cover
Contact Name
Vincent Wenno
Contact Email
vincentkalvin@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.kenosis@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota ambon,
Maluku
INDONESIA
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi
ISSN : 24606901     EISSN : 26564483     DOI : -
Jurnal Kenosis bertujuan untuk memajukan aktifitas dan kreatifitas karya tulis ilmiah melalui media penelitian dan pemikiran kritis analitis di bidang kajian Teologi serta ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Teologi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial Keagamaan Institut Agama Kristen Negeri Ambon.
Arjuna Subject : -
Articles 117 Documents
Semboyan “Torang Samua Basudara” dalam Interaksi Penganut Kristen dengan Penganut Agama Lain di Manado Kesia Martini Pesik
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 2 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i2.530

Abstract

The motto of torang samua basudara is the unifying spirit of religions in Manado. The image of Manado cannot be separated from the harmony and peace that is maintained continuously. The reality of peace in this city cannot be separated from the motto of torang samua basudara. This motto continues to be lived in the midst of society and becomes a social reality that shows all forms of primordial differences are not obstacles to living together as brothers. This paper specifically wants to describe how the social construction of the motto of torang samua basudara, seen affects the interaction of Christians in Manado with followers of other religions, seen from the Theology of Religions by Paul F. Knitter. This research collects the data by using qualitative research methods with in-depth interviews and literature study. The results showed this harmony cannot be separated from how the society perceive the motto of torang samua basudara and are united in keeping and maintaining harmony and openness in the midst of diversity. The meaning of the motto of torang samua basudara gives a big influence in the interaction of religions. Christians interact with followers of other religions without any discrimination based on religious, ethnic and cultural backgrounds, but all people are considered brothers who love, accept, and help each other. Thus, the interaction of Christians with followers of other religions reflects a model of acceptance. However, the Christian view of salvation reflects a fulfillment model, implying that salvation also exists in other religions but only when it follows the way of Christ. Thus, Christ becomes the fulfillment of religions.AbstractSemboyan torang samua basudara merupakan spirit pemersatu agama-agama di Manado. Citra Manado tidak lepas dari kerukunan dan kedamaian yang terpelihara secara terus-menerus. Adapun realitas kedamaian yang ada di kota ini tidak lepas dari peran semboyan torang samua basudara. Semboyan ini terus dihidupi di tengah-tengah masyarakat dan menjadi realitas sosial yang menunjukkan bahwa segala bentuk perbedaan primordial bukan hambatan untuk hidup bersama sebagai saudara. Tulisan ini secara spesifik ingin mendeskripsikan bagaimana pengaruh penghayatan semboyan tersebut memengaruhi interaksi penganut Kristen di Manado dengan penganut agama lain, ditinjau dari teori Teologi Agama-Agama Paul F. Knitter. Pengambilan data menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan terhadap semboyan torang samua basudara memberikan pengaruh yang besar dalam interaksi agama-agama. Penganut Kristen berinteraksi dengan penganut agama lain tanpa membeda-bedakan sikap yang dilakukan berdasarkan latar belakang agama, suku dan budaya, melainkan semua orang dianggap sebagai saudara yang saling mengasihi, saling menerima, dan saling menolong.
Teologi Inkarnasi Sebagai Landasan Praksis Pembentukan Perilaku Sosial Masyarakat Hironimus Resi; Teresia Noiman Derung
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 2 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i2.558

