cover
Contact Name
Sunny Ummul Firdaus
Contact Email
jurnalhpe@mail.uns.ac.id
Phone
+62811265285
Journal Mail Official
jurnalhpe@mail.uns.ac.id
Editorial Address
Sekertariat Program Pascasarjana Magister ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No. 36A, Kentingan, Surakarta Surakarta 57126
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi
ISSN : 23381051     EISSN : 27770818     DOI : https://doi.org/10.20961/hpe.v7i2.43002
The scope of the articles published in Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi (HPE) with a broad range of topics in the fields of Civil Law, Criminal Law, International Law, Administrative Law, Islamic Law, Constitutional Law, Environmental Law, Procedural Law, Antropological Law, Health Law, Law and Economic, Sociology of Law and another section related contemporary issues in Law (Social science and Political science).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI" : 14 Documents clear
PRAKTEK HUKUM PENENTUAN GANTI RUGI OLEH HAKIM SEBAGAI AKIBAT ADANYA GUGATAN WANPRESTASI PADA KASUS HUTANG PIUTANG ATAU TUNTUTAN MEMBAYAR SEJUMLAH UANG DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Th. Wahyu Winarto; Hari Purwadi; Widodo T Novianto
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18334

Abstract

AbstractThis article aims to know the components and standards what is used and what legal practice used by judge District Court of Surakarta to determine punitive damages based on tort lawsuits in the dispute a debt receivable or pay an amount of money. The article is the juridical normative research. That the practice of law determining the indemnity by the judge as a result of any such tort lawsuits in case of debts receivable or demands payment of a sum of money in the District Court of Surakarta, that conclusion can be obtained in determining his little big compensation is required, the judge uses standard components and such indemnity as provided for in Article 1243 until 1252 The Book Of Civil Law (KUHPerdata) and the law is rooted in the jurisprudence. So that legal considerations in the verdict, a very dry atmosphere of juridical, sociological and philosophical. Recommendation in the context of the discovery of the law by the judge, in order to provide authoritative legal verdict, then required the preparation of material different methods of determining the law regarding the determination of the damages, and legal discovery method as a reference for judges in carrying out tasks mandated laws.Keywords : Indemnity, Tort Lawsuit, Debt Receivable           AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen dan standar apa yang dipakai dan apa Praktek  hukum yang  dipakai oleh hakim  Pengadilan  Negeri  Surakarta  untuk  menentukan ganti rugi yang didasarkan pada gugatan wanprestasi dalam sengketa hutang piutang atau tuntutan membayar sejumlah uang. Artikel ini adalah penelitian yuridis normatif. Dalam menentukan besar kecilnya ganti rugi yang dituntut, hakim menggunakan komponen dan standar ganti rugi seperti seperti yang diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan 1252 KUHPerdata dan hukum yang digunakan adalah yang dianut dalam yurisprudensi. Sehingga pertimbangan-pertimbangan  hukum dalam  putusan tersebut, sangat kering oleh hakim, agar dapat menghasilkan putusan hukum yang berwibawa, maka diperlukan penyusunan materi  berbagai  metode  penentuan  hukum mengenai  Praktek  penentuan  ganti  rugi,  dan  sekaligus metode penemuan hukum sebagai acuan bagi para hakim dalam menjalankan tugas yang diamanatkan undang-undang.  Kata Kunci : Ganti Rugi, Gugatan Wanprestasi, Hutang Piutang
MEKANISME PERAMPASAN ASET DENGAN MENGGUNAKAN NON-CONVICTION BASED ASSET FORFEITURE SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT TINDAK PIDANA KORUPSI Sudarto ,; Hari Purwadi; Hartriwiningsih ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18352

