Andayani, Tri M.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Health-Related Quality of Life of Type 2 Diabetes Mellitus Outpatients at Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta, Indonesia: An Insulin-Based Therapy Approach Lolita, Lolita; Andayani, Tri M.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 6, No 4 (2017)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.595 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.4.231

Abstract

Diabetes mellitus type 2 is a lifelong disease which needs an intensive therapy to maintain stable blood sugar levels. Insulin has been proven as an effective treatment modality for type 2 diabetes mellitus patient. The main aim of this research was to evaluate the effect of insulin based therapy (insulin monotherapy-combination therapy of insulin with oral hypoglycemic agents) towards the health related quality of life in type 2 diabetes mellitus outpatient at Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta. This study is a descriptive cross-sectional study design without control. The methods of collecting data includes conducting questionnaires, interviews and examining medical records of patient. Data were taken concurrently from patients who visited Endocrinology Clinic of Dr. Sardjito Hospital from July 2012 until April 2013. Inclusion criteria for the participant were as follows: participant was a type 2 diabetes mellitus outpatient with insulin based therapy, had no languange barrier and was able to participate the study. Participants were excluded in this study if they had a mental and language retardation, uncomplete medical records, and was a pregnant woman. The quality of life was measured by Diabetes Quality of Life Clinical Trial Quessionnaire (DQLCTQ). The statistical analysis used in this study was Mann‑Whitney for QoL analysis based on the type of therapy (insulin monotherapy and combination therapy of insulin-oral hypoglycemic agents). The results from 137 patients shown that patients who received combination therapy had the largest percentage (73%) while the smallest percentage (27%) were single therapy. Whereas, the type of therapy (insulin monotherapy-combination therapy of insulin with oral hypoglycemic agent) significantly influenced the energy domain (p=0,027).Keywords: Health related quality of life, insulin based therapy, type 2 diabetes mellitusKualitas Hidup Terkait Kesehatan dari Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia: Suatu Pendekatan Terapi Berbasis InsulinDiabetes melitus tipe 2 adalah penyakit yang membutuhkan terapi intensif seumur hidup untuk menjaga kestabilan kadar gula darah. Insulin terbukti menjadi salah satu modalitas pengobatan yang efektif bagi pasien diabetes melitus tipe 2. Tujuan utama penelitian ini adalah mengevaluasi perbedaan terapi berbasis insulin (terapi insulin dengan atau tanpa agen hipoglikemik oral) terhadap domain kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional tanpa kontrol. Metode pengumpulan data meliputi wawancara, pengambilan kuesioner dan pemeriksaan rekam medis pasien. Data diambil secara konkuren terhadap pasien yang berkunjung ke Polikinik Endokrinologi RSUP Dr. Sardjito mulai bulan Juli 2012 sampai April 2013. Kriteria inklusi antara lain penderita rawat jalan tipe 2 dengan terapi berbasis insulin, tidak memiliki keterbatasan bahasa dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi meliputi pasien yang mengalami keterbelakangan mental dan bahasa, catatan medis yang tidak lengkap dan wanita hamil. Pengukuran kualitas hidup menggunakan kuesioner dari Diabetes Quality of Life Clinical Trial Quessionnaire (DQLCTQ). Analisis statistik perbedaan jenis terapi berbasis insulin terhadap domain kualitas hidup pasien menggunakan uji statistik Mann-Whitney. Diperoleh responden sebanyak 137 orang di mana 73% pasien memperoleh terapi kombinasi sedangkan sisanya 27% mendapatkan terapi tunggal yang berbasis insulin. Kesimpulan penelitian ini yaitu perbedaan jenis terapi (monoterapi insulin versus kombinasi insulin dengan agen hipoglikemik oral) secara signifikan memengaruhi domain energi pada kualitas hidup (p=0,027).Kata kunci: Kualitas hidup terkait kesehatan, terapi berbasis insulin, diabetes melitus tipe 2
Analisis Kejadian Leukositosis Pasca Terapi Aminofilin Intravena Dibandingkan dengan Salbutamol Nebulasi pada Pasien Eksaserbasi Asma Lorensia, Amelia; Ikawati, Zullies; Andayani, Tri M.; Maranatha, Daniel; Wahjudi, Mariana
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.986 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.3.149

