cover
Contact Name
Argyo Demartoto
Contact Email
jas@mail.uns.ac.id
Phone
+62271637277
Journal Mail Official
jas@mail.uns.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.uns.ac.id/jas/about/editorialTeam
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Analisa Sosiologi
ISSN : 23387572     EISSN : 26150778     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Analisa Sosiologi (JAS) diterbitkan per semester pada bulan April dan Oktober oleh Program Studi Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan ISSN : 2338 - 7572 (Print) dan ISSN: 2615-0778 (Online). JAS berdasarkan kutipan dan keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 21/E/KPT/2018, tanggal 9 Juli 2018 tentang hasil akreditasi jurnal ilmiah periode 1 tahun 2018, telah terakreditasi Peringkat 4 yang berlaku 5 Tahun, yaitu Volume 5 Nomor 1 tahun 2016 sampai Volume 9 Nomor 2 Tahun 2020. JAS memfokuskan diri pada hasil penelitian terkait isu-isu sosial-kontemporer di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan perkembangan masyarakat dari berbagai aspek. Selain itu, JAS juga menerima artikel yang bersumber pada telaah pustaka terkait dengan upaya pengembangan teori-teori sosiologi. Informasi mengenai JAS juga bisa diperoleh melalui media sosial.
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 9, No 1 (2020)" : 8 Documents clear
TRADISI MASKULINITAS SUKU SASAK (STUDI TENTANG SENI PERTUNJUKAN PERESEAN) Solikatun, Solikatun; Kartono, Drajat Tri
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.474 KB) | DOI: 10.20961/jas.v9i1.41450

Abstract

Peresean is the traditional art of the Sasak people who fight two men (pepadu) by using weapons from rattan sticks and shields. This research uses a qualitative research method with an ethnographic approach. The results of this study indicate that the shift in the meaning of masculinity in society has been influenced by the times and changes that occur in society. In addition, the development of media and science is increasingly advanced. Where once the public interpreted men as masculine when in the art of performing a man could win the fight. At that time men have their own pride, prestige, unmatched men and dare to defeat the enemy. But now the meaning of masculinity has shifted, the masculine meaning for society that a man looks masculine in the arena of battle if he is able to control emotions during the game, able to play sportsmanship, not revenge after the fight ends, and able to establish friendship between players.Keywords: Masculinity; Tradition; Peresean. AbstrakPeresean adalah kesenian tradisional masyarakat Suku Sasak yang mempertarungkan dua laki-laki (pepadu) dengan memakai senjata dari tongkat rotan dan perisai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian ini menunjukkan hahwa pergeseran makna maskulinitas pada masyarakat telah dipengaruhi oleh perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Selain itu paekembangan media dan ilmu pengetahuan yang makin maju. Dimana dulu masyarakat memaknai laki-laki terlihat maskulin ketika dalam seni pertunjukan peresean seorang laki-laki dapat memenangkan pertarungan. Saat itu laki-laki memiliki kebanggaan tersendiri, prestise, laki-laki tanpa tanding dan berani mengalahkan musuh. Namun sekarang ini makna maskulinitas mengalami pergeseran, makna maskulin bagi masyarakat bahwa seorang laki-laki terlihat maskulin dalam arena pertarungan peresean jika mampu mengontrol emosi selama pertandingan, mampu bermain secara sportifitas, tidak dendam setelah pertarungan berakhir, dan mampu menjalin silaturahmi antar pemain.Kata kunci : Maskulinitas; Tradisi; Peresean. 
KONSTRUKSI KONSUMEN MUSLIM TERHADAP LABELLING HALAL PADA PRODUK KOSMETIK (STUDI FENOMENOLOGI PENGGUNAAN KOSMETIK HALAL DI KALANGAN MAHASISWI DI KOTA MALANG Nastiti, Nabeta De; Perguna, Luhung Achmad
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v9i1.37671

