cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pekanbaru,
Riau
INDONESIA
Jurnal Hukum Respublica
ISSN : 14122871     EISSN : 26156733     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Respublica ((ISSN 1412-2871; E-ISSN: 2615-6733) is a scientific journal for the field of legal science, published twice in Mei and November by the Faculty of Law, Universitas Lancang Kuning Pekanbaru. This journal warmly welcomes contributions from scholars and practitioners of related disciplines.
Arjuna Subject : -
Articles 109 Documents
PEMIKIRAN FUQAHA DAN FATWA ULAMA TENTANG INVESTASI DI PASAR MODAL SYARIAH Arsan Ulimatua Batubara
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.428 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1423

Abstract

Dalam literatur Islam klasik tidak ditemukan terminologi pasar modal syariah. Sebagai umat Muslim perlu memastikan tentang investasi di pasar modal syariah menurut ajaran agamanya. Berkaitan uraian tersebut permasalahan yang diangkat dalam artikel ini: Pertama, bagaimana dalil-dalil yang dapat dijadikan landasan pasar modal syariah? Kedua, bagaimana tafsir maudhu’i tentang beberapa efek pasar modal syariah? Ketiga, bagaimana pemikiran Muslim tentang pasar modal syariah? Keempat, bagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional yang mengatur tentang kegiatan investasi syariah? Agar kupasan dalam artikel ini memenuhi persyaratan ilmiah maka penulis menentukan metode penelitian, yaitu penelitian hukum normatif. Adapun pengambilan bahan hukum yang diperlukan bersifat sekunder dengan jenis data berupa hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pembahasan artikel ini menyimpulkan transaksi pasar modal syariah dapat dilakukan melalui: Akad jual beli surat berharga, tidak mengandung unsur riba, tidak ada kebatilan, mencari karunia Allah, bersikap amanah, saling ridho dan tidak saling mendzalimi. Pemikiran Muslim tentang pasar modal syariah memiliki pendapat yang berbeda dalam menilai apakah transaksi sekuritas dalam pasar modal syariah mengandung unsur-unsur yang dilarang secara syariah. Telah ada Fatwa Dewan Syariah Nasional yang mengatur tentang kegiatan investasi syariah adalah Nomor : 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal telah menentukan tentang kriteria produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam.
IJTIHAD JAMA’I NAHDATUL ULAMA (NU) DAN IJTIHAD QIYASI MUHAMMADIYAH TENTANG BUNGA BANK DALAM PRAKTIK PERBANKAN Rizal Bin Jami’an
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.777 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1424

Abstract

Bunga bank perbankan di Indonesia masih tetap menjadi perdebatan di kalangan umat Islam dengan status hukum: haram mutlak, dapat dibenarkan, atau status hukum yang lain. Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai 2 (dua) organisasi Islam terbesar di Indonesia berusaha memberikan status hukum bunga bank. Analisis dalam artikel ini difokuskan pada pola ijtihad yang dilakukan oleh kedua organisasi Islam tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa NU melakukan ijtihad Jama’I dalam menetapkan hukum bunga bank dengan tetap menyandarkan pendapat ulama (Syafi’iyah). NU berpendapat bahwa bunga adalah riba baik sedikit atau banyak, ada kategori ad’afan muda’afah atau tidak. NU tidak membedakan bank yang dimiliki oleh Negara atau swasta. Bahkan nasabah yang menerima bunga bank sebagai penabung juga diharamkan karena dianggap memperoleh tambahan atas harta pokok tanpa berusaha. Muhammadiyah menggunakan qiyas sebagai metode ijtihad dalam merespon bunga bank. Bagi Muhammadiyah ‘illat diharamkan riba adalah adanya penganiayaan (az-Zulm) terhadap peminjaman dana. Konsekuensinya adalah jika ‘illat itu ada pada bunga bank maka bunga bank sama dengan riba dan hukumnya riba. Sebaliknya, jika ‘illat itu tidak ada pada bunga bank maka bunga bank bukan riba, karena itu tidak haram. Bagi Muhammadiyah ‘illat diharamkannya riba disinyalir juga ada pada bunga bank, sehingga bunga bank disamakan dengan riba dan hukumnya haram. Meskipun NU dan Muhammadiyah sama-sama sependapat bahwa riba hukumnya adalah haram, tetapi NU dan Muhammadiyah memiliki cara pandang atau berpikir yang berbeda. Bagi NU hukum bunga bank haram, baik bank Negara maupun swasta. Bagi Muhammadiyah, bunga bank dibolehkan dalam keadaan darurat yang merujuk pada pendapat Mustafa az-Zarqani.
PERSYARATAN DAN PROSPEK SERTA GAGASAN IMUNITAS TERHADAP KURATOR YANG BERITIKAD BAIK Yalid Yalid
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.818 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1425

