalah bahan yang diperoleh dari buku-buku dan dokumen-dokumen hukum, serta hasil penelitian yang berwujud karya ilmiah yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan fokus penelitian ini. Sedangkan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data peneliti menggunakan verifikasi, klasifikasi, dan kesimpulan. Hasil penelitian ini berupa: 1. Perjanjian yang sering kali dilakukan oleh masyarakat Desa Sepakat Baru dilakukan secara lisan dan tidak tertulis karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat dari zaman dahulu. 2. Praktik penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak pertama dengan pihak kedua dengan memilih jalur kekeluargaan dan berdamai. Adapun porses yang dilakukan dengan cara musyawarah mufakat yang dilakukan oleh pihak pertama dengan pihak kedua dengan menunjuk salah satu orang yang dianggap sanggup untuk menyelesaikan sengketa sebagai pihak ketiga. 3. Praktik penyelesaian sengketa antara pihak dengan melakukan perjanjian damai yang dilakukan telah sesuai dengan perspektif shulhu, seperti rukun dan syarat yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa telah dipenuhi seperti adanya penunjukan hakam sebagai juru damai, adanya ijab kabul dan lafadz sebagai bentuk argumentasi komitmen para pihak untuk berdamai. Kata Kunci: Al-Shulhu, Kerja Sama Usaha, Penyelesaian Sengketa
JUAL BELI DENGAN SISTEM “CIDUK” DI PASAR FLAMBOYAN PONTIANAK TINJAUAN HUKUM ISLAM Syarifah Syarifah; Rasiam Rasiam; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 2 No 2 (2022): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v2i2.843

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem “ciduk” pada praktik dagang di pasar Flamboyan Pontianak dan untuk mengetahui sistem “ciduk” pada praktik jual beli di pasar Flamboyan Pontianak dalam tinjauan Hukum Islam. Peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan dengan metode deskriptif dan pendekatan hukum Islam. Metode pengumpulan data yaitu dengan wawancara kepada penjual dan pembeli, observasi lapangan, dan dokumentasi di pasar Flamboyan Pontianak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Sistem “ciduk” pada jual beli di pasar Flamboyan Pontianak merupakan suatu praktik jual beli menggunakan alat untuk menyerok. Jadi, pembeli tidak bisa memilih barang dagangan serta pembeli tidak mengetahui kualitas barang dengan seutuhnya. Pembeli hanya melihat kualitas barang dari tampilan atasnya saja tanpa mengetahui kualitas barang dengan seutuhnya. Yang menarik adalah ada unsur kepercayaan dan juga kerelaan dari kedua belah pihak. 2) Jual beli dengan sistem “ciduk” di pasar Flamboyan Pontianak ini telah memenuhi rukun jual beli. Ketidakjelasan objek dalam jual beli dengan sistem “ciduk” ini tidak ada unsur penipuan karena pada saat transaksi atau saat penjual mengambil barang dagangannya dilihat langsung oleh pembeli meskipun yang dilihat kualitas barang hanya pada permukaannya saja. Sistem “ciduk” di pasar Flamboyan Pontianak ini termasuk dalam ‘urf shahih yakni sesuatu yang baik yang menjadi kebiasaan suatu masyarakat namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak pula sebaliknya. Kata Kunci: Sistem “Ciduk”, Jual Beli, Khiyar, ‘Urf, Hukum Islam
ANALISIS KLAUSUL PERJANJIAN KERJASAMA SAWIT DI DESA MADURA MENURUT KETENTUAN AKAD KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH Fitriani Fitriani; Sukardi Sukardi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 2 No 2 (2022): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v2i2.854