Abstract

The role of the hijrah movement has implications for the manufacture of cosmetic products that are labeled halal. This study aims to determine the social construction of Muslim consumers on halal labeled cosmetic products. The theory used is Peter L. Berger's social construction theory which contains three stages of construction namely internalization, objectification, and externalization. The method in this research is to use a qualitative method with a phenomenological approach. The findings of this research are that the halal label found on cosmetic products is only considered as a sedative and has its own 'plus value' for consumers and halal labeling becomes a symbolic representation of Islam. An externalization process took place in the form of consumer implications considering cosmetic products labeled as halal as a form of symbolic representation of Islam. The objectification process was marked by changes in behavior that were more selective in using cosmetic products (the halal label listed in cosmetics was preferred), the internalization process with the influence of environmental factors (friends of informants) who use cosmetic products labeled as halal so that it affects consumers' decisions to buy cosmetics products that are labeled as halal. Keywords: Islam; Commodity; Halal; Construction. AbstrakPeran gerakan hijrah berimplikasi pada pembuatan produk kosmetik yang diberi label halal. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui konstruksi sosial konsumen muslim terhadap produk kosmetik berlabel halal. Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial miliki Peter L. Berger yang memuat tiga tahapan konstruksi yaitu internalisasi, objektifikasi, dan eksternalisasi. Metode di dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Adapun hasil temuan dari penelitian ini adalah label halal yang ditemukan pada produk kosmetik hanya dianggap sebagai penenang dan memiliki ‘nilai plus’ tersendiri bagi konsumen serta labelling halal menjadi sebuah representasi simbolik Islam. Terjadi proses eksternalisasi berupa implikasi konsumen mempertimbangkan produk kosmetik berlabel halal sebagai bentuk representasi simbolik Islam, Proses objektifikasi ditandai dengan perubahan perilaku yang lebih selektif lagi dalam menggunakan produk kosmetik (label halal yang tercantum dalam kosmetik lebih diutamakan),  Proses internalisasi dengan adanya faktor pengaruh dari lingkungan (teman-teman informan) yang menggunakan produk kosmetik berlabel halal sehingga mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk kosmetik berlabel halal.Kata kunci : Islam; Komoditas; Halal; Konstruksi.
SUPREMASI PATRIARKI: REAKSI MASYARAKAT INDONESIA DALAM MENYIKAPI NARASI SEKSUALITAS DAN PERKOSAAN KASUS REYNHARD SINAGA Nikodemus Niko; Alfin Dwi Rahmawan
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (618.363 KB) | DOI: 10.20961/jas.v9i1.39781

