cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta timur,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Asia Pacific Studies
ISSN : 25806378     EISSN : 25807048     DOI : -
Jurnal Asia Pasific Studies (JAPS) is published by International Relations Department of Universitas Kristen Indonesia (UKI). It is a bi-annual journal publishing articles on International Relations and Asia Pacific issues. The journal focused on multidisciplinary and pluralistic perspectives and approaches regarding International Relations theories, research methodologies, and International Political Economy as well as Security Sudies within the scope of Asia Pacific.
Arjuna Subject : -
Articles 83 Documents
THE ROLE OF MULTINATIONAL CORPORATIONS IN COUNTERING TERRORISM: THE CASE OF TELEGRAM IN INDONESIA Risnanda P. Irawan; Fahri S. Altakwa; Victoria M. Pakpahan
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (872.654 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i2.616

Abstract

In this globalization era, there are new emerging actors especially in international trade which is the multinational corporations (MNCs). On the other side, there is terrorism which has evolved throughout history. It is perceived that globalization and international trade can be a factor of terrorist establishment, while massive destructions by terrorism is crucial as a factor for the international business and multinational corporations to operate. One of the product by multinational corporations is in social media sector, and nowadays,terrorist also can use the social media to recruit their member which challenging multinational corporations. In explaining this phenomenon, this paper will use the case study of Telegram in Indonesia. This paper will cover the correlations between terrorism and MNCs, the particular case study of Telegram, and addressing the role of MNCs in countering terrorism through qualitative data gathered from various books, journals, and news. In conclusion, the MNCs should play role as a proactive approach in the long term to counter terrorism through cooperation with government and its own strategic commitment in contributing to a secure society. Keywords: Multinational Corporations; Terrorism; Social Media; Abstract Pada era globalisasi, hadir aktor-aktor baru dalam perdagangan internasional, atau yang kita kenal sebagai perusahaan multinasional. Di sisi lain, terorisme terus berkembang seiring zaman. Berhubungan dengan hal ini, terdapat gagasan bahwa globalisasi dan perdagangan internasional dapat menjadi faktor dalam kemunculan kelompok-kelompok teroris, sebaliknya kerusakan dan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan terorisme juga merupakan faktor yang penting bagi bisnis internasional dan perusahaan multinasional dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Salah satu produk dari perusahaan multinasional adalah sektor media sosial, dan dalam perkembangannya, teroris juga dapat menggunakan media sosial untuk merekrut anggota dan menjalankan kegiatan mereka, di mana hal ini menimbulkan tantangan baru bagi perusahaan multinasional tersebut. Dalam menjelaskan fenomena ini, makalah ini akan menggunakan kasus Telegram di Indonesia sebagai studi kasus. Di dalamnya akan mencakup korelasi antara terorisme dan perusahaan multinasional, pembahasan spesifik mengenai kasus Telegram, dan bagaimana perusahaan multinasional dapat mengambil peran dalam mengatasi masalah terorisme. Pembahasan makalah ini akan menggunakan metode kualitatif melalui data yang dikumpulkan dari buku, jurnal, dan berita. Sebagai kesimpulan, perusahaan multinasional diharapkan untuk dapat berperan proaktif terutama dalam pemberantasan terorisme dalam jangka panjang melalui kerja-sama dengan pemerintah dan melalui implementasi komitmen perusahaan dalam membangun masyarakat dan lingkungan yang aman. Keywords: Perusahaan Multinasional; Terorisme; Media Sosial;
JAPAN AS AN ECONOMIC MODEL: IS IT STILL RELEVANT? Ronald Nangoi
Kajian Asia Pasifik Vol 2 No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.198 KB) | DOI: 10.33541/japs.v2i1.692

