cover
Contact Name
Sinta Paramita
Contact Email
sintap@fikom.untar.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
Koneksi@untar.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta barat,
Dki jakarta
INDONESIA
Koneksi
ISSN : -     EISSN : 25980785     DOI : -
Koneksi (E-ISSN : 2598 - 0785) is a national journal, which all articles contain student's writing, are published by Faculty of Communication Universitas Tarumanagara. Scientific articles published in Koneksi are result from research and scientific studies conduct by Faculty of Communication students in communication field. Koneksi published twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 27 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 1 (2020): Koneksi" : 27 Documents clear
Analisis Kode Etik Jurnalistik Pemberitaan Keberagaman di Media Online Hana Elga Januari Christi; Farid Farid
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6495

Abstract

The press as a deliver of information not only has the right of freedom of the press but also has a responsibility to apply the ethics journalism to every news presented to the public. Implementing an ethics journalism is something that must be done and considered by every journalist in presenting news specifically about diversity. In Indonesia, an ethics journalism that is often used is a journalistic code of ethics established by the Indonesian Press Council. Therefore this research is about the application of ethics journalism in reporting the issue of diversity on the famous Indonesian online media that is called, detik.com. The purpose of this research is to show the application of ethics journalism among journalists. Applying ethics journalism is important among journalists because that is kind of a guide for journalists in carrying out their work. This research’s instruments in this thesis are from coding sheet, the coding sheets  filled  by two coder. The choice of the coder is based on educational background who takes journalistic studies. The results of this research indicate that detik.com has implemeted the journalistic code of ethics, but 13 of 40 news stories that have been posted, have no element of balance. Pers sebagai penyampai informasi tidak hanya memiliki hak kemerdekaan pers tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam menerapkan kode etik jurnalistik pada setiap berita yang disajikan kepada masyarakat. Menerapkan kode etik jurnalistik adalah sebuah hal yang wajib diperhatikan dan dilakukan oleh setiap wartawan dalam menyajikan pemberitaan khususnya  pemberitaan mengenai keberagaman. Di Indonesia, kode etik jurnalistik yang sering digunakan ialah kode etik jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers. Maka dari itu,  penelitian ini mengangkat tentang penerapan kode etik jurnalistik pada pemberitaan isu keberagaman  pada portal berita online, detik.com. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sifat deskriptif dan analisis isi sebagai teknik analisis data. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan penerapan kode etik jurnalistik di kalangan wartawan. Menerapkan kode etik jurnalistik adalah hal yang penting di kalangan wartawan karena kode etik jurnalistik adalah pedoman bagi wartawan dalam melaksanakan pekerjaanya. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar coding yang diisi oleh dua orang coder. Pemilihan coder berdasarkan latar belakang pendidikan yaitu menempuh studi jurnalistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa detik.com telah menerapkan kode etik jurnalistik, namun masih ada berita yang tidak memiliki unsur keberimbangan.
Event Volunteering: Gaya Hidup Kelompok Milenial (Studi Kasus Pada Volunteer Asian Games 2018) Vanny Novella; Suzy S. Azeharie
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6518

