cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Anestesiologi Indonesia
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23375124     EISSN : 2089970X     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia" : 7 Documents clear
Jarum Spinal dan Pengaruh yang Mungkin Terjadi Igun Winarno; Doso Sutiyono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6562

Abstract

Tingkat keberhasilan teknik spinal anestesi ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya : dosis obat, volume, posisi pasien serta komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Efek yang ditimbulkan bisa berkaitan dengan farmakologis obat, fisiologi tubuh, teknis dan peralatan yang digunakan, terutama jarum spinal. Efek samping spinal anestesi diantaranya, hipotensi, bradikardi, hematome, luka tempat tusukan, perdarahan, infeksi, trauma medula spinalis dan kejadian nyeri kepala pasca anestesi spinal. Perkembangan penggunaan jarum spinal dimulai sejak lama sampai sekarang, hal ini berkaitan dengan penyebaran obat yang dimungkinkan terjadi, kemudahan penyebaran obat, robeknya jaringan subarakhnoid, keluarnya LCS dan kejadian post dural punctum headeche (PDPH). Seiring perkembangan kemajuan jenis jarum spinal, telah banyak dikoreksi segala kekurangan untuk memberikan hasil teknik spinal anestesi yang lebih baik.
Efektivitas Ketamin Sebagai Analgesia Preemptif Terhadap Nyeri Pasca Bedah Onkologi Langgeng Raharjo; Uripno Budiono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6557

Abstract

Latar belakang: Asam amino eksitatori berperan dalam aktivasi saraf nosisepsi kornu medula spinalis pada reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Data penelitian melaporkan reseptor NMDA berperan dalarn proses sensitisasi sentral terhadap nyeri. Analgesia preemptif berdasar bahwa pemberian obat analgesia sebelum input nosisepsi dapat mencegah sensitisasi dan memperbaiki nyeri pasca bedah.Tujuan: Mengetahui efetktifitas ketamin sebagai analgesia pre emptif, terhadap derajat nyeri pasca bedah onkologi.Metode: Merupakan penelitian eksperimental randomized past test only controlled group design. Empat puluh dua pasien yang menjalani operasi elektif onkologi dengan anestesi umum inhalasi di RS Dr. Kariadi Semarang; memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi dalam dua kelompok dicatat tanda vital pra bedah. Premedikasi dengan midazolam 0,07 mg/kgBB iv, metoclopramid l0 mg iv, aulfas atropin 0,01 mg/kgBB. Induksi dengan tiopental 5 mg/kgBB, atrakurium 0,5 m/kgBB, fentanyl 2 µ/kgBB dilakukan intubasi. Rumatan anestesi dengan N2O:O2=70%: 30%, isofluran 1% atrakurium intermiten kelompok kontrol (II) diberi NaCl 0,9%- Selesai operasi pasien diekstubasi, dilakukan observasi di ruang pemulihan. Bila skor nyeri atau nilai visualAnalog Scale (VAS) >3 cm diberi meperidin 0,5mg/kgBB iv. Dicatat tanda vital pasca bedah, waktu pertama kali diberikananalgetik di bangsal, diberi analgetik meperidin 0,5 mg/kgBB bila Vas > 3 cm. Dicatat jumlah total kebutuhan meperidin. Efek samping yang terjadi dicatat.Hasil: Jumlah meperidin yang diberikan dan nilai VAS dalam 24 jam tidak Berbeda bermakna pada dua kelompok (p=0,692 dan (p>0,05), dan berbeda bermakna pada waktu pertama kali diperlukan analgetik (F0,000).Simpulan: Ketamin dosis 0,5 mg/kgBB iv tidak memberikan efek analgesia preemptif pada operasi bedah onkologi.
Pengelolaan Intoksikasi Bupivakain Rindarto Rindarto; Doso Sutiyono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6563

Abstract

Intoksikasi bupivakain merupakan komplikasi pemakaian anestesi lokal yang paling ditakuti, karena penanganannya yang sulit. Pengelolaan intoksikasi bupivakain dimulai dengan mengenali gejala awalnya, semakin awal gejala dikenali dan semakin cepat dilakukan pengelolaan akan memberikan prognosa yang lebih baik. Pengelolaan intoksikasi bupivakain meliputi penguasaan jalan nafas untuk menghindari hipoksia dan asidosis yang akan memperberat intoksikasi, standar ACLS agar sirkulasi tetap berjalan dan pemakaian emulsi lipid untuk mengeliminasi efek toksik dari bupivakain.
Perbandingan Efektifitas Propofol dan Tiopental Pada Intubasi Endotrakea Tanpa Pelumpuh Otot Sulistyowati Sulistyowati; Hariyo Satoto
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6558