Abstract

The theology of the incarnation is the embodiment of God's highest love for man as the redeemer of man. The event of the incarnation became a very real sign of God's love in all human life that was in line with Him "Imago Dei". However, in the development of science and technology, the love of God manifested in the image of man who is similar to God is disrupted into a tool used for personal satisfaction that results in violence both physically and mentally. The purpose of the study, describes the meaning of the incarnation in relation to the praxis of the formation of social behavior of society. The method used is descriptive qualitative with a contextual approach. Results of the study; first, the theology of the incarnation is the definitive embodiment of God's love for man so that man as a social being is called to love others as the embodiment of His love. Second, in love, God forgives sinful people. The experience of God's infinite forgiveness, as a foundation for forgiving others including enemies. Third, love requires self-sacrifice to serve others who suffer because of life's problems. Followers of Christ are called out of themselves, bearing witness by serving in love. In conclusion, the Incarnation is the embodiment of God's love for the salvation of man. Love is the foundation of praxis for the formation of human behavior in people's lives. In that love, too, man is called to love, forgive and sacrifice himself for others in the image of God.AbstrakTeologi inkarnasi merupakan perwujudan kasih Allah yang tertinggi kepada manusia sebagai penebusan dosa manusia. Peristiwa inkarnasi menjadi tanda kasih Allah yang sangat nyata di dalam seluruh kehidupan manusia yang secitra dengan-Nya “Imago Dei”. Namun, dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kasih Allah yang terwujud dalam gambaran manusia yang serupa dengan Allah mengalami disrupsi menjadi alat yang digunakan untuk kepuasan pribadi sehingga mengakibatkan kekerasan baik fisik maupun mental. Tujuan kajian, mendeskripsikan makna inkarnasi dalam hubungan dengan praksis pembentukan perilaku sosial masyarakat. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan kontekstual. Hasil kajian; pertama, teologi inkarnasi merupakan perwujudan kasih Allah yang definitif kepada manusia sehingga manusia sebagai makhluk sosial dipanggil untuk mengasihi sesama sebagai perwujudan kasih-Nya. Kedua, dalam kasih, Allah mengampuni manusia yang berdosa. Pengalaman akan pengampunan Allah yang tak terbatas, sebagai landasan untuk mengampuni sesama termasuk musuh. Ketiga, kasih menuntut pengorbanan diri untuk melayani sesama yang menderita karena persoalan hidup. Pengikut Kristus dipanggil keluar dari dirinya sendiri, memberi kesaksian dengan melayani dalam kasih. Kesimpulan, peristiwa inkarnasi merupakan perwujudan kasih Allah demi keselamatan manusia. Kasih itu menjadi landasan praksis pembentukan perilaku manusia dalam kehidupan masyarakat. Dalam kasih itu pula, manusia dipanggil untuk mengasihi, mengampuni dan mengorbankan diri bagi sesama sebagai citra Allah.
Feminist Interpretation of Galatians 3:28 and Its Relevance to Women's Liberation Juliana Agusthina Tuasela; Urbanus Keliwulan
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 9, No 1 (2023): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v9i1.722

Abstract

The study aims at interpreting Galatians 3:28 from a feminist perspective with relevance in a contemporary context. This study was conducted for some reasons, namely: first, Galatians 3:28 has become the center of controversy, in recent years this text has become increasingly popular from a feminist perspective. In comparison with 1 Corinthians 12:13 and Col.3:11 which record the same idea, this text is considered positive for women and becomes the climax of the biblical statement about gender equality. Second, this text is unique and complex to interpret because it frames the baptismal formula for the new Christianity. Third, Galatians 3:28 is the text that underlies the message of liberation for women in the New Testament. This text forms the basis of fundamental Pauline theology which teaches a spirituality of equality between men and women of all racial and ethnic groups, economic classes, and age groups. This text uses a feminist hermeneutic method, which provides space for women's and men's participation as equal and mutual partners, both privately and publicly. The results of the research show several things, namely: first, Galatians 3:28 is an important verse against equality. Second, this text presents the theological consequences of the legitimacy of the New Testament for universal spiritual equality. Third, this text ensures equal spiritual status and opportunities in leadership for all. In essence, this text is based on equality that has an impact and is relevant to the work of liberation for women.AbstrakStudi bertujuan menafsirkan Galatia 3:28 dari perspektif feminis merelevansikan dalam konteks kontemporer. Studi ini dilakukan dilatari beberapa alasan, yaitu: pertama, Galatia 3:28 menjadi pusat kontroversi, dalam beberapa tahun terakhir maraknya teks ini dari perspektif kaum feminis. Dalam komparasi dengan teks 1 Korintus 12:13 dan Kol.3:11 yang mencatat ide sama, teks ini dianggap positif bagi perempuan dan menjadi klimaks pernyataan alkitabiah tentang kesetaraan gender. Kedua, teks ini unik dan kompleks ditafsirkan karena dibingkai formula pembaptisan untuk Kekristenan baru. Ketiga, Galatia 3:28 merupakan teks yang mendasari pesan pembebasan bagi perempuan dalam Perjanjian Baru. Teks ini menjadi dasar teologi fundamental Pauline yang mengajarkan spiritualitas kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dari semua kelompok ras dan etnis, semua kelas ekonomi, dan semua kelompok umur. Teks ini memakai metode hermeneutik feminis, yang memberi ruang partisipasi perempuan dan laki-laki sebagai mitra setara dan mutual secara privat maupun publik. Hasil penelitian menujukkan beberapa hal, yaitu: pertama, Galatia 3:28 adalah ayat penting yang menentang kesetaraan. Kedua, teks ini menyajikan konsekuensi teologis dari legitimasi Perjanjian Baru untuk kesetaraan spiritual universal. Ketiga, teks ini mengafirmasi status spiritual, kesempatan dan kepemimpinan yang sama untuk semua. Intinya, teks ini didasarkan pada kesetaraan yang berdampak dan relevan dengan karya pembebasan bagi perempuan 
Menelusuri Jejak Hak Asasi Manusia: Analisis Sikap Paus Fransiskus terhadap Legalitas Diskriminasi LGBT di Indonesia Laurensius Malvin Renwarin
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 9, No 1 (2023): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v9i1.672

