cover
Contact Name
Mahfud Fahrazi
Contact Email
fakultas.hukum@uniska-kediri.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
fakultas.hukum@uniska-kediri.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota kediri,
Jawa timur
INDONESIA
DIVERSI : Jurnal Hukum
ISSN : 25034804     EISSN : 26145936     DOI : -
Core Subject : Social,
Diversi Jurnal Hukum is a periodic scientific journal published by Law Faculty Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri in 2015 with P-ISSN code (Print): 2503 - 4804 and E-ISSN (Online): 2614 - 5936 and DOI: 10.32503. The purpose this journal is to become a means effective in improving the research culture for academics or law practitioners in line with national quality standard. Diversi Jurnal Hukum published twice a year, in April and December by using two authors from home base and three authors of outside home base. Diversi Jurnal Hukum focuses on national and international legal issues covered key issues in Civil Law, Criminal Law, Civil Procedure Law, Criminal Procedure Law, Commercial Law, Constitutional Law, Administrative State Law, Custom Law, Islamic Law, Agrarian Law, Environmental Law, International Law.
Arjuna Subject : -
Articles 102 Documents
Penerapan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu di Indonesia Angga Angga; Ridwan Arifin
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 4 No 2 (2018): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (695.839 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v4i2.374

Abstract

Bantuan hukum merupakan hak konstitusional setiap warga negara atas jaminan perlindungan dan persamaan di depan hukum, sebagai sarana pengakuan Hak Asasi Manusia (HAM). Mendapatkan bantuan hukum bagi setiap orang adalah perwujudan akses terhadap keadilan sebagai implementasi dari jaminan perlindungan hukum, dan jaminan persamaan di depan hukum. Hal ini sesuai dengan konsep bantuan hukum yang dihubungkan dengan cita-cita negara kesejahteraan.Bantuan hukum juga merupakan instrumen penting dalam Sistem Peradilan Pidana karena merupakan bagian dari perlindungan HAM bagi setiap individu, termasuk hak atas bantuan hukum. Hak atas bantuan hukum adalah salah satu hak yang terpenting yang dimiliki oleh setiap warga negara. Karena dalam setiap proses hukum, khususnya hukum pidana, para terdakwah tidak mungkin bisa untuk membela dirinya sendiri. Bagi masyarakat yang kurang mampu, pemerintah sudah menyiapkan bantuan hukum secara cuma-cuma atau gratis. Namun masih banyak masyarakat kurang mampu yang belum mengetahui hal tersebut sehingga mereka merasa tidak dibantu oleh pemerintah. Tulisan ini menjelaskan lebih jauh tentang apa itu bantuan hukum, bagaimana cara mengajukan bantuan hukum, dan siapa saja yang bisa mendapat bantuan hukum secara cuma-cuma atau gratis.
Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Kabupaten Tulungagung(Studi Perkara No : 0554/PDT.G/2009/PA.TA dan Perkara No : 0845/PDT.G/2010/PA.TA) Hasyim Nawawie
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 2 No 1 (2016): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (258.077 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v2i1.140

Abstract

Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 22 tentang Perkawinan menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan, bila para pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan berarti bahwa perkawinan itu dilarang bila tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan dan perkawinannya dapat dibatalkan. Kenyataan dalam masyarakat masih ada orang-orang yang melaksanakan perkawinan padahal ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi atau ada laranganlarangan yang telah dilanggar seperti kasus pembatalan perkawinan terjadi di wilayah Pengadilan Agama Kabupaten Tulungagung, yaitu pada perkara Nomor: 0554 /Pdt.G/2009/PA.TA pada perkara ini pemohon yang berkedudukan sebagai istri melaporkan suaminya dengan gugatan pembatalan perkawinan karenaditengarai bahwa di antara mereka masih ada hubungan darah yaitu termohon adalah adik kandung ayah pemohon atau bulik pemohon yang dilarang untuk menikah secara Sya r'i dan Undang-undang. Lebih jauh dari perkawinan ini sendiri telah lahir seorang anak laki laki dan juga diperoleh harta bersama berupa kendaraan, perabot rumah tangga, dan sejumlah uang. Pengadilan dalam perkara ini telah memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dengan menjatuhkan putusan berupa pembatalan perkawinan. Pada kasus kedua, pembatalan perkawinan terjadi pada perkara Nomor: 0845/Pdt.G/2010/PA.TA. Pada perkara tersebut pemohon yang berprofesi sebagai pembantu pegawai pencatat nikah mengajukan permohonan pembatalanperkawinan terhadap pasangan suami istri yang ditengarai melakukan praktek poliandri, di mana pihak istri diketahui masih terikat perkawinan dengan pria lain sebelumnya. Lebih jauh dari perkawinan ini sendiri telah lahir seorang anak perempuan dan juga diperoleh harta bersama berupa sejumlah uang. Setelah memeriksa perkara tersebut pengadilan kemudian memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon dengan menjatuhkan putusan berupapembatalan perkawinan. Putusan ini membawa akibat hukum terhadap pihak suami dan istri yang perkawinannya dibatalkan meliputi status hukum mereka, status hukum pengasuhan anak, dan status harta yang diperoleh saat perkawinan setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan. Permasalahan yang muncul adalah Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur secara eksplisit tentang status hukum akibat pembatalan perkawinan yang berkaitan tentang status hukum suami dan istri yang perkawinannya dibatalkan, status hukum pengasuhan anak dan status hukum harta yang diperoleh saat perkawinan setelah berlakunya putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan.
Tinjauan Antropologi Hukum Islam Terhadap Praktik Ijab-Kabul dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Terapung Banjarmasin Muhammad Arsyadi
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 4 No 1 (2018): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (785.903 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v4i1.170