Abstract

AbstrakArtikel  ini  bertujuan  untuk mengetahui  mekanisme perampasan aset tanpa pemidanaan atau  Non-Conviction Based (NCB) Assets Forfeiture sebagai alternatif dalam upaya mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi sebagai jawaban permasalahan sulitnya melakukan perampasan harta kekayaan pelaku tindak pidana korupsi yang telah berpindah tangan, berubah wujud, atau disembunyikan. Artikel ini menggunakan penelitian normatif dengan menggunakan bahan primer yang bersifat otoritatif, berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Artikel ini menjelaskan bahwa mekanisme perampasan aset  tanpa pemidanaan  dimasa  mendatang  dapat  diatur  dalam  undang-undang  perampasan  aset dengan mekanisme yang sesuai dengan ketentuan United Nations Convention Against Corruption, yang memungkinkan penerapan pembuktian terbalik oleh pelaku tindak pidana korupsi sejak tahap penyidikan demi terwujudnya prinsip follow the money dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.Kata Kunci :   Perampasan Aset, NCB, Korupsi.
PEMBUKTIAN TERBALIK TERHADAP PERAMPASAN ASET DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL KEJAHATAN NARKOTIKA Andri ,; supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18336

Abstract

Abstract This paper aims to assess the implemention of proof reversed money laundering in the case of narcotics assets is a criminal offense so seized for the stste as stipulated in law No.8 year 2010 on Prevention and eradication of money laundering and the law No.35 year 2009 on narcotics review of the Indonesian criminal justice system. This article is a normative legal research with the nature of the research is descriptive and forms of research is perspective. Approach legislation with secondary data sources such as the primary legal materials, secondary and tertiary. Techniques of data collection is done by the study documents or library materials and analyzed using the methods of reasoning deduktif.Pembuktian in court in essence is the obligation of public prosecutor to convince a judge to the defendant errors projected to provide with Article 66 of the Criminal Procedure Code which states that the defendant is not burdened with evidence in the trial of what is charged to him, in addition to the testimony of the defendant alone is not enough to prove him guilty of committing acts against her, but must be accompanied by other evidence (vide Article 189 paragraph (4) criminal Procedure Code), in other words, the criminal Code does not recognize the process of proof imposed on Terdakwa.Konsep reversed evidence of money laundering in the prevention of narcotics cases whose assets are the proceeds of crime from the perspective of by investigators by the Indonesian Supreme Court Regulation No. 01 Year 2013 on the Procedures for Settlement Request handling Assets In Money Laundering Crime Or Other. Both the concept of proof of money laundering in the prevention of narcotics cases whose assets are the proceeds of crime from the perspective of criminal procedure is based on Article 77 of Law No. 8 of 2010 concerning the prevention and eradication of money laundering and Article 98 of Law No. 35 of 2009 on narcotics jo PP No.40 of 2013 on the implementation of Article 44 of the narcotics Act in the management of proceeds of crime, narcoticsKeywords: Inverted proof, Criminal Procedure Law, criminal acts of money laundering (Law No. 8 ofAbstrakTulisan ini bertujuan mengaji pelaksanaan pembuktian terbalik tindak pidana pencucian uang dalam kasus narkotika yang asetnya merupakan hasil tindak pidana sehingga diramvpas untuk negara sebagaimana yang diatur dalam undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Pengecahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian serta undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang ditinjau dari hukum acara pidana Indonesia dari sistem peradilan pidana Indonesia. Tulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian bersifat deskriptif dan bentuk penelitian yang digunakan adalah perspektif. Pendekatan perundang-undangan dengan sumber data sekunder berupa bahan hukum primair, sekunder dan tersier. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen atau bahan pustaka dan dianalisis dengan menggunakan metode penalaran deduktif. Pembuktian di persidangan pada pokoknya merupakan kewajiban Penuntut Umum untuk meyakinkan hakim terhadap kesalahan Terdakwa yang diproyeksikan untuk memberikan dasar-dasar yang cukup bagi hakim tentang kebenaran peristiwa yang diajukan dalam surat dakwaan. Hal ini selaras dengan Pasal 66 KUHAP yang menyebutkan bahwa Terdakwa tidak dibebani  pembuktian di persidangan terhadap  apa yang didakwakan kepadanya,  di samping itu keterangan terdakwa saja juga tidak cukup untuk membuktikan dirinya bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan  kepadanya,  melainkan  harus  disertai  dengan  alat  bukti  lainnya  (vide Pasal  189  ayat  (4) KUHAP), dengan kata  lain  KUHAP tidak mengenal  proses  pembuktian  terbalik yang dibebankan kepada Terdakwa. Konsep pembuktian terbalik tindak pidana pencucian uang dalam penanggulangan kasus Narkotika yang asetnya hasil tindak pidana dari perspektif hukum acara pidana yakni yang pertama adalah persidangan terhadap permohonan penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan penyidik berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun  2013 Tentang Tata  Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Atau Tindak Pidana Lain. Kedua konsep pembuktian terbalik tindak pidana pencucian uang dalam penanggulangan kasus Narkotika yang asetnya hasil tindak pidana dari perspektif hukum  acara pidana didasarkan Pasal 77 Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberatasan tindak pidana pencucian uang dan Pasal 98 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo PP No.40 Tahun 2013 tentang pelaksanaan UU Narkotika pada Pasal 44 pengurusan hasil tindak pidana narkotika.Kata kunci : Pembuktian terbalik, Hukum Acara Pidana, Tindak pidana Pencucian uang(UU No.8 Tahun 2010), Tindak Pidana Narkotika(UU No.35 Tahun 2009), Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.
POLITIK HUKUM PERUNDANG – UNDANGAN KEHUTANAN DALAM PEMBERIAN IZIN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KAWASAN HUTAN DITINJAU DARI STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKEADILAN Fatma Ulfatun Najicha; I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18358

