cover
Contact Name
Argyo Demartoto
Contact Email
jas@mail.uns.ac.id
Phone
+62271637277
Journal Mail Official
jas@mail.uns.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.uns.ac.id/jas/about/editorialTeam
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Analisa Sosiologi
ISSN : 23387572     EISSN : 26150778     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Analisa Sosiologi (JAS) diterbitkan per semester pada bulan April dan Oktober oleh Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ISSN : 2338 - 7572 (Print) dan ISSN: 2615-0778 (Online). JAS berdasarkan kutipan dan keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 21/E/KPT/2018, tanggal 9 Juli 2018 tentang hasil akreditasi jurnal ilmiah periode 1 tahun 2018, telah terakreditasi Peringkat 4 yang berlaku 5 Tahun, yaitu Volume 5 Nomor 1 tahun 2016 sampai Volume 9 Nomor 2 Tahun 2020. JAS memfokuskan diri pada hasil penelitian terkait isu-isu sosial-kontemporer di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan perkembangan masyarakat dari berbagai aspek. Selain itu, JAS juga menerima artikel yang bersumber pada telaah pustaka terkait dengan upaya pengembangan teori-teori sosiologi. Informasi mengenai JAS juga bisa diperoleh melalui media sosial.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 4 (2023)" : 7 Documents clear
TREN KECANTIKAN DAN IDENTITAS SOSIAL: ANALISIS KONSUMSI KOSMETIK DAN OBJEKTIFIKASI DIRI DI KALANGAN PEREMPUAN KOTA PALOPO Awaluddin Hasrin; Sangputri Sidik
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.71618

Abstract

Beauty is a fundamental aspect of women's existence. They have aspirations to fulfill society's beauty norms. This research seeks to examine the complexity of the idea of beauty among Palopo City and emphasize its impact on women's consumer behavior. Data was collected using qualitative methodology by conducting in-depth interviews and observations of women from various age groups in Palopo City. Research findings show that women in the city of Palopo conceptualize beauty as a combination of physical aspects that can be measured and non-physical aspects, such as self-confidence and self-perception. Beauty is partly formed by advertisements in the mass media, which align with the goals of capital owners in the beauty business, giving rise to the concept of the beauty myth. Apart from that, this concept is also formed by self-objectification that arises from the social environment. The use of cosmetics has become a basic need for women and increases self-confidence. However, this consumptive behavior also has a negative impact, encouraging a wasteful lifestyle and forming a false consciousness because someone feels valued in society only when they have made an effort to look beautiful.   Keywords: Women, Beauty, Consumerism, Palopo City AbstrakKecantikan merupakan aspek mendasar dari eksistensi perempuan. Mereka memiliki cita-cita untuk memenuhi norma kecantikan dalam masyarakat. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji kompleksitas gagasan kecantikan di kalangan warga Kota Palopo dan menekankan dampaknya terhadap perilaku konsumtif perempuan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metodologi kualitatif, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi terhadap perempuan dari berbagai kelompok umur di Kota Palopo. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perempuan di kota Palopo mengonseptualisasikan kecantikan sebagai perpaduan pada aspek fisik yang dapat diukur dan aspek nonfisik, seperti kepercayaan diri dan persepsi diri. Konsep kecantikan sebagian dibentuk oleh iklan-iklan di media massa yang sejalan dengan tujuan pemilik modal dalam bisnis kecantikan sehingga memunculkan konsep mitos kecantikan. Selain itu, konsep ini juga dibentuk oleh objektifikasi diri yang muncul dari lingkungan sosialnya. Penggunaan kosmetik telah menjadi kebutuhan mendasar bagi perempuan, dan meningkatkan rasa percaya diri. Namun demikian, perilaku konsumtif ini juga menimbulkan dampak buruk, mendorong gaya hidup boros dan membentuk suatu kesadaran palsu bagi mereka karena seseorang merasa dihargai dalam suatu masyarakat hanya ketika mereka telah berupaya untuk tampil cantik Kata Kunci: Perempuan, Kecantikan, Konsumerisme, Kota Palopo
DINAMIKA SOSIAL PENGUASAAN LAHAN DI DESA BISSOLORO (STUDI KASUS DATARAN SEDANG KABUPATEN GOWA) Nurdin Mappa; Saleh Molla
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.72088