Abstract

Latar belakang: Pemberian fentanyl yang diikuti dengan propofol memberikan kondisi yang cukup untuk fasilitasi intubasi endotrakea tanpa menggunakan pelumpuh otot. Beberapa obat hipnotis anestesi telah diselidiki pada saat ini. Intubasi endotrakea dengan menggunakan fentanyl diikuti dengan propofol atau thiopental tanpa menggunakan pelumpuh otot dibandingkan pada penelitian ini.Metode: Dengan metode randomisasi acak tersamar ganda. 48 pasien dengan ASA 1 & II dibagi ke dalam 2 kelompok ( n = 24 ). Setelah pemberian Sulfas atropin 0,01 mg/kgBB, midazolam 0,07 mg/kgBB sebagai premedikasi.Fentanyl 2 µg/kgBB diberikan intravena setelah 90 detik diberikan propofol 2 mg/kgBB ( kelompok I) dan tiopental 5 mg/kgBB ( kelompok II ) .Kemudian dilakukan ventilasi oksigen 6 L/menit selama 90 detik.Setelah itu laringoskopi intubasi dilakukan.Kemudahan intubasi endotrakea dinilai sebagai sempurna,baik dan buruk.Penilaian kemudahan intubasi endotrakea berdasarkan kemudahan ventilasi, relaksasi rahang, posisi pita suara dan respon pasien terhadap intubasi dan inflasi pada pipa endotrakea.Hasil: Data demograpik dan data pengukuran pra penelitian didapatkan hasil tidak berbeda.Respon kardiovaskuler sebelum dan sesudah intubasi endotrakea didapatkan hasil berbeda bermakna (p <0,005 ) lebih stabil pada penggunaan tiopental sebagai obat hipnosis.Seluruh kondisi pada intubasi endotrakea mendapatkan hasil berbeda bermakna ( p < 0,005 ) lebih baik, dan frekwensi intubasi endotrakea pada kondisi baik berbeda bermakna ( p < 0,005 ) lebih tinggi pada kelompok propofol dibandingkan dengan kelompok tiopental untuk intubasi endotrakea bila dikombinasikan dengan fentanyl 2 µg/kgBB tanpa menggunakan pelumpuh otot.Pada penelitian ini tidak ada pasien yang diterapi untuk kasus hipotensi dan bradikardi.Kesimpulan: Propofol 2 mg/kgBB lebih baik dari tiopental 5 mg/kgBB untuk intubasi endotrakea dengan kombinasifentanyl 2 µg/kgBB tanpa menggunakan pelumpuh otot.
Perbandingan Antara Anestesi Regional dan Umum Pada Operasi Caesar Aunun Rofiq; Doso Sutiyono
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6564

Abstract

Spinal dan epidural anestesi menyebabkan penurunan substansial dari tekanan darah ibu, yang dapat mempengaruhi ibu dan janin . Tidak ada bukti dari tulisan ini yang menunjukkan bahwa RA lebih unggul GA dalam kaitannya dengan ibu dan bayi. Lanjutan tinjauan pustaka ataupun penelitian untuk mengevaluasi morbiditas neonatal dan hasil ibu, seperti hubungan kepuasan dengan teknik anestesi, akan berguna untuk mengungkap teknik terbaik untuk sectio caesarea.
Perbandingan Efek Sevofluran dan Isofluran Terhadap Jumlah Neutrofil Polimorfonuklear Perifer Bob Firman; Heru Dwi Jatmiko
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6560