Abstract

AbstractThe purpose of this study was to determine the legal politics in the formation of forestry legislation in licensing mining activities in forest areas in terms of environmental management strategy that is based on justice. This research is juridical doctrinal nature descriptive, with a qualitative approach. The method used by Approach legislation (statute approach) and the conceptual approach (conceptual approach). The collection of primary data and secondary data relating to the regulation of forest management in order to policy in forestry management as a whole can be categorized as forest politics. Political laws of occupation and use of natural resources has been regulated in the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, but the regulation on the management of natural resources, particularly forests that produce injustice. Even away from the sense of justice as referred to in the preamble Homeland 1945. One of the causes of injustice and abuse is the number of mining permits opening of forest destruction in violation of the principle of sustainability. Second, the law should be synergy policy in the licensing of mining activities in forest areas, the Act No. 41 1999 is still there (overlapping) overlapping the utilization of forest between mining and forestry activities are still unresolved and still occur in some areas. Similarly, Law No. 4 Year 2009 on Mineral and Coal are not yet fully support bersinergis natural keletarian remain legalize many dredging coal mines, then the Law 32 of 2009 requires the use of natural resources that is in harmony, and balanced with environmental functions. There is a duality of government policy, in which one side seeks to protect protected areas and establish rules to preserve it, but on the other hand opened up opportunities for the protected forest area exploited. Policy or program development must be animated by the obligation to make environmental preservation and realize the goal of sustainable development. Third Act Issuer within the framework of law should not stand alone because it is still in the realm of environmental law which means it is very closely related to the Forestry Law and the Environment. Hence the need for a policy formulation based Green Legislation overarching governance for sustainable forest and justice in a single Regulation.Keywords: Politics, Law, Management of Forests, Mines, preservation, Justice.AbstrakTujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui politik hukum dalam pembentukan perundang-undangan kehutanan  dalam  pemberian  izin  kegiatan  pertambangan  di  kawasan  hutan  ditinjau  dari  strategi pengelolaan lingkungan hidup yang berkeadilan.Penelitian  ini merupakan penelitian yuridis doktrinal yang  bersifat  diskriptif,  dengan  pendekatan  kualitatif.  Metode  yang  dipakai  melalui  Pendekatan peraturanperundang-undangan(statuteapproach)  danpendekatankonseptual(conceptualapproach). Pengumpulan data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan peraturan pengelolaan kawasan hutan agar tetap lestari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama, Politik dimaknai sebagai suatu kebijakan maka, kebijakan pemerintah dalam pengelolaan kehutanan secara utuh dapat dikategorikan sebagai  politik kehutanan.  Politikhukum  penguasaan  danpemanfaatansumberdayaalam  telah  diatur dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara Kesatuan  RepublikIndonesiaTahun1945,  namun pengaturan tentang  pengelolaan  sumber  daya  alam,  khususnya  hutan  yang  menghasilkan  ketidakadilan. Bahkanjauhdarirasakeadilanmasyarakatseperti  yangdimaksuddalamPembukaan  UUD  NKRI1945. Salah satu penyebab ketidakadilan serta penyalahgunaan adalah dengan banyaknya pembukaan ijin tambang perusakan hutan dengan melanggar prinsip kelestarian. Kedua, Perlu sinergisitas Kebijakan hukum dalam pemberian ijin kegiatan pertambangan di kawasan hutan, pada UU No. 41 Tahun 1999 sampai saat