cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Anestesiologi Indonesia
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23375124     EISSN : 2089970X     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia" : 6 Documents clear
Perbedaan Pengaruh Pemberian Infus HES Dengan Berat Molekul 40 kD dan 200 kD Terhadap Plasma Prothrombin Time dan Partial Thromboplastin Time Kajian Pada Pasien Dengan Perdarahan Sampai 20% Estimated Blood Volume Hari Hendriarto Satoto; Ery Leksana; Uripno Budiono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.864 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6020

Abstract

Latar belakang: Pasien dengan operasi besar yang beresiko terjadi perdarahan semakin meningkat setiap tahun. HES dengan berat molekul besar mempertahankan hemodinamik lebih baik tetapi mengganggu faktor koagulasi. Pemeriksaan PT dan PTT dilakukan untuk memeriksa pengaruh HES pada koagulasi.Tujuan: Membuktikan pemanjangan PT dan PTT pada pemberian larutan HES 40 kD dan HES 200 kD terhadap pasien yang menjalani operasi dengan pendarahan sampai 20% EBV.Metode: Dilakukan penelitian eksperimental pada 46 pasien dengna desain “Single Blind Randomized Clinical Trial”. Kelompok penelitian dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, masing-masing 23 pasien. Pasien diambil sampel PT dan PTT pre operasi. Pasien diinduksi dengan thiopentone 5 mg/kgBB, atracurium besilat 0,5 mg/kgBB, pemeliharaan anestesi dengan isofluran, tramadol sebagai analgetik dan ditambahakan atracurium bila perlu. Sebagai cairan rumatan anestesi, kelompok I (HES 40 kD) dan kelompok II (HES 200 kD) sebagai pengganti kehilangan darah. 15 menit dan 4 jam setelah pemberian perlakuan dilakukan pemeriksaan PT dan PTT. Analisis data statistik menggunakan SPSS 11,5 for windows.Hasil: Dari hasil penelitian, pemberian ES 200 kD memperpanjang PTT dari preoperasi (29,72 ± 1,70) menjadi (32,69 ± 0,77) dan PT dari preoperasi (12,85 ± 0,86) menjadi (13,31 ± 0,73). Pada HES 40 kD didapatkan pemanjangan PTT dari preoperasi (29,89 ± 1,47) menjadi (34,10 ± 1,30). Analisis statistik antara PTT kelompok HES 40 kD dan 200 kD menunjukkan hasil berbeda bermakna dengan nilai p = 0.009 (p<0.05).Simpulan: Pemberian HES 200 kD memperpanjang PT dan PTT lebih besar dari p ada HES 40 kD.
Pengaruh Pemberian Ketorolak 30 mg Intravena pada Penderita dengan Anestesi Spinal Terhadap Fungsi Pembekuan Darah : Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time with Kaolin Aryono Hendrasto; Johan Arifin; Mohamad Sofyan Harahap
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.284 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6021

Abstract

Latar belakang: Saat ini penggunaan ketorolak sebagai analgesik meningkat karena sifatnya yang menguntungkan untuk mempercepat ambulatory pasien, namun mempunyai efek samping memperpanjang waktu perdarahan (bleeding time) melalui gangguan fungsi trombosit. Perdarahan juga dapat disebabkan gangguan pembuluh darah dan fungsi koagulasi. Ada hubungan saling terkait antara fungsi trombosit dan fungsi koagulasi.Tujuan: Membuktikan bahwa pemberian ketorolak 30 mg intravena pada penderita dengan spinal anestesi menyebabkan pemanjangan fungsi koagulasi (protrombin time dan partial tromboplastin time)Metode: Merupakan penelitian eksperimental dengan randomized post test only controlled group pada 30 penderita yang akan menjalani operasi elektif dengan anestesi spinal. Penderita secara random dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok P yang mendapat ketorolak 30 mg iv dan kelompok K yang mendapat placebo ((NaCl 0,9%). Pemeriksaan PT, PTT dilakukan menjelang operasi dan 60 menit setelah pemberian ketorolak atau placebo. Hasilnya dinilai dengan menggunakan uji statistikparametric T- test, dengan derajat kemaknaan p<0,05.Hasil: Uji Independent T-test variable PT post tindakan dan PTTK post tindakan antara kelompok P dan kelompok K menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05). Uji Paired T-test, untuk variabel PT pre tindakan dan PT post tindakan pada kelompok P menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p=0,237). Untuk variable PTTK pre tindakan dan PTTK post tindakan pada kelompok P menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,029). Uji Paired T-test, untuk variabel PT pre tindakan dan PT post tindakan pada kelompok K menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna(p=0,062). Untuk variabel PTTK pre tindakan dan PTTK post tindakan pada kelompok K menunjukkan perbedaan tidak bermakna(p=0,160).Kesimpulan: Pemberian dosis tunggal ketorolak 30 mg intravena pada penderita dengan anestesi spinal tidak berpengaruh terhadap fungsi koagulasi jalur ekstrinsik (PT) tapi akan memperpanjang fungsi koagulasi jalur intrinsik (PTTK) namun pemanjangan ini masih dalam batas normal atau tidak nampak secara klinis.
Perbandingan Sekresi IL-10 di Jaringan Sekitar Luka Insisi Dengan dan Tanpa Infiltrasi Levobupivakain : Studi Imunohistokimia pada Tikus Wistar Winarto Winarto; Uripno Budiono; Mohamad Sofyan Harahap
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.216 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6022