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kerjasama dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Desa Madura, namun dalam kerjasama ini terjadi perselisihan antara kedua belah pihak. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti keabsahan dari kerjasama ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) kerjasama antara PT. Rezeki Kencana dengan pemilik tanah di Desa Madura. 2) isi perjanjian kerjasama antara PT. Rezeki Kencana dengan pemilik tanah di Desa Madura. 3) isi perjanjian kerjasama antara PT. Rezeki Kencana dengan pemilik tanah di Desa Madura dalam ketentuan akad pada Pasal 20-30 KHES. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi, yaitu normatif dan empiris. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Praktik kerjasama bagi hasil perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Rezeki Kencana dan pemilik tanah dilakukan dengan cara pemilik tanah menyerahkan sepenuhnya tanah kepada PT. Rezeki Kencana untuk dikelola dan hasilnya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. 2) Perjanjian ini menggunakan akad tertulis dengan pola kemitraan dan plasma yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak. Bagi hasil dilakukan pada saat panen terjadi dengan pola 30%-70%. 3) Sistem bagi hasil perkebunan kelapa sawit yang dilakukan antara pemilik tanah dan PT. Rezeki Kencana belum memenuhi asas-asas yang ada dalam KHES. Dalam KHES pada Pasal 21 terdapat asas kejujuran, Luzum, asas saling menguntungkan, serta asas transparansi atau keterbukaan dalam akad kerjasama. Namun dalam kerjasama ini belum memuat mengenai asas tersebut, Sehingga dapat dikatakan dengan jelas bahwasannya perjanjian kerjasama antara PT. Rezeki Kencana dan Pemilik tanah di Desa Madura belum sesuai dengan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
AKAD PERJANJIAN SISTEM BAGI HASIL ANTARA NELAYAN DAN PEMILIK KAPAL DI DESA TANJUNG SALEH KUBU RAYA Dzikron Dzikron; Abu Bakar; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 2 No 2 (2022): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v2i2.923

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal di Desa Tanjung Saleh melalui analisis hak dan kewajiban dalam akad perjanjian antara kedua belah pihak tersebut. Sumber data dalam penelitian ini adalah pemilik kapal dan nelayan. Maka, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik dan alat pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi yang memaparkan data bagi hasil antara pemilik kapal dan nelayan. Teknik pengelolaan data dan analisis data menggunakan model interaktif dengan tahapan-tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan yang disajikan secara utuh atau kompeherensif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerja sama antara nelayan dan pemilik kapal dapat dikatakan sama-sama suka dan ada kesepakatan awal dalam bagi hasilnya yakni 50:50. 50% bagian pertama untuk membayar upah nelayan sebesar 20%, karyawan atau staf mendapatkan 15%, dan 15% berikutnya untuk pembelian minyak kapal untuk persiapan nelayan besok harinya. Sedangkan 50% berikutnya untuk pemilik kapal dan apabila ada kerusakan seperti pembetulan kapal, jaring ikan rusak, kapal bocor, serta pembelian catnya pun pemilik kapal yang menanggung kerusakan kapal. Akad yang dilakukan oleh pemilik kapal dan nelayan tidak tertulis namun disaksikan oleh tiga orang saksi.
PANDANGAN MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) KOTA SINGKAWANG TENTANG BINARY OPTION PADA PLATFORM BINOMO Donny Fernandi; Sukardi Sukardi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 3 No 1 (2023): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v3i1.1220

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sistem Binary Option pada platfrom Binomo serta meminta Pandangan MUI Kota Singkawang tentang transaksi Binary Option pada Platfrom Binomo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan normatif empiris. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder berupa buku-buku dan tulisan ilmiah hukum dan dapat membantu dalam menganalisa terkait objek penelitian. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1) Sistem trading binary option platform binomo ini trader hanya menganalisa grafik pada platform Binomo. Setelah itu para trader bisa memperdagangkan berbagai aset seperti Crypto, uang asing, dan lain-lain. Dalam sistem Binary Option pada binomo ini para trader hanya melakukan transaksi beli dengan opsi naik dan jual dengan opsi turun dengan waktu penutup yang sudah dipilih oleh trader itu sendiri dan waktu itu di antaranya, 30 detik hingga 1 jam, dan jumlah nominal perdagangan itu dari Rp14.000,00 hingga Rp14.000.000,00, dengan sistem keuntungan ditentukan oleh aplikasi yang mana salah satu opsi trader betul maka akan meraih keuntungan 80% dari hasil yang diperdagangkan dan sebaliknya opsi salah maka akan mendapatkan kerugian 100%. 2) Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Singkawang sepakat bahwa sistem Binary Option pada Binomo ini diharamkan atau dilarang untuk dilakukan karena mengandung spekulasi, untung-untungan, dan mengandung unsur penipuan dalamnya yang mana bisa di bilang maysir dan gharar seperti loutre sehingga dikatakan sebagai permaianan judi yang berdasarkan dalam ayat Al-Maidah ayat 90-91.
PENARIKAN BARANG JAMINAN PADA PRODUK PEMBIAYAAN GRIYA DI BANK SYARIAH INDONESIA (BSI) DALAM TINJAUAN KHES Ayu Karina; Sukardi Sukardi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 3 No 1 (2023): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v3i1.1225