ini masih terdapat (overlapping) tumpang tindih lahan pemanfaatan hutan antara kegiatan pertambangan dan kegiatan kehutanan masih belum dapat diselesaikan dan tetap terjadi di beberapa daerah. Sama halnya dengan UUNo.4 Tahun2009tentangMineraldanBatu Bara yang belum bersinergis penuh mendukung keletarian alam tetap melegalisasikan banyaknya pengerukan tambang batubara, Kemudian padaUU No. 32 Tahun 2009 menuntut penggunaan sumber daya alam yang selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Terdapat dualisme kebijakanpemerintah, dimanadisatu sisi  berupaya  untuk melindungikawasanlindung  danmenetapkanaturan-aturanuntukmelestarikannya, tapidisisilainmembuka peluangkawasan hutan lindung tersebutuntuk dieksploitasi. Kebijakanatau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Ketiga Undang-undang diatasdalam kerangka ilmu hukum harus tidak berdiri sendiri sebab masih masuk dalam ranah hukum lingkungan yang berarti sangat erat berhubungan dengan UU Kehutanan maupun Lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya suatu formulasi kebijakan berbasis Green Legislation yang memayungi tata kelola kawasan hutan yang lestari dan berkeadilan dalam satu kesatuan Peraturan.Kata Kunci : Politik Hukum, Pengelolaan Hutan, Tambang, Lestari, Keadilan
KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH (IPPT) DI KABUPATEN KARANGANYAR Agus Riyanto; I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18340

Abstract

AbstractThe objectives of this article are : (1) to investigate the implementation of licensing authority on the land use change from agricultural land to the non- agricultural one in Karanganyar Regency, of Central Java Province from 2013 – 2015 and (2) to investigate and analyze  the reasons behind the inabilities of the local government of Karanganyar Regencyin the implementation of its licensing authority on land use change.This research used the non-doctrinal evaluative research method, i.e. the empirical studies to effectiveness  claimed by Soerjono Soekanto. The result of research shows that the implementation  of licensing authority on land use change from the agricultural land to the non-agricultural until 2015 was have legal instruments, technical infrastructures and facilities, and human resources required to support the implementation of the aforementioned authority.Keyword : Authority, Licencing, Land Use Change Permit, Agricultural Land, non- Agricultural land.           AbstrakTujuan dari artikelini adalah untuk mengetahui pelaksanaan kewenangan pemberian izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non  pertanian di  Kabupaten  Karanganyar, Propinsi   Jawa Tengah Tahun 2013 – 2015 dan untuk mengetahui serta menganalisis alasan-alasan yang menjadi  penyebab Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Karanganyar  belum  mampu  melaksanakan  kewenangannyasendiri dalam pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) tersebut. Jenis Penelitiannya adalah Non Doktrinal,yaitu  penelitian berupa studi-studi empiris  untuk menemukan teori-teori mengenai  proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya suatu  hukum di dalam masyarakat, dengan mengacu teori penelitian evaluatif. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan kewenangan pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) dari Tanah Pertanian menjadi Tanah Non Pertanian sampai Akhir Tahun 2015  masih dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Kabupaten Karanganyar belum mempunyai perangkat/instrumen hukum, sarana/prasarana teknis serta SDM (Sumber Daya Manusia) yang diperlukankan dalam mendukung pelaksanaan kewenangan dimaksud.Kata Kunci : Kewenangan, Perizinan, Izin Perubahan Penggunaan Tanah, Tanah Pertanian, Tanah Non Pertanian.
ANALISIS AKUISISI LINTAS NEGARA (CROSS-BORDER ACQUISITION) DALAM HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA Beta Wulansari; Adi Sulistiyono
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18328

