cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Anestesiologi Indonesia
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : 23375124     EISSN : 2089970X     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) dan dikelola oleh Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) cabang Jawa Tengah.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia" : 6 Documents clear
Combination of Low Dose Ketamine, Paracetamol, and Tramadol for Opioid Induces Hyperalgesia in Lung Cancer with Intra Abdominal Metastases Boyke Marthin Simbolon; Mual Kristian Sinaga
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v12i2.28427

Abstract

Background: Opioid induced hyperalgesia or OIH is one of exaggerated response to pain secondary to using of the opioid itself. High dosage of opioid in long term (days to weeks) relate to increased OIH occurrence.Case: Female, 58 yrs, BMI 17.77, complained severe abdominal pain with NRS 8/10. Patient suffered from lung cancer stage 3 with intra abdominal metastases. Previously patient had received analgesic paracetamol 1gr TID, dexketoprofen 25mg TID, parecoxib 40mg OD, morphine 10mg BD and fentanyl patch 50 µg. Then fentanyl was given 25 µg IV twice with interval of 15 minutes. Patient still complained for pain and eventually pain severity increased to NRS 10/10. Afterwards patient was given low dose ketamin 0.1mg/kg slow IV push, paracetamol 1gr IV, and tramadol 50mg IV. After 15 minutes observation, pain decreased to NRS 5/10.Discussion: Decreasing total dose of opioid consumed may decresed OIH. It may be performed by improving analgesia by using combination of analgesic and intervention strategy.Conclusion: combination of low dose ketamine (0.1mg/kg), paracetamol, and tramadol may be benefit for patient with opioid induces hyperalgesia in lung cancer stage 3 with intra abdominal metastases.
Manajemen Perioperatif Operasi Arterial Switch pada Transposition of The Great Arteries with Intact Ventricular Septum Dian Kesumarini; Herdono Poernomo
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v12i2.24657

Abstract

Latar belakang: Penyakit jantung bawaan (PJB) berkontribusi terhadap hampir sepertiga dari kelainan kongenital secara keseluruhan. Transposition of the great arteries (d-TGA) adalah satu kelainan jantung bawaan (PJB) yang kompleks. Tindakan arterial switch operation (ASO) menjadi pilihan koreksi pada kasus TGA. Tindakan ini mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.Kasus: Bayi berusia 42 hari dengan berat badan 3100 gram dirujuk ke Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita karena kelainan jantung. Pasien dilakukan diagnosik ekokardiografi dan didapatkan TGA dengan septum ventrikular yang intak (TGA-IVS), atrium septal defect (ASD) sekundum L-R shunt, dan patent ductus arteriosus (PDA). Prosedur pembedahan meliputi ASO menggunakan manuver Le Compte, pemotongan PDA, ASD ditutup sebagian dan disisakan 3mm. Durasi cardiopulmonary bypass (CPB) 136 menit dengan cross clamp 85 menit, diberikan tranfusi PRC, FFP, dan TC, lalu dipindahkan ke intensive care unit (ICU) dengan support adrenalin 0.05 mcg/kg/menit dan milrinone 0.375 mcg/kg/menit. Ekstubasi dilakukan 72 jam pascaoperasi.Pembahasan: Operasi arterial switch merupakan tindakan berisiko tinggi, dengan angka kematian dan morbiditas yang tinggi. Konsiderasi perianestesia pada pasien TGA ini di antaranya tatalaksana preanestesi, manajemen selama operasi, topangan hemodinamik, aritmia yang diakibatkan masalah pembuluh darah koroner, dan penilaian ekokardiografi epikardial pascaoperasi. Manajemen pascaoperasi penting untuk mengantisipasi efek dari CPB yang berpengaruh pada miokardium, sindroma curah jantung rendah, risiko infeksi, dan komplikasi lain yang sering terjadi pada infant setelah pembedahan ini.Kesimpulan: Manajemen preoperatif dengan mengenali faktor risiko, tatalaksana anestesia intraoperatif, myocardial protection, serta perawatan komprehensif pascaoperasi di ICU sangat menentukan outcomepasien yang menjalani prosedur ini. 
Anestesi Spinal pada Pasien Seksio Sesaria dengan Tuberkulosis Multidrug-resistant (TB MDR) Satrio Adi Wicaksono; Yusmein Uyun; Ratih Kumala Fajar Apsari
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v12i2.28761