Abstract

Pasar Terapung Banjarmasin memiliki sebuah budaya yang berbeda dibandingkan dengan daerah lain pada umumnya dalam pelaksanaan ijab-qabul akad jual beli. Di Pasar Terapung para pihak yang melakukan praktik jual beli, keduanya “wajib” mengucapkan shigat yang sesuai dengan budaya akad jual beli di Banjarmasin dan apabila tidak mengucapkan shigat tersebut, maka sesuai rukun jual beli dalam Islam dan budaya masyarakat Banjarmasin, maka jual beli tersebut dianggap tidak sah. Adapun pokok masalah skripsi ini yaitu mengapa masyarakat di pasar terapung Banjarmasin dalam bertransaksi jual-beli masih menggunakan pengulangan kata pada shigat ijab-qabul. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan sifat penelitian deskriptif-analitis, yaitu menjabarkan dan menjelaskan data-data, konsepsi serta pendapat-pendapat yang kemudian dianalisis secara mendalam. Penelitian ini menjadikan fokus kajian pada analisis praktik pengulangan shigat akad dalam transaksi jual beli di pasar terapung Banjarasin, selain mengambil bahan hukum dari lapangan, penelitian ini juga didukung oleh beberapa literatur baik yang diambil dari buku, jurnal, internet maupun skripsi yang kemudian diolah secara deduktif.. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diketahui terdapat beberapa faktor yang menjadi landasan masayarakat Banjarmasin masih menggunakan pengulangan kata pada shigat akadnya, seperti karena didasari oleh ittikad baik masyarakat Banjarmasin guna kejujuran, keterus terangan dan bentuk penghormatan terhadap orang lain. Itikad baik ini menjadi sebuah keunikan dan buah budaya masyarakat lokal yang menjunjung tinggi asas keterbukaan dan asas keadilan, semua ini bertujuan agar transaksi jual beli tersebut sama-sama memberikan manfaat bagi para pihak dan kebiasaan yang turut didukung oleh tokoh masyarakat menjadikan masyarakat meyakini budaya akad jual beli tersebut suatu keniscayaan yang pantas untuk diteruskan dan dilestarikan. Terlebih budaya tersebut mempunyai nilai-nilai fundamental yang mulia, terutama demi keridhoan para pihak serta untuk mencapai kemaslahatan.
PEMBAHARUAN HUKUM AGRARIADALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Nurbaedah .
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 1 No 1 (2015): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.671 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v1i1.129

Abstract

Sustainable development especially in the field of agrarian law reform in Indonesia is very necessary. To mind the land issue is very urgent and is important to the rule in land regulation of law which is complete. To reduce disputes against former land leasehold, it is necessary to agrarian reform which means a continuous process, thus it requires arrangements related to the allocation, use, authorizing, possessing rights over land that was implemented in order to achieve certainty and legal protection and justice and prosperity for all the people of Indonesia, with the object of former leasehold land, HGB or Rights Management; land affected by the conversion provisions; land submitted voluntarily by its owner, the land rights of the holder violates the law; object land reform; object former land reform; land arise; the land of the former mining area; land donated by the government; exchange of land from and by the government; land purchased by the government; soil release Convertible Production Forest Area, or the land of the former forest area ever released. The purpose of renewal reorganize the inequality of control, ownership, use and exploitation of land, reduce poverty, create job fields, improve people's access to economic resources, especially land, reduce disputes and / or conflicts over land and agrarian, improve and maintain the quality of the environment, and improve food security of community.
Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutuskan Hibah Orang Tua Terhadap Anak Ditarik Kembali (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Lumajang dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur) Muchamad Diaz Khoirulloh
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 3 No 1 (2017): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (837.661 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v3i1.154