Abstract

Japan’s dominant position in world economy has currently been replaced by China. Yet, Indonesia which has close relationship with Japan could still learn from this country in its economic and business development. The study perceived from both macro-economic and micro-business perspectives is to affirm that it’s still relevant for Japan to be an economic model due to its past contribution to the rise of Asian and world economy and its long experience in manufacturing and management, its reliance on quality and productivity, and its business ethics as well. Key words: Asian and world economy, competitive manufacturing, management system, cultural values, JIEPA Abstrak Dewasa ini posisi dominan Jepang pada ekonomi dunia telah digeser oleh Tiongkok. Namun, Indonesia yang memiliki hubungan erat dengan Jepang sebenarnya masih bisa belajar dari negara dalam pembangunan ekonomi dan bisnis. Studi yang ditinjau dari sudut pandang makro-ekonomi dan mikro-bisnis dimaksudkan untuk mempertegas bahwa masih relevan bagi Jepang untuk menjadi model ekonomi sehubungan dengan sumbangsih Jepang di masa lalu bagi bangkitnya ekonomi Asia dan dunia serta pengalaman Jepang dalam manufakturing dan manajemen, pengandalan Jepang atas mutu dan produktivitas, dan juga etika bisnis. Kata kunci: ekonomi Asia dan dunia, manufakturing yang berdaya saing, sistem manajemen, nilai-nilai budaya, JIEPA
ACEH: EXPLORING THE AFTERMATH OF 2004 TSUNAMI FROM GENDER DIMENSIONS Sorang Afril Srihayati Saragih
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (975.747 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i2.621

Abstract

This paper aims to analyse the greatest gender-specific dimensions toward women in the case of the tsunami that hit Aceh Province in Indonesia in 2004. Using three gender dimensions, which are gender identity, gender structure and gender symbolism, it argues that this catastrophe was not gender-neutral and its impacts could be shown in four conditions of women; which were women’s worsened insecurity and vulnerability, the feminization of poverty, the presence of “tsunami marriage”, and the reinforced gendered roles. The concept of ‘intersectionality’ is useful to show the heterogeneous identity of women and how they were impacted by the disastrous event. It concludes that the 2004 tsunami brought many changes in the lives of both men and women in Aceh and worsened the inequalities between them. Keywords: Aceh, women, tsunami, gender dimensions Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dimensi-dimensi terbesar yang spesifik-gender dalam kasus tsunami yang melanda Provinsi Aceh di Indonesia pada tahun 2004. Menggunakan tiga dimensi gender, yakni identitas gender, struktur gender dan simbolisme gender, tulisan ini menyatakan bahwa bencana ini tidaklah netral-gender dan dampaknya dapat ditunjukkan dalam empat kondisi perempuan; yaitu ketidakamanan dan kerentanan perempuan yang semakin memburuk, feminisasi kemiskinan, munculnya “pernikahan tsunami”, dan peran-peran berbasis gender yang semakin menguat. Konsep ‘interseksionalitas’ berguna dalam memperlihatkan identitas heterogen perempuan dan bagaimana mereka terkena imbas dari peristiwa bencana tersebut. Tulisan ini berkesimpulan bahwa tsunami di tahun 2004 itu membawa banyak perubahan dalam hidup laki-laki dan perempuan di Aceh, serta memperburuk ketimpangan di antara mereka. Kata Kunci: Aceh, perempuan, tsunami, dimensi gender
PENETAPAN ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI): MANFAATNYA DAN ANCAMAN BAGI KEAMANAN PELAYARAN DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA Siti Merida Hutagalung
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 1 (2017): Januari - Juni 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.938 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i1.502