Abstract

The use of new media especially by millennials in Indonesia has more or less changed the value and order of society. One interesting phenomenon is the event volunteering activities in which the dissemination of information is conveyed through new media. Events volunteering are increasingly in demand by millennials, particularly when 2018 Asian Games which is the event with the highest number of volunteers in Indonesia were held. This research aims to determine event volunteering as part of millennials’ lifestyle, especially the 2018 Asian Games volunteers. This research uses a descriptive qualitative approach with a case study method. Data analyzed were obtained through interviews, observations, documentation studies and literature studies. Theories used in this research are communication theory, mass media, popular culture and lifestyle theory. The conclusion is event volunteering has become part of the millennials’ lifestyle which can be seen from the feelings, attitudes and opinions of millennials that are relatively positive for event volunteering activities. In addition, the existence of commercialization in event volunteering’s management is intended for the sake of public and event’s sponsor. However, commercialization is also often found on several organizing committees and millennials activists in event volunteering. Tingginya penggunaan media baru atau new media khususnya oleh kelompok milenial di Indonesia sedikit banyak telah mengubah nilai dan tatanan di masyarakat. Salah satu fenomena yang menarik untuk diteliti adalah kegiatan event volunteering yang penyebaran informasinya disampaikan melalui new media. Kegiatan event volunteering yang diminati oleh kelompok milenial yakni penyelenggaraan Asian Games 2018. Event olahraga ini merupakan event dengan jumlah volunteer terbanyak di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui event volunteering sebagai bagian dari gaya hidup kelompok milenial khususnya volunteer Asian Games 2018. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus. Data yang dianalisis diperoleh melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Teori yang digunakan adalah teori komunikasi, media massa, budaya populer dan gaya hidup. Penelitian ini menyimpulkan bahwa event volunteering telah menjadi bagian dari gaya hidup kelompok milenial ditinjau dari aspek perasaan, sikap dan opini kelompok milenial yang relatif positif terhadap kegiatan event volunteering. Selain itu ditemukan pula adanya komersialisasi dalam penyelenggaraan event volunteering yang ditujukan untuk kepentingan publik dan sponsor event. Namun tindakan komersialisasi juga kerap ditemui pada beberapa pihak panitia penyelenggara dan kelompok milenial penggiat event volunteering.
Tatung Sebagai Budaya Masyarakat Tionghoa (Studi Komunikasi Ritual Tatung di Singkawang) Fitria Ferliana Suryadi; Suzy S. Azeharie
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6615

Abstract

This research is titled Tatung as a Cultural Part of the Chinese Community (Tatung Ritual Communication Study in Singkawang). The purpose of this study is  to determine Tatung which is considered by the Chinese community in Singkawang, as a culture and to know the ritual communication carried out by Tatung in Singkawang. Tatung is a person who is possessed by the spirit of Dewa to help the Chinese community in Singkawang who are in need, such as asking about their wedding date, health, career and future. This thesis uses ethnographic methods to describe and discover the hidden knowledge of a culture or community. This thesis uses descriptive qualitative methods. Research Data obtained from non participant observation on Tatung in Singkawang, semi-structured interview with one Key informant and three additional informant in Singkawang, library study and document study. The theory used in the study was the ritual communication of Eric W. Rothenbuhler stating that ritual communication is part of the use of symbols. Rituals are always identical to habits or routines. Ritual as a hereditary action, formal action and containing transcedental values. The conclusion of this research is Tatung is a cultural part of Singkawang because the Chinese people in Singkawang strongly believe in Tatung from generation to generation and the majority of Chinese in Singkawang Confucian religion. Penelitian ini mengangkat Tatung sebagai bagian dari budaya masyarakat Tionghoa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Tatung yang dianggap oleh masyarakat Tionghoa di Singkawang sebagai budaya dan komunikasi ritual yang dilakukan oleh Tatung di Singkawang. Tatung merupakan orang yang dirasuki oleh roh dewa untuk membantu masyarakat Tionghoa yang membutuhkan, seperti menanyakan tanggal pernikahan, kesehatan, karir dan masa depan. Penelitian ini menggunakan metode etnografi untuk mendeskripsikan dan menemukan pengetahuan tersembunyi suatu budaya atau komunitas. Data penelitian diperoleh dari observasi non partisipan pada Tatung di Singkawang, wawancara semi terstruktur dengan satu key informan dan tiga informan tambahan di Singkawang, studi pustaka dan studi dokumen. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah komunikasi ritual dari Eric W. Rothenbuhler yang menyatakan bahwa komunikasi ritual merupakan bagian dari pemaknaan simbol. Ritual selalu identik dengan kebiasaan atau rutinitas. Ritual sebagai suatu aksi turun-temurun, aksi formal dan mengandung nilai-nilai transendental. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Tatung merupakan bagian budaya di Singkawang karena masyarakat Tionghoa di Singkawang sangat percaya terhadap Tatung dari generasi ke generasi dan mayoritas Tionghoa di Singkawang beragama Konghucu.
Perlawanan Mahasiswi Bercadar Sebagai Kelompok Bungkam Alma Syafiera; Suzy S. Azeharie
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6641