Abstract

The aim of this research is to explore the facts and effects of LGBT group discrimination in Indonesia, investigate the perspectives of Indonesian law on this issue, and examine Pope Francis' approach towards addressing it. The research employs a qualitative method using a phenomenological approach. The phenomenological study aims to carefully observe and comprehend the complexities of LGBT group discrimination, the legal perspectives in Indonesia and the Church, as well as Pope Francis' attitude regarding the legality of discriminating against the LGBT community in Indonesia. The research findings are as follows: Firstly, LGBT group discrimination in Indonesia is a prevalent problem, supported by numerous factual incidents related to such discrimination. Secondly, this discrimination has not only physical and psychological impacts on the victims but also affects them spiritually. Thirdly, in dealing with this issue, Indonesian law consistently aligns with the Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) to safeguard the fundamental rights and obligations of every individual, including the LGBT community. Fourthly, the research highlights an attitude of love and respect towards all individuals, including the LGBT community in Indonesia, emphasizing the absence of discrimination. Just as God is love, no one is excluded from God's love, not even the LGBT community. This situation provides a clear depiction of the unity of human vocations in God's plan.AbstrakTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang fakta-fakta dan pengaruh dari diskriminasi kelompok LGBT di Indonesia, untuk mengetahui perspektif hukum Indonesia terhadap diskriminasi kelompok LGBT dan sikap Paus Fransiskus dalam menyikapi persoalan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, dengan menggunakan pendekatan studi fenomenologi. Dengan studi fenomenologi, bertujuan untuk mencermati dan memahami akan persoalan diskriminasi kelompok LGBT, perspektif hukum di Indonesia dan Gereja serta sikap Paus Fransiskus terhadap legalitas diskriminasi kaum LGBT di Indonesia.  Berdasarkan penelitian ini, hasil temuan peneliti di antaranya: Pertama, diskriminasi kelompok LGBT di Indonesia menjadi masalah yang banyak di temukan. Hal ini terbukti dari banyaknya fakta-fakta peristiwa terjadi terkait dengan diskriminasi kelompok LGBT. Kedua, masalah diskriminasi kelompok LGBT memberikan pengaruh terhadap gangguan fisik-psikis bagi korban tetapi juga secara spiritual. Ketiga, dalam menyikapi persoalan itu, hukum Indonesia selalu berbanding lurus dengan DUHAM untuk selalu melindungi setiap hak dan kewajiban asasi dari setiap manusia, termasuk kelompok LGBT. Keempat, sikap mengasihi dan menghormati semua orang sebagai makhluk yang bermartabat dan ciptaan Tuhan tanpa harus adanya diskriminasi, termasuk kelompok LGBT di Indonesia. Sebagaimana, Allah adalah kasih, maka tidak ada satu pun orang yang dikecualikan dari cinta Allah termasuk kelompok LGBT. Keadaan ini memberikan suatu gambaran jelas tentang sifat kebersamaan panggilan manusia dalam rencana Allah.
Eksplorasi Liturgi Kreatif pada Ibadah Pemuda Gereja Protestan Indonesia (GPI) Eliezer Sentani dengan Menggunakan Pendekatan Poskolonial Magdalena Susana Marlissa
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 9, No 1 (2023): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v9i1.578