Abstract

Profesi kurator selain kurang diminati juga belum dikenal masyarakat secara luas, meskipun memiliki prospek cerah terutama di tengah rentannya suatu perusahaan mengalami kebangkrutan. Seimbang dengan imbalan jasa kurator yang fantastis, tugasnya cukup berat karena tidak jarang kurator justru mengalami hambatan dalam menjalankan kewenangannya bahkan berisiko hukum. Untuk itu, perlu digagas imunitas profesi kurator yang beritikad baik, seperti halnya diberikan kepada profesi lain. Terkait dengan itu, permasalahan dalam penelitian ini: Pertama, bagaimana persyaratan dan prospek kurator? Kedua, bagaimana gagasan imunitas kurator yang beritikad baik? Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menfokuskan dari aspek inventarisasi hukum positif. Untuk menjadi kurator terlebih dahulu mesti mengikuti kursus dan lulus tes yang diselenggarakan asosiasi kurator yang bekerja sama dengan Departemen Hukum dan HAM. Prospek profesi ini masih cerah, karena masih dibutuhkan dalam dunia bisnis, di samping jumlahnya memang masih sedikit. Dalam menjalankan profesinya perlu digagas imunitas, terutama kurator yang beritikad baik. Dalam gagasan ini, penulis mengajukan konsep: Pertama, revisi Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, ditambahkan aturan dengan rumusan “kurator tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik. Kedua, perlu dibuat Undang-Undang tentang Profesi Kurator, yang secara sistematis dan komprehensif memberikan imunitas profesi kurator. Ketiga, pembentukan Dewan Etik Bersama, keterkaitan antara imunitas dengan Dewan Etik Bersama konsepnya adalah ukuran untuk menentukan kurator yang beritikad baik atau tidak bertikad baik. Beritikad baik atau tidak beritikad baik seseorang kurator dapat ditafsirkan secara subjektif, baik oleh kurator maupun oleh pihak yang berkepentingan.
MAKNA KEPEMILIKAN MASYARAKAT DALAM PRIVATISASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA Martahan Martin Purba
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.988 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1426

Abstract

Pasal 74 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditentukan bahwa privatisasi dilakukan dengan maksud memperluaskan kepemilikan masyarakat atas Persero. Tetapi, makna memperluas kepemilikan masyarakat dalam undang-undang ini tidak tegas (multi tafsir), sehingga dapat menimbulkan persoalan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hal tersebut makna memperluas kepemilikan masyarakat sebagai konsekuensi dan esensi dari dilakukannya privatisasi menjadi menarik untuk diteliti. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif, sedangkan sifat penelitian ini tergolong kepada penelitian eksploratif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier selanjutnya dianalisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil akhir penelitian ini ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa makna memperluas kepemilikan masyarakat dalam privatisasi BUMN berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN tidak tegas (multi tafsir). Agar privatisasi sejalan dengan maksud memperluas kepemilikan masyarakat maka harus ditentukan kriterianya. Dengan tidak tegasnya makna memperluas kepemilikan masyarakat menyebabkan privatisasi tidak seperti yang digambarkan oleh pemerintah, bertujuan untuk memperluas kepemilikan masyarakat. Namun, bukanlah masyarakat secara keseluruhan, tetapi hanya kelompok masyarakat khusus, yakni mereka yang punya uang (investor lokal atau asing) atau dengan kata lain memperluas kepemilikan pribadi bagi pemodal.
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG UNDANG TENTANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PENGAWASAN NOTARIS Laurensius Arliman S
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.689 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1427

Abstract

Salah satu kewenangan MK adalah judicial review yang mengedepankan semangat pembenahan hukum di Indonesia. Judicial review undang-undang yang pernah diajukan para pihak yang berkepentingan ke MK adalah Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Judicial review terhadap UUJN ternyata membawa implikasi yang besar terhadap pengaturan jabatan notaris dan juga terhadap politik hukum kenotariatan. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Sementara itu, data dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder dengan teknik pengumpulan data studi dokumenter. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa peraturan notaris telah diuji tiga kali ke MK akibat bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Implikasi pengujian itu menghapus Pasal 66, dalam perkembangannya terjadi perubahan pada UUJN. Perubahan pada UUJN ternyata juga masih memiliki kelemahan, karena itu perlu dilakukan perbaikan. Penulis menawarkan ide politik hukum kenotariatan yang berkelanjutan di Indonesia, agar memberikan kekokohan bagi notaris di Indonesia.
KEBIJAKAN MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE Lysa Angrayni
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (147.06 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1428

