cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Jurnal Ergonomi dan K3
ISSN : 26157732     EISSN : 26157732     DOI : -
Core Subject : Health, Engineering,
Jurnal Ergonomi dan K3 diterbikan 2 kali setahun, bulan Maret dan September. Topik makalah untuk jurnal Ergonomi dan K3 meliputi namun tidak terbatas pada: antropometri, biomekanika, fisiologi, lingkungan kerja, ergonomi kognitif, ergonomi budaya, keselamatan dan kesehatan kerja.
Arjuna Subject : -
Articles 71 Documents
Pengujian Keandalan Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) Lapisan Unsafe Acts dan Unsafe Supervision Menggunakan Metode Index of Concordance Iftikar Z Sutalaksana; Tahera Kania
Jurnal Ergonomi dan K3 VOL 2, NO 1 (2017): MARET 2017
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.658 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2017.2.1.5

Abstract

Berdasarkan laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tahun 2013, penyebab kecelakaan transportasi udara di Indonesia 60% diakibatkan oleh faktor manusia. Berbagai metode telah dikembangkan untuk melakukan identifikasi dan analisis human error, salah satunya adalah Human Factors Analysis and Classification System (HFACS). Metode ini menjelaskan empat tingkatan pada human failure, yaitu unsafe acts, preconditions of unsafe acts, unsafe supervision, dan organizational influences. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keandalan HFACS lapisan unsafe acts dan unsafe supervision dalam menginvestigasi kecelakaan penerbangan di Indonesia serta untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keandalan tersebut. Metode yang digunakan dalam menguji keandalan HFACS yaitu index of concordance (IOC). Metode ini menghitung persentase kesepakatan (percentage agreement) antar responden. Persentase lebih dari 70% dianggap andal. Berdasarkan hasil kuesioner, didapatkan persentase kesepakatan pada tingkat lapisan yaitu sebesar 89.50% sedangkan persentase kesepakatan pada tingkat sublapisan yaitu sebesar 24.11%. Oleh karena itu, lapisan unsafe acts dan unsafe supervision andal pada tingkat lapisan namun tidak andal pada tingkat sublapisan. Terdapat beberapa faktor-faktor yang memengaruhi keandalan ini yaitu kelengkapan informasi, responden kuesioner HFACS, petunjuk HFACS, dan prosedur penelitian.
Hubungan antara Indikator Pengukuran Kelelahan Kerja dan Metode Cepat Penilaian Risiko Ergonomi Yassierli Yassierli; Dwina Oktoviona; Inayati Ulin Na’mah
Jurnal Ergonomi dan K3 Vol 1, No 1 (2016): Maret 2016
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.5 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2016.1.1.1

Abstract

Kelelahan kerja merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap performansi kerja dan keselamatan kerja. Setiap pekerjaan memiliki potensi kelelahan kerja baik itu kelelahan fisik maupun mental. Setiap perusahaan perlu mengetahui tingkat kelelahan yang dialami oleh para pekerja sehingga dapat meminimasi dampak negatif yang mungkin timbul akibat kelelahan kerja. Dalam prosesnya, pengukuran kelelahan kerja tidak dapat dilakukan secara langsung dan dapat mengganggu aktivitas pekerja. Hal ini menyebabkan masih banyak perusahaan yang belum melakukan pengukuran kelelahan pada pekerjanya terlepas apakah pekerjaan yang dilakukannya memiliki risiko kecelakaan yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dicari suatu metode pengukuran yang mudah dan cepat sehingga dapat diterapkan pada berbagai perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah metode penilaian cepat risiko ergonomi (ergonomics quick assessment tools) dapat digunakan untuk menggantikan indikator kelelahan kerja dalam mengukur tingkat kelelahan yang dialami pekerja. Pengukuran kelelahan kerja pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan indikator denyut jantung dan kekuatan genggaman tangan. Penilaian risiko ergonomi dilakukan dengan menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA) dan Quick Exposure Checklist (QEC). Pengukuran kelelahan kerja dan penilaian risiko ergonomi dilakukan pada dua kelompok pekerjaan. Jumlah partisipan untuk setiap kelompok pekerjaan adalah 12 orang. Pengukuran kelelahan kerja dilakukan sebanyak satu kali sebelum pekerja melakukan aktivitas pekerjaan dan sebanyak empat kali saat jam kerja dengan frekuensi dua jam sekali. Penilaian risiko ergonomi menggunakan REBA dan QEC dilakukan untuk setiap pekerja. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan antara hasil pengukuran kelelahan kerja dengan penilaian risiko ergonomi pada masing-masing kelompok pekerjaan. Hal ini menunjukkan adanya peluang penggunaan metode penilaian risiko ergonomi dalam mengukur kelelahan kerja menggantikan metode pengukuran dengan menggunakan indikator yang ada.
Prevalensi Bahaya Potensial Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Pengrajin Emping dan Keripik di Kota Cilegon Banten Yosephin Sri Sutanti; Yusuf Handoko
Jurnal Ergonomi dan K3 Vol 2, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.89 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2017.2.2.5