Abstract

Latar belakang: Neutrofil polimorfonuklear berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi bakteri. Pada jaringan luka, neutrofil aktif menghancurkan kuman dalam beberapa tingkat, yaitu kemotaksis, adhesi endotel, menangkap, fagosit, dan membunuh. Jumlah polimorf yang menurun sering disertai dengan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi. Agen anestesi inhalasi seperti sevofluran dan isofluran diketahui dapat menyebabkan dinamisasi jumlah neutrofil dalam sirkulasiTujuan: Membandingkan pengaruh anestesi dengan sevofluran dan isofluran terhadap jumlah neutrofil polimorfonuklear.Metode: Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis acak tersamar ganda terhadap 36 orang pasien yang menjalani operasi elektif di RS Dr. Kariadi Semarang, dengan umur16- 2 55 tahun, IMT 20-25 kg/m , lama operasi 1-3 jam, dan ASA I. Sampel darah dari kedua kelompok diambil sebelum anestesi, menit 15, menit 60, dan setelah sadar. Jumlah leukosit dan neutrofil dihitung. Tekanan darah dan laju jantung dicatat. Uji statistik menggunakan Chi square dan t test dengan derajat kemaknaan p<0,05.Hasil: Karakteristik subyek penelitian menunjukkan hubungan yang tidak bermakna.Variabel tekanan darah, laju jantung, dan lama operasi jµga tidak bermakna. Jumlah leukosit pada masing -masing kelompok tidak berbeda, begitu jµga perbandingannya antar kedua kelompok. Jumlah neutrofil pada kelompok sevofluran menurun secara bermakna pada menit ke 15 dan menit ke 60, tetapi tidak demikian pada saat sadar.Pada kelompok isofluran jumlah neutrofil tidak berbeda bermakna. Pada uji beda antara kedua kelompok, terdapat perbedaan yang signifikan jumlah neutrofil pada menit ke 60.Simpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna pengaruh sevofluran dan isofluran terhadap jumlah neutrofil polimorfonuklear, yaitu pada menit ke 60.
Hubungan Cardiopulmonary Bypass dengan Jumlah Neutrofil Polimorfonuklear Pada Pasien Yang Menjalani Coronary Artery Bypass Grafting Yanuar Kushendarto; Widya Istanto Nurcahyo; Heru Dwi Jatmiko
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v1i3.6561

Abstract

Latar Belakang: Angka kejadian dan angka mortalitas penyakit jantung iskemik (Ischaemic Heart Disease/ IHD) masih cukup tinggi yaitu sekitar 68 tiap 1000 penduduk atau sekitar 6,8% dan jumlah penduduk. Pengobatan IHD bertujuan untuk revaskularisasi pembuluh darah yang tersumbat dapat menggunakan teknik farmakologik atau operatif (Percutaneous Coronary Intervention/ PCI atau Coronary Artery Bypass Graft/ CABG). Tindakan CABG dapat menggunakan mesin cardio pulmonary bypass (CPB)/ On-Pump Coronary Artery Bypass atau tanpa menggunakan mesin CPB / Off-Pump Coronary Artery Bypass (OPCAB). Kejadian disfungsi organ pada pasien yang menjalani operasi CABG dengan mesin CPB dihubungkan dengan Systemic Inflammatory Response Syndrome yang diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain faktor tindakan operasi dan faktor mesin CPB tersebut. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh lamanya waktu Cardio Pulmonary Bypass pada operasi Coronary Artery Bypass Graft terhadap pola jumlah neutrofil p olimorfonuklear darah tepi, dapat merupakan suatu penanda respon inflamasi yang dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi.Metode: Pasien yang akan menjalani operasi CABG diambil sampel darah untuk diperiksa gambaran neutrofil PMN pada pra torakotomi, post torakotomi, menit ke 15 dan menit ke 30 sete Fah pemasangan mesin CPB.Hasil: Uji beda jumlah neutrofil ditemukan perbedaan bermakna jumlah neutrofil pada menit ke (pra torakotomi) dengan post torakotomi, menit ke 15 dan menit ke 30 CPB (p < 0,05). Uji beda jµga ditemukan perbedaan bermakna pada jumlah neutrofil post torakotomi dengan menit ke 30 CPB (p < 0,05) dan menit ke 15 CPB dan menit ke 30 CPB (p < 0,05). Tetapi tidak ditemukan perbedaan bermakna jumlah neutrofil post torakotomi dengan menit ke 15 CPB (p 0,05).Simpulan: Terdapat peningkatan jumlah neutrofil pada pasien yang menjalani CABG menggunakan CPB.  

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2009 2009


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 3 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 2 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 1 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia (Issue in Progress) Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Publication In-Press Vol 12, No 3 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 1 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 1 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 3 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 2 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 1 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 3 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 2 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 1 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 3 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 1 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 3 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 2 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 2 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 2 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 1 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 2 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 2 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 1 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 2 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia More Issue