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur terhadap penarikan barang jaminan pada produk pembiayaan di BSI yang bernama Griya. Dengan mengambil lokasi penelitian di BSI Cabang Ahmad Yani Pontianak, peneliti mendeskripsikan tentang tinjauan KHES terhadap penarikan barang jaminan pada produk pembiayaan Griya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan jenis normatif dan empiris. Sumber data menggunakan data primer berupa wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari buku-buku serta dokumen-dokumen yang dijadikan sebagai penguat dalam pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Prosedur penarikan barang jaminan kepada nasabah yang wanprestasi yaitu dengan memberikan surat teguran 1, 2 dan 3 di bulan pertama setelah melakukan keterlambatan pembayaran selama 5 hari, 15 hari, dan 5 hari. Surat peringatan 1, 2 dan 3 di bulan kedua diberikan setelah keterlambatan pembayaran selama 5 hari, 15 hari, dan 5 hari. Surat somasi 1, 2 dan 3 di bulan ketiga diberikan setelah keterlambatan pembayaran 5 hari, 15 hari dan 5 hari. Surat peringatan keras 1, 2 dan 3 serta reminder by phone/visit di bulan keempat setelah keterlambatan 5 hari, 15 hari dan 5 hari dan yang terakhir pemasangan plakat lelang oleh pihak BSI; 2) Penarikan barang jaminan pada produk pembiayaan Griya diperbolehkan jika sudah melakukan perjanjian. Adapun tahap penyelesaian yang diatur di dalam KHES dapat dilakukan melalui tiga tahap. Pertama adalah cara penyelesaiannya melalui menjual objek akad yang telah diatur di dalam Pasal 129 yang kedua melalui konversi akad yang diatur di dalam pasal 132. Terakhir adalah tahap penyelesaiannya di pasal 133 yaitu melalui shulh atau pengadilan.
ANALISIS AKAD PADA JUAL BELI MEBEL DI DESA SUNGAI REGAS KECAMATAN SUNGAI KAKAP PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH Iksan Iksan; Ardiansyah Ardiansyah; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 3 No 1 (2023): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v3i1.1242

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik jual beli mebel di Desa Sungai Rengas Kecamatan Sungai Kakap serta praktik jual beli mebel dalam perspektif Kompilasi Hukum Eknomi Syariah (KHES). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sedangkan teknik dalam pengumpulan data menggunakan data primer yaitu observasi, wawancara, maupun dalam bentuk dokumentasi. Teknik analisis yang peneliti lakukan yaitu dengan tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sedangkan dalam tahap ujian keabsahan data menggunakan triangulasi. Hasil dari penilitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Praktik jual beli mebel di Desa Sungai Rengas Kecamatan Sungai Kakap melibatkan pihak pemilik mebel dan konsumen. Dalam jual beli pesanan ini sudah sesuai dengan kajian teori akad istisna yaitu ketentuan barang yang dipesan jelas bentuk, kadar dan informasinya. Untuk metode pembayarannya juga sesuai dengan akad istisna yang terdapat dalam KHES yaitu konsumen boleh membayar di muka, di tengah, maupun di akhir proses pembuatan mebel. 2) Mengenai praktik jual beli yang ada di toko Mebel Sungai Rengas, teori yang digunakan telah sesuai dengan KHES yakni masing-masing pihak sepakat ketika terjadinya suatu akad pada barang yang dipesan dan telah dijelaskan pada pasal 104, 105, 106, 107, 108 dan pasal-pasal tersebut diimplementasikan dalam praktiknya di lapangan walaupun si penjual tidak pernah mengetahui sebelumnya tentang KHES.
LEGALISASI AKAD DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS MENURUT KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH Muhammad Arif Ramadhan; Sukardi Sukardi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 3 No 2 (2023): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v3i2.1365