Abstract

Hibah ialah suatu pemberian benda yang diberikan dengan sukarela dari seseorang kepada orang lain, pada kenyataannya seringkali terjadi kasus penarikan hibah. Sebenarnya hibah yang telah diberikan tidak bisa dilakukan penarikan, tetapi terdapat pengecualian seperti terdapat dalam Pasal 212 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan: “Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada Anaknya”, Pasal tersebut seringkali terjadi penafsiran yang berbeda-beda, seperti dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 2158/Pdt.G/2011/PAJT dan putusan Pengadilan Agama Nomor 1451/Pdt.G/2011/PA.Lmj, hal ini karena ketidakjelasan mengenai pengaturan lebih lanjut perihal syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua untuk dapat menarik hibah tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menganilisis dasar hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 2158/Pdt.G/2011/PAJT dan Putusan Pengadilan Agama Nomor1451/Pdt.G/2011/PA.Lmj, sehingga nantinya dapat dijadikan pertimbangan bagi para hakim yang kelak memutus perkara serupa. Jenis penelitian yang digunakankan adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), Pendekatan Kasus (case approach) dan pendekatan komparatif. Jenis bahan hukum yang digunakan ialah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik memperoleh data pada penelitian ini adalah dengan melakukan studi pustaka (library research).
Efektivitas Mediasi dalam Perceraian tahun 2013-2014 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk) Mochamad Wahid Hasym
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 2 No 1 (2016): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.26 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v2i1.145

Abstract

Hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008 TentangProsedur Mediasi di Pengadilan. Apabila tidak menempuh prosedur mediasi berdsarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 FflR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Hal ini dapat dikatakan proses mediasi ini merupakan paksaan bagi para pihak yang berperkara.Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: (1) Bagaimana upaya Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk dalam mendamaikan pasangan suami istri yang bersengketa (2) Bagaimana efektifitas mediasi dalam mendamaikan sengketa pasangan suami istri di Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum Empiris yang berangkat dari penelitian berlakunya Hukum yaitu penelitian hukum yang mengkaji perbandingan antara Realita Hukum dengan Idealnya Hukum.Hasil penelitian ini adalah: (1) Upaya Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk dalam mendamaikan pasangan keluarga yang bersengketa Hakim terlebih dahulu mempelajari surat permohonan atau gugatan perceraian danberkas-berkas lainnya, dari surat tersebut hakim dapat mengetahui permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya perselisihan diantara pasangan suami isteri tersebut. Dengan demikian hakim akan lebih mudah dalam mencari jalan keluar untuk mendamaikan kedua belah pihak. (2) Efektifitas mediasi dalam mendamaikan sengketa pasangan keluarga di Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk dapat dilihat dari perkara yang masuk di Pengadilan Agama dalam kurun waktu tahun 2013-2014 berjumlah 275 perkara, kemudian perkara yang berhasil didamaikan dalam dua tahun tersebut berjumlah 22 perkara, artinya pengadilan Agama Nganjuk hanya berhasil mendamaikan 3,8% dari perkara yang masuk dalam kurun waktu dua tahun tersebut. Jadi evektifitas penyelesaian perkara di PA Kabupaten Nganjuk secara kelembagaan sudah baik, hal ini terlihat dari kinerja Pengadilan Agama Kabupaten Nganjuk baik dalam segi pelayanan administrasi secara umum telah sesuai dengan yang digariskan oleh perundangundangan yang berlaku. Namun, meskipun dalam upaya memidiasi pasangan yang berperkara sudah maksimal, tapi angka yang berhasil didamaikan di PA Kabupaten Nganjuk sudah sangat maksimal. Hal ini disebabkan orang-orang yang mendaftarkan perkaranya ke PA, keinginannya untuk bercerai sudah sangat kuat sehingga sangat sulit untuk mensukseskan upaya perdamaian
Pemberhentian Rektor Universitas Gunung Leuser (UGL) dalam Perspektif Hukum Administrasi Sufriadi .; Yasir Arafat
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 5 No 1 (2019): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (748.48 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v5i1.449

Abstract

Kasus pemberhentian Rektor Universitas Gunung Leuser (UGL) Kutacane periode 2011-2015 berbeda dengan kasus serupa pada umumnya, karena tidak hanya dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan Gunung Leuser (YPGL) melainkan juga adanya keterlibatan Bupati Kabupaten Aceh Tenggara yang secara bersamaan juga berposisi sebagai Ketua Dewan Pembina YPGL. Terdapat dua fokus masalah yang diulas dalam penelitian ini, Pertama, bagaimana konstruksi kewenangan Bupati Aceh Tenggara dalam Pengelolaan UGL, Kedua, apakah pemberhentian Prof. Hasnudi sebagai Rektor UGL sesuai dengan kaidah hukum administrasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Pertama, Bupati Aceh Tenggara tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan UGL berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Sisdiknas. Tindakan Bupati Aceh Tenggara secara formal dalam pengelolaan UGL dan YPGL bahkan sesuatu yang terlarang, namun konstruksi kewenangan Bupati Aceh Tenggara dalam pengelolaan UGL dapat dikonfirmasi melalui Undang-Undang tentang Yayasan dimana YPGL yang menaungi UGL didirikan oleh Pemda Aceh Tenggara. Kedua, pemberhentian Rektor UGL periode 2011-2015 tidak sesuai dengan kaidah hukum administrasi negara, tepatnya melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), yakni asas kecermatan, asas permainan yang layak (fair play) dan asas kepastian hukum.
Penerapan Sanksi Adat Melayu dalam Penyelesaian Perkara Kejahatan di Siak Sri Indrapura Ledy Diana
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 5 No 1 (2019): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (769.95 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v5i1.433