Abstract

Indonesia is the largest archipelago after the United States with 13,465 islands, total land area 1.922.570 km² and total water area 3,257,483 km2. As a country that has ratified the International Sea Law Convention, there are legal obligations and responsibilities to grant the rights of innocent, archipelagic sea lanes and transit passages for foreign ships and foreign aircrafts to sail and fly in the territory of Indonesian sovereignty as stipulated in Article 51 of the International Sea Law Convention 1982. Foreign ships and aircraft may pass through the territorial and waters of the Indonesian archipelago through specific sections and routes undertaken by determining archipelagic sea lanes. In 2002, through a long process, the concept of ALKI proposed by Indonesia finally got approval from Malaysia, Singapore, Philippines, including Organization Maritime International. The three Archipelagic Sea Lanes of ​​Indonesia (ALKI) is called ALKI I, ALKI II and ALKI III. The determination of this archipelago path provides benefits and threats to the safety of shipping along the territorial waters of Indonesia. Therefore, the government set various conditions to cross the ALKI in order to provide a sense of security for foreign ships and foreign aircraft sailing along the archipelagic sea lanes. Each archipelagic sea lane has different benefits and challenges depending on the geopolitical and geographic conditions of them. The type of research used in this paper is qualitative research with descriptive analysis approach. Keywords: ALKI, Archipelago, Safety Abstrak Indonesia adalah negara kepulauan terbesar setelah Amerika Serikat dengan jumlah 13.465 pulau, luas daratan 1.922.570 km­2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional ada kewajiban dan tanggung jawab hukum untuk memberikan hak lintas damai, hak lintas alur laut kepulauan dan hak lintas transit bagi kapal-kapal asing dan pesawat udara asing untuk berlayar dan terbang di wilayah kedaulatan Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 51 Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Kapal-kapal dan pesawat asing dapat melintasi wilayah teritorial dan perairan kepulauan Indonesia melalui bagian dan rute tertentu yang dilakukan dengan cara menentukan alur laut kepulauan. Pada tahun 2002 melalui proses yang panjang konsep ALKI yang diusulkan Indonesia akhirnya mendapat persetujuan dari negara-negara Malaysia, Singapura, Filipina termasuk Organization Maritime International. Ketiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) disebut dengan ALKI I, ALKI II dan ALKI III. Penentuan alur kepulauan ini memberikan manfaat dan ancaman bagi keamanan pelayaran di sepanjang wilayah perairan Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan berbagai syarat untuk dapat melintasi ALKI agar memberikan rasa aman bagi kapal-kapal asing dan pesawat udara asing yang berlayar di sepanjang alur laut kepulauan. Setiap alur laut kepulauan mempunyai manfaat dan tantangan yang berbeda-beda tergantung kondisi geopolitik dan geografis dari setiap alur laut kepulauan. Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Kata Kunci: ALKI, Negara Kepulauan, Keselamatan
HIGHER EDUCATION WITHIN ASEAN CONNECTIVITY Yuliana Riana; Cornelia Alverina
Kajian Asia Pasifik Vol 2 No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (876.105 KB) | DOI: 10.33541/japs.v2i1.669

Abstract

ASEAN member countries are well aware of the importance of education to be one of the decisive factors in developing a high quality of human resources. This is reflected in the inclusion of education in ASEAN socio-cultural cooperation dimension. This review will highlight the implementation of higher education in ASEAN connectivity described in five steps. Infrastructure connectivity makes the mobility of young people in ASEAN members become easier in pursuing education across ASEAN region. In addition, the improvement of facilities and infrastructure in educational institutions could support a conducive atmosphere in the teaching and learning process. Institutional connectivity could also develop human resources who are not only knowledgeable but also have compatible skills with industry needs in ASEAN. In regional level, connectivity through ASEAN University Network will develop quality standards between AUN members which can be used as a benchmark standard of university quality in ASEAN. Young generation connectivity through students’ exchange program between many universities in ASEAN not only for knowledge exchange but also to understand each other’s cultural diversity. Connectivity is the success key in building the ASEAN community. Connectivity plays a role in helping to reduce education gaps among ASEAN member countries. Higher education within ASEAN connectivity will strengthen regional cooperation between university institutions and students in ASEAN, also will enhance the internationalization of competitive and high-quality education. Keywords: connectivity, ASEAN, education
TURNKEY PROJECT DAN DINAMIKA PENGATURAN KETENAGAKERJAAN ASING DI INDONESIA Muhammad Badaruddin; Suciliani Octavia
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (750.603 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i2.617