Abstract

Latar belakang: Nyeri menyebabkan peningkatan hormon glukokortikoid yang memperlama penyembuhan luka. Transmisi nyeri dapat dihambat dengan obat anestesi lokal levobupivakain. Terapi ini akan mengurangi supresi imunitas seluler sehingga fungsi makrofag dalam membantu aktifasi sel T tidak terhambat. Aktifasi sel T ini diduga akan meningkatkan sekresi IL-10.Tujuan: Membandingkan sekresi IL-10 di jaringan sekitar luka dengan dan tanpa infiltrasi levobupivakain.Metode: Eksperimental laboratorik dengan desain Randomized Post test only control group design, pada tiga puluh lima ekor tikus Wistar. Kelompok penelitian dibagi menjadi tiga kelompok secara acak, Kelompok Kontrol (K) 5 ekor, Perlakuan 1 (P1) dan Perlakuan 2 (P2) masing -masing lima belas ekor. Kelompok Kontrol, tikus tanpa insisi dan tanpa infiltrasi. Kelompok P1, tikus yang dilakukan insisi 2 cm, tanpa diberikan infiltrasi levobupivakain. Kelompok P2, tikus yang dilakukan insisi 2 cm, diberikan infiltrasi levobupivakain tiap 8 jam selama 24 jam. Ekspresi IL -10 di sekitar luka insisi dinilai dengan skor histologi dari preparat dengan menggunakan pengecatan imunohistokimia, yang diambil dari biopsi jaringan pada hari ke 1, 2, dan 3. Metode perhitungan statistik menggunakan Kruskal Wallis Test dilanjutkan Mann Whitney Test.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pada jaringan insisi rerata skor histologi IL -10 pada kelompok levobupivakain lebih tinggi (5.36 ± 1.25) dibanding kelompok tanpa levobupivakain (3.00 ± 2.11) pada hari ke dua. Perhitungan statistik antara kedua kelompok tanpa levobupivakain dan dengan kelompok levobupivakain berbeda bermakna (p=0,023 ; p<0,05).Kesimpulan: Sekresi IL-10 di jaringan sekitar luka dengan infiltrasi levobupivakain lebih tinggi dibanding tanpa levobupivakain.
Neurotransmitter Dalam Fisiologi Saraf Otonom Iwan Dwi Cahyono; Himawan Sasongko; Aria Dian Primatika
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (684.606 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6297

Abstract

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X). Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun penurunan aktivitas.Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual, refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya jauh lebih spesifik.
Nutrisi Pada Pasien Cedera Kepala Yusnita Debora; Yulia Wahyu Villyastuti; Mohamad Sofyan Harahap
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.794 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6298