Abstract

Sektor informal di Indonesia belum banyak diteliti, padahal sebagian besar pekerja di Indonesia (kurang lebih 70%) adalah pekerja di sektor informal yang banyak terpajan bahaya potensial selama bekerja. Penelitian pada sektor informal ini mengambil populasi pengrajin emping dan keripik di Kota Cilegon, karena kota ini merupakan kota percontohan bidang Kesehatan Kerja di Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data prevalensi pajanan bahaya potensial pada pengrajin emping dan keripik di Kota Cilegon. Subyek penelitian adalah pengrajin emping dan keripik di Kota Cilegon. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara dan kuesioner serta pengukuran terhadap lingkungan kerja. Pengumpulan data pajanan fisik menggunakan soundlevel meter, luxmeter dan alat pengukur suhu serta pajanan ergonomik menggunakan Nordic bodymap discomfort, sedangkan pajanan psikologis menggunakan kuesiner stress kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pengrajin mengalami masalah musculoskeletal berupa nyeri mulai dari skala agak nyeri sampai nyeri sekali. Pengukuran pajanan fisik sudah di luar dalam batas normal tetapi relatif menimbulkan gangguan hanya pada sebagian pengrajin, sehingga membutuhkan penelitian lanjutan (suhu berkisar 26-31 derajat Celcius, penerangan 100-200 lux, kebisingan rata-rata 61 dB). Adanya stress yang berhubungan dengan pekerjaan didapatkan pada sebagian kecil pengrajin saja.
Evaluasi Desain Interface Meja Pelayanan Pengatur Perjalanan Kereta Api Jenis Visual Display Unit (VDU) Herlina Nurtjahyo
Jurnal Ergonomi dan K3 VOL 2, NO 1 (2017): MARET 2017
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (712.749 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2017.2.1.1

Abstract

Tingginya jumlah penumpang membuat PT KAI menambah armada kereta api di Indonesia sehingga meningkatnya kepadatan lalu lintas perkeretaapian. Kepadatan lalu lintas perkeretaapian berpengaruh terhadap pekerjaan pengatur perjalanan kereta api yang menggunakan meja pelayanan sebagai alat utama pelayanan kereta api. Kedepannya meja pelayanan jenis Visual Display Unit akan digunakan untuk menggantikan meja pelayanan yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah interface meja pelayanan jenis Visual Display Unit telah memenuhi standar ergonomi. Kriteria evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah efectiveness, efficiency, learnability dan juga satisfaction. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Hierarchy Task Analysis, performance measurement, System Usability Scale, USE Questionairre, and Restrospective Think Aloud. Hasil penelitian menghasilkan usulan pengembangan interface meja pelayanan jenis Visual Display Unit untuk memenuhi standar ergonomi.
PENGGUNAAN EKSPERIMEN MITAL DAN WU DALAM PENENTUAN MAXIMUM ACCEPTABLE WEIGHT OF LIFT BAGI PEKERJA INDONESIA Studi kasus di PT. Pri Adhi Husada, Muntilan, Jawa Tengah Santoso, Santoso; Sutalaksana, Iftikar Z
Jurnal Ergonomi dan K3 JURNAL ERGONOMIKA
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (22.905 KB)