Abstract

Postcolonial liturgy is an approach to Christian liturgy that demonstrates a critical understanding of the impact of colonization and attempts to create a worship space that is open and just for all people. This paper develops the extent of youth interest in worship using creative liturgy with a postcolonial approach. The goal is that in youth worship at the GPI Eliezer congregation there is a form of worship that is different from the usual. The research method used in the GPI Eliezer Sentani congregation is a qualitative method. The creative Liturgy arrangement used in the youth worship of GPI Eliezer Sentani is first, opening in the form of remarks, prayers and hymns in Papuan or other ethnic languages and accompanied by Tifa music and other music. second, confession or worship. third, reading the Bible and sermons using Papuan or other ethnic languages such as Maluku, worship, intercession or prayer together and closing. In the GPI Eliezer Youth worship service, apart from using local languages in singing and reading the Bible, it also uses singing accompaniment with tifa music and regional dances. Postcolonial liturgy is needed in a worship service so that the congregation feels valued regardless of race, ethnicity, or background.AbstrakLiturgi Poskolonial adalah sebuah pendekatan dalam liturgi Kristen yang memperlihatkan pemahaman kritis terhadap dampak penjajahan dan upaya untuk menciptakan ruang ibadah yang terbuka dan adil bagi semua orang. Tulisan ini mengembangkan sejauh mana ketertarikan pemuda dalam Ibadah menggunakan liturgi kreatif dengan pendekatan poskolonial. Tujuannya supaya dalam ibadah pemuda di jemaat GPI Eliezer ada bentuk ibadah yang berbeda dari yang biasanya. Metode penelitian di Jemaat GPI Eliezer Sentani yang digunakan adalah metode kualitatif. Susunan Liturgi kreatif yang digunakan dalam ibadah pemuda GPI Eliezer Sentani adalah pertama, pembukaan berupa sambutan, doa dan nyanyian pujian dalam Bahasa Daerah Papua atau etnis lainnya dan diiringi musik Tifa dan musik lainnya. kedua, pengakuan dosa atau penyembahan. ketiga, pembacaan alkitab dan khotbah dengan menggunakan Bahasa Daerah Papua atau etnis lainnya seperti Maluku, persembahan, doa syafaat atau doa bersama dan penutup. Dalam ibadah Pemuda GPI Eliezer selain menggunakan bahasa daerah dalam nyanyian dan pembacaan Alkitab, juga menggunakan iringan nyanyian dengan musik tifa dan tarian daerah. Liturgi poskolonial sangat dibutuhkan dalam sebuah ibadah agar jemaat merasa dihargai tanpa memandang ras, etnis, atau latar belakang.
Peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam Merawat Toleransi dan Moderasi Beragama di Kota Ambon Muis S. A. Pikahulan
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 9, No 1 (2023): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v9i1.655