Abstract

Salbutamol adalah terapi lini pertama untuk mengatasi gejala eksaserbasi asma. Aminofilin sudah tidak digunakan karena merupakan obat rentang terapi sempit yang sering menimbulkan adverse drug reaction (ADR). Kedua terapi tersebut dapat menimbulkan peningkatan kadar leukosit terkait ADR yang dapat memengaruhi terapi lain. Penelitian ini bertujuan membandingkan kejadian leukositosis antara terapi salbutamol nebulasi yang merupakan terapi lini pertama dengan aminofilin intravena yang sering digunakan di beberapa tempat untuk terapi eksaserbasi asma. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan pengukuran profil leukosit darah sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014–Juni 2015 di beberapa rumah sakit di Surabaya, Indonesia. Kejadian leukositosis terkait ADR pada kelompok aminofilin (n=2) dengan nilai skala naranjo sebesar 6 poin yang kemungkinan besar merupakan ADR. Perubahan profil darah yang terjadi pada kedua pasien hanya pada kadar leukosit saja sedangkan data darah lainnya normal. Oleh karena itu, profil darah pada penggunaan kedua terapi dalam eksaserbasi asma perlu dipantau secara berkesinambungan agar tidak memengaruhi rekomendasi penambahan terapi lainnya.Kata kunci: Aminofilin, eksaserbasi asma, leukositosis, salbutamolPost-Therapy Leukocytosis Events After Intravenous Aminophylline Compared to the Nebulized Salbutamol in Asthma Exacerbations Patients Salbutamol known as the first-line therapy for asthma exacerbations symptoms relieving. Aminophylline are now no longer used because of its narrow therapeutic range of drugs and frequently provoking adverse drug reaction (ADR). Both of these therapies can lead to ADR-related leukocytes level increasing that interfere the concurrent therapies. This study was aimed to compare the state of leukocytosis after therapy with salbutamol nebulizer therapy as the first-line therapy with intravenous aminophylline for the treatment of asthma exacerbations. Quasi experimental method was used in this study, with blood leukocytes profile measure before and after the intervention body temperature measurement as data supplement. This research was conducted in January 2014–June 2015 at several hospitals in Surabaya, Indonesia. The incidence of ADRs associated leukocytes in aminophylline group (n=2) with a value scale naranjo by 6 points, most likely ADR. Significant difference found only in leukocyte level in two patient. More biomarkers profiles should be monitored assording to concurrent therapies for asthma exacerbation.Keywords: Aminophyiline, asthma exacerbation, leukocytosis, salbutamol
Gambaran Kepatuhan Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Daerah Istimewa Yogyakarta Rasdianah, Nur; Martodiharjo, Suwaldi; Andayani, Tri M.; Hakim, Lukman
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.668 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.4.249

Abstract

Prevalensi diabetes melitus berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2013) tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi DI Yogyakarta.terdapat di provinsi DI Yogyakarta. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan jangka panjang dan kompleks dimana salah satu penentu keberhasilan terapi bergantung pada kepatuhan penggunaan obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, durasi penyakit, komorbid, dan penggunaan ADO terhadap kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancangan analisis potong lintang yang dilakukan secara retrospektif terhadap 123 pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di puskesmas daerah Yogyakarta pada bulan Agustus–September tahun 2015. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian berupa lembar pengambilan data dan kuesioner Morisky Medication Adherence MMAS-8. Data dianalisis menggunakan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 berada pada tingkat kepatuhan rendah. Hubungan antara pengaruh karakteristik pasien: jenis kelamin (p=0,275), usia (p=0,473), tingkat pendidikan (p=0,157), durasi penyakit (p=0,097), jumlah komorbid (p=0,79), dan ADO (p=0,401) terhadap tingkat kepatuhan tidak signifikan (p>0,05).Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, karakteristik pasien, kepatuhan The Description of Medication Adherence for Patients of Diabetes Mellitus Type 2 in Public Health Center Yogyakarta According to the Basic Health Research (Riskesdas 2013), the highest prevalence of diabetes mellitus in Indonesia is in Yogyakarta. Diabetes mellitus is chronic disease that needs the complex and a long term medical treatment, one of the success factor in the therapy depends on the patient adherence. The purpose of this research was to know and describe patient’s characteristics including gender, age, education, duration of the disease, comorbid, AOD usage through the adherence of type 2 diabetes mellitus. This research used an observational method with cross-sectional analysis that conducted retrospectively to 123 outpatients with diabetes mellitus type 2 in Yogyakarta Primary Health Care during August–September 2015. The sampling method the accidental sampling technique. Morisky Medication Adherence (MMAS) questionnaire was used and analyzed with Chi Square. The result of this research showed that the entirety of medication’s adherence level is low. The correlation between patients characteristic, gender (p=0.275), ages (p=0.473), educational level (p=0.157), disease’s duration (p=0.097), number of cormobid (p=0.79), and ADO (p=0.401) against the medication’s adherence level were not significant (p>0.05).Keywords: Adherence, diabetes mellitus type 2, patient characteristics
Hubungan Kepatuhan Menggunakan Obat Inhaler β2-Agonis dan Kontrol Asma pada Pasien Asma Haryanti, Sri; Ikawati, Zullies; Andayani, Tri M.; Mustofa, Mustofa
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.089 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.4.238

