cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Religi�: Jurnal Studi Agama-agama
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Arjuna Subject : -
Articles 98 Documents
Ideologi dan Politik dalam Proses Awal Kodifikasi Hadis Zamzami, Mohammad Subhan
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 1 (2013): March
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.333 KB)

Abstract

The problem of Hadits is more complex than al-Qur’ân in the perspective of Islamic theological sect. Al-Qur’ân had been codified in the early Islamic era which is in the period of Abu Bakar as Siddîq, initiated by Umar Bin Khat}t}âb under the command of Zayd Bin Thâbit. Meanwhile, the writing text and hadith codification in Khawârij, Shî’ah and Sunni tradition is still leaving the contradicted theological-political claims. This claim constitutes a common phenomenon that often happened and found in comparative study of religious sect. it is because every religious sect wants to legalize their religious ritual validity by finding a base of religious primer resources which is al-Qur’ân as the first Islamic holy text and hadith as the second one. This article highlights the politics and ideology in the early hadith codification period. It attempts to see the conflict interest of the Sunnite, Shî’ites, and Khârijities groups in which they were composing prophet traditions based on their doctrine and ideological biases. Based on their authoritative hadith books, hadith sciences, and historical literatures with regard to the historical-comparative methodology, this article suggests that they have different traditions of hadith codification which are influenced by ideological and political rivalry among them; and they also produce different hadith, authoritative hadith books, and religious traditions.
The Ritual and Mythology of Ruwatan in Mojokerto Wahidah, Hidayatul
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 5 No 2 (2015): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.161 KB)

Abstract

Artikel ini menjelaskan tentang sejarah munculnya ritual ruwatan di Mojokerto, tujuan, bentuk ritual dan makna ruwatan bagi masyarakat lokal. Dengan menggunakan metode etnologi penulis menemukan bahwa munculnya ritual ruwatan di Mojokerto merupakan hasil dari proses magis yang berupa mimpi. Berawal dari mimpi salah satu satu pemuka desa yang bermimpi bertemu dengan pendahulu desa yang memberi simbol-simbol magis untuk menyuruh masyarakat setempat melakukan ritual ruwatan di area makamnya. Ritual tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai tameng atau senjata untuk menghindarkan masyarakat dari berbagai bahaya bencana. Bentuk ruwatan yang dilakukan mencakup dua model yaitu membersihkan makam serta memberi sesajen di waktu pagi dan menyelenggarakan wayang di sore dan malam hari. Secara umum, masyarakat lokal memiliki cara pandang bahwa ruwatan tersebut selain untuk menyelamatkan mereka dari mara bahaya, juga mengingatkan mereka pada leluhur serta merupakan suatu bentuk ungkapan terima kasih mereka kepadanya. Kesimpulan artikel ini menunjukkan bahwa ritual ruwatan desa merupakan representasi hormat masyarakat kepada leluhur. Selain itu, tujuan diadakannya ritual ini untuk membentuk keharmonisan di dalam masyarakat, karena masyarakat yang datang dari latar belakang yang berbeda datang dan berkumpul di ritual ini. 
Dinamika Wacana Pluralisme Keagamaan di Indonesia Sanuri, Sanuri
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 2 No 1 (2012): March
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.351 KB)

Abstract

Religious plurality in Indonesia context is interesting enough to be discussed. The plurality of culture, race, ethnic and religion constitutes a social condition that often becomes disintegrated major. Pluralism in the context of religion such as Islam has a pivotal role in dealing with such issue. In Islam, all religions and beliefs are believed to have the right of life. But for a certain group, this matter is considered as a faith destruction of Muslim. This article discusses the response from both internal and external groups of Islam concerning with the understanding of Islam to religious pluralism which is currently considered as a trend of globalization and modernization—apparently raises ideological suspicions or even new ideologies. Therefore, an effort to re-actualization of meanings and values into the frame of Islamization, SIPILIS (secularism, pluralism and liberalism) in Indonesian context is necessary. In addition, re-interpretation of the term “religious pluralism” will be more oriented to an attempt to search mutual understanding of different cultures, religions, races and tribes. In this context, the social construction method and socio-historical, moral ethics, and theological-philosophical approach under the central issues within a religious pluralism spectrum such as global theology, universal theology, universal friendship, culminated tradition, private faith, relative truth, the real, relative truth, universality and Humanism of Islam are very essential.
The Violent Verses of the Qur’an in Comparison between the Classical and Modern Interpretations Fachrodin, Azis Anwar
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 5 No 1 (2015): March
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.463 KB)