Abstract

Latar belakang: Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) adalah adanya resistensi terhadap obat TB minimal 2 (dua) obat anti TB yang paling poten yaitu INH dan rifampisin secara bersama-sama atau disertai resistensi terhadap obat anti TB lini pertama lainnya seperti etambutol, streptomisin dan pirazinamid. Pemilihan anestesi spinal pada pasien ini merupakan bahan diskusi yang menarik.Kasus: Seorang wanita G2P1A0 dirujuk ke RSUP Dr Kariadi dengan diagnosa TB MDR. Pasien memiliki riwayat flek paru sejak usia 15 tahun. Pasien memiliki keluhan batuk lama saat kehamilan yang pertama dan sempat mengalami putus obat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sesak dengan kesadaran composmentis, BB 43kg, TB 160cm. Tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 112x/menit, laju napas 28 x/menit, dengan temperatur 37oC. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva palpebra anemis. Pemeriksaan jantung normal dan paru terdengar suara ronki basah kasar di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan trombositopenia. Pasien menjalani operasi seksio sesaria dengan anestesi spinal dengan bupivakain 0,5% 10 mg dengan tekanan darah awal 130/80 mmHg. Selama operasi dan pascaoperasi seksio sesaria, hemodinamik pasien stabil, tidak ditemukan hipotensi yang berat maupun kenaikan tekanan darah. Pasien kemudian dirawat di ruangan dengan perawatan pascaoperasi.Pembahasan: Pada penderita TB MDR, hampir seluruh lapang paru diisi oleh infiltrat. Anestesi regional sering disukai pada pasien dengan penyakit paru-paru kronis seperti tuberkulosis daripada anestesi umum untuk menghindari risiko hipersensitivitas pada otot polos bronkhial dan penyempitan saluran udara akibat proses inflamasi, yang dapat berdampak pada morbiditas dan mortalitas selama persalinan operatif. Ketersediaan tes fungsi paru akan sangat membantu ahli anestesi.Kesimpulan: Keadaan paru yang kurang baik dapat menjadi kontra indikasi untuk dilakukan anestesi umum.
Perbandingan Efektivitas Antara Nebulisasi Lidokain dan Spray Lidokain untuk Mencegah Refleks Batuk pada Tindakan Bronkoskopi dengan General Anestesi Anna Erliana Oetarman; Edward Kusuma; Maulydia Maulydia; Arie Utariani
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v12i2.29418

Abstract

Latar belakang: Batuk sering terjadi pada tindakan bronkoskopi. Batuk menyebabkan ketidaknyamanan pasien dan menimbulkan kesulitan pada pelaksanaan tindakan bronkoskopi sehingga dapat meningkatkan risiko komplikasi akibat bronkoskopi seperti perdarahan intrabronkial, bronchospasme, dan pneumothorax. Batuk pada tindakan bronkoskopi dapat dicegah dengan pemberian anestesi lokal lidokain.Tujuan: Membandingkan efek nebulisasi lidokain 2 % dibandingkan spray lidokain 10% dalam mencegah kejadian batuk pada tindakan bronkoskopi dengan anestesi umum.Metode: Penelitian dilakukan pada 20 pasien usia 18-65 tahun dengan status fisik American Society of Anesthesiologist (ASA) I dan II yang menjalani tindakan bronkoskopi dengan anestesi umum menggunakan intubasi oral. Pasien dibagi 2 kelompok: kelompok spray lidokain 10% dan kelompok nebulisasi lidokain 2% dengan dosis lidokain yang sama yaitu 2 mg/kgbb. Tanda vital (tekanan darah, laju jantung, saturasi oksigen serta frekuensi napas) dan kedalaman anestesi dengan bispectral index (BIS) diukur selama bronkoskopi. Spray lidokain dan nebulisasi lidokain diberikan sebelum pembiusan dilakukan. Kemudian dievaluasi kejadian batuk dan derajat batuk selama dan setelah tindakan bronkoskopi. Analisis hasil penelitian menggunakan dua metode yaitu uji Mann Whitney dan uji Wilcoxon. Uji Mann Whitney dengan derajat kemaknaan p<0,05 untuk membandingkan kejadian batuk pada kedua kelompok selama dan dua jam setelah bronkoskopi, sedangkan uji Wilcoxon dengan derajat kemaknaan p<0,05 untuk membandingkan derajat batuk sebelum bronkoskopi dan selama bronkoskopi pada masing kelompok.Hasil: Terdapat perbedaan bermakna derajat batuk antara sebelum dan sesudah pemberian spray lidokain maupun nebulisasi lidokain (p<0,05). Ada perbedaan bermakna derajat batuk antara kelompok spray lidokain dibandingkan nebulisasi lidokain (p<0,05), dimana nebulisasi lidokain menimbulkan derajat batuk lebih rendah dibandingkan spray lidokain. Tidak ada efek samping pada penelitian ini.Kesimpulan: Pemberian nebulisasi lidokain 2% lebih efektif menekan refleks batuk dibandingkan spray lidokain 10% pada tindakan bronkoskopi dengan general anestesi.
Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Pintas Arteri Koroner Off-Pump Ni Made Supradnyawati; Yudi Hadinata
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v12i2.30041