Abstract

China’s aggressiveness to conduct its belt and road initiatives through the Pacific Rim meets Presiden Joko Widodo’s ambition to attract foreign investment. The Indonesian President has been very ambitious in reaching high economic growth that requires readiness of infrastructure support. In dealing with China, Indonesia is required to accept China’s turnkey project scheme for infrastructure development, particularly in welcoming Chinese workers and equipments as an integral part of the project package. As a consequence, Indonesia has to loose its foreign worker regulation despite creating new contradictions with its domestic policy. This article is trying to investigate China’s funding and investment influence in Indonesia particularly in the foreign worker management during the period of President Joko Widodo Administration. The research conducted with qualitative method particularly the case study to analyze a sequential case in the field. Result of this research shows that the China’s turnkey project scheme impacts the foreign worker management in Indonesia. Our data displays pretty massive cases related to Chinese workers, extending from the violation of immigration regulation to the increase number of smuggling and other criminal activities. This research also highlight the indication that the Joko Widodo Administration tend to loose the Indonesian foreign worker regulations, as well as being less assertive in processing varous immigration cases which related to Chinese foreign workers. Moreover, the Jokowi administration has changed lots of regulations despite it has conflicting issues with the Law on Foreign Worker. On the other hand, the Parliament’s Special Committee on the Foreign Worker Issue has recommended the Jokowi Administration to pay more serious attention on cases related to the Chinese workers. Keywords: Turnkey Project, Foreign Investment, Foreign Aid, Regulation on Foreign Worker, Illegal Foreign Worker Abstrak Agresivitas Pemerintah China dalam menjalankan belt and road initiatives ke berbagai negara yang terpetakan dalam road map-nya, bertemu dengan kepentingan Indonesia di bawah Pemerintahan Joko Widodo. Yakni ambisi untuk mengejar target pertumbuhan yang tinggi yang mempersyaratkan dibangunnya berbagai proyek infrastruktur sebagai penunjangnya. Pembangunan berbagai proyek tersebut membutuhkan ketersediaan anggaran yang cukup besar dalam waktu cepat. Salah satu strategi pemenuhannya adalah dengan mencari investasi maupun pinjaman luar negeri, terutama asal China yang secara koinsiden juga sedang agresif berekspansi. Kehadiran investasi dan pinjaman asal China di Indonesia dengan skema turnkey project ternyata menimbulkan ekses yang tidak sederhana. Skema tersebut menjadi salah satu pintu masuk tenaga kerja asal China melalui proyek-proyek infrastruktur yang ternyata menimbulkan permasalahan baru dalam pengaturan sektor ketenagakerjaan asing (TKA) di Indonesia. Irisan fenomena dari keinginan untuk merealisasikan proyek infrastruktur secara cepat, kebutuhan anggaran yang cukup tinggi terhadap pendanaan proyek dari China, dan kekurangsiapan dalam pengaturan masuknya tenaga kerja asing adalah fokus dari penelitian yang hasilnya penulis tuangkan dalam artikel ini. Dari penelitian yang dilakukan, terdapat peningkatan berbagai kasus yang terkait dengan kehadiran TKA asal China, antara lain adalah penyalahgunaan visa, penyalahgunaan status kerja, sampai pada meningkatnya angka penyelundupan dan tindak kriminalitas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis secara triangular beberapa data yang didapatkan melalui wawancara terhadap narasumber primer, pengolahan dokumen-dokumen resmi, analisis terhadap berbagai literatur dan pemberitaan media massa. Kata Kunci: Turnkey Project, Investasi Asing, Pinjaman Asing, Tenaga Kerja Asing, Peraturan Ketenagakerjaan
INDONESIA’S DEMOCRACY UNDER JOKO “JOKOWI” WIDODO LEADERSHIPS: CONSTRUCTING HUMAN RIGHTS IN GLOBALIZATION (2014-2019) Hendra Manurung
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 1 (2017): Januari - Juni 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (885.472 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i1.501