Abstract

Land control for farmers is very important, without land farming cannot be carried out, however, this condition is increasingly worrying because of the large amount of land being converted into non-agricultural land. Every year the land converted into non-agricultural land reaches 110,000 hectares per year (Ayun et al., 2020). This condition is getting more and more uncontrollable so that it is very worrying about the sustainability of agriculture as well as threatening national food security at the same time it can affect human life itself because food is a primary human need, therefore research is very important to carry out as academic study material to be able to make all parties aware. This research aims to analyze the social dynamics of farmers' agricultural land control in the temperate plains in Bissoloro Village, Bongaya District, Gowa Regency. The data collection technique is through interviews using question sheets, while the data analysis technique is a qualitative analysis using a case study approach. The analysis steps are carrying out data verification, data display, and conclusion. The results of the analysis show that there are social dynamics of land tenure in Bissoloro Village, where the average area of land controlled by farmers is 1.1 Ha with land tenure status in the form of ownership of 80.5% and land rental of 18.5%. Land ownership was obtained from inheritance 76.2% or 15.9 Ha and through purchase 9.52% or 1.6 Ha. When compared with the national average land tenure of 0.5 Ha, farmers' control of agricultural land in Bisssoloro is still wider so it can still be sustainable.Keywords:  Farmers, Land,  Mastery, Medium, Plains AbstrakPenguasaan lahan bagi petani sangat penting, tanpa lahan usahatani tidak dapat dijalankan, akan tetapi kondisi ini semakin memprihatinkan oleh karena banyaknya lahan yang dikonversi menjadi lahan non pertanian. Setiap tahun lahan yang terkonversi menjadi lahan non pertanian mencapai 110.000 hektar pertahun (Ayun et al., 2020).  Kondisi ini  semakin lama semakin tak terkendali sehingga sangat mengkhawatirkan akan keberlanjutan pertanian sekaligus mengancam ketahanan pangan secara nasional dan sekaligus dapat mempengaruhi kehidupan manusia sendiri oleh karena pangan merupakan kebutuhan primer manusia, oleh karena itu penelitian sangat penting dilakukan sebagai bahan kajian akademik untuk dapat menyadarkan semua pihak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dinamika sosial  penguasaan lahan pertanian petani pada dataran sedang di Desa Bissoloro Kecamatan  Bongaya Kabupaten Gowa.  Teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan lembar pertayaan,  sedangkan tehniks analisis data dengan analisis kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Adapun langkah analisis yaitu melakukan previkasi data, displai data,  dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis menunjukkan  bahwa ada dinamika sosial  penguasaan lahan di Desa Bissoloro,  dimana rata-rata luas lahan  yang dikuasai perpetani adalah 1,1 Ha  dengan status penguasaan lahan berupa kepemilikan 80,5% dan sewa lahan 18,5%.  Kepemilikan lahan diperoleh dari warisan 76,2% atau 15,9 Ha, dan melalui pembelian  9,52%  atau 1,6 Ha.  Jika dibandingkan dengan rata-rata   penguasaan lahan   nasional  yaitu 0,5 Ha maka penguasaan petani terhadap lahan pertanian di Bisssoloro masih lebih luas sehingga masih dapat  berkelanjutan.Kata kunci: dinamika,  penguasaan, lahan, petani, sosial
RELASI SOSIAL DAN KEPERCAYAAN DALAM INDUSTRI JAMU MADURA: STUDI KASUS PERAMU JAMU DAN POLA KONSUMSI MASYARAKAT Samsul Muarif; Ekna Satriyati
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.72452

