cover
Contact Name
Vincent Wenno
Contact Email
vincentkalvin@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.kenosis@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota ambon,
Maluku
INDONESIA
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi
ISSN : 24606901     EISSN : 26564483     DOI : -
Jurnal Kenosis bertujuan untuk memajukan aktifitas dan kreatifitas karya tulis ilmiah melalui media penelitian dan pemikiran kritis analitis di bidang kajian Teologi serta ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Teologi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial Keagamaan Institut Agama Kristen Negeri Ambon.
Arjuna Subject : -
Articles 117 Documents
Pendidikan Kristen di Keresidenan Timor pada Masa Nederlandsch Zendeling Genootschap: Suatu Kajian Historis Fransisco de Kr. Anugerah Jacob
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 7, No 2 (2021): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v7i2.329

Abstract

This article aims to examine and analyze how Christian education was carried out in the Timor residency during the time of the Nederlansch Zendeling Genootschap. Based on the results of the discussion, it is clear that education is a key element in the pattern of NZG evangelism. Therefore, education could never be separated from evangelism. Instead, the final destination of education is the expansion of the gospel message. The seeds of the gospel were introduced to local people through education. In its journey, the education during the NZG continued to experience ups and downs. There are problems caused by internal factors, but some are caused by external conditions. Even so, the NZG consistently continues to pay attention to the running of education services. The Christian education that has been carried out by the NZG brought a big impact on the social life of the people in the Residency of Timor.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana jalannya pendidikan Kristen di Keresidenan Timor pada masa Nederlansch Zendeling Genootschap. Berdasarkan hasil pembahasan, nyatalah bahwa pendidikan menjadi elemen kunci dalam pola pekabaran Injil NZG. Karena itu, pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari pekabaran Injil. Malahan, muara dari pendidikan adalah perluasan pekabaran Injil. Sebab, melalui pendidikan, benih-benih Injil mulai diperkenalkan kepada orang-orang lokal. Dalam perjalanannya, dunia pendidikan pada masa NZG terus mengalami pasang surut. Ada persoalan-persoalan yang disebabkan oleh faktor-faktor internal, namun ada juga yang disebabkan oleh kondisi eksternal. Walau begitu, NZG secara konsisten terus memberikan perhatian terhadap jalannya pelayanan pendidikan. Pendidikan Kristen yang dijalankan oleh NZG pada akhirnya membawa dampak besar terhadap kehidupan sosial masyarakat di Keresidenan Timor. 
Emde, Coolen, dan Istrinya: Analisis Gender dan Relasi Kuasa dalam Pekabaran Injil di Jawa Timur (1812-1848) Maria Theofani Widayat
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 7, No 2 (2021): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v7i2.355

Abstract

This article aims to build awareness of the gender equality issues in the history of Christianity through historical research. The subject of the research is the history of missions in East Java, especially in 1812-1848. Therefore, this study employs an analysis of gender and power relations both through feminist theory initiated by Kwok Pui Lan and also orientalism theory brought by Edward Said in examining the history of mission in East Java on that period. The characters appointed as the research subjects are Johannes Emde and Coenrad Laurens Coolen, along with their wives and children. They are the pioneers in introducing the gospel to the Javanese in East Java, thus become the foundations of the Christian community in East Java. In particular, the life of Emde and Coolen are so intertwined with the history of the East Java Christian Church (GKJW). However, there is a gender gap found in the mission by Emde and Coolen. In response, this research is conducted to keep building the awareness of gender justice as the history of Christianity carry on.AbstrakTulisan ini adalah bentuk upaya membangun kesadaran terhadap keadilan gender atas sejarah Kekristenan melalui penelitian pada sejarah pekabaran Injil di Jawa Timur khususnya pada tahun 1812-1848. Untuk itu penelitian ini menggunakan analisis gender dan relasi kuasa melalui teori feminis yang digagas oleh Kwok Pui Lan dan teori orientalisme yang dibawa oleh Edward Said dalam menelaah sejarah pekabaran Injil di Jawa Timur pada periode tersebut. Tokoh-tokoh yang diangkat adalah Johannes Emde dan Coenrad Laurens Coolen, beserta istri dan anaknya. Mereka memiliki andil besar dalam mengenalkan Injil dan menjadi pondasi komunitas Kristen di Jawa Timur. Utamanya tokoh Emde dan Coolen yang begitu melekat pada sejarah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Namun dalam proses pekabaran Injil yang dilakukan oleh Emde dan Coolen lekat dengan ketimpangan gender. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan supaya terus terbangun kesadaran pada keadilan gender dalam membaca dan melanjutkan sejarah Kekristenan di mana saja.
Merawat Pengalaman Mistik dalam Liturgi: Memanfaatkan Olah Batin Lepas Bebas dalam Penyusunan Liturgi Wisnu Tri Handayani
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 1 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i1.330