Abstract

On 20 October 2014, Joko “Jokowi: Widodo was inaugurated as 7th Indonesia President in the Parliament House, Senayan, to lead the world biggest Muslim country for 5 (five) years presidency (2014-2019). President Joko Widodo’s record during his first year in office was mixed. His administration signaled it would more actively defend the rights of beleaguered religious minorities, victimized by both Islamist militants, and discriminatory laws, but made few concrete policy changes. He granted clemency in May 2015 to five of Papua’s political prisoners and released another one in October, but at the same time had not freed the approximately 70 (seventy) Papuans and 29 (twenty nine) Ambones which still imprisoned for peaceful advocacy of independence. He announced lifting of decades-old restrictions on foreign media access to Papua, but then did not follow through, allowing senior government officials to effectively defy the new policy without consequences. While in August 2015, Joko Widodo announced that Jakarta will create a reconciliation commission in addressing human rights violations of the past 50 years and still left out the details (1965-2015). This research attempts to describe analytically how Indonesia Human Rights policy affects and providing solution to overcome national human rights issues. Keywords: minorities, discrimination, human rights, national policy, leaderships Abstrak Pada tanggal 20 Oktober 2014, Joko "Jokowi: Widodo dilantik sebagai Presiden Indonesia ke-7 di Gedung Parlemen, Senayan, untuk memimpin negara Muslim terbesar di dunia selama 5 (lima) tahun kepresidenan (2014-2019). Catatan terkait Presiden Joko Widodo selama tahun pertamanya menjabat beragam. Pemerintahannya mengisyaratkan akan lebih aktif membela hak-hak minoritas agama yang terdiskriminasikan, yang menjadi korban baik oleh militan Islam, dan undang-undang yang diskriminatif, namun hanya sedikit membuat perubahan kebijakan konkret. Dia memberikan grasi pada bulan Mei 2015 kepada lima tahanan politik Papua dan membebaskan satu lagi di bulan Oktober, namun pada saat bersamaan belum membebaskan sekitar 70 (tujuh puluh) orang Papua dan 29 (dua puluh sembilan) warga Ambon yang masih dipenjarakan karena advokasi kemerdekaan secara damai. Dia mengumumkan pencabutan pembatasan akses media asing yang telah berlangsung puluhan tahun ke Papua, namun kemudian tidak menindaklanjuti, yang memungkinkan pejabat pemerintah senior untuk secara efektif menentang kebijakan baru tersebut tanpa konsekuensi. Sementara pada bulan Agustus 2015, Joko Widodo mengumumkan bahwa Jakarta akan membuat komisi rekonsiliasi dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia dalam 50 tahun terakhir dan masih mengabaikan rinciannya (1965-2015). Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan secara analitis bagaimana kebijakan Hak Asasi Manusia Indonesia mempengaruhi dan memberikan solusi untuk mengatasi masalah hak asasi manusia nasional. Kata Kunci: minoritas, diskriminasi, hak asasi manusia, kebijakan nasional, kepemimpinan
JUSTIFIKASI INTERVENSI INTERNASIONAL DALAM KONFLIK SUATU NEGARA Andaru Satnyoto
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 2 (2017): Juli - Desember 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.549 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i2.623

