cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Patrawidya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya
ISSN : 14115239     EISSN : 25984209     DOI : -
Core Subject : Art, Social,
The Patrawidya appears in a dark gray cover with a papyrus manuscript. The Patrawidya Journal is published three times a year in April, August and December. The study of the Patrawidya Journal article is on the family of history and culture. The Patrawidya name came from a combination of two words "patra" and "widya", derived from Sanskrit, and became an absorption word in Old Javanese. the word "patra" is derived from the word "pattra", from the root of the term pat = float, which is then interpreted by the wings of birds; fur, leaves; flower leaf; fragrant plants fragrant; leaves used for writing; letter; document; thin metal or gold leaf. The word "widya" comes from the word "vidya", from the root vid = know, which then means "science". Patrawidya is defined as "a sheet containing science" ISSN 1411-5239 (print) ISSN 2598-4209 (online).
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol. 22 No. 1 (2021): April" : 6 Documents clear
Mengungkap Katastrofe Kuno di Yogyakarta Berbasis Indigenous Knowledge dalam Perspektif Filoarkeologi Naufal Raffi Arrazaq; Indah Nurafani Syarqiyah; Sahmu Hidayat; Fahmi Prihantoro
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 22 No. 1 (2021): April
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.295

Abstract

People of Yogyakarta have an indigenous knowledge about catastrophe that is starting to be abandoned, due to the development of science and technology. Catastrophe events are considered more accurate when examined in a technological perspective, even thought technology has not been able to explain the meaning and philosophy of indigenous communities. The purpose of this research is; (a) identify traces of ancient catastrophe in Yogyakarta based on a philoarchaeological perspectiveand (b) analyze the relationship between the emergence of natural disaster folklore and the potential of natural disasters.The method of data collection is done online. The data were analyzed with a philoarchaeological approach. The results of this study show that ancient catastrophe consists of earthquakes, tsunamis, mountain eruptions, and floods. There is a link between the emergence of folklore and natural disasters. Folklore Ratu Kidul, Labuhan, and Merti Desa are related to earthquakes and tsunamis. Folklore Mbah Petruk, Labuhan, and Merti Desa are related to mountain eruptions.
Menundukkan Kaum Pemburu: Kuasa Pu Sindok atas Perburuan Burung dan Binatang Abad X Dennys Pradita; Adi Putra Surya Wardhana
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 22 No. 1 (2021): April
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.296

Abstract

This study aims to analyze the power-knowledge relationship built by Pu Sindok to control bird and animal hunters in the 10th century. Initially, hunting was carried out to meet the needs of the stomach. During the ancient kingdom times, hunting became a pleasure and met the needs of the economy. Therefore, Pu Sindok constructed rules that must be obeyed by both hunters and other hunting-related professions as control over the hunting. This research used the Historical method with an Archaeological approach to analyze the hunting of birds and other animals through the legacy of the Pu Sindok era. The findings show that Pu Sindok built his power through inscriptions in the kingdom of Medang, East Java. Pu Sindok made several rules in the inscription containing the discourse of limiting hunting, preserving the natural environment, and strengthening the powers of the Medang Kingdom and its surroundings. The implication, social, political, cultural, and economic life during the Pu Sindok period became more stable than before.
“Esuk Lara, Sore Mati”: Sejarah Pagebluk dan Penanggulangannya di Jawa Awal Abad XX Fransisca Tjandrasih Adji; Heri Priyatmoko
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 22 No. 1 (2021): April
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.297

Abstract

Seabad lebih sebelum Covid-19 memporakporandakan sendi kehidupan, Yogyakarta dan Surakarta sebagai kota kerajaan telah menghadapi bencana pageblug yang menyebabkan banyak kematian. Artikel ini bertujuan mengkajifenomena pageblug di perkotaan Jawa periode kolonial dengan menggunakan perspektif sejarah lokal. Data berupa naskah, arsip, dan media massa dikumpulkan dari perpustakaan. Dengan metode sejarah, diketahui bahwa sebaran penyakit influenza dan pes mengakibatkan pemerintah kolonial bersama pembesar kerajaan kelabakan. Perayaan budaya seperti Garebeg Sekaten juga ditiadakan lantaran berpotensi memicu penularan penyakit. Serangan wabahyang menggila ini diatasi dengan mendatangkan dokter, menyuntikkan vaksin, dan menyediakan tempat karantina bagi warga yang terkena wabah. Temuan menarik lainnya adalah masyarakat Jawa memiliki cara alternatif mencegah penyakit menular dengan memanfaatkan pengetahuan warisan leluhur, seperti jamu atau pengobatan tradisional. Sebagai contoh, sistem pengobatan tradisional Jawa yang tersurat dalam Serat Primbon Reracikan Jampi Jawi 1-3 koleksi Perpustakaan Sasana Pustaka, Kasunanan Surakarta memamerkan betapa tingginya kesadaran masyarakat terhadap aspek kesehatan. Kenyataan ini didukung pula dengan kesadaran hidup bersih. Persoalan kesehatan tidak sekadar urusan jamu dan obat tradisional, namun kebiasaan hidup bersih juga menjadi kunci dalam menjaga kesehatan. Itulah local knowledge yang tidak ternilai. Pada masa pandemik Covid-19, pemanfaatan jamu dan pembiasaan hidup bersih kembali digencarkan. Realitas ini membuktikan bahwa pengalaman nenek moyang di masa lalu masih relevan bagi kehidupan kontemporer. Oleh sebab itu, masyarakat modern perlu menengok, mempelajari, dan mendayagunakan peninggalan kakek moyang. Terkait aspek jamu, perlu adanya saintifikasi jamu, pengedukasian masyarakat tentang jamu, serta pembudidayaan bahan jamu.
Dokter Bumiputera Lulusan Stovia dan Kontribusinya dalam Penanganan Wabah Flu Spanyol di Hindia Belanda (1918-1920) Saifuddin Alif Nurdianto
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 22 No. 1 (2021): April
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.298