Abstract

The main idea of this paper is to dismantle the narrative of sexuality which is often likened to sexual violence (rape) narratives in various cases. This Paper departs from a phenomenon that is being highlighted at the beginning of 2020, which is about rape involving Indonesian citizens who are in the UK. It is reported that rape made by Indonesian citizen is the biggest rape case in England. The problem is the phenomenon of rape made by the Indonesian citizen become a patriarchy supremacy with the number of comments that are in the universe of cyberspace. The method of this peper are qualitative with a library study approach. The presenting of descriptive data analysis derived from the secondary data. The data analyzed are from secondary data derived from media coverage, scientific journals and books related to this paper theme. Based on the analysis, Indonesian society is largely still assuming that rape crimes are related to sexuality. In the case of Reynhard the more condemned was the sexuality (homosexual) than the crimes and criminal he committed. Sexuality is a private realm, which is not a defining you want to be a good person or a bad person. While rape is a criminal offence that is entirely different to sexuality, where rape is not the case for sexuality but rather a lame power relationship.Keywords: Sexual Violence; Sexuality; Patriarchy Supremacy; Rape. AbstrakIde utama dari paper ini adalah ingin membongkar narasi seksualitas yang acapkali dipersamakan dengan narasi kekerasan seksual (perkosaan) pada berbagai kasus. Paper ini berangkat dari fenomena yang sedang menjadi sorotan di awal tahun 2020, yakni tentang pemerkosaan yang melibatkan warga negara Indonesia yang berada di Inggris. Diberitakan bahwa pemerkosaan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia ini merupakan kasus pemerkosaan terbesar di Inggris. Permasalahan disini, fenomena pemerkosaan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia tersebut menjadi sebuah supremasi patriarki dengan banyaknya komentar yang berseliweran di jagat dunia maya. Metode yang dilakukan dalam peper ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Penyajian data deskriptif analisis yang berasal dari data sukender. Data yang dianalisis berasal dari data sekunder yang berasal dari pemberitaan media, jurnal ilmiah dan buku yang berkaitan dengan tema paper ini. Berdasarkan analisis, masyarakat Indonesia sebagian besar masih beranggapan bahwa kejahatan perkosaan berkaitan dengan seksualitas. Pada kasus Reynhard yang lebih banyak dikutuk adalah seksualitasnya (homoseksual) dibandingkan kejahatan dan kriminal yang dilakukannya. Seksualitas adalah ranah privat, yang bukan menjadi penentu kau mau jadi orang baik atau orang jahat. Sementara perkosaan adalah tindak pidana yang sama sekali berbeda dengan seksualitas, dimana perkosaan bukan terjadi karena seksualitas melainkan adanya relasi kuasa yang timpang.Kata kunci : Kekerasan Seksual; Seksualitas; Supremasi Patriarki, Perkosaan.
MEMORI KAIN TENUN : KONTESTASI IDENTITAS KULTURAL SABU DIASPORA DAN GLOBALISASI DI KOTA KUPANG Priskila Ferawati Riwu; Izak Y. M. Lattu; Rama Tulus Pilakoanu
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.796 KB) | DOI: 10.20961/jas.v9i1.40441

Abstract

Textile in the life of the Savu is not only understood as a work of art but as a marker of the Sabu genealogical identity which is divided into two. Hubi ae is for sister's bloodline while hubi is for sister's bloodline. This is where the role of patterns and compositions (motifs) in woven fabrics. Sabu people can find out the origin of the users of woven cloth simply by looking at the motives that exist in the weaving that is used. The purpose of this writing is to explore the understanding of the younger generation of diaspora methamphetamine about their eating of motifs in the woven fabric of Sabu in Kupang City. The author uses qualitative research methods by conducting interviews with young gerenasi, parents, traditional leaders who live in the city of Kupang. Based on the data obtained, the authors found that cultural memory in the narrative of woven cloth as an identity is not interpreted as it should be due to the influence of globalization and the crisis of cultural identity. The author also sees that the government has enacted policies in dealing with an identity crisis, such as the use of woven cloth on certain days and empowering weavers in the regions. The author also proposes several efforts that must be carried out by the government that responds to the needs of the younger generation that are synonymous with technological developments such as making official websites for access to accurate and valid information.Keywords: Young Generation; Globalization; Cultural Identity; Cultural Memory; Textile. AbstrakTekstil dalam kehidupan orang Sabu tidak hanya dipahami sebagai sebuah karya seni melainkan sebagai penanda identitas genealogis orang Sabu yang terbagai dua.  Hubi ae untuk garis keturunan kakak sedangkan hubi iki untuk garis keturunan adik. Disinilah peran dari pola dan komposisi (motif) dalam kain tenunan. Orang Sabu dapat mengetahui asal dari pemakai kain tenun cukup dengan melihat motif yang ada dalam tenun yang digunakan. Penulisan ini bertujuan mengeksplorasi pemahaman generasi muda sabu diaspora mengenai pemakanaan mereka terhadap simbol motif dalam kain tenunan Sabu di Kota Kupang. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara kepada gerenasi muda, orang tua, tokoh adat yang tinggal di kota Kupang. Berdasarkan data yang diperoleh, penulis menemukan bahwa memori budaya dalam narasi kain tenun sebagai identitas tidak dimaknai sebagaimana seharusnya disebabkan karena pengaruh globalisasi dan krisis identitas budaya. Penulis juga melihat bahwa pemerintah telah memberlakukan kebijakan-kebijakan dalam menghadapi krisis identitas, seperti pemakaian kain tenun pada hari-hari tertentu dan memberdayakan para penenun di daerah-daerah. Penulis juga mengusulkan beberapa upaya yang harus dilakukan pemrintah yang menjawab kebutuhan generasi muda yang identik dengan perkembangan teknologi seperti pembuatan website resmi untuk akses informasi yang akurat dan valid.Kata kunci : Generasi Muda; Globalisasi; Identitas Kultural; Memori Budaya; Tekstil.
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM PEMBENTUKKAN KARAKTER, ETIKA DAN MORAL SISWA SMA NEGERI DI KOTA MALANG Alan Sigit Fibrianto; Ananda Dwitha Yuniar
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (590.633 KB) | DOI: 10.20961/jas.v9i1.41372