Abstract

This study aims to examine more deeply Juduh as a from of trust and the relationship between herbalists and Madurese herbal users. Juduh is term of belief in Madurese society. This research is motivated by the fact that the use of herbal medicine in Madurese society is believed to have many benefits. The method in this research is descriptive qualitative with a case study approach. Meanwhile, the data collection techniques are interviews, observations, and documentation. The results of this study found that Juduh is a from of consumer relations and trust in this case it becomes social capital for herbalists so that they can survive in marketing their herbal products. People who are Juduh by drinking herbal medicine will give recommendations to their relatives or people closest to them. The coming of trust in this case is obtained from consumes who are grateful after drinking herbal medicine so that herbalists will gain trust and social relations that can expand the herbal medicine industry. Keywords: Herbal Concoction, Juduh, Madura, Social Capital AbstrakStudi ini memiliki tujuan untuk menelaah lebih dalam terkait Juduh sebagai bentuk kepercayaan dan relasi antara peramu jamu dengan pengguna jamu Madura. Juduh merupakan istilah kepercayaan masyarakat Madura. Penelitian ini dilatarbelakangi atas fakta bahwasannya penggunaan jamu di masyarakat Madura yang dipercaya memiliki banyak manfaat. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Sementara itu, teknik pengambilan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa Juduh adalah bentuk dari relasi dan kepercayaan konsumen dalam hal ini menjadi modal sosial bagi peramu jamu sehingga bisa bertahan dalam memasarkan produk jamunya. Masyarakat yang Juduh dengan meminum jamu akan memberikan rekomendasi pada saudaranya atau orang terdekatnya. Datangnya kepercayaan dalam hal ini didapatkan dari konsumen yang Juduh setelah meminum jamu, sehingga peramu jamu akan mendapatkan kepercayaan dan relasi sosial yang mampu melebarkan industri jamu. Kata Kunci: Juduh, Modal Sosial, Madura, Peramu Jamu 
DUALITAS STRUKTUR PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN PARIWISATA (STUDI KASUS DI DESA ORO-ORO OMBO KECAMATAN BATU KOTA BATU) Siti Nurul Fitriyah Winarsih; Rachmad K. Dwi Susilo; Muhammad Hayat
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.64934

Abstract

Batu City was originally famous for its branding as the City of Apples which lifted from the structure, but with the change of the Mayor of Batu, Batu City has changed the direction of the development of Batu City into an agricultural-based tourism city. The actors have used the traditional structure of agriculture into a new structure for tourism development. This study aims to explain the duality of agricultural structures and tourism development in Oro-oro Ombo Village, Batu District, Batu City. The researcher uses a qualitative research approach with the type of case study research. Determination of the selected subjects using snowball sampling technique. Collecting data using observation, interview, and documentation techniques. The data analysis technique uses time series analysis. Anthony Giddens’ structuration theory is used as a supporting equipment for research analysis. The results of the research are as follows: (1) The presence of a new structure in the form of development and encouraging farmers in Oro-oro Ombo Village to sell agricultural land to investors. (2) Actors who used to play an active role in the agricultural structure are now shifting to become actors in the tourism structure. (3) The duality of the agency-structure relationship which is characterized by the bargaining conditions that occur, the structure of agriculture and tourism in Oro-oro Ombo Village attracts each other (constrains), actually can help each other but the actors involved in the two structures still do not know how.Keywords: Actor, Agriculture, Duality of Structure, and Tourism AbstrakKota Batu semula terkenal dengan branding Kota Apel yang mengangkat eksistensi dari struktur pertanian, namun dengan bergantinya periode pemerintahan Wali Kota Batu telah mengubah arah pembangunan Kota Batu menjadi kota pariwisata berbasis pertanian. Para aktor telah menggeser struktur tradisional berupa pertanian menjadi struktur baru pembangunan pariwisata. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bentuk dualitas struktur pertanian dan pembangunan pariwisata di Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu. Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Penentuan subjek dipilih menggunakan teknik snowball sampling. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis deret waktu. Teori Strukturasi Anthony Giddens digunakan sebagai alat pendukung analisis penelitian. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Hadirnya struktur baru berupa pembangunan pariwisata mendorong petani di Desa Oro-oro Ombo untuk menjual lahan pertanian kepada para investor. (2) Aktor yang dulu aktif berperan dalam struktur pertanian kini bergeser peran menjadi aktor dalam struktur pariwisata. (3) Dualitas hubungan struktur-agensi ditandai dengan kondisi tawar menawar yang terjadi, struktur pertanian dan struktur pariwisata di Desa Oro-oro Ombo saling tarik menarik (constrain), sebenarnya bisa saling menunjang namun aktor yang terlibat di kedua struktur tersebut masih belum tahu harus bagaimana.Kata Kunci : Aktor, Dualitas Struktur, Pariwisata, dan Pertanian
SMART CITY DAN (RE)PRODUKSI RUANG: ANALISIS IMPLEMENTASI SMART CITY DI BALI DAN YOGYAKARTA Ambar Sari Dewi; Agus Saputro
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.78848