Abstract

Religious moderation is a social condition where people of different faiths can interact and practice their religion without suspicion and anxiety, following Minister of Religious Affairs Decree No. 93 of 2022, guiding Civil Servants of the Ministry of Religious Affairs to promote interfaith harmony. This study uses a qualitative approach by looking at several indicators regarding the role of the Maluku FKUB in maintaining moderation in sports in Ambon City. Qualitative research was carried out by direct interviews with several board members of the FKUB Maluku, starting with the chairman and members. The object of this research specifically looks at the role of FKUB as an institution on religion that already exists in Maluku Province, its position is expected to provide education to the public regarding the actuality of moderate religious understanding. Religious moderation can be understood as an appropriate religious attitude in the midst of a plural society. The results of this study include that FKUB as a religious institution in Maluku Province fully accepts the concept of religious moderation and feels the urgency of implementing it in the midst of society, in its operations various kinds are carried out, including socializing the concept of inter-religious harmony both through digital and print media, besides that carry out dialogue activities by presenting various elements of society, elements of government, dialogue between religious leaders, teachers and religious instructors, in Ambon City.AbstrakModerasi beragama merupakan suatu kondisi sosial di mana umat yang berbeda agama dapat berinteraksi sekaligus menjalankan agamanya tanpa ada rasa kecurigaan dan kecemasan, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No. 93 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Agama. Melalui KMA ini pun diinstruksikan kepada seluruh Forum Komunikasi Umat Beragama di berbagai daerah untuk menjalankan perannya menciptakan keharmonisan antar umat beragama di daerah masing-masing. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana FKUB Maluku menjalankan agenda agenda moderasi beragama di Maluku pasca KMA No 93 Tahun 2022 tersebut diterbitkan. Penelitian kualitatif dilaksanakan dengan wawancara langsung pada beberapa pengurus anggota FKUB Maluku, mulai dari ketua dan anggota. Objek penelitian ini secara spesifik melihat peran FKUB sebagai institusi pada keagamaan yang sudah eksis di Provinsi Maluku, posisinya diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait aktualisasi pemahaman beragama yang moderat. Moderasi beragama dapat dipahami sebuah sikap keagamaan yang tepat di tengah-tengah masyarakat yang plural. Hasil dari penelitian ini antara lain FKUB sebagai institusi keagamaan di Provinsi Maluku menerima secara utuh konsep moderasi beragama dan merasakan urgensinya diterapkan di tengah-tengah masyarakat, dalam operasionalnya berbagai macam dilakukan antara lain mensosialisasikan konsep kerukunan antar umat beragama baik melalui media digital maupun cetak, selain itu melaksanakan kegiatan dialog dengan menghadirkan berbagai elemen masyarakat, unsur pemerintahan, dialog antar pemuka agama, guru dan penyuluh agama, di Kota Ambon. 
Peran Malaikat dalam Mimpi Yusuf Berdasarkan Matius 2:13-23: Pendekatan Genre Apokaliptik Siang Suk Hauw
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 9, No 1 (2023): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v9i1.670

Abstract

This article is aimed to make the readers capable of understanding narrated story in the text of Matthew 2:13-23 from viewpoint of apocalyptic genre. Qualitative method with descriptive approach and literature study are used in analysing the text. The similar survey that discussed apocalyptic genre has been done by Kristian Bendoraitis in his article thoroughly. Bendoraitis in his article commented the meaning of apocalyptic in Matthew, the role of angel in Jesus and His disciples’ life and the role of Son of God in the time of judgement. The other scholar was David H. Wenkel. Wenkel analysed  text of Mat 1-2 from apocalyptic genre side which focused on Jesus’s identity from David genealogy and the King of Israel. Here, the writer wants to show the apocalyptic elements that occupy dominantly in Joseph dream and the role of the angel in God’s salvation work. The question is whether Joseph’s dream in Mat 2:13-23 has apocalyptic aspects? The study shows that through dream, the angel of God guided Joseph in saving Jesus. Dream and angel are apocalyptic elements.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menghantar pembaca memahami narasi teks Matius 2:13-23 dari sudut pandang genre apokaliptik. Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan studi literatur digunakan dalam menganalisis teks. Penelitian atas Injil Matius yang membahas genre apokaliptik telah dilakukan oleh Kristian Bendoraitis secara cukup mendetil.  Bendoraitis dalam artikelnya mengulas pengertian apokaliptik dalam Injil Matius, peran malaikat dalam kehidupan Yesus dan murid-murid-Nya dan peran Anak Manusia pada waktu penghakiman. Peneliti lainnya adalah David H. Wenkel. Wenkel menelaah teks Mat 1-2 dari sisi genre apokaliptik yang berfokuskan pada identitas Yesus sebagai keturunan Daud dan raja Israel. Sementara itu, penulis bermaksud menunjukkan unsur-unsur apokaliptik yang hadir secara cukup dominan dalam mimpi Yusuf serta peran malaikat dalam karya keselamatan Allah. Pertanyaan yang penulis ajukan adalah apakah kisah mimpi Yusuf dalam teks Mat 2:13-23 ini memiliki unsur apokaliptik? Penelitian menunjukkan bahwa melalui mimpi, malaikat Tuhan menuntun Yusuf dalam menyelamatkan Yesus yang mana keduanya adalah elemen apokaliptik.  

Page 12 of 12 | Total Record : 117