Abstract

Moral of students as the next generation of the nation experienced a lot of shifts. This is evidenced from the many cases of students against teachers, brawls between students, addicted to online games and so on. With the behavior patterns of the younger generation like this, it can be said that the younger generation has experienced moral degradation. This study aims to explain how organizational culture is able to be a shield for poor student behavior. This descriptive qualitative research approach uses observation and interviews as data collection techniques and focuses on several organizations that exist in state high schools in Malang. The results show that there is an ideology that is firmly embedded in students who are members of the organization. In addition, the activities reflected in the organization are able to foster leadership and high sense of responsibility. The organization is part of the school curriculum that plays a role in creating activities that are non-academic and is expected to be able to contribute in the form of achievement and raise the good name of the school. The organization becomes a place in the formation of the character of the nation's next generation. Youth as an agent of change must have been formed since school, and the best formation period is at the high school level where individuals are already part of the society as a whole.Keywords: Culture of Organizatio; Ethics; Character; Morality; Youth Generation. AbstrakMoral siswa sebagai generasi muda penerus bangsa banyak mengalami pergeseran. Hal ini dibuktikan dari banyaknya kasus-kasus siswa melawan guru, tawuran antar siswa, kecanduan game online dan sebagainya. Dengan adanya pola perilaku generasi muda seperti ini, bisa dikatakan bahwa generasi muda telah mengalami degradasi moral. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana budaya organisasi mampu menjadi tameng bagi perilaku pelajar yang buruk. Penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif ini menggunakan observasi dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data dan berfokus pada beberapa organisasi yang ada di SMA Negeri di Kota Malang. Hasil menunjukkan bahwa terdapat ideologi yang tertanam kuat pada diri pelajar yang tergabung di dalam organisasi. Selain itu, kegiatan yang tercermin dari organisasi mampu menumbuhkan jiwa-jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Organisasi merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang berperan dalam menciptakan aktivitas yang bersifat non-akademis serta diharapkan mampu memberikan sumbangsih berupa prestasi dan mengangkat nama baik sekolah. Organisasi menjadi wadah dalam pembentukkan karakter pemuda penerus bangsa. Pemuda sebagai agent of change sudah harus dibentuk sejak bangku sekolah, dan masa pembentukkan terbaiknya adalah pada jenjang SMA di mana individu secara perdana sudah menjadi bagian dari masyarakat secara utuh.   Kata kunci : Budaya Organisasi; Etika; Karakter; Moral; Pemuda.
WAYANG WAHYU : HIBURAN DAN MEDIA PEMBELAJARAN Thomas Aquinas Gutama
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.608 KB) | DOI: 10.20961/jas.v9i1.29192