Abstract

Salah satu tantangan sarjana Muslim ketika berbicara perdamaian dalam Islam adalah terkait ayat-ayat yang terlihat mendukung kekerasan dalam Alquran. Tidak bisa dipungkiri, terdapat beberapa ayat Alquran yang bahkan mendukung peperangan dan pembunuhan kepada mereka yang dianggap kafir atau orang musyrik. Ketika dibaca atau diartikan secara harfiah, tentu dapat menimbulkan kebencian terhadap non-Muslim. Itulah mengapa, ayat-ayat kekerasan sering kali dikutip oleh beberapa kelompok dalam perdebatan isu ini untuk memojokkan Islam dan menunjukkan bahwa Islam adalah agama kekerasan ketimbang perdamaian. Artikel ini mengkaji tentang beberapa ayat-ayat kekerasan yang ada dalam al-Qur’anAlquran khususnya dalam QS. al-Baqarah [2]:191, an-Nisâ’ [4]:89, dan at-TaubahTawbah [9]:5. Ketiga ayat-ayat ini berisikan kalimat yang hampir berbunyi “Bunuh mereka di mana kamu bertemu dengan mereka”. MakalahArtikel ini memperhitungkan antara dua penafsiran yaitu tafsirtafsîr klasik dan modern. Buku-buku tafsirtafsîr klasik yang dibahas di sini yaitu tentang penafsiran dari al-T{{abârî, al-Râzî, al-Qurt}}ûbî dan ibn Kathîr sedangkan penafsiran modern meliputi Rashîd Rid}}â, al-Sha’râwîal-Sha‘râwî, al-Zuhaylî dan Quraish Shihab. MakalahArtikel ini menarik beberapa perbandingan dan perbedaan antara penafsiran klasik dan penafsiran modern dengan mengacu pada ayat-ayat tersebut.
Teologi Konvergensi dan Kerukunan Antar Umat Beragama Zuhriyah, Lailatuz
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 4 No 1 (2014): March
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.326 KB)

Abstract

Religion does not occur in human life as a single reality, which cannot be separated from historical and cultural realm. It consists achievement of rational and spiritual domain, supporting historical needs of mankind life. Religion presents itself as an inseparable part of human history at various level of civilizations. When debate of truth claims and salvation becomes a major theme, the theology of convergence is needed to create inter-religious harmony. The main purpose of theological convergence is to unite essential elements of religion. Religion and its adherents can be unified in one concept of universal theology. If convergence theology can be fully understood, it surely will build inter-religious harmony. Besides bring opportunities to create inter-religious harmony, theological convergence also faced a number of challenges that will be an obstacle to the realization of the ideals of society for religious harmony. Therefore, before apply the convergence of theological discourse to the society, we need to identify the challenges that will be faced in order to minimize the negative possibilities that may hamper the main objective theological convergence. Therefore, this paper will also be focused on the discussion about the challenges of theological convergence
a Study on Bisri Mustofa, Haji Abdul Malik Karim Amrullah [Hamka] and Quraish Shihab’s Tafsîr on Isrâ’îlîyât Haris, Achmad Murtafi; Margana, Sri; Al Makin, Al Makin
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 6 No 2 (2016): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.39 KB)

Abstract

Umat Islam sekarang sinis terhadap kisah isrâ’îlîyât atau kisah-kisah yang berasal dari Yahudi dan Kristen. Fenomena intelektual ini bertentangan dengan respons Muslim awal yang akrab dengan materi-materi isrâ’îlîyât. Penelitian ini mencoba untuk membedah kisah-kisah isrâ’îlîyât yang ditulis oleh Bisri, Hamka, dan Quraish dalam tafsir masing-masing: Tafsîr al-Ibrîz, Tafsîr al-Azhar, dan Tafsîr al-Miṣbah. Titik tekan dari artikel ini adalah latar belakang yang kemudian mempengaruhi persepsi mereka dalam menafsir ayat-ayat isrâ’îlîyât. Artikel ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan sejarah intelektual untuk mengetahui perkembangan ide manusia pada isu tertentu. Makalah ini berakhir pada kesimpulan bahwa sikap toleransi Bisri dan Hamka dan penolakan Quraish isrâ’îlîyât dipengaruhi oleh latar belakang sosial dan akademik masing-masing.  
Religion’s Power to Change Human Behavior Siddiq, Akhmad
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 1 No 2 (2011): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.65 KB)