Abstract

Worship is the encounter between God and the people. Through worship, God speaked to us and vice versa. This intimacy with God or mystical experience is the essence of worship. People were expecting to experience this intimacy trough all the liturgical elements prepared by the liturgy composer. Worship become mechanistic ritualism when it designed without realizing, anticipating, and preparing for mystical experiences. Worship is no longer a medium for people to experience intimacy with God. This article examines about mystical experiences in designing liturgy trough detachment of meister Eckhart. Qualitative interview of seven respondents and study abaut detachment of Eckhart were the methods used in this article. The process of designing liturgy that involves bible study and other materials, also inspiration and guidance from the holy spirit were mystical experiences. Through detachment, these experiences were prepared, anticipated, and improved. This research helps the liturgy composer to design liturgy that emerge from mystical experience. Furthermore, they can prepare, anticipate, and improve mystical experience from the liturgy that they designed. Therefore they can nurture the essence of liturgy.   AbstrakIbadah adalah perjumpaan manusia dengan Allah. Melalui ibadah, umat disapa Allah dan sebaliknya. Pengalaman kedekatan dengan Allah atau mistik inilah esensi ibadah Unsur-unsur ibadah dipersiapkan dan ditata dengan harapan orang yang beribadah memperoleh pengalaman tersebut. Menyusun liturgi tanpa menyadari, mengantisipasi, dan mempersiapkan pengalaman mistik membuat ibadah jatuh pada ritualisme mekanistik. Ibadah tidak lagi menjadi medium bagi umat mengalami kedekatan dengan Allah. Tulisan ini mempercakapkan bagaimana merawat pengalaman mistik dalam penyusunan liturgi melalui olah batin lepas bebas. Metode yang digunakan adalah wawancara kualitatif terhadap tujuh responden dan kajian pustaka tentang pengalaman mistik melalui olah batin lepas bebas dari Meister Eckhart. Aktivitas menyusun liturgi yang melibatkan studi Kitab Suci dan bahan penunjang lainnya serta tuntunan Roh Kudus yang menginspirasi merupakan pengalaman mistik. Pengalaman mistik dapat diantisipasi melalui olah batin lepas bebas. Pengetahuan ini menolong penyusun liturgi menjalankan perannya yang bersumber dari pengalaman mistik. Selain itu, mereka dapat mempersiapkan dan mengantisipasi pengalaman mistik dalam ibadah. Dengan begitu pengalaman mistik dalam ibadah terpelihara.     
Roh Nenek Moyang atau Setan? Kesurupan sebagai Pintu Masuk bagi Dialog antara Kekristenan dan Agama Marapu di Sumba Martha Ari Molla; Robert Setio
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 1 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i1.464

Abstract

Cases of spirit possession quite often provoke controversy. One of the controversies is about what or who possesses a possessed person. In the context of Sumba, there is a difference of views between the church and the Marapu religion. The church sees the possessed as evil spirits or satans, while the Marapu religion views it as the spirit of the ancestors. This paper raises that issue from the results of a field study. The research was conducted at the Sumba Christian Church (GKS) of the Wee Rame Congregation which is in the midst of the Wewewa tribe. The method used was a qualitative method with a questionnaire distribution technique to 45 respondents. Dealing with these differences of views, this paper will trace how the Bible describes demons and ancestors. The purpose of the search was to open the door to dialogue between the church and indigenous religions. The dialogue itself is expected to improve the handling of spirit possession cases in the future.AbstrakKasus-kasus kesurupan cukup sering menimbulkan kontroversi. Salah satu kontroversinya adalah tentang apa atau siapa yang merasuki orang yang kesurupan. Dalam konteks Sumba, terjadi perbedaan pandangan antara gereja dan agama Marapu. Gereja memandang yang merasuki adalah roh jahat atau setan, sedangkan agama Marapu memandang hal tersebut adalah roh nenek moyang. Tulisan ini mengangkat masalah itu dari hasil sebuah penelitian lapangan. Penelitian tersebut dilakukan di Gereja Kristen Sumba (GKS) Jemaat Wee Rame yang berada di tengah-tengah suku Wewewa. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik penyebaran angket kepada 45 responden. Berhadapan dengan perbedaan pandangan tersebut, tulisan ini akan menelusuri bagaimana Alkitab menggambarkan setan dan nenek moyang. Tujuan penelusuran tersebut adalah untuk membuka pintu dialog antara gereja dengan agama pribumi. Dialog itu sendiri diharapkan akan memperbaiki penanganan kasus-kasus kesurupan di kemudian hari.  
Resiliensi Hospitality Yesus terhadap Orang Kusta dan Implementasinya bagi Orang Percaya di Masa Pandemi Covid-19 Alferdi Alferdi
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 1 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i1.384