Abstract

Sebagian besar pekerjaan dan aktivitas dalam dunia industri tidak lepas dari penanganan material secara manual (Manual Material Handling). Dari jenisnya, pemindahan material secara manual dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: mengangkat (lifting), membawa (carrying), meletakkan (lowering), mendorong (pushing), dan menarik (pulling). Lembaga-lembaga kesehatan dunia menyebutkan bahwa aktivitas penanganan material secara manual adalah penyebab utama yang paling sering menyebabkan cedera pada tubuh manusia. Penelitian ini menggunakan metode psikofisik untuk menentukan beban pengangkatan maksimum yang aman untuk pekerja manual handling laki-laki Indonesia. Penelitian ini hanya mengamati aktivitas mengangkat (lifting) saja. Penelitian ini juga mengevaluasi hubungan MAWL tersebut dengan dimensi lebar box, frekuensi pengangkatan, denyut jantung, dan Rating Received Exertion (RPE). Bagian tubuh yang diskalakan ke dalam RPE atau persepsi subyektif pekerja terhadap tugas pengangkatan yang dilakukannya adalah tulang belakang. Penelitian ini akan melakukan 2 eksperimen yaitu Eksperimen Acuan (EA) dan Eksperimen Usulan (EU). Kedua eksperimen menggunakan peralatan yang sama (variasi ukuran box yang sama) dan prosedur yang sama (untuk beberapa frekuensi pengangkatan, yaitu angkatan maksimum, 1 kali/menit, 4 kali/menit, dan 6 kali/menit), perbedaannya hanyalah kondisi pada saat eksperimen dilakukan. Eksperimen Acuan (EA) dilakukan pada suhu 21-23 derajat Celcius dan kelembaban 45-55%. Ini sesuai dengan kondisi penelitian sebelumnya yaitu Swei Pi-Wu dengan sample orang Cina dan Mital & Fard dengan sample orang Occidental (barat) agar bisa dilakukan perbandingan.Eksperimen Usulan (EU) dilakukan pada suhu dan kelembaban di Bandung agar sesuai untuk melakukan usulan ke perusahan yang banyak melakukan aktivitas angkat mengangkat secara manual. Dari penelitian ini bisa diambil beberapa kesimpulan yaitu: (1) Beban angkat maksimum (MAWL) untuk pekerja manual handling laki-laki Indonesia. (2) Penurunan nilai rata-rata MAWL dari kenaikan nilai rata-rata denyut jantung dan kenaikan nilai rata-rata RPE sangat signifikan terhadap perubahan dimensi lebar box dan frekuensi pengangkatan baik pada Eksperimen Acuan (EA) dan Eksperimen Usulan (EU). (3) Nilai MAWL, denyut jantung, dan RPE pada berbagai variasi ukuran lebar box dan frekuensi pengangkatan untuk Eksperimen Acuan (EA) lebih rendah dari Eksperimen Usulan (EU).
Mengkaji Kelengkapan Human Factors Analysis And Classification System (HFACS) dari Sisi Budaya berdasarkan Dimensi Budaya dari Trompenaars Iftikar Z Sutalaksana; Edwina Dwi Sadika
Jurnal Ergonomi dan K3 Vol 2, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.683 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2017.2.2.2

Abstract

Human Factor Analysis and Classification System (HFACS) merupakan alat untuk mengidentifikasi faktor manusia. HFACS diduga memerlukan aspek budaya sesuai dengan budaya yang berlaku di negara HFACS tersebut akan diterapkan. Penambahan aspek budaya tersebut akan membuat HFACS mampu mengidentifikasi aspek budaya yang mempengaruhi kecelakaan. Faktor penyebab kecelakaan penerbangan diklasifikasikan dengan HFACS dan aspek budaya yang memengaruhinya diidentifikasi dengan dimensi budaya dari Trompenaars. Dengan dukungan hasil wawancara dan pengolahan data, dapat diidentifikasi hubungan lapisan HFACS dengan aspek budaya. Analisis mengenai kebutuhan aspek budaya pada setiap lapisan HFACS pun dilakukan untuk mengevaluasi kandungan aspek budaya dalam HFACS dan menentukan apakah HFACS perlu ditambahkan aspek budaya. Persentase lapisan HFACS yang terlibat dalam kecelakaan penerbangan yang diteliti adalah Precondition for Unsafe Acts (34%), Unsafe Acts (32 %), Organizational Influences (19%), dan Unsafe Supervision (15%). Sedangkan sub lapisan HFACS yang paling dominan menjadi penyebab kecelakaan adalah Skill Based Errors (15,57%). Dimensi Universalism vs Particularism adalah dimensi budaya yang paling sering ditemukan sebagai budaya yang mempengaruhi penyebab kecelakaan. Pada HFACS awal, beberapa aspek budaya telah termasuk pada lapisan tertentu seperti Precondition for Unsafe Acts. Sementara lapisan yang perlu dipertimbangkan untuk dilengkapi dengan aspek budaya adalah Unsafe Acts– Decision Error, Unsafe Supervision, dan Organizational Influences – Organizational Process.
Pengukuran Tingkat Konsentrasi Para Peserta Didik Untuk Meningkatkan Efektivitas Kegiatan Pendidikan di Institusi Pendidikan Kemiliteran ‘X’ Herman R Soetisna; Devi Tania
Jurnal Ergonomi dan K3 Vol 1, No 1 (2016): Maret 2016
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (638.364 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2016.1.1.2