Abstract

Conflict among states or interstate conflict is still part of the important concern in the politics and international relations. International attention is becoming stronger along with the shift view of international society regarding the intervention justification to reduce the conflict. Realist and moralist perspective are changed by cosmopolitan one since the individual interest and security are more important rather than the will to maintain the state security including motives of sphere of influence and maintaining group stability and balance of power. This post-cold war phenomenon on the intervention justification tends to be conducted in the multilateral way and it is urged by humanity reasons – that is why it is called humanitarian intervention -- rather than political and state security reasons. The significance of intervention in the international relations is debatable issue since it involves various matter like legalistic language/term, various interests and international opinion. Keywords: intervention, justification of intervention, humanitarian intervention, cosmopolitan perspective Abstrak Konflik antar negara (inter-state conflict) menjadi perhatian penting dalam politik dan hubungan internasional. Perhatian internasional menjadi semakin kuat dengan adanya pergeseran pandangan masyarakat internasional terkait justifikasi intervensi untuk meredam konflik. Perspektif realis dan moralis digeser oleh (perspektif kosmopolitan) mengingat kepentingan dan keamanan individu lebih penting daripada keinginan untuk mempertahankan keamanan negara termasuk motif-motif lingkungan pengaruh, mempertahankan stabilitas kelompok dan perimbangan kekuasaan. Justifikasi intervensi yang merupakan fenomena perang dingin cenderung dilaksanakan dengan cara multilateral dan didorong oleh alasan-alasan kemanusiaan – itulah mengapa disebut dengan intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention) – daripada alasan politik dan keamanan negara. Signifikansi intervensi dalam hubungan internasional merupakan isu yang diperdebatkan karena melibatkan berbagai hal seperti pengertian legalistik, berbagai kepentingan dan opini internasional. Kata kunci: intervensi, justifikasi intervensi, intervensi kemanusiaan, perspektif kosmopolitan
PELUANG ASEAN COMMUNITY MENYELESAIKAN MASALAH ROHINGYA Fransiskus X. Gian Tue Mali
Kajian Asia Pasifik Vol 1 No 1 (2017): Januari - Juni 2017
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (711.059 KB) | DOI: 10.33541/japs.v1i1.497

Abstract

This article seeks to discuss and analyze the fate of Rohingyas who are stateless because of being denied as citizens of Myanmar. Even Bangladesh as a neighboring country which for nearly four decades received a quarter million Rohingyas, eventually refused Rohingyas migration. Likewise, some countries in Southeast Asia such as Thailand and Malaysia also refused their migration. Security, economic, social and political issues are the reasons why these countries reject the presence of this group. ASEAN as a regional group of Southeast Asian countries should then make the issue of Rohingya a priority issue. With the declaration of the ASEAN Community, this migration of Rohingyas will ultimately become a problem, either now or in the future. Therefore this article seeks to address and answer the opportunities of ASEAN Community in facing the issue of Rohingyas migration, also its role in helping to solve the problem up to the upstream conflict in Myanmar. The analysis of this article is done by literature study method. Data obtained from books, reports and other sources related to the problem is then analyzed through analytical descriptive approach. The conclusion of this article is that ASEAN (ASEAN Community) should take action to interfere in Myanmar's internal affairs so that the issue of human rights violation can be solved completely. Suggestion is given to ASEAN to be done immediately and to make regulation in order to influence Myanmar to pay more attention to the fate of the Rohingyas. Keywords: ASEAN, ASEAN Community, Rohingya Abstrak Artikel ini berusaha membahas dan menganalisis nasib kaum Rohingya yang mengalami status stateless karena ditolak diakui sebagai warga negara Myanmar. Bahkan Bangladesh sebagai negara tetangga yang selama hampir empat dekade menerima seperempat juta penduduk Rohingya, pada akhirnya menolak migrasi warga Rohingya. Begitupun sebagian negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia yang juga menolak migrasi warga Rohingya. Isu keamanan, ekonomi, sosial, dan politik menjadi alasan negara-negara tersebut menolak kehadiran kelompok ini. ASEAN sebagai lembaga kumpulan negara regional Asia Tenggara kemudian sudah sepatutnya menjadikan isu Rohingya sebagai masalah prioritas. Dengan dideklarasikannya Komunitas ASEAN, tentu migrasi warga Rohingya ini pada akhirnya akan menjadi masalah, entah saat ini atau di masa yang akan datang. Oleh karena itu artikel ini berusaha membahas dan menjawab peluang Komunitas ASEAN dalam menghadapi persoalan migrasi warga Rohingya, bahkan perannya dalam membantu penyelesaian masalah hingga ke hulu konflik di Myanmar. Analisis artikel ini dilakukan dengan metode studi pustaka. Data-data yang didapat dari buku-buku dan laporan-laporan serta sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan tersebut kemudian dianalisis dengan pendekatan deskriptif analitik. Kesimpulan dari artikel ini bahwa sudah seharusnya ASEAN (Komunitas ASEAN) melakukan tindakan yang bisa dikatakan mengintervensi persoalan internal Myanmar agar persoalan pelanggaran HAM ini dapat diatasi sepenuhnya. Saran diberikan kepada ASEAN agar secepatnya dilakukan tindakan dan menyusun regulasi untuk dapat memengaruhi Myanmar agar lebih memperhatikan nasib kaum Rohingya. Kata kunci: ASEAN, Komunitas ASEAN, Rohingya
THE IMPLEMENTATION OF AUSTRALIA’S MARITIME DEFENSE STRATEGY IN RESPONSE TO CHINA’S MILITARY MODERNIZATION IN THE INDO-PACIFIC REGION (2013-2016) Banyu Perwita; Isti Marta Sukma
Kajian Asia Pasifik Vol 2 No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : International Relations Study Program of Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1087.34 KB) | DOI: 10.33541/japs.v2i1.668