Abstract

AbstractThe purpose of writing this article is to describe the attitude of Jesus towards people suffering from leprosy, so that the values that Jesus instilled became an important part of the lives of believers during the Covid-19 pandemic. Similar to Covid-19, leprosy is also an infectious disease. Even those who suffer from leprosy sometimes have to be exiled from the community, because the disease they suffer is considered the result of sin (a plague) so that they are declared unclean. Of course, the values that Jesus applied to lepers, if applied in a world hit by Covid-19 today, will not lead to attitudes that are prone to marginalization. In reviewing this article, the approach used is descriptive qualitative, by utilizing various sources, both from books and online journals related to this research, especially sources related to hermeneutics. This research shows that although the leper was excommunicated, Jesus actually showed the opposite, which was to have mercy on him. In addition, this attitude of Jesus is an attitude of high solidarity in helping those who are marginalized due to illness. Jesus also showed concrete action by extending His hand. This is a form of His care that not only appears in thoughts but also through actions. This is the attitude that believers should also have to live in a world that is still struggling with the Covid-19 pandemic.AbstrakTujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana sikap Yesus terhadap orang yang menderita penyakit kusta, sehingga nilai-nilai yang Yesus tanamkan menjadi bagian penting kehidupan orang percaya di masa pandemi Covid-19. Sama halnya dengan Covid-19 penyakit kusta juga termasuk penyakit menular. Bahkan mereka yang menderita penyakit kusta kadang kala harus diasingkan dari tengah-tengah masyarakat, karena penyakit yang diderita dianggap akibat dari dosa (tulah) sehingga mereka dinyatakan najis. Tentu nilai-nilai yang Yesus terapkan bagi orang kusta jika diterapkan dalam dunia yang dilanda Covid-19 sekarang ini, tidak akan memunculkan sikap yang rentan memarginalisasi. Dalam mengkaji artikel ini, pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan memanfaatkan berbagai sumber baik dari buku, maupun jurnal-jurnal online yang terkait dengan penelitian ini, khususnya sumber yang berkaitan dengan hermeneutik. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun orang kusta dikucilkan, tetapi Yesus justru memperlihatkan sebaliknya yaitu menaruh belas kasihan kepadanya. Selain itu sikap Yesus ini merupakan sikap solidaritas yang tinggi dalam menolong mereka yang terpinggirkan karena penyakit. Tindakan nyata juga diperlihatkan Yesus dengan cara mengulurkan tangan-Nya. Inilah bentuk kepdulian-Nya yang tidak hanya muncul dalam pikiran tetapi juga melalui tindakan. Sikap inilah yang seharusnya dimiliki juga oleh orang percaya untuk hidup di dunia yang masih bergumul dengan pandemi Covid-19.
Menyorot Perjamuan Kudus kepada Anak sebagai Inisiasi dari Lensa Sosial Budaya Rasid Rachman
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 1 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i1.350

Abstract

Receiving Communion to children is a long conversation in some international churches. However, those conversations of about 100 years has not been finished yet in the context of the Protestant Churches in Indonesia. The reason for the delay is not only because this issue is a new discourse, but also the “concept” of worship in Indonesia is from and for adults only. Tracing of the ritual study in this paper brings the conversation of communion to children or paedocommunion to wider perspective. Paedocommunion is not only a matter of historical, biblical, or children's rights in worship, but also relates to the rite of initiation. Paedocommunion has to do with understanding one's initiation into adulthood. This initiation conversation does not only raise the issue of the rights of children who have been baptized and take communion in the Eucharist. In the perspective of anthropological and social initiation, paedocommunion begins with child baptism, and is related to catechism, confirmation, and the Holy Communion. The purpose of this paper is that the receiving communion to children should be investigated thoroughly as a sequence of initiation rites for ecclesiating someone. The closing of the paper is a discourse on integrating paedocommunion in initiation rites. AbstrakMenerimakan komuni kepada anak merupakan percakapan lama di beberapa gereja internasional. Namun, percakapan sekitar 100 tahun ini tak kunjung selesai dalam konteks Gereja-gereja Protestan di Indonesia. Penyebab keterlambatan itu bukan hanya karena isu ini merupakan wacana baru, tetapi juga “konsep” ibadah di Indonesia adalah dari dan untuk orang dewasa. Telusur studi ritus dalam makalah ini membawa percakapan komuni kepada anak atau paedocommunion kepada perspektif lain. Paedocommunion tidak hanya soal historisitas, biblis, atau hak anak dalam ibadah, tetapi juga kait mengait dengan ritus inisiasi. Paedocommunion harus disangkutkan dengan pemahaman inisiasi kedewasaan seseorang. Percakapan inisiasi ini tidak hanya mengangkat persoalan hak anak yang telah dibaptis dan mengambil komuni. Dalam perspektif inisiasi secara antropologis dan sosial, paedocommunion dimulai dari baptisan anak, dan kaitannya dengan katekisasi, sidi, dan bermuara pada perjamuan kudus. Tujuan makalah ini adalah bahwa menerimakan komuni kepada anak harus ditelisik secara menyeluruh sebagai urutan ritus inisiasi menggerejakan seseorang. Penutup makalah adalah wacana memadukan paedocommunion di dalam ritus inisiasi.
Tantangan Postmodernisme bagi Wacana Teologi Kristen Kontemporer Ferry Simanjuntak; Yosep Belay; Joko Prihanto
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 1 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i1.348