Abstract

Agama memang menjadi salah satu isu sensitif yang berkembang subur dalam tatanan sosial masyarakat tertentu. Peran agama di ranah sosial hingga kini masih terus diperdebatkan. Sebagian meyakini bahwa agama tidak memiliki peran signifikan dalam membangun kehidupan sosial, sementara sebagian lain percaya bahwa (nilai-nilai) agama berperan besar dalam membangun tatanan sosial ke arah yang lebih baik. Sebuah hal yang menarik jika melihat peran agama dalam ranah sosial. Sering kali perdebatan muncul oleh karena hal semacam itu. Bagi yang pertama, agama jelas identik dengan moralitas yang mana sangat jelas terlihat dari ajaran-ajaran agama itu sendiri. Bagi yang kedua, menjadi suatu pengetahuan umum bahwa agama dari segi ajarannya sangat berpengaruh besar dalam tatanan sosial dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, perihal perspektif yang pertama (agama identik dengan moralitas), keyakinan tersebut memunculkan tesis lain yang berseberangan yaitu tidak beragama berarti tidak bermoral. Kedua tesis ini identik, saling berkorelasi, meski tidak sama. Artikel ini berupaya mendiskusikan keraguan-keraguan bahwa agama tidak memiliki peran dalam membangun moralitas sosial. Tentu saja artikel ini tidak akan mempertanyakan akan pentingnya nilai-nilai agama dalam kehidupan sosial, melainkan berangkat dari sebuah hipotesis bahwa bermoral atau tidaknya seseorang (manusia) tidak hanya berpijak pada ajaran-ajaran suatu agama. Itu berarti bahwa yang tidak beragama tidak secara langsung berarti tidak bermoral
The Re-Production of Discourse, the Exercise of Power, and the Creation of Piety in the Issue of HIV/AIDS and Islam in Indonesia Madyan, Ahmad Shams
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.401 KB)

Abstract

AIDS dipahami oleh mayoritas orang Islam Indonesia sebagai sebuah bentuk balasan tuhan, aib keluarga, hukuman homoseksual atau laknat tuhan. Pada kenyataannya, melalui fatwâ dan khotbah terkait AIDS, Muslim yang terjangkit penyakit HIV &AIDS diasingkan dari wilayah kesalehan Islam dengan ditempatkan dalam kategori berbeda melalui kekuasaan agama. Makalah ini hendak menawarkan pendekatan analisis-evaluatif dalam melihat respons (ajaran) Islam terhadap orang-orang Muslim yang positif terkena HIV di Indonesia. Artikel ini juga akan melihat landasan logis dari lahirnya kategorisasi dan identifikasi kelas-kelas sosial yang kemudian dikenal dengan nama MLWHA (Muslims Living with HIV and AIDS). Makalah ini juga berusaha mengurai kategori-kategori MLWHA yang sebenarnya dikonstruksi oleh “pemegang otoritas” yang mewakili umat Muslim Indonesia, yakni MUI (Majelis Ulama Indonesia). Lembaga ini mengeluarkan fatwâ terkait dengan HIV dan AIDS pada tahun 1995, yang kemudian dikenal sebagai Tadzkirah Bandung. Melalui fatwâ tersebut MUI mengklasifikasi Muslim Indonesia ke dalam tiga kategori: (1) Mereka yang terkena HIV dan AIDS, (2) mereka yang berisiko terkena HIV, dan (3) umat Muslim secara umum. Artikel ini bermaksud menjelaskan relasi kekuasaan yang melatari lahirnya kategori sosial tersebut. Ini untuk memahami dampak individu dan sosialdari munculnya klasifikasi di atas. 
Sejarah Bangsa Israel Awal dalam Perspektif Tafsir Sejarah Teologi Alkitabiah dan Arkeologi Biblikal Adiwidjajanto, Koes
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 6 No 1 (2016): March
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.464 KB)

Abstract

This article is about history of ancient Israel in biblical era and how the sacred scripture introduces information of the ancient people. We have to know how to read the scriptures. They demand an imaginative effort, as Karen Armstrong said, that can sometimes be as perplexing and painful job. The true meaning of scriptures can never be wholly comprised in a literal reading of the text, since that text points beyond itself to reality that cannot be totally grasp. Our academic world cultivates us to look for the words between the lines. We expect a text to express its idea as clearly as possible. In a philosophical or historical work, we will often judge writers by the precision and consistency of their arguments. There are Jews and Christians who have come to apply the same standards to Bible. Some, for example, have argued that the chapters of Genesis and Chronicles are factual accounts on history of ancient Israel people. But what we need to the Bible does not present its truths to us in this way. This article presents two main methods to understand the historical contains of the biblical text: historical interpretation and biblical archaeology to know at some profound level the sacred history of biblical Israelites people
Titik Temu Agama-agama dalam Analisis Interpretatif Kunawi, Kunawi
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 2 No 2 (2012): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.409 KB)

Abstract

The discourses about religion will never come to end. Religion will always be a topic of public sphere and cannot be separated from subjective views. Religion carries the important aspect from which it functions as a vehicle for human being to act of how runs our life in this world. This condition tends to convey religion into an exclusive side. On the one hand, for its adherents, religion (faith) is a basic principle that funnels them to achieve the mean of their life. On the other hand, religion also guide its adherents how to interact with their surroundings politically, economically, socially and religiously. It means that religion is operational and functional doctrine. In social life, religion is used to have such condition where all the structure is well constructed. Basically, the “big religions” (Judaism, Christianity and Islam) are from the same derivation: Semitic. Tauhid is one example of that derivation, besides universal values which inherently arise from those religions. From this point of view, we can say that religion actually has already brought such linear characters among one and another. In this regard, this article attempts to portray the convergences of those religions by using the method of interpretative analysis

Page 4 of 10 | Total Record : 98