Abstract

AbstractThis article aims to determine the legal basis of cross-border acquisition of companies based on investment law in Indonesia. The type of research is doctrinal (normativewith ekplanatoris research. The approach used in this study were statute approach with the primary legal materials and secondary law. The method legal materials’ collection and the analysis technicque in this article were a literature study and analysis techniques and the that I uses were the method of syllogism and interpretation by using deductive mindset. Cross-border acquisition by a business entity in the country by a business entity abroad are subject to the laws of the country that becames domicile enterprises expropriated, because cross-border acquisition is done outside the jurisdiction of Indonesia, so that the applicable law is the law in the country of the acquisition target company. This is in accordance with Article 5 of Law No. 25 of 2007 on Investment. Cross-border acquisition unlock insights and ideas for doing investment law reform becomes more clear and explicit. So that the purpose of the control and ownership of the acquisition target company is not detrimental to the company being acquired.Keywords: Acquisition of Cross Country, Investment Law, ShareholdersAbstrakArtikel ini  bertujuan untuk  mengetahui landasan yuridis perusahaan  cross-border  acquisition sesuai dengan hukum penanaman modal di Indonesia. Jenis penelitian adalah doktrinal (normatif) dengan sifat penelitian ekplanatoris. Pendekatan penelitian  yang digunakan  pendekatan undang-undang  (statute approach) dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan serta teknik analisis yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi dengan menggunakan pola berpikir deduktif. Tindakan akuisisi lintas negara (cross-border acquisition) oleh suatu badan usaha di dalam negeri oleh suatu badan usaha di luar negeri tunduk pada hukum negara yang menjadi domisili badan usaha yang diambilalih, karena tindakan akuisisi lintas negara (cross-border acquisition) tersebut dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia maka hukum yang berlaku adalah hukum yang berada di negara perusahaan target akuisisi. Ini sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Akuisisi lintas negara (cross-border acquisition) membuka wawasan dan pemikiran bagi dilakukannya pembaharuan hukum penanaman modal menjadi lebih  jelas  dan  tegas. Sehingga  supaya  tujuan untuk  pengendalian dan kepemilikan saham dari perusahaan target akuisisi tidak merugikan pihak perusahaan yang diakuisisi.Kata Kunci: Akuisisi Lintas Negara, Hukum Penanaman Modal, Pemegang Saham
PEMAJUAN HAK ATAS KESEHATAN REPRODUKSI BAGI PEREMPUAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN Bambang irawan; Isharyanto ,; Hartriwiningsih ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18360