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan notaris dalam hal melegalisasikan surat di bawah tangan, prosedur legalisasi yang dilakukan notaris terhadap akad konvensional di masyarakat Pontianak, dan prosedur legalisasi yang dilakukan notaris terhadap akad konvensional di masyarakat Pontianak ditinjau dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Peneliti menggunakan metode analisis deskriptif bersifat kualitatif. Sumber data menggunakan data primer berupa wawancara Pejabat Notaris di Pontianak. Sedangkan data sekunder adalah Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang; 2) Para pihak membuat suratnya, di bawa ke kantor notaris, penandatanganan di hadapan notaris, dicatatkan dalam buku daftar legalisasi. Tanggal pada waktu ditandatangani dihadapan notaris adalah, sebagai tanggal sahnya perbuatan hukum yang dibuat para pihak, yang mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak; 3) akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad, sighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan, dan/atau perbuatan.
ANALISIS PERJANJIAN MENGENAI BIAYA TAMBAHAN PADA SHOPEE PINJAM MENURUT KETENTUAN FATWA DSN-MUI Della Khairunnisa; Syahbudi Syahbudi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 3 No 1 (2023): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v3i1.1731

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya berbagai tambahan biaya yang ditetapkan oleh Shopee pinjam, namun mengenai makna biaya tambahan ini beberapa ulama tidak ada yang sepakat mengenai makna biaya tambahan ini secara pasti. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti mengenai makna biaya tambahan dalam Shopee Pinjam ini dilihat dari pandangan Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia apakah bertentangan atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif cum empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Para pengguna Shopee pinjam sudah mengetahui sejak awal berapa besaran biaya tambahan yang dikenakan. Biaya tambahan dalam Shopee pinjam yakni biaya cicilan sebesar 5%, biaya pencairan sebesar 1%, biaya proteksi Spinjam sebesar 0,3%, serta denda keterlambatan sebesar 5%. Bagi mereka biaya tambahan ini bukanlah suatu hal yang memberatkan. Biaya tambahan yang dikenakan dalam Shopee pinjam dapat meringankan pihak yang meminjamkan dan dapat memberikan kehati-hatian kepada peminjam agar disiplin dan tidak lalai dalam membayar pinjaman. 2) Biaya tambahan dalam Shopee pinjam tidaklah termasuk biaya tambahan yang dilarang dalam Fatwa DSN-MUI dikarenakan biaya tambahan ini merupakan bagian dari peningkatan dan pemeliharaan sistem dan sarana perusahaan. Selain itu, biaya tambahan dalam Shopee pinjam ini telah sesuai dengan ketentuan umum Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/2018 pada point 5 dalam ketentuan umum serta Fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 pada point 3 dalam ketentuan umum.
KERJASAMA SISTEM GILIR PADA TRADISI BEHUMA DI DESA MANGGALA KECAMATAN PINOH SELATAN KABUPATEN MELAWI DALAM TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH Tri Mai Fajar; Riza Fahmi; Nanda Himmatul Ulya
AL-AQAD Vol 3 No 1 (2023): Hukum Ekonomi Syariah
Publisher : LP2M and Shariah Faculty of The Pontianak State Institute of Islamic Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/al-aqad.v3i1.1783

Abstract

This research was initiated because of the practice of rotating system cooperation in the behuma tradition which is different from cooperation in general so that it is unique to be researched. The research objectives are to find out: 1) The implementation of the rotating system of cooperation in the practice of behuma in Manggala Village, Pinoh Selatan District, Melawi Regency and 2) Sharia Economic Law Review of the rotating system of cooperation in the practice of behuma in Manggala Village, South Pinoh District, Melawi Regency. This research is a type of field research with a qualitative descriptive approach, using observation, interview and documentation data collection techniques taken from primary and secondary data sources. The results of this study indicate that 1) The implementation of rotating system cooperation in the behuma tradition is carried out by the Manggala village community during behuma activities by exchanging services, and there is an agreement that is conveyed verbally and on the basis of the parties' voluntary principles. 2) Sharia Economic Law Review of the rotation system cooperation in the behuma tradition, that the rotation system cooperation in the behuma tradition has relevance to the syirkah abdan contract because in the implementation of both of them both only contribute work (a’mal) without contributing capital (mal). Then when viewed from the type of 'urf, the gilir system cooperation in the behuma tradition is ‘urf amali which is ‘urf khus then when viewed in terms of its validity it is ‘urf shahih because in its implementation the gilir system cooperation in the behuma tradition is not contrary to Islamic law.