Abstract

Public oftenly stigmatized students who wear the veil. They are afraid of approaching them because the media depicted women with veils as terrorists. Therefore, women with veils categorized can be a mute group. This paper will see how the resistance a women wearing veil who joined the real organization named activities of the muslim student. The goals of this research is to find out how those students with veil as a resistance group against the dominant group in the campus environment. The theory used in the study is a mute group theory. The study uses case study methods with a qualitative descriptive approach to understand phenomenon about the behavior, perception and motivation of a person who is not negotiating. The research data was taken from a semi-structured interview with three key informants through documentation study and literature study. The conclusion of this themselves as well as channeling ideas, developing potential and their lack of confidence in the campus environment. They make their organization as a piece against the defection with open resistance such as following an external work program, campaign and channeling their potential. Closed resistance is done as a discussion between fellow members.  Mahasiswi yang menggunakan cadar umumnya mendapatkan stigmatisasi dari lingkungan sekitarnya. Orang-orang takut mendekati mereka karena pengaruh pemberitaan bahwa perempuan bercadar termasuk kategori kelompok radikal. Jumlah mahasiswi bercadar yang sedikit dalam lingkungan kampus dianggap sebagai kelompok bungkam. Penelitian ini akan meneliti bagaimana perlawanan yang dilakukan mahasiswi bercadar yang tergabung dalam organisasi kerohanian di tingkat universitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlawanan yang dilakukan mahasiswi bercadar sebagai kelompok bungkam terhadap kelompok dominan di lingkungan kampus. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelompok bungkam. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami seseorang seperti perilaku, persepsi dan motivasi yang tidak bersifat negosiasi. Data penelitian diperoleh dari wawancara semi terstruktur, pengamatan, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Kesimpulan penelitian ini adalah mahasiswi bercadar memiliki ruang terbatas dalam mengekspresikan diri, menyalurkan ide, mengembangkan potensi dan tidak memiliki kepercayaan diri di lingkungan kampus. Mereka menjadikan organisasi kerohanian yang mereka ikuti di kampus sebagai tempat melawan kebungkaman dengan perlawanan terbuka seperti mengikuti program kerja eksternal, kampanye dan menyalurkan potensi yang mereka miliki. Perlawanan tertutup yang dilakukan seperti berdiskusi antar sesama anggota.
Citra Perempuan Di Dalam Majalah Popular (Analisis Wacana Terhadap Artikel Di Majalah Popular Edisi Mei 2019) Rosalin Febriyanti; Ahmad Junaidi; Nigar Pandrianto
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6368

Abstract

This study is entitled "Women's Image in Magazine Photos (Semiotic Analysis of Photos in Popular Magazine May 2019 Edition)". The object of this research is a photo in the May 2019 issue of Popular magazine. This study uses Rholand Barthes's semiotic analysis framework. The purpose of this research is to find out how the depiction of the objectification of women in the photo model of the May 2019 Popular Magazine and expose the myths contained in the photos. There is objectification in the sexual form which makes a woman's body an object to be observed, valued, and enjoyed by her sexual values. The myth that can be unearthed from the meaning of the sign in the photographs is the beauty myth that defines women's beauty in uniform criteria. Penelitian ini mengangkat tentang citra wanita dalam foto di majalah. Objek penelitian ini adalah foto di Majalah Popular Edisi Mei 2019. Kerangka analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu Analisis Semiotika Roland Barthes yang memiliki tujuan pencitraan perempuan dalam foto, serta menggali kebenaran tentang adanya pemaknaan tanda dalam foto-foto keanggunan wanita sesuai dengan porsi yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran objektifikasi perempuan dalam model foto di Majalah Popular dan memaparkan mitos-mitos yang terkandung dalam foto. Terdapat objektifikasi dalam bentuk seksual yang membuat tubuh wanita menjadi objek untuk diamati, dihargai, dan dinikmati oleh nilai-nilai seksualnya. Mitos yang dapat digali dari makna tanda dalam foto adalah mitos kecantikan yang mendefinisikan kecantikan wanita dalam kriteria seragam.
Makna Wayang Golek si Cepot pada Masyarakat Sunda Milenial dan Generasi Z Andrew Limelta; Sinta Paramita
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6496