Abstract

AbstrakArtikel  ini  bertujuan  untuk  menganalisis  tentang  pemajuan  hak  atas  kesehatan  reproduksi  bagi perempuan narapidana  di  Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA  Sragen.Narapidana adalah  seorang yang telah melakukan suatu perbuatan pidana yang sedang menjalani proses pidananya, walaupun telah melakukan suatu pelanggaran hukum narapidana juga mempunyai suatu hak asasi yang harus di lindungi oleh pemerintah. Akan tetapi pelaksanaan hak  terhadap Narapidanaperempuan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA  Sragenbelum terlaksana  dengan  baik dan optimal. Kesehatan reproduksi adalah bagian dari satu kebutuhan terhadap kesehatan yang merupakan hak dasar setiap individu baik laki-laki maupun perempuan.Perempuan di lembaga pemasyarakatan mempunyai resiko lebih besar di banding laki-laki untuk terkena penyakit organ reproduksi.Penelitian Hukum ini menggunakan pendekatan yuridis  empiris,Penelitian ini  bersifat  deskriptif analisis yaitu penelitian yang  mendeskripsikan  suatu data kemudian menganalisa data yang di kumpulkan berdasarkan penemuan yang ada di lapangan. Hasil Penelitian ini adalah bahwa perempuan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen belum terpenuhi akan hak kesehatan reproduksi nya,terdapat faktor penghambat terhadap pemenuhan hak kesehatan reproduksi bagi narapidana perempuan di lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragen, antara lain: Anggaran belum memadai, SDM:kekurangan tenaga kesehatan missal nya dokter khusus kandungan ataupun bidan, belum ada ahli gizi dalam menentukan angka standar gizi, belum ada nya juru masak yang ahli di bidang memasak makanan, Sarana: fasilitas gedung yang belum layak untuk perempuan, ibu hamil dan menyusui.Pemajuan hak atas kesehatan reproduksi perempuan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Sragenbelum terpenuhi dan masi mengalami berbagai kendala.Kata Kunci : Kesehatan reproduksi, perempuan Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan.
KEGAGALAN IMPLEMENTASI DIVERSI PADA TAHAP PENUNTUTAN Restika Prahanela; Hari Purwadi; Hartiwiningsih ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18342

Abstract

AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan diversi pada  tahap penuntutan  serta  upaya  untuk  menekan  kegagalan  tersebut.  Metode  Penelitian  yang digunakan adalah penelitian empiris dimana sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dengan teknik analisis data kualitatif serta menggunakan pola berpikir deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan faktor yang menjadi penyebab kegagalan diversi antara lain karena faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas pendukung, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan dengan faktor hukum dan faktor penegak hukum yang mendominasi. Untuk menekan kegagalan tersebut dilakukan upaya dengan mengatasi faktor-faktor penyebab kegagalan tersebut.Kata Kunci: Anak, diversi, faktor penyebab kegagalan.
TRANSPLANTASI SISTEM PERADILAN JURY PADA SISTEM PERADILAN PIDANAINDONESIA Pradnyawan, Sofyan Wimbo Agung; ,, Hartiwiningsih; Purwadi, Hari
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18330