Abstract

Kejahatan yang tergolong ringan dengan kerugian relatif kecil lebih tepat diselesaikan melalui sarana mediasi penal. Namun, legalitas dari mediasi penal belum diakomodir dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik membahas penyelesaian perkara tindak pidana ringan dalam sistem peradilan pidana, dengan permasalahan: Apa dasar/alasan untuk menentukan kebijakan dalam menggunakan sarana mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan? Apa urgensi mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan sebagai upaya perwujudan restorative justice? Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dapat disebut sebagai penelitian hukum doktrinal. Hasil penelitian ini menyimpulkan dasar/alasan untuk menentukan kebijakan dalam menggunakan sarana mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan: Pertama, perlu memberikan rumusan yang tegas berkenaan dengan ketentuan mediasi penal. Kedua, dalam menentukan kebijakan untuk memformulasi mediasi penal dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, perlu ditentukan kriteria tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui jalur mediasi penal. Urgensi mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan perspektif restorative justice dari aspek administrasi peradilan adalah untuk mengurangi penumpukan perkara. Peningkatan jumlah perkara yang masuk ke pengadilan untuk saat ini menyebabkan semakin banyaknya beban pengadilan untuk menyelesaikan perkara dengan waktu yang terbatas. Namun, dapat dikemukakan urgensi perlunya mediasi penal dalam penyelesaian perkara tindak pidana ringan apabila dilihat dari perspektif restorative justice, sebagai berikut: Pertama, karena masyarakat yang lebih mendominasi berkembangnya sistem hukum. Kedua, perlunya menghadirkan hukum modern menggantikan hukum tradisional.
KEWENANGAN PENUNTUTAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) PADA KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Rony Saputra
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.359 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1429

Abstract

Sistem peradilan pidana dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan tentu tidak masalah karena mereka memang diberikan mandat oleh undang-undang. Namun, bagaimana dengan KPK? UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) tidak memberikan penjelasan. Kewenangan KPK terbatas hanya terkait dengan tindak pidana korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan menfokuskan dari aspek inventarisasi hukum positif. Hasil penelitian ini diketahui bahwa kewenangan melakukan penuntutan pada perkara TPPU yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi menurut UU No. 8 Tahun 2010 (UU TPPU) dapat dilakukan oleh jaksa penuntut umum dari kejaksaan dan jaksa penuntut umum dari KPK apabila tindak pidana asalnya tindak pidana korupsi. Ketentuan Pasal 76 Ayat (1) UU TPPU harus dimaknai bahwa penuntut umum sebagai satu kesatuan, sehingga apakah penuntut umum yang bertugas di Kejaksaan Agung RI atau yang bertugas di KPK adalah sama. Dengan demikian, penuntut umum KPK berwenang melakukan penuntutan pada kasus TPPU yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi. Untuk menghentikan perdebatan kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan perkara TPPU sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU maka perlu merevisi ketentuan Penjelasan Pasal 76 dengan menyebutkan bahwa penuntut umum di KPK mempunyai kewenangan melakukan penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang jika tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK.
DEMONSTRASI MAHASISWA DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEBEBASAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM Andrizal Andrizal
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.282 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1431

Abstract

Demonstrasi mahasiswa dilakukan untuk menyampaikan pendapat atau gagasan dalam perbaikan kehidupan bermasyarakat karena dianggap tidak sesuai harapan. Dalam kenyataannya pelaksanaan demonstrasi dapat berujung menjadi anarkis dan tidak terkendali, meskipun telah aturan yang tegas. Artikel ini menganalisis pelaksanaan demonstrasi mahasiswa di Kota Pekanbaru berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dengan menggunakan penelitian hukum sosiologis. Hasil analisis dalam artikel ini ditemukan fakta bahwa ketertiban mahasiswa berdemonstrasi di Kota Pekanbaru belum berjalan efektif menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Mahasiswa cenderung tidak memberitahukan rencana aksi demonstrasi kepada pihak kepolisian, aksi demonstrasi mahasiswa melebihi batas waktu yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan aksi demonstrasi mahasiswa berubah tidak tertib dan cenderung anarkis. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan demonstrasi karena adanya pembatasan waktu dalam menyampaikan pendapat di muka umum, aksi demonstrasi tidak mengikuti aturan pelaporan rencana aksi, pengamanan yang kasar yang tidak bertanggung jawab, intervensi dari pihak keamanan terutama intelijen, provokasi, pejabat atau sasaran aksi menghilang, kesalahpahaman antar massa aksi demonstrasi dengan pihak keamanan sehingga mengakibatkan konflik fisik, pengamanan aksi yang kasar, dan penghancuran/penyitaan/perampasan alat peraga aksi. Upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi beberapa hambatan itu adalah sosialisasi atau penyuluhan hukum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum kepada mahasiswa di Kota Pekanbaru agar mereka memahami substansi peraturan tersebut, pihak kepolisian harus memahami kondisi demonstrasi mahasiswa, pendanaan yang mencukupi, dan aturan hukum yang jelas dan mengikat.
ANALISIS HUKUM PEMBERIAN HIBAH DARI PEMERINTAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI UNTUK PEMBANGUNAN PERGURUAN TINGGI SWASTA Rismahayani Rismahayani
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.77 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1432