Abstract

In 2003 wayang was recognized by UNESCO as a global masterpiece as well as an intangible cultural heritage. Sundanese culture recognizes the legacy of wayang golek originating from the West Java region, and is usually realized through the display of props or puppets as a dualistic depiction of Javanese minds. In puppet show there are characters and characters that are played, but usually people are more familiar with the character of the Cepot who is considered as a entertainer and identity of the Sundanese. The purpose of this study was to see the meaning of the Cepot figure in puppet show art towards millennial Sundanese people and generation Z. The theories used in this study were the theory of communication, puppetry, and the concept of meaning. In this case the data obtained through the results of observations and interviews. The conclusion in this study is that the Sundanese generation of generation millennial and generation Z considers the puppet show as an important art, but no longer as the main consumption. Besides that, there is a loss of elements from the Cepot character in the puppet show, even the Sundanese people consider the Cepot figure only as an entertaining figure.Pada tahun 2003, wayang diakui oleh UNESCO sebagai karya agung dunia sekaligus warisan budaya tak benda. Budaya Sunda mengenal warisan wayang golek yang berasal dari wilayah Jawa Barat, dan biasanya direalisasikan melalui pertunjukan alat peraga atau boneka sebagai penggambaran alam pikiran orang Jawa yang dualistik. Dalam kesenian wayang golek terdapat tokoh dan karakter yang dimainkan, namun biasanya masyarakat lebih mengenal tokoh si Cepot yang dianggap sebagai penghibur dan jati diri orang Sunda. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat makna tokoh si Cepot dalam kesenian wayang golek terhadap masyarakat Sunda milenial dan generasi Z. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi, wayang, dan konsep makna. Dalam hal ini data yang diperoleh melalui hasil dari observasi dan wawancara. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa masyarakat Sunda generasi milenial dan generasi Z menganggap kesenian wayang golek sebagai suatu kesenian yang penting, namun bukan lagi sebagai konsumsi utama. Selain itu adanyaunsur dari tokoh si Cepot yang hilang dalam wayang golek. Bahkan masyarakat Sunda menganggap tokoh si Cepot hanya sebagai tokoh penghibur.
Persepsi Masyarakat Terhadap Kelompok Waria Pesantren Vicktor Fadi; Suzy S. Azeharie
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6609

Abstract

Tranvestites as one part of the Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT) can be categorized as a muted group. They get discrimination and rejection in their activities. When they wanted to pray they were rejected by society. There is a group of transvestites who took the initiative to establish a pesantren in Yogyakarta that allows transvestites to do their spiritual activities. This research wants to know the perception of village people to the transvestites group in Yogyakarta. The purpose of this study is to find out the perception of village people to the transvestites group in pesantren Yogyakarta. The theories used in this study are the theory of communication and culture, perception and factors of the forming perception, muted group, transvestites and Javanese Islamic culture. The study uses phenomenology methods and features a descriptive approach. Research data is obtained from depth interviews on nine interviewees, observations, document studies and literature studies. The conclusion of this research is the perception of village people to the transvestites group of pesantren tends to be negative perception. The women villagers felt disturbed because there were members of the transvestites group who joined the women section while praying in the mosque. And this made the village people uncomfortable with the existence of a group of transvestites in the villages. The village people believe a concept that in the  world there are only men and women, while the concept of transvestites is still gray in society. Waria merupakan bagian dari Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender (LGBT) dan termasuk dalam kategori kelompok bungkam. Waria kerap mendapat diskriminasi dan penolakan dalam melakukan kegiatan termasuk ketika ingin beribadah. Namun, terdapat kelompok waria yang berinisiatif mendirikan pesantren yang menampung waria agar dapat menjalankan aktivitas spiritual seperti masyarakat pada umumnya. Penelitian ini ingin mengetahui persepsi masyarakat kampung di Yogyakarta terhadap kelompok waria yang beribadah di pesantren. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat kampung terhadap kelompok waria di pesantren. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi dan budaya, persepsi dan faktor-faktor pembentuk persepsi, kelompok bungkam, waria dan budaya Islam Jawa. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi dan dilengkapi pendekatan deskriptif. Data penelitian diperoleh dari wawancara terhadap sembilan narasumber, pengamatan, studi dokumen dan studi kepustakaan. Kesimpulan penelitian ini adalah persepsi masyarakat kampung terhadap kelompok waria pesantren cenderung negatif. Warga kampung yang merupakan perempuan merasa risih dengan adanya waria yang bergabung di bagian perempuan saat beribadah di masjid. Kondisi ini membuat masyarakat kampung tidak nyaman dengan keberadaan kelompok waria di kampung tersebut. Masyarakat kampung mempercayai konsep yang bahwa di dunia hanya terdapat laki-laki dan perempuan, sedangkan konsep waria masih abu-abu di masyarakat luas.
Penyingkapan Diri Perempuan Penyintas Kekerasan Seksual Rini Oktaviani; Suzy S. Azeharie
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6635