Abstract

This article analyzes the postmodern philosophical ideas of three main thinkers, namely Friederich Nietzsche, Jacques Derrida, and Michel Foucault through which several serious consequences are faced for the study of Christian theology today. Postmodernism's critique and attack on the absolute truth claims of modernism also have an impact on the concept of Christian theology. These impacts result in the dismantling of the authority of God's word, confusion, lack of purpose and meaning in contemporary human life. This research uses a literature study with a descriptive qualitative method. Data analysis uses philosophical hermeneutics which includes interpretation, descriptive and comparative studies. The results of this study indicate that the idea of postmodernism has resulted in: The rejection of the monopoly of truth claims that have an impact on cultural superiority, the emergence of pluralism and relativism, the absence of absolute meaning in the biblical text, and the free play of interpretation of biblical texts. A number of these consequences are challenges that need to be addressed immediately.AbstrakArtkel ini menganalisis gagasan-gagasan filsafat postmodern dari tiga pemikir utamanya yaitu Friederich Nietzsche, Jacques Derrida dan Michel Foucault yang melaluinya sejumlah konsekuensi serius diperhadapkan bagi kajian teologi Kristen masa kini. Kritik dan serangan postmodernisme terhadap klaim kebenaran absolut dari modernisme juga berdampak pada konsep teologi Kristen. Dampak tersebut mengakibatkan terjadinya pembongkaran terhadap otoritas firman Allah, kebingungan, ketiadaan tujuan serta makna hidup manusia kontemporer. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan metode kualitatif deskriptif. Analisis data menggunakan hermeneutika filosofis yang mencakup kajian interpretasi, deskriptif dan komparasi. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gagasan postmodernisme telah menghasilkan: Penolakan terhadap monopoli klaim kebenaran yang berdampak pada superioritas kultural, munculnya pluralisme dan relativisme, ketiadaan makna absolut pada teks Alkitab, dan permainan bebas interpretasi teks-teks Alkitab. Sejumlah konsekuensi ini merupakan tantangan yang perlu dan segera direspons.
Teologi Keagamaan Kwok Pui-lan: Dari Hermeneutika Asia Menuju Keadilan Gender (Sebuah Peta Pemikiran Teologi Kontekstual Asia) Andreas Kristianto
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 2 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i2.499

Abstract

This study refers to Kwok Pui-lan's thoughts on her shift from religious pluralism to gender justice in Asia. Asia experiences a syndrome known as the colonial syndrome, so that postcolonial hermeneutics is needed in the life of the church. The main ideas are as follows, namely a shift from Western hermeneutics to Asian hermeneutics (dialogical interpretation model), from textual interpretation to oral hermeneutics, from Asian interpretation to religious pluralism (multifaith hermeneutics) and from religious pluralism to gender justice. Kwok Pui-lan's theology brings dimensions of intersectionality (cross) between colonialism, gender and religion, which is a fresh material to build a postcolonial theology of religious and gender diversity in Indonesia. The contribution of this article is that Kwok Pui-lan's thoughts build awareness of “multiplicity”, namely about the existence of many identities and layers of domination from the analysis of colonial history, race, class, culture, sexual orientation and gender.Abstrak Studi ini merujuk pada pemikiran Kwok Pui-lan tentang pergeserannya dari Pluralisme agama menuju keadilan gender di Asia. Asia mengalami sindrom yang disebut sebagai sindrom kolonial, sehingga dibutuhkan hermeneutika postkolonial dalam kehidupan menggereja. Pokok-pokok pemikirannya adalah sebagai berikut yaitu adanya pergeseran dari hermeneutika Barat menuju hermeneutika Asia (model penafsiran dialogis), dari intepretasi tekstual menuju hermeneutika lisan (oral), dari intepretasi Asia menuju pluralisme agama (multifaith hermeneutics) dan dari pluralisme agama menuju keadilan gender. Teologi keagamaan Kwok Pui-lan membawa dimensi interseksionalitas (persilangan) antara kolonialisme, gender dan agama, yang mana menjadi bahan segar untuk membangun teologi postkolonialisme di Indonesia. Kontribusi artikel ini adalah bahwa pemikiran Kwok Pui-lan membangun kesadaran akan “multiplisitas”, yaitu adanya banyak identitas dan lapisan dominasi dari analisis sejarah kolonial, ras, kelas, budaya, orientasi seksual dan gender.
Komunio Trinitas Menurut Leonardo Boff dan Relevansinya bagi Hidup Berkomunitas Kaum Religius Marieta Ose Melburan
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 1 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i1.425