Abstract

Smart city is the is the integration of technology infrastructure, development strategies for social/human capital, and a network of stakeholders to ensure the city’s interest. It is implemented to help government overcome urbanisation problems. However, the massive use of ICT in smart city raises questions on production of space in urban areas. Thus, this research aims to examine how production of space occurs in smart cities in Indonesia, namely in Badung (Bali), Sleman, and Bantul Regencies (Yogyakarta). Using qualitative multiple-case studies, this research characterised smart cities studied as proposed by Giffinger and Gudrun and analyzes them in the Lefebvrian’s concept of production of space. Data was collected in two stages: observation of smart city services on the official website and semi-structured interviews with smart city users in the three cities studied. The results show that the three official websites provide smart city services, although further development is required. Although, informants in this study knew about the program, their use of the services is limited due to technical obstacles, lack of interest, and lack of socialization of the services. As conclusion, the implementation of smart cities in three cities is still at the normative and top-down policy level. Hence, citizen might not understand or need these services. Regarding the production of space in smart cities, this research concludes that it occurs in spatial space and representational space. Therefore, the right to the city in the production of space to live and solve the city's social and economic problems is crucial.Keywords: Production of Space, City, Smart city, Yogyakarta, Bali AbstrakSmart city adalah tata kelola kota yang mengintegrasikan infrastruktur teknologi, strategi pengembangan modal sosial/manusia, dan jaringan pemangku kepentingan untuk menjamin kepentingan kota. Smart city diterapkan untuk membantu pemerintah mengatasi permasalahan urbanisasi. Namun, masifnya penggunaan TIK di kota pintar menimbulkan pertanyaan mengenai produksi ruang di kawasan perkotaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana produksi ruang terjadi di smart city di Indonesia, yaitu di Kabupaten Badung (Bali), Sleman, dan Bantul (Yogyakarta). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus ganda, penelitian ini mengelompokkan kota pintar berdasarkan karakteristik smart city yang ditawarkan oleh Giffinger dan Gudrun, kemudian menganalisisnya dalam konsep produksi ruang Lefebvrian. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap yaitu observasi layanan smart city di website resmi dan wawancara semi terstruktur terhadap pengguna smart city di tiga kota yang diteliti. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga situs resmi tersebut telah menyediakan layanan smart city, meskipun masih diperlukan pengembangan lebih lanjut. Meskipun informan dalam penelitian ini mengetahui tentang program ini, namun penggunaan layanan tersebut masih terbatas karena kendala teknis, kurangnya minat pengguna, dan kurangnya sosialisasi mengenai layanan tersebut. Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan smart city di tiga kota tersebut masih berada pada level kebijakan normatif dan bersifat top-down. Oleh karena itu, masyarakat mungkin tidak memahami atau bahkan membutuhkan layanan ini. Terkait produksi ruang di smart city, penelitian ini menyimpulkan hal ini terjadi pada ruang spasial dan ruang representasional. Oleh karena itu, hak atas kota dalam produksi ruang bagi warga kota untuk hidup dan menyelesaikan permasalahan sosial dan ekonomi kota menjadi sangat penting.Kata Kunci: Produksi Ruang, Kota, Kota Pintar, Yogyakarta, Bali
INSTITUSI SOSIAL: PERANNYA DALAM PENCEGAHAN PERKAWINAN ANAK DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Isnan Nursalim; Rosiady Husaenie Sayuti; Diki Wahyudi; Peri Anggraini; Minawati Anggraini
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.70961