Abstract

Masalah pelaksanaan hibah di daerah pada umumnya karena penyalahgunaan, dikorup, tidak tepat waktu, dan sasaran. Pelaksanaan bantuan hibah dari Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi untuk pembangunan perguruan tinggi swasta kurang berjalan baik, bahkan terjadi penghentian, padahal sudah dianggarkan dua kali berturut-turut. Permasalahan dalam penelitian ini: Pertama, bagaimana tujuan, persyaratan dan pertanggungjawaban hibah dari Pemerintah Daerah? Kedua, bagaimana analisis hukum pemberian hibah dari Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi untuk pembangunan perguruan tinggi swasta? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan memfokuskan dari aspek inventarisasi hukum positif. Hasil penelitian ini diketahui bahwa tujuan, persyaratan dan pertanggungjawaban hibah dari pemerintah daerah sekarang dapat berpedoman pada Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 yang telah diubah dengan Permendagri Nomor 39 Tahun 2012. Berlakunya Permendagri maka pemberian hibah sejak tahun anggaran 2012 menjadi semakin selektif dan ketat untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan mulai dari proses pengajuan proposal atau permohonan hibah, penganggaran oleh pemerintah daerah, penetapan dan penyaluran dana hibah, sampai dengan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi. Analisis hukum hibah dari Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi untuk pembangunan perguruan tinggi swasta yang menjadi persoalan karena telah dua kali dianggarkan setiap tahun berturut-turut dengan nomenklatur yang sama, namun pembangunan fisik tetap tidak terselesaikan. Bila dikaji dari hukum tentu sudah bertentangan dengan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Pasal 4 Ayat (4) huruf (b) di mana “tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
PELANGGARAN ETIK PENYELENGGARA PEMILU KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2015-2016 Adrian Faridhi
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 1 (2016): Hukum Bisnis, Hukum Tata Negara, dan Hukum Pidana
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.325 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i1.1433

Abstract

Posisi yang strategis sebagai penyelenggara Pemilu memiliki potensi penyimpangan tingkah laku, seperti pernah terjadi di Kabupaten Rokan Hulu pada tahun 2015-2016. Terkait dengan isu pelanggaran tersebut maka permasalahan dalam artikel ini ada 2 (dua): Pertama, bagaimana implementasi Peraturan Bersama KPU, BAWASLU dan DKPP di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2015-2016? Kedua, bagaimana penyelesaian pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu di Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2015-2016? Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini merupakan penelitian hukum sosiologis, yakni dengan lebih memfokuskan terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Untuk itu, penulis menitikberatkan pembahasan pada ketentuan perundang-undangan dan melihat bagaimana hukum dipraktikkan dalam masyarakat. Hasil penelitian ini bahwa implementasi Peraturan Bersama KPU, BAWASLU dan DKPP di Kabupaten Rokan Hulu tahun 2015-2016 telah diterapkan pada kasus konkrit berdasarkan Putusan Nomor 111/DKPP-PKE-V/2016 DKPP Pemilu Republik Indonesia yang sebelumnya menerima Pengaduan Nomor 155/V-P/LDKPP/2015, dan diregistrasi pada tanggal 21 Juni 2016 yang disiarkan secara teleconference Kantor BAWASLU Provinsi Riau. Penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu di Kabupaten Rokan Hulu tahun 2015-2016 yang melibatkan Anggota Komisioner KPU Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau merupakan kasus pelanggaran etik kategori berat. Putusan DKPP hanya menyangkut pelanggaran etik sehingga sanksi yang diberikan berupa sanksi etik (untuk pelanggaran berat sanksinya berupa pemberhentian sebagai penyelenggara Pemilu).

Page 1 of 11 | Total Record : 109