Abstract

Dalam melakukan aktivitasnya, manusia kerap kali mengalami kelelahan baik fisik maupun mental. Fenomena kelelahan ini ditemukan pula pada lingkungan militer, termasuk pada sebuah institusi pendidikan kemiliteran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan peta tingkat konsentrasi peserta didik dalam melakukan aktivitasnya dan inventarisasi faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya. Sejumlah 54 peserta didik pada sebuah institusi pendidikan kemiliteran berpartisipasi dalam penelitian ini. Responden berasal dari tiga tingkat (angkatan) dan lima departemen yang berbeda. Tingkat konsentrasi per jam aktivitas (pk 05.00 s.d. 22.00 WIB) diukur dari hari Senin s.d. Jumat menggunakan perangkat lunak yang khusus dibuat untuk penelitian ini. Variabel yang diteliti adalah Reaction Time for Correct Answer (RTCA) yaitu jumlah waktu reaksi dalam menjawab dengan benar dibagi dengan jumlah jawaban benar. Aktivitas per jam juga dicatat untuk melihat bagaimana nilai RTCA berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RTCA pada hari Selasa lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Pada pembandingan rata-rata RTCA antar-angkatan dapat disimpulkan bahwa RTCA rata-rata tingkat II dan III lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan tingkat IV, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat II dan III. Pada pembandingan RTCA rata-rata berdasarkan departemen, ditemukan bahwa RTCA rata-rata Departemen 1 lebih rendah secara signifikan daripada Departemen 2,3, dan 5, dan RTCA rata-rata Departemen 2 lebih tinggi secara signifikan daripada Departemen 3,4, dan 5, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Departemen 1 dan 4, 3 dan 4, 3 dan 5, serta 4 dan 5. Implikasi dari hasil penelitian dibahas dalam bagian diskusi.
ANALISIS PENGARUH PEMAKAIAN BACK SUPPORT TERHADAP BEBAN OTOT PADA PEKERJAAN PENGANGKATAN BEBAN REPETITIF Hidayat, Wahyu; Sutalaksana, Iftikar Z
Jurnal Ergonomi dan K3 JURNAL ERGONOMIKA
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (22.905 KB)