Abstract

Asma tetap menjadi masalah kesehatan yang dialami banyak anak-anak dan orang dewasa di dunia. Sebagai penyakit kronis, tata laksana asma memerlukan pengobatan yang berkelanjutan. Salah satu masalah penting dalam tata laksana asma adalah kepatuhan dalam pengobatan. Kepatuhan yang rendah terhadap anti-asma yang diberikan menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan kepatuhan terhadap anti-asma yang diberikan dengan kontrol asma. Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan rancangan potong lintang yang dilakukan di empat rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta selama enam bulan, yaitu antara bulan Juni sampai Desember 2015. Subjek penelitian adalah pasien dengan gangguan fungsi pernafasan yang menjalani pengobatan di poliklinik penyakit dalam di rumah sakit tersebut dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani surat pernyataan persetujuan. Kepatuhan diukur dengan Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) dan kontrol asma diukur dengan Asthma Control Test (ACT). Uji korelasi Pearson digunakan untuk mengkaji hubungan antara kepatuhan dan kontrol asma. Total sebanyak 67 pasien diseleksi dan 57 diantara memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan kepatuhannya, pasien dikelompokkan ke dalam kepatuhan sedang (31 pasien atau 54%) dan kepatuhan rendah (26 pasien atau 46%). Berdasarkan kontrol asma, pasien dikelompokkan ke dalam kontrol asma sebagian (11 pasien atau 19%) dan tidak terkontrol asma (47 pasien atau 81%). Terdapat hubungan signifikan antara kepatuhan dengan kontrol asma (r=0,303, p<0,05). Kesimpulan, kepatuhan terapi dapat meningkatkan kontrol asma.Kata kunci: Anti-asma, kepatuhan, kontrol asma, tata kelola asmaRelationship Between Compliance of Using β2-Agonist Inhaler Drugand Asthma Control on Asthma Patient Asthma remains a health problem affecting a large number of children and adult in the world. Being a chronic disease, asthma management requires continous medications. One of the most important issues in asthma management is adherence to treatment. Poor compliance with prescribed anti-asthma leads to increase in morbidity and mortality. This study was conducted to evaluate the relationship between ompliance prescribed anti-asthma and asthma control. This was an observasional study using cross-sectional design conducted in four hospitals around Province of DI Yogyakarta during six months om June until December 2015. Subjects were patients with respiratory disorders who underwent treatment in internal medicine polyclinic in the hospitals, met the inclusion and exclusion criteria and willing to participate in the study by signing the informed consent. Compliance was assesseed by Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) and asthma control was assessed by Asthma Control Test (ACT). Pearson’s correlation test was used to evaluate the relationship between compliance and asthma control. A total of 67 patients were selected and 57 of them met the inclusion and exclusion criteria. Based on the patient’s compliance, the patients were grouped into moderate compliance (31 patients or 54%) and low compliance (26 patients or 46%). Whereas based on the asthma control, the patients were grouped into partly controlled asthma (11 patient or 19%) and uncontrolled asthma (47 patients or 81%). There is a significant relationship between compliance with asthma control (r=0303, p<0.05). Conclusion, compliance can increase asthma control.Keywords: Anti-asthma, asthma control, asthma management, compliance
Validasi Kuesioner Skala Kelelahan FACIT pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Rutin Sihombing, Jhonson P.; Hakim, Lukman; Andayani, Tri M.; Irijanto, Fredie
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 5, No 4 (2016)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.394 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2016.5.4.231