Abstract

The high rate of sexual violence including rape and sexual harassment in Indonesia is a problem that has not been resolved. However, it cannot be concluded that cases of rape and sexual harassment are increasing, but more and more women survivors report cases they have experienced. Women dare to speak and not be influenced by the opinion of the majority who blame victims of sexual violence. One interesting phenomenon to be reviewed is the self-disclosure of women survivors of rape and sexual harassment of consorts. This study aims to determine the self-disclosure by women survivors of rape and sexual harassment at the escort and the reasons for women survivors of rape and sexual harassment to disclose themselves to the companion. The theory used is the theory of interpersonal communication, self-disclosure, the spiral of silence and patriarchal culture. This study uses a descriptive qualitative approach with the phenomenological method. Data analyzed were obtained from interviews with four survivors of rape and survivors of sexual harassment. The results of this study are the disclosure of survivors of rape and survivors of sexual harassment to companions is important so that victims do not bear their own problems and can immediately recover. Survivors can find people who at least have experience in support and people who can be trusted to listen to self-disclosure. But different things were found in the companion who is the mother of survivors and sexual harassers. The survivor's mother ignored the incident of abuse experienced by the survivor and assumed that the incident had never happened because the perpetrator was a person who was of one flesh and blood with the survivor. Tingginya angka kekerasan seksual termasuk perkosaan dan pelecehan seksual di Indonesia menjadi permasalahan yang sampai saat ini belum terselesaikan. Namun tidak dapat disimpulkan bahwa kasus perkosaan dan pelecehan seksual semakin bertambah melainkan semakin banyak perempuan penyintas yang melaporkan kasus yang mereka alami. Perempuan berani bersuara dan tidak terpengaruh dengan pendapat mayoritas yang menyalahkan korban kekerasan seksual. Salah satu fenomena yang menarik untuk diulas adalah penyingkapan diri perempuan penyintas perkosaan dan pelecehan seksual pada pendamping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyingkapan diri yang dilakukan perempuan penyintas perkosaan dan pelecehan seksual pada pendamping dan alasan perempuan penyintas perkosaan dan pelecehan seksual melakukan penyingkapan diri pada pendamping. Teori yang digunakan adalah teori komunikasi interpersonal, penyingkapan diri, spiral keheningan dan budaya patriarki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode fenomenologi. Data yang dianalisis diperoleh dari hasil wawancara dengan empat penyintas perkosaan dan penyintas pelecehan seksual. Hasil dari penelitian ini adalah penyingkapan diri penyintas perkosaan dan penyintas pelecehan seksual pada pendamping penting dilakukan agar korban tidak menanggung masalahnya sendiri dan dapat segera memulihkan diri. Penyintas bisa mencari orang yang setidaknya mempunyai pengalaman dalam mendukung dan orang yang bisa dipercaya untuk mendengarkan penyingkapan diri. Namun hal berbeda ditemui pada pendamping yang merupakan ibu dari penyintas dan pelaku pelecehan seksual. Ibu si penyintas mengabaikan peristiwa pelecehan yang dialami penyintas dan menganggap bahwa peristiwa tersebut tidak pernah terjadi karena pelaku adalah orang yang satu darah daging dengan penyintas.
Perlawanan Penyintas Body Shaming Melalui Media Sosial Micheal Micheal; Suzy S. Azeharie
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6642