Abstract

Status hipermetabolik sering ditemukan pada pasien-pasien stroke ataupun cedera kepala, sehingga tidak jarang keadaan ini akan memperburuk keadaan pasien. Laju hipermetabolik ini dipercepat dengan puasa yang lama sehingga tubuh akan memobilisasi lemak dan protein yang nantinya akan digunakan sebagai untuk energi. Keadaan ini dapa t dicegah dengan pemberian nutrisi secara dini dan pada keadaan ini lebih terpilih pemberian enteral nutrisi. Pemberian enteral nutrisi ini dapat melalui berbagai jalur, seperti melalui gaster, jejunum, ataupun dudenum dengan pemasangan “ feeding tube “ Untuk suksesnya suatu terapi nutrisi diperlukan penyaringan dan penilaian status gizi pasien-pasien tersebut. 
Perbedaan Lama Analgesi Antara Lidokain 5% 100 mg Hiperbarik, Kombinasi Lidokain 5% 100 mg Hiperbarik + Klonidin 75μg Serta Kombinasi Lidokain 5% 100 mg Hiperbarik + Klonidin 150μg Pada Blok Subarakhnoid Artsanto R; Doso Sutiyono; Witjaksono Witjaksono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.867 KB) | DOI: 10.14710/jai.v1i1.6019

Abstract

Latar belakang: blok subarakhnoid menggunakan lidocain hiperbarik, banyak digunakanpada operasi untuk pasien dengan berbagai kondisi klinik. Kerugian dari penggunaanlidocain 5% hiperbarik adalah durasinya yang singkat, dimana banyak tindakanpembedahan yang durasinya lebih dari 1 jam.Tujuan: Membuktikan apakah penambahan klonidin 75 μg dan klonidin 150 μg pada bloksubarakhnoid dengan lidokain 5% 100 mg hiperbarik dapat memperpanjang lamaanalgesia.Metode: Penelitian eksperimental dengan desain quota sampling pada 60 pasien yangmenjalani operasi di daerah regio abdominal. Saat di ruangan dilakukan pengukurantekanan darah, laju jantung dan laju nafas. Semua penderita dipuasakan 6 jam dan tidakdiberikan obat premedikasi. Saat datang di Instalasi Bedah Sentral dilakukan pemasanganinfus kateter intravena 18 G, dan diberikan preload cairan dengan larutan koloid 7,5cc/kgBB. Penderita dikelompokkan secara acak dengan menggunakan tabel randommenjadi 3 kelompok. Pasien tidak kooperatif dan membutuhkan analgetik tambahanselama pembedahan, pasien dikeluarkan dari penelitian. Uji statistik menggunakanANOVA dan derajat kemaknaan p < 0,05. Penyajian data dalam bentuk tabel.Hasil: Karakteristik penderita dan distribusi operasi antara ketiga kelompok tidakberbeda. Waktu regresi 2 segmen kelompok Lidokain-Klonidin 150 μg lebih lamadibandingkan kelompok Lidokain dan kelompok Lidokain-Klonidin 75 μg (p=0,000). Mulakerja blok sensorik kelompok Lidokain-Klonidin 150 μg lebih cepat dibandingkankelompok Lidokain dan kelompok Lidokain-Klonidin 75 μg (p=0,000). Mula kerja blokmotorik kelompok Lidokain-Klonidin 150 μg lebih cepat dibandingkan kelompok Lidokain dan kelompok Lidokain-Klonidin 75 μg (p=0,000). Lama blok motorik kelompok Lidokain-Klonidin 150 μg lebih lama dibandingkan kelompok Lidokain dan Lidokain-Klonidin 75μg (p=0,000). Level maksimal blok sensorik kelompok Lidokain-Klonidin 150 μg lebihtinggi dibandingkan kelompok Lidokain dan kelompok Lidokain-Klonidin 75 μg (p=0,038).Kesimpulan: Waktu regresi 2 segmen kelompok Lidokain-Klonidin 150 μg lebih lamasecara bermakna dibandingkan kelompok Lidokain dan kelompok Lidokain-Klonidin 75μg, serta kelompok Lidokain-Klonidin 75 μg lebih lama secara bermakna dibandingkankelompok Lidokain.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2009 2009


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 3 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 2 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 1 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia (Issue in Progress) Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Publication In-Press Vol 12, No 3 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 1 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 1 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 3 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 2 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 1 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 3 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 2 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 1 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 3 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 1 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 3 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 2 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 2 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 2 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 1 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 2 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 2 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 1 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 2 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia More Issue