Abstract

STOVIA didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1849, yang ketika itu bernama Dokter Djawa School. Semasa STOVIA masih eksis ada satu peristiwa yang cukup menyita perhatian karena besarnya dampak yang ditimbulkan. Peristiwa itu adalah penyebaran wabah flu Spanyol yang menyebabkan 1,5 juta sampai 4,37 juta rakyat Hindia-Belanda meninggal. Pada periode tersebut peran dan kontribusi dari para tenaga medis dibutuhkan oleh segenap rakyat. Para dokter pribumi alumni STOVIA menjadi orang yang merasa paling memiliki tanggung jawab untuk ikut serta menangani pandemi. Penelitian historis dengan pendekatan sosiologis akan digunakan untuk mengkaji kontribusi para dokter pribumi alumni STOVIA dalam penanganan pandemi flu Spanyol di Hindia Belanda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi para dokter ini tidak terbatas dalam bidang medis, tetapi juga dalam bidang sosial, akademik, dan politik.
Benteng Bescherming di Cirebon: Konteks Politik, Fitur Fisik, dan Fungsinya pada Akhir Abad Ke-17 Satrio Dwicahyo
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 22 No. 1 (2021): April
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.299

Abstract

Lebih dari sekadar benda mati, sebuah benteng adalah representasi bendawi dari kehadiran sebuah kekuatan di suatu wilayah. Pada kurun tahun 1681-1835, Cirebon adalah rumah bagi sebuah benteng bernama Bescherming (perlindungan) yang dibangun oleh Maskapai Dagang Hindia Timur milik Belanda atau VOC. Sebab benteng ini sudah tak lagi berwujud, belum ada studi rinci yang merekonstruksi karakteristik fisik, fungsi, dan konteks politik dari benteng yang dioperasikan sebagai symbol aliansi antara VOC dengan sultan-sultan Cirebon. Aliansi yang dimulai pada tahun 1681 tersebut disepakati antara kedua belah pihak tanpa terlebih dahulu terlibat dalam konflik militer. Studi ini mengajukan bahwa Benteng Bescherming telah ada di Cirebon sejak tahun 1681 dalam bentuk pagger (benteng bambu). Catatan-catatan mengenai benteng ini di tahun-tahun setelahnya mengindikasikan bahwa benteng ini mengalami renovasi-renovasi. Meskipun pada dasarnya sebuah benteng adalah sarana pertahanan, BentengBescherming lebih merupakan kantor politik VOC di Cirebon untuk mengawasi komitmen para sultan terhadap aliansi VOC-Cirebon.
Industrialisasi di Indonesia: Perkembangan Industri Substitusi Impor Indonesia Selama Masa Orde Baru Haryono Rinardi
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 22 No. 1 (2021): April
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52829/pw.300

Abstract

Dengan menggunakan metode sejarah yang berjalan dalam empat tahapan, yaitu; heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi, artikel sederhana ini mencoba mengkaji perkembangan industri substitusi di Indonesia, termasuk latar belakang, pengaruhnya terhadap perkembangan industri di Indonesia, dan kelemahan kebijakan substitusi impor terhadap negara-negara yang sedang berkembang yang menjalankan kebijakan substitusi impor dalam industrialisasinya. Beberapa data penting dalam artikel ini berasal dari perpustakaan Badan Pusat Statistik, dalam bentuk Statistical Pocket Book of Indonesia tahun 1960 dan 1966. Sumber penting lainnya adalah data dan artikel yang berasal dari Bulletin of Indonesia Economic Studies dan Prisma yang diperoleh dari Perpustakaan Pusat StudiKependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta. Data-data yang ada kemudian dikritik sehingga diperoleh fakta sejarah, misalnya kebijakan proteksi yang diambil pemerintah Indonesia untuk produk industri pada awal 1980-an. Selanjutnya fakta-fakta dianalisis pada tahap interpretasi. Ada beberapa temua dalam artikel ini, pertama, kebijakan industri substitusi impor dijalankan Pemerintah Indonesia pada masa Repelita II. Kedua, kebijakan industrialisasi terkait dengan strategi pembangunan Pemerintah Orde Baru yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kebijakan industri substitusi impor didukung oleh Pemerintah Orde Baru dengan memberi payung hukum bagi jaminan legalitas berbagai perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Keempat, melalui industri substitusi impor, industri tekstil modern, industri perakitan otomotif, produk pangan dan pengolahan minyak berkembang pesat, di Indonesia. Akan tetapi, kebijakan industri substitusi impor memiliki beberapa kelemahan yang merugikannegara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Industri substitusi impor membutuhkan proteksi pemerintah, sehingga seringkali tidak mampu bersaing dengan produk yang sejenis dari luar. Industri substitusi impor menyebabkan pemerintah kehilangan pendapatan negara dari sektor pajak dan bea masuk bagi berbagai jenis barang modal dan bahan baku untuk keperluan pembangunan industri substitusi impor.

Page 1 of 1 | Total Record : 6