Abstract

The life of modern society offers a variety of entertainment media, so traditional entertainment such as wayang is no longer interesting. Some religious institutions open themselves so that their religious teachings can be learned through the wayang wahyu revelation. The purpose of this study is to examine the wayang Ngajab Rahayu revelation which was chosen as a medium for planting the values of community life, and the community's response to the wayang wahyu revelation and understanding and implementing it in social life. This qualitative descriptive study was conducted on the audience of Wayang Wahyu Ngajab Rahayu, dhalang Wayang Wahyu Ngajab Rahayu, a Christian religious figure in Surakarta. Data analysis techniques using an interactive analysis model with the Functional Structural Theory of Parsons. The results showed that Wayang Wahyu is not just a spectacle that is used as a guide, but rather a guidance that is exhibited and realized by Christians. So that Wayang Wahyu is seen from an artistic point of view as an entertaining spectacle with its jokes, while from the point of view of preaching it is a model for learning the Christian faith. Wayang Wahyu provides an example of good deeds, which is a learning process for Christians to "ground" the teachings of Christ in the past for modern life. After people become acquainted with religion, their adherents often make it an exaggerated difference. For that we need wisdom in dealing with differences. There needs to be a "dialogue" that expresses what is taught by a religion, so that other religions can know and understand it. Wayang Wahyu can be an example of dialogue between religious communities.Keywords: Puppet Wahyu; Entertainment; Learning Media.AbstrakKehidupan masyarakat modern banyak menawarkan berbagai media hiburan, sehingga hiburan tradisional seperti wayang tidak menarik lagi. Lembaga agama ada yang membuka diri agar ajaran agamanya bisa dipelajari melalui pentas wayang wahyu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji wayang wahyu Ngajab Rahayu yang dipilih sebagai media penanaman nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, dan tanggapan masyarakat terhadap pertunjukkan wayang wahyu dan memaknai dan mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian deskriptif kualitatif ini dilakukan terhadap penonton Wayang Wahyu Ngajab Rahayu, dhalang Wayang Wahyu Ngajab Rahayu, tokoh agama Kristiani di Surakarta. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dengan teori Struktural Fungsional dari Parsons. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wayang Wahyu bukan sekedar tontonan yang dijadikan tuntunan, melainkan suatu tuntunan yang dipertontonkan dan diwujudkan oleh para pemeluk agama Kristiani. Sehingga Wayang Wahyu dilihat dari sudut kesenian merupakan suatu tontonan yang menghibur dengan leluconnya, sedangkan dari sudut pewartaan merupakan model pembelajaran iman Kristiani. Wayang Wahyu memberikan contoh perbuatan baik merupakan suatu pembelajaran bagi pemeluk agama Kristiani untuk “membumikan” ajaran Kristus pada jaman yang lampau untuk kehidupan modern ini. Setelah orang mengenal agama, pemeluknya sering menjadikannya suatu perbedaan yang terlalu dibesar-besarkan. Untuk itu perlu kearifan dalam menyikapi perbedaan. Perlu adanya suatu “dialog” yang mengungkapkan apa yang diajarkan oleh suatu agama, sehingga agama lain dapat mengetahui dan memahaminya. Wayang Wahyu dapat menjadi contoh ajang dialog antar umat beragama.  Kata kunci : Wayang Wahyu; Hiburan; Media Pembelajaran.
SISTEM LAPISAN SOSIAL DAN SISTEM KEAGAMAAN MEGALITIK-HINDU KUNO DI LIMA WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN KEBUMEN Hindarto, Teguh; Ansori, Chusni
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1811.708 KB) | DOI: 10.20961/jas.v9i1.41390