Abstract

Anemia sangat umum terjadi pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK). Salah satu akibat dari anemia adalah terjadinya kelelahan sehingga pasien mengalami penurunan kualitas hidup. Kuesioner Skala Kelelahan Functional Assessment Chronic Illness Therapy (FACIT) adalah suatu instrumen untuk mengetahui tingkat kelelahan pasien. Di Indonesia, kuesioner Skala Kelelahan FACIT belum pernah divalidasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memvalidasi kuesioner Skala Kelelahan FACIT versi Indonesia sebagai salah satu instrumen pengukuran kualitas hidup pasien. Skala Kelelahan FACIT diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan dibagikan kepada pasien PGK yang menjalani hemodialisis rutin di rumah sakit akademik di Yogyakarta pada periode Mei–Oktober 2015. Validitas dievaluasi dengan uji Pearson correlation dan reliabilitas dievaluasi dengan uji Cronbach alpha. Hasil uji validitas menunjukkan semua butir pertanyaan valid karena nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel=0,279 dan reliabel karena r11=0,646>0,6 yang menunjukkan bahwa instrumen kuesioner reliabel. Kesimpulannya adalah kuesioner Skala Kelelahan FACIT versi Indonesia merupakan suatu pengukuran yang ringkas dan valid untuk memonitor gejala anemia dan efeknya pada pasien penyakit ginjal kronis.Kata kunci: FACIT, hemodialisis, penyakit ginjal kronis, validasi Validation of Indonesian Version of FACIT Fatigue Scale Questionnaire in Chronic Kidney Disease (CKD) Patients with Routine Hemodialysis Anemia is common in Chronic Kidney Disease (CKD). One of anemia consequences is fatigue which can lead to decrease in quality of life. Functional Assessment Chronic Illness Therapy (FACIT) Fatigue Scale is an instrument to measure patient’s score of fatigue. This questionnaire is not validated yet in Indonesia. The aim of this study is to validate Indonesian version of Functional Assessment Chronic Illness Therapy (FACIT) Fatigue Scale as an instrument for patient’s quality of life. FACIT Fatigue Scale was translated into Indonesian and administrated to CKD patients with routine homodialysis in an academic hospital in Yogyakarta on May until October 2015. The validity was evaluated by Pearson correlation test and the reliability was evaluated by Cronbach’s alpha test. Validity test showed that all of the questions were valid because r count was bigger than r table=0,279 and reliable because r11=0,646>0,6. In conclusion, Indonesian version of FACIT Fatigue Scale was a brief and valid to monitor important symptom and its effect on CKD patients with routine hemodialysis.Keywords: Chronic kidney disease, FACIT, hemodialysis, validity
Efektivitas dan Risiko Toksisitas Aminofilin Intravena pada Pengobatan Awal Serangan Asma Lorensia, Amelia; Ikawati, Zullies; Andayani, Tri M.; Suryadinata, Rivan V.; Hantoro, Khaula A. A.; Firanita, Lisma D.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.651 KB) | DOI: 10.15416/ijcp.2018.7.2.78

Abstract

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan yang mempunyai prevalensi global yang cukup besar. Perburukan penyakit asma berupa serangan asma yang menyebabkan peningkatan gejala asma dan penurunan fungsi paru secara progresif. Salah satu obat asma yang masih sering digunakan di Indonesia adalah aminofilin intravena. Aminofilin merupakan obat dengan rentang terapi sempit yang berisiko menyebabkan toksisitas obat, namun data perbandingan keuntungan efektivitas dan keamanan obat tersebut belum memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aminofilin intravena pada pengobatan awal serangan asma berupa perbaikan gejala asma dan kejadian toksisitas terkait gejala yang muncul dan kadar teofilin dalam darah di suatu rumah sakit di Surabaya, Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pra-eksperimental yang dilaksanakan sejak 2014 hingga 2016. Sebanyak 27 pasien terlibat dalam penelitian ini. Terapi yang diberikan adalah aminofilin intravena selama satu jam. Metode sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan teknik analisis deskriptif dan jum. Semua subjek penelitian menunjukkan perbaikan gejala serangan asma dengan terapi aminofilin intravena selama satu jam, dan tidak ada yang mengalami toksisitas karena kadar teofilin dalam darah di bawah rentang terapi. Aminofilin masih efektif dalam mengurangi gejala pada serangan asma dan tidak menunjukkan risiko toksisitas.Kata kunci: Aminofilin, efektivitas, serangan asma, toksisitas Effectiveness and Toxicity Risk of Intravenous Aminophylline in Exacerbation Asthma TreatmentAbstractAsthma is a chronic inflammatory disease in the respiratory tract that has a considerable global prevalence. The worsening of asthma is an asthma attack that causes asthma symptoms to increase and decreased lung function progressively. One of the most commonly used asthma medications in Indonesia is intravenous aminophylline. Aminophylline is a drug with a narrow range of therapies that is at risk of causing drug toxicity, but the comparative data on the efficacy and safety benefits of the drug are inadequate. This study aimed to determine the effectiveness of aminophylline intravenously in the early treatment of asthma attacks in the form of improvements in asthma symptoms and toxicity events related to the symptoms that appear and blood theophylline levels in a hospital in Surabaya, Indonesia. This study used a pre-experimental method which was carried out from 2014 to 2016. A total of twenty seven patients were involved in the study. The therapy given was aminophylline intravenously for one hour. The sampling method used was consecutive sampling with descriptive analysis technique. All subjects showed improved symptoms of asthma attacks with intravenous aminophylline therapy for one hour, and none had toxicity due to theophylline levels in the blood below the therapeutic range. Aminophylline is still effective in reducing symptoms in asthma attacks and does not indicate the risk of toxicity.Keywords: Aminophylline, asthma attack, effectiveness, toxicity