Abstract

AbstractThis article intends to analyze the use of the jury system in the criminal justice system of Indonesia, jury is a form of lay participation or the participation of lay that community of professional non-law in the the role of judges is absolute in the criminal justice process, in the legal system of modern states today dichotomy between legal systems tradition of common law or civil law is fading and towards the tendency make changes conceptually to the criminal justice system, so that the judicial process drab dominated the role of judges is great where law and justice seems to be the monopoly of a judge, the role of judges research using law approach, conceptual, and comparative law. The results of this study is that morality is the essence of a sense of justice in society, morality can not be separated from the law, because morality is is what is considered correct by the general public, so the public will view the law as something that has no authority and can not be trusted, when morality is left in any decision of the judge in criminal judicial institutions that exist, because the inclusion of jury in the criminal justice system to prosecute local is the living law in automatically entered in every decision, every decision so it is possible to better meet the sense of justice in society.Keyword: jury, society, the criminal justice systemAbstrakArtikel ini bermaksud menganalisis mengenai penggunaan sistem peradilan jurypada sistem peradilan pidana Indonesia, jury adalah wujud dari lay participation atau partisipasi awam yaitu masyarakat dari professional  non hukum  didalam  peradilan, untuk  memberikan putusan  yang lebih  memenuhi  rasa keadilan didalam masyarakat, untuk menghindari peran hakim yang absolut dalam proses peradilan pidana, dalam sistem hukum negara-negara modern saat ini dikotomi antara sistem hukum tradisi common law atau civil law semakin memudar dan menuju kecenderungan untuk mencampurkan kedua sistem hukum tersebut demi menemukan keadilan substantif dalam proses peradilan. Indonesia tidak pernah melakukan perubahan secara konseptual pada sistem peradilan pidananya, sehingga proses peradilan yang menjemukan yang didominasi peran hakim yang besar dimana hukum dan keadilan seolah-olah aspek hukumnya dalam mengadili, Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini adalah bahwa moralitas adalah esensi dari rasa keadilan didalam masyarakat, moralitas tidak bisa dipisahkan dari hukum, sebab moralitas adalah adalah apa yang dianggap benar oleh masyarakat secara umum, sehingga masyarakat akan memandang hukum sebagai sesuatu yang tidak memiliki wibawa dan tidak dapat dipercaya, saat moralitas ditinggalkan didalam setiap putusan hakim didalam peradilan pidana. Memasukkanjury didalam sistem peradilan mampu meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan institusi peradilan yang ada, sebab dengan dimasukkannya jury didalam sistem peradilan pidana untuk mengadili dalam aspek the living law secara otomatis masuk didalam setiap putusan, sehingga dimungkinkan setiap putusan lebih dapat memenuhi rasa keadilan didalam masyarakat.Kata kunci: jury, masyarakat, sistem peradilan pidana
PENDAYAGUNAAN NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA (Suatu Kajian Terhadap Kebijakan Pemerintah Daerah Dan DPRD Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu Raya Dan Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat). Hazdan, M Fahmi; Sulistiyono, Adi
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18364

Abstract

AbstractThis article examines about what are the factors that constrain the inclusion of academic paper in the formation of regional regulations design of Mempawah District, Kubu Raya District, and Pontianak City in West Kalimantan Province in years of 2011, 2012, 2013, 2014, and 2015. And analyze the implications of legislation that does not utilize the academic paper. This article is a non-doctrinal research, and a qualitative descriptive research. Data in this article is derived from in-depth interviews and documentation study.  From this research showed the  factors that constrain  the inclusion  of  academic  paper  in  the formation of regional regulations design of  Mempawah District, Kubu Raya District, and Pontianak City in West Kalimantan in years 2011, 2012, 2013, 2014, and 2015 among others are due to the inclusion of academic paper are not required in the preparation of a formation of regional regulations design in legislation Number 12 Year 2011 about legal drafting. Holders authority of the regulations that do not all have a background in law, especially regarding the establishment of the regulation also be a factor in addition to the lack of awareness of the local community in terms of participation in the process of formation of the regional regulation.Keyword : Academic Paper, Local Regulations, Local Government.AbstrakArtikel ini mengkaji tentang apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala penyertaan naskah akademik dalam  pembentukan  Rancangan  Peraturan Daerah  Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu  Raya dan  Kota Pontianak  di Provinsi Kalimantan  Barat Tahun  2011, 2012, 2013,  2014 dan  tahun 2015. Serta melakukan  analisis mengenai implikasi  Perda yang  tidak mendayagunakan  naskah akademik tersebut. Artikel ini merupakan sebuah penelitian hukum non-doktrinal, dan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif.Data dalam artikel ini menggunakan data yang berasal dari hasil wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang menjadi kendala penyertaan naskah akademik dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu RayaDan Kota Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan tahun 2015 antara lain ialah karena tidak diharuskannya penyertaan naskah akademik dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Daerah di dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan. Pemegang  wewenang dari pembentuk peraturan yang tidak semua memiliki latar belakang hukum khususnya mengenai pembentukan peraturan perundang – undangan juga menjadi  salah  satu  faktor penyebab selain  kurangnya kesadaran  dari masyarakat di daerah dalam hal partisipasi dalam proses pembentukan Perda tersebut.Kata kunci : Naskah Akademik, Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah.

Page 1 of 2 | Total Record : 14