Abstract

Leonardo Boff is one of the theologians of Liberation Theology who asserts that the Triune God in His communion is not only a truth of faith that must be accepted but has practical value. His idea of Trinitarian communion is contained in the concept of perichoresis. In this article, the author analyzes Boff's thoughts which can be an inspiration, model and at the same time a critique for the development of community life for Religious. The method used is literature study by prioritizing content analysis. The findings obtained are an idea of living in communion in the community of Religious in the light of the communion of the Triune God.AbstrakLeonardo Boff adalah salah satu teolog Teologi Pembebasan yang menegaskan bahwa Allah Tritunggal dalam persekutuan-Nya bukan hanya merupakan kebenaran iman yang harus diterima tetapi memiliki nilai praktikalnya. Gagasannya tentang persekutuan Trinitaris ini terdapat dalam konsep perikhoresis. Dalam artikel ini, penulis menganalisis pemikiran Boff yang bisa menjadi inspirasi, model dan sekaligus kritik bagi pengembangan hidup berkomunitas bagi Kaum Religius. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan mengutamakan analisis isi. Temuan yang diperoleh adalah sebuah gagasan hidup berkomunio dalam komunitas Kaum Religius dalam terang komunio Allah Tritunggal
Memaknai Bahtera Nuh dalam Kejadian 6-7 pada Konteks Isolasi Mandiri Penderita Covid-19 Eddis Sagala
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 8, No 2 (2022): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v8i2.513

Abstract

Self-isolation is temporary isolation in a place because of a situation that is considered dangerous. This study seeks to interpret and relate the story of Noah and his ark to the situation of Covid-19 sufferers who are in self-isolation. The research method in this study is a qualitative method through literature review, namely descriptive analysis of the book of Genesis 6-7. The research method in this study is a qualitative method through literature review, namely descriptive analysis by exegesis the book of Genesis 6-7. The findings obtained were that Noah and his extended family as well as various types of animals in the ark were the first acts of self-isolation on God's instructions because of the very dangerous conditions of the flood. Those who helped isolate themselves in the ark for 150 days to avoid the threat of the danger of a flood. Patients with Covid-19 must now self-isolate for 14 days for their personal safety and for the safety of their families and others around them. Covid-19 sufferers need support and enthusiasm from every community while undergoing independent isolation in an effort to complete recovery.AbstrakIsolasi mandiri merupakan pengasingan dalam sementara waktu di dalam sebuah tempat karena situasi yang dianggap berbahaya. Penelitian ini berupaya untuk memaknai dan merelevansikan kisah Nuh dan bahteranya kepada situasi penderita Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri. Metode penelitian dalam penelitian ini ialah metode kualitatif melalui kajian pustaka yakni analisis deskriptif dengan mengeksegesa kitab Kejadian 6-7. Hasil temuan yang diperoleh ialah ternyata Nuh dan keluarga besarnya serta berbagai jenis binatang dalam bahtera merupakan tindakan isolasi mandiri pertama atas instruksi Tuhan karena kondisi air bah yang sangat berbahaya. Mereka yang turut mengisolasi diri dalam bahtera selama 150 hari supaya terhindar dari ancaman bahaya air bah. Para penderita Covid-19 kini juga harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari demi keselamatan pribadinya dan demi keselamatan keluarganya dan orang lain yang berada di sekitarnya. Penderita Covid-19 membutuhkan dukungan dan semangat dari setiap masyarakat selama menjalani isolasi mandiri dalam upaya pemulihan yang utuh.

Page 10 of 12 | Total Record : 117