Abstract

Specifically, this study aims to explore the role of social institutions in preventing child marriage in West Lombok Regency. In addition, this study also aims to determine the form of social institutional control in preventing child marriage in West Lombok. This research was designed using the qualitative Participatory Action Research (PAR) method. Social institutions as a structure can not only limit or restrict, but also become a space for shaping agent actions through the involvement of actors in preventing child marriage. In Giddens' concept of structuration, social institutions can become social practices that enable the interaction between agents and structures that are dual in nature. In the context of preventing child marriage, this social practice is mostly carried out by social institutions that focus on preventing child marriage. The existence of social institutions that focus on preventing and ending the practice of child marriage has begun to emerge from the district to village level. The existence of these social institutions can be interpreted that concern for the practice of child marriage is getting higher. The concept of structuration proposed by Anthony Giddens has provided insight into how interactions and relationships between social institutions shape community attitudes and actions. Continuous understanding and reflexivity can help people realize the impact of child marriage and try to prevent it with more responsible attitudes and actions. Keywords: child marriage, social institutions, social control, social institutions AbstrakSecara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menggali peran institusi sosial dalam pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Lombok Barat. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bentuk kontrol kelembagaan sosial dalam pencegahan pernikahan anak di Lombok Barat. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode Participatory Action Research (PAR) kualitatif. Pranata sosial sebagai suatu struktur tidak hanya dapat membatasi atau membatasi, tetapi juga menjadi ruang bagi pembentuk tindakan-tindakan agen melalui pelibatan aktor-aktor dalam pencegahan perkawinan anak. Dalam konsep strukturasi Giddens, institusi sosial dastruktupat menjadi praktik sosial yang memungkinkan terjadinya interaksi antara agen dan struktur yang bersifat dualitas. Dalam konteks pencegahan perkawinan usia anak, praktik sosial ini banyak dilakukan oleh institusi sosial yang memiliki fokus pada pencegahan perkawinan anak. Keberadaan institusi sosial yang memilki fokus isu pada upaya pencegahan dan mengahiri praktik perkawinan anak mulai bermunculan dari tingkat kabupaten hingga desa. Keberadaan institusi sosial ini dapat diartikan bahwa kepedulian terhadap praktik perkawinan anak semakin tinggi. Konsep strukturasi yang diajukan oleh Anthony Giddens telah memberikan wawasan tentang bagaimana interaksi dan hubungan antara institusi sosial membentuk sikap dan tindakan masyarakat. Pemahaman dan refleksivitas terus menerus dapat membantu masyarakat menyadari dampak dari perkawinan anak dan berusaha mencegahnya dengan sikap dan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Kata Kunci: pernikahan anak, pranata sosial, kontrol sosial, institusi sosial
TRANSFORMASI PENGETAHUAN DAN REALITAS SOSIAL PELAKU UMK TENTANG LABEL HALAL Muhammad Yuga Purnama; Roma Ulinnuha
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 12, No 4 (2023)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v12i4.71327

Abstract

This article discusses the challenges of Small Micro Enterprises (MSEs) in handling halal disruption. In the modern halal era, it is not only a matter of a stable taxonomy between what is permissible (halal) and what is not permissible (haram), but more broadly it has become a form of standardization to manage production, trade and consumption. This system can be a profitable innovation opportunity as well as a disruption for business actors, especially MSEs. The method used is a case study with interviews, observation, and documentation of the MSEs of traditional food and beverages in Sleman. The results show that MSEs experience problems with adaptation to halal certification due to existing social realities such as barriers to information, finance, infrastructure and technology. Efforts are needed to form a social reality that supports the adaptation of MSEs to halal certification such as optimizing socialization, mentoring, and other supporting facilities. Keywords: Disruption, Halal Sertification, MSEs AbstrakArtikel ini membahas tantangan Usaha Mikro Kecil (UMK) dalam menghadapi desrupsi halal. Di era modern halal bukan hanya perkara stable taxonomy antara yang  boleh (halal) dan tidak boleh (haram), tetapi lebih luas menjadi sebuah bentuk standarisasi untuk mengatur produksi, perdagangan, dan konsumsi. Sistem tersebut dapat menjadi peluang inovasi yang menguntungkan juga sebagai gangguan terhadap pelaku usaha, utamanya UMK. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap UMK makanan dan minuman tradisional di Sleman. Hasil menunjukkan bahwa  bahwa UMK mengalami problem adaptasi terhadap sertifikasi halal akibat realitas sosial yang ada seperti hambatan pada informasi, keuangan, infrastruktur dan teknologi. Perlu usaha untuk membentuk realitas sosial yang mendukung adaptasi UMK terhadap sertifikasi halal seperti optimalisasi sosialisasi, pendampingan, dan sarana pendukung lainnya.. Kata Kunci: Disrupsi, Sertifikasi Halal, UMK

Page 1 of 1 | Total Record : 7