Abstract

As the era progresses, technological advances bring ease in accessing information from various media, one of which is social media. One of the most popular social media is Instagram. Instagram is a social media that allows their users to share information in the form of images, videos or writings. But social media is often used as a means to mock individuals with the action of body shaming. Body shaming is an act of commenting on all aspects of one's body. Body shaming action occurs due to the ideal body standardization. The ideal body standardization differs from one place and culture, more often experienced by women. However some people resist the actions of body shaming experienced. Some body shaming survivors have courage to resist such an act by direct or social media resistance. The purpose of this research is to find out the form of resistance by the survivors of body shaming through Instagram. The study uses phenomenological research methods with qualitative descriptive approach. Research data is derived from depth interviews on five interviewees, observations, document studies and literature studies. The conclusion is the form of resistance of the survivors of body shaming through social media Instagram divided into two, open resistance and closed resistance. Adapted to the characteristics of body shaming survivors.  The open resistance is characterized by an open interaction between the Group One and the other group. While hidden resistance is characterized by a closed interaction, indirect inter-group.  Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi menghadirkan kemudahan dalam mengakses informasi dari berbagai media, salah satunya media sosial. Salah satu media sosial yang digemari adalah Instagram. Instagram merupakan media sosial yang memungkinkan penggunanya untuk berbagi informasi dalam bentuk gambar, video maupun tulisan. Namun, media sosial kerap dijadikan sarana untuk mengejek individu dengan tindakan body shaming. Body shaming merupakan tindakan mengomentari segala aspek dalam tubuh seseorang. Tindakan body shaming terjadi karena standarisasi tubuh ideal. Standarisasi tubuh ideal berbeda-beda tergantung dari tempat dan budaya dan lebih sering dialami oleh perempuan. Namun, beberapa orang melawan dari tindakan body shaming yang dialami dan mereka disebut dengan penyintas. Beberapa penyintas body shaming berani melakukan tindakan perlawanan secara langsung maupun melalui media sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perlawanan yang dilakukan oleh penyintas body shaming melalui Instagram. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Data penelitian diperoleh dari wawancara mendalam, pengamatan langsung, studi dokumen dan studi kepustakaan. Kesimpulan penelitian ini adalah bentuk perlawanan penyintas body shaming melalui media sosial Instagram terbagi menjadi dua, yaitu bentuk perlawanan terbuka dan bentuk perlawanan tertutup disesuaikan dengan karakteristik penyintas body shaming. Perlawanan terbuka dikarakteristikkan dengan adanya interaksi terbuka antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Sementara perlawanan tersembunyi ditandai dengan adanya interaksi tertutup atau tidak langsung antar kelompok
Budaya Populer Dalam Pembuatan Video Klip (Studi Kasus Pada Video Klip ‘Merakit’ Oleh Yura Yunita) Jenny Ratna Sari; Roswita Oktavianti
Koneksi Vol 4, No 1 (2020): Koneksi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/kn.v4i1.6444

Abstract

Popular culture is dominated by the production and consumption of material goods whose creation is driven with the motive of profit.Video clips are also used to gain profit or profit for their creators.The study raised how popular culture is in the making of video clips.This research is a qualitative study with case study methods. The researcher conducted a case study of the video clip titled "Assemble" created by Yura Yunita.Data collection techniques are conducted with interviews to artists and creative teams.The result of this research is now that culture is no longer racing on the culture of existing and repeated standards.Visually, the video clip no longer has to be full-color but it can combine two identical colors that are black and white.Popular culture develops over time by adjusting the culture that was originally born and combined with things that don't usually happen.The cultural industry is directed by the need to realise value in the market.The advantage Motif determines the nature of various forms of culture. Video clips can now be combined with popular culture one of them is to use the disability as a model, combining traditional elements.The goal is to achieve a new target market in this case with disabilities.  Budaya populer didominasi oleh produksi dan konsumsi barang material yang penciptaannya didorong dengan motif laba. Video klip juga digunakan untuk mendapatkan keuntungan atau laba bagi penciptanya. Penelitian ini mengangkat bagaimana budaya populer dalam pembuatan video klip. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Peneliti melakukan studi kasus terhadap video klip berjudul “Merakit” yang diciptakan oleh Yura Yunita. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap artis dan tim kreatif. Hasil dari penelitian ini adalah kini budaya tidak lagi berpacu pada budaya standar yang ada dan berulang. Secara visual