Abstract

The existence of a number of ancient Megalithic and Hindu artifacts in five districts in Kebumen Regency is still lacking in assessment, especially from a sociological perspective. Its existence is dominated by a number of narratives that are mythological rather than historical and sociological. The research method used in this study is qualitative with an exploratory and descriptive approach. This study was analyzed using Structural Functional Theory. The research results show that the ancient Kebumen area is home to several layers of older people who lived in the Megalithic era marked by the presence of a number of terraces and andesite stone structures. The next layer of society is the ancient Hindu era of Shiva worshipers, which is marked by the presence of a number of Lingga and Yoni and Ganesha. Although minus documentary data regarding the existence of people who left behind the legacy of ancient Megalithic and Hinduism, but through the analysis of material social facts the existence of artifacts and analysis of religious symbols, a number of initial conclusions were formed which became the basis for subsequent sociological research. Based on available data it can be concluded that various ancient socio-religious layers have contributed to shaping the socio-cultural life of the Kebumen community today.Keywords: Megalithic; Hinduism; Shivaism; Social Layer; Religious Systems; Social Facts; Social Stratification; Gemeinschaft; Geselschaft. AbstrakKeberadaan sejumlah sebaran artefak Megalitik dan Hindu kuno di lima kecamatan di Kabupeten Kebumen masih minim pengkajian khususnya dari perspektif sosiologis. Keberadaannya lebih didominasi oleh sejumlah narasi yang bersifat mitologis tinimbang historis dan sosiologis.. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan eksplorasi dan deskriptif. Penelitian ini dianalisis menggunakan teori Fungsional Struktural. Hasil riset menujukkan bahwa wilayah Kebumen kuno merupakan tempat tinggal beberapa lapisan masyarakat lebih tua yang hidup di era Megalitik yang ditandai dengan keberadaan sejumlah punden berundak dan struktur batu andesit. Lapisan masyarakat berikutnya adalah masyarakat era Hindu kuno pemuja Siwa yang ditandai dengan keberadaan sejumlah Lingga dan Yoni serta Ganesha. Sekalipun minus data dokumenter mengenai keberadaan masyarakat yang meninggalkan warisan Megalitik dan Hindu kuno, namun melalui analisis fakta sosial material keberadaan artefak dan analisis simbol-simbol keagamaan, didapatkan sejumlah kesimpulan awal yang menjadi landasan bagi penelitian sosiologis berikutnya. Berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa berbagai lapisan sosial keagamaan kuno telah berkontribusi membentuk kehidupan sosial budaya masyarakat Kebumen masa kini.   Kata kunci : Megalitik, Hinduisme, Siwaisme, Lapisan Sosial, Sistem Keagamaan, Fakta Sosial, Stratifikasi Sosial, Paguyuban, Patembayan.
RESISTENSI SIMBOLIK TENUN KORKASE PADA MASYARAKAT AMARASI Namah, Jimris Edison
Jurnal Analisa Sosiologi Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/jas.v9i1.35420

Abstract

This research aims to describe and analyze symbolic resistance through the korkase woven cloth (foreign birds) of the Amarasi community to the government system during the time of the Amarasi king H.R Koroh (Uis Pah Koroh). The method used is a qualitative research method with a descriptive approach, using interview techniques, documentary studies and literature studies. The results showed that the korkase weaving symbol is one of the motives that has an important role in the Amarasi community. For the Amarasi people on one hand, korkase is a symbol of the king's identity. But on the other hand, it is used as a symbol of resistance to the structure or system of government that is not in accordance with the values of truth and justice. The korkase weaving symbol as a sacred text represents the voice of the Amarasi people to fight for the values of love, justice, brotherhood and equality. This paper wants to revive the appreciation of the Amarasi community symbolized in korkase woven fabric as an identity that needs to be respected and upheld.Keywords: Amarasi; Korkase Weaving; Symbolic Resistance; Sacred Text.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa resistensi simbolik melalui kain tenun korkase (burung asing) masyarakat Amarasi terhadap sistem pemerintahan pada masa raja Amarasi H.R Koroh (Uis Pah Koroh). Metode yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, memakai teknik wawancara, studi dokumenter dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol tenun korkase merupakan salah satu motif yang memiliki peranan penting dalam masyarakat Amarasi. Bagi masyarakat Amarasi disatu sisi, korkase merupakan simbol identitas raja. Namun di sisi yang lain, dipakai sebagai simbol perlawanan terhadap struktur atau sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran dan keadilan. Simbol tenun korkase sebagai teks suci mewakili suara masyarakat Amarasi untuk memperjuangkan nilai-nilai cinta-kasih, keadilan, persaudaraan, dan kesetaraan. Tulisan ini ingin mengangkat kembali penghargaan terhadap masyarakat Amarasi yang disimbolkan dalam kain tenun korkase sebagai identitas yang perlu dihargai dan dijunjung tinggi. Kata kunci : Amarasi; Resistensi Simbolik; Tenun Korkase; Teks Suci.

Page 1 of 1 | Total Record : 8