Abstract

Dalam penelitian ini, akan dilakukan simulasi dua jenis pengangkatan beban repetitif yaitu pengangkatan beban vertikal dan asimetrik. Pada masing-masing pengangkatan repetitif, responden akan menerima beberapa perlakuan pemakaiaan back support dalam jangka waktu satu minggu. Dari setiap simulasi pengangkatan akan dikumpulkan data aktivitas otot pada otot erector spinae untuk pengangkatan vertical dan dan obliquus abdominis untuk pengangkatan asimetri dengan menggunakan electromyography. Selain itu denyut jantung responden juga akan dicatat untuk diolah sebagai data pendukung Dari pengukuran didapatkan hasil bahwa pada pengangkatan vertikal, responden mengalami penurunan konsumsi energi rata-rata dari 12.88 kkal/menit menjadi 11.63 kkal/menit setelah sesaat memakai back support, dan menjadi 8.65 kkal/min setelah menjalani pemakaian back support. Sedangkan untuk pangangkatan asimetri, penurunan konsumsi energi rata-rata dari responden dari 9.2 kkal/menit menjadi 4.38 kkal/menit setelah menjali treatment pemakaian back support. Untuk aktivitas otot, otot erector spinae mengalami penurunan prosentase MVC rata-rata dari 56.61% menjadi 44.09% setelah sesaat memakai back support dan menjadi 36.07% setelah menjalani treatment pemakaian back support. Sedangkan untuk otot obliquus abdominis mengalami penurunan prosentase MVC rata-rata dari 22.08% menjadi 18.93% setelah sesaat memakai back support dan menjadi 11.93% setelah menjalani treatment pemakaian back support. Sehingga disimpulkan bahwa pemakaian sesaat back support terbukti efektif dalam membantu kinerja otot erector spinae, tetapi tidak signifikan secara statistik terhadap otot obliquus abdominis, walaupun secara rata-rata terdapat penurunan besaran. Selain itu back support dinyatakan berpengaruh positif untuk pemakaian berjangka terhadap penurunan aktivitas otot erector spinae dan otot obliquus abdominis serta dalam penurunan konsumsi energi. Pada penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa efektivitas pemakaian back support akan lebih dirasakan pada orang yang tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik.
Hand Anthropometry of Indonesian Young Adult Females Angela Esmita Nidiaputri; Ardiyanto Ardiyanto
Jurnal Ergonomi dan K3 VOL 2, NO 1 (2017): MARET 2017
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.451 KB) | DOI: 10.5614/j.ergo.2017.2.1.2

Abstract

An anthropometric survey measuring 24 hand dimensions was conducted in 202 Indonesian young adult females. The samples consist of three different ethnic groups in Indonesia, including Bataknese, Javanese, and Sundanese. The means, standard deviations, and percentile values are summarized in tables. The means of the collected data between ethnic groups were compared. Also, comparisons between those of the collected data and other nationalities such Jordanian, Bangladeshis, Vietnamese, Hong Kong Chinese, Nigerian, and UK Resident are performed, using data from other published studies. The results showed many significant differences among ethnic groups as well as between the Indonesian and the other populations. The results of this study can be utilized as a consideration in the design or selection of the hand-operated products that are utilized by Indonesian young adult females.
PENGUJIAN ELECTROMYOGRAPH TERHADAP BEBERAPA RANCANGAN FASILITAS TEMPAT KERJA MODEL DUDUK-BERDIRI Bastiawan, Hertha; Sutalaksana, Iftikar Z
Jurnal Ergonomi dan K3 JURNAL ERGONOMIKA
Publisher : Perhimpunan Ergonomi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (22.905 KB)

Abstract

Fasilitas kerja operator merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja dalam suatu sistem. Perancangan fasilitas yang baik harus memperhatikan dimensi-dimensi antropometri populasi pemakainya. Pada perancangan fasilitas kerja duduk-berdiri ini, dimensi antropometri yang digunakan antara lain jarak pantat ke lutut, tinggi popliteal, pantat popliteal, lebar pinggul dan tinggi siku berdiri. Menurut Cranz [3], seseorang dikatakan berada pada posisi duduk-berdiri, apabila paha orang tersebut membentuk sudut 1200 sampai 1350 terhadap tulang belakang. Adapun sudut alas duduk yang biasa digunakan pada fasilitas duduk-berdiri adalah 200 dan 450 terhadap sumbu horisontal. Keempat hal itu akan digunakan sebagai acuan perancangan fasilitas kerja duduk-berdiri pada penelitian ini. Sesuai dengan hasil studi epidemiologi, aktivitas otot yang akan diteliti adalah otot erector spinae (otot pinggang) dan otot trapezius. Faktor pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah posisi kerja duduk. Pengujian lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengukuran jumlah output hasil rakitan. Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui perbandingan produktivitas kerja pada saat menggunakan fasilitas kerja duduk-berdiri dan pada saat duduk. Berdasarkan hasil pengukuran Electromyograph diperoleh hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara aktivitas otot erector spinae dan trapezius pada saat menggunakan fasilitas kerja duduk-berdiri dibandingkan dengan pada saat berada pada posisi duduk. Jumlah output hasil rakitan pada saat menggunakan fasilitas duduk-berdiri juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan pada berada dalam kondisi duduk.