Abstract

Pada dasarnya kejahatan meruakan perbuatan yang dipandang sebagai tindakan yang menyimpang. Penyelesaian perkara melalui jalur pengadilan formal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, ternyata masyarakat Siak Sri Indrapura banyak menyelesaikan perkara kejahatan melalui jalur hukum adat. Ha ini karena proses penyelesaian perkara kejahatan melalui hukum adat bersifat kekeluragaan dapat mengikatkan kembali rasa dan hubungan persaudaraan. Dalam hal terjadi kejahatan di lingkungan masyarakat adat Siak Sri Indrapura, maka pemangku adat akan memberikan sanksi adat sesuai dengan jenis pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan. Penerapan sanksi adat ini dilakukan dengan cara musyawarah mufakat, jika sudah dilaksanakan barulah akan dikenakan sanksi adat terhadap pelaku kejahatan tersebut. Akan tetapi, apabila tidak tercapai kata sepakat dan mufakat,maka akan diterapkan sanksi hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Kewajiban Notaris Untuk Menghadirkan Saksi dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kredit Perbankan Laurentius Benediktus Rachmatsaleh Sutrisno
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 5 No 1 (2019): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (844.024 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v5i1.468

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengаnаlisis implikаsi hukum terhаdаp аktа mаupun tаnggung jаwаb Notаris dаlаm pembuаtаn аktа jikа tidаk menghаdirkаn sаksi. Penelitian ini merupakan penelitian empiris, yang mengacu pada penerapan Pasal 16 ayat (1) huruf m mengenai kewajiban Notaris untuk menghadirkan saksi setiap proses pembuatan akta yang khususnya dalam penelitian ini mengenai pembuatan akta perjanjian kredit. Namun dalam penerapannya, dari sampel yang telah dilakukan masih banyak notaris yang belum menghadirkan saksi dalam pembuatan akta perjanjian kredit tersebut. Notаris cenderung mengаbаikаn ketentuаn tersebut sehinggа menyebаbkаn ketidаk-pаtuhаn terhаdаp hukum yang menyebabkan tidak terpenuhinya syarat formil pada akta autentik tersebut sehingga kekuatan pembuktian akta menjadi bawah tangan. Notaris tidak menjalankan kewajibannya tersebut dapat dikenakan sanksi berupa perbuatan pidana dengan tututan memberikan keterangan palsu atau tututan perdata karena Notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Gugatan Nafkah Tanpa Cerai Indriana Ertanti; Imam Makhali
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 5 No 2 (2019): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (699.92 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v5i2.546

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji secara mendalam perlindungan hukum bagi istri yang tidak mendapatkan nafkah dari suami serta untuk menganalisa upaya yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri apabila tidak memperoleh nafkah dari suami. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif atau doktrinal dimana kajian normatifitas terletak pada telaah makna yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (1) dan (3) Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian untuk pendekatan penelitian, kajian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ketika suami tidak memberikan nafkah kepada istri sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa apabila salah satu pihak didalamnya yaitu suami melalaikan kewajibannya yaitu enggan melaksanakan kewajibannya untuk memberi nafkah kepada istri, maka istri dapat mengajukan gugatan nafkah ke Pengadilan. Kemudian gugatan nafkah diajukan dengan surat gugatan yang memuat fakta dan alasan istri menggugat, dengan menyertakan surat nikah sebagai bukti serta bukti-bukti terkait penghasilan suami. Terkait pembuktian surat nikah, apabila surat nikah tersebut ada di tangan suami, kemudian seorang istri dapat meminta duplikat atau salinannya di kantor catatan sipil tempat perkawinan tersebut dilaksanakan. Pembuktian gugatan nafkah meliputi juga jumlah penghasilan suami dan nafkah yang diperlukan untuk diberikan untuk istri dan anak. Istri dapat mengajukan bukti-bukti berupa keterangan 2 (dua) orang saksi, slip gaji suami, dan bukti lainnya, yang menunjukkan sebenarnya suami mempunyai kemampuan untuk memberikan nafkah serta berapa besaran nafkah yang dibutuhkan untuk diberikan kepada istri dan anak.

Page 5 of 11 | Total Record : 102