Abstract

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia. Menurut kriteria American Heart Association (AHA) tahun 2017, lebih dari 360.000 kematian di Amerika disebabkan oleh penyakit jantung koroner setiap tahunnya. Bedah pintas arteri koroner merupakan prosedur standar tatalaksana revaskularisasi pasien dengan penyakit tiga pembuluh darah arteri koroner atau pembuluh darah arteri koroner utama kiri. Sebanyak 400.000 prosedur bedah pintas arteri koroner dilakukan di Amerika setiap tahunnya. Bedah pintas arteri koroner ini mulai dikenal sejak tahun 1950. Pada tahun 1970 hampir semua prosedur bedah pintas arteri koroner menggunakan cairan kardioplegia untuk menghentikan jantung dan mesin pintas jantung paru. Pada pertengahan tahun 1990, diperkenalkan teknik bedah pintas arteri koroner off-pump. Teknik ini memungkinkan dokter bedah melakukan anastomosis arteri koroner pada jantung yang berdetak tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru. Tujuannya adalah untuk menghindari respons inflamasi akibat penggunaan mesin pintas jantung paru serta mengurangi risiko yang timbul akibat manipulasi aorta. Pada tahun 2002, hampir 25% bedah pintas arteri koroner di Amerika dilakukan secara off-pump. Oleh karena itu, dokter anestesi memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas sirkulasi selama manipulasi berlangsung, membantu pemulihan dan mobilisasi dini, menurunkan morbiditas dan mortalitas, serta mampu mengurangi biaya prosedur.
Pemilihan Anestesi Regional dan Anestesi Umum Untuk Pasien COVID-19 Sebagai Upaya Mengurangi Risiko Penularan Widya Istanto Nurcahyo; Gatot Nurbianto
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jai.v12i2.30757

Abstract

Penyakit coronavirus (COVID-19) adalah sebuah pandemik yang dinyatakan oleh World Health Organization pada tanggal 11 Maret 2020. Pandemi ini dalam waktu singkat menyebar ke seluruh dunia. Dengan adanya pandemi ini, tenaga dan pelayanan kesehatan melakukan langkah-langkah tertentu dalam menghadapi pandemik ini. Di ruang operasi, seorang ahli anestesi diharuskan untuk meningkatkan tindakan-tindakan yang bersifat mencegah dan menyesuaikan praktik-praktik anestesi untuk setiap pasien. Diharapkan, dengan meminimalisir sebagian besar prosedur yang menghasilkan aerosol yang biasanya terjadi selama anestesi umum, ahli anestesi mampu mengurangi pajanan terhadap sekret atau droplet pernapasan pasien dan risiko penularan virus secara perioperatif ke petugas-petugas kesehatan dan pasien-pasien lainnya. Anestesi umum dengan intervensi jalan napas serta manipulasi jalan napas yang menyebabkan pembentukan aerosol, yang dapat meningkatkan risiko kontaminasi COVID-19 di ruang operasi dan secara signifikan dapat menyebarkan pada tenaga kesehatan terhadap infeksi COVID-19 selama intubasi dan ekstubasi trakea. Karena itu, penggunaan anestesi regional menjadi kunci selama pandemi ini, karena dapat mengurangi kebutuhan untuk anestesi umum dan risiko terkait dari prosedur yang menghasilkan aerosol. Namun, pedoman tentang kinerja aman anestesi umum dan regional mengingat pandemi COVID-19 terbatas. Penulisan tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan masukan pada manajemen anestesi umum dan regional pada era pandemi COVID-19.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2020 2020


Filter By Issues
All Issue Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 15, No 1 (2023): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 3 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 2 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 14, No 1 (2022): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 3 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia (Issue in Progress) Vol 13, No 2 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 13, No 1 (2021): Jurnal Anestesiologi Indonesia Publication In-Press Vol 12, No 3 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 2 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 12, No 1 (2020): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 3 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 2 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 11, No 1 (2019): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 3 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 2 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 10, No 1 (2018): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 3 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 2 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 9, No 1 (2017): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 3 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 2 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 8, No 1 (2016): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 3 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 2 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 7, No 1 (2015): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 3 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 2 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 6, No 1 (2014): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 3 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 2 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 5, No 1 (2013): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 3 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 2 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 4, No 1 (2012): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 3 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 2 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 3, No 1 (2011): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 3 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 2 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 2, No 1 (2010): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 3 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 2 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia Vol 1, No 1 (2009): Jurnal Anestesiologi Indonesia More Issue