Abstract

Along with economic development of a country, the sphere of the national interests are automatically cultivates. China, with the rapid economy development, has been undergoing military modernization in order to protect their national interests better. Indo-Pacific region as one of the most crucial region in the world, dynamically, has been evolved into major powers countries’ favorite region particularly the maritime sector. Australia, which located inside the Indo-Pacific region as well as the one that puts most of the national interests in the region, has been aware that China’s military modernization can not be fully perceived as “peaceful rise” due to uncertain future circumstances. The purpose of this research is to examine the maritime defense strategy response of Australia regarding China’s military modernization in Indo-Pacific region. This research provides further explanation regarding Australia’s standpoint in Indo-Pacific region, China’s military modernization and the sphere of influence in Indo-Pacific, and most importantly—the analysis of Australia’s implementation of the maritime defense strategy in responding China’s military modernization in the region. Keywords: Maritime strategy, China’s Military Modernization, Indo-Pacific, Defense Strategy, National Interests, Naval Power. Abstrak Seiring dengan perkembangan ekonomi suatu negara, bidang kepentingan nasional berkembang secara otomatis. China, dengan perkembangan ekonomi yang pesat, telah menjalani modernisasi militer untuk melindungi kepentingan nasional mereka dengan lebih baik. Kawasan Indo-Pasifik sebagai salah satu wilayah paling krusial di dunia, secara dinamis, telah berkembang menjadi favorit negara-negara besar terutama untuk sektor maritimnya. Australia, yang berada di dalam wilayah Indo-Pasifik dan juga negara yang menempatkan sebagian besar kepentingan nasional di kawasan ini, telah menyadari bahwa modernisasi militer China tidak dapat sepenuhnya dianggap sebagai "pembangunan damai" karena keadaan masa depan yang tidak pasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji respons strategi pertahanan maritim Australia mengenai modernisasi militer China di wilayah Indo-Pasifik. Penelitian ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai sudut pandang Australia di wilayah Indo-Pasifik, modernisasi militer China dan lingkungan pengaruhnya di Indo-Pasifik, dan yang paling penting—analisis implementasi strategi pertahanan maritim Australia dalam menanggapi modernisasi militer China di wilayah tersebut. Kata kunci: Maritim Australia, Modernisasi Militer China, Indo-Pasifik, Strategi Pertahanan, Minat Nasional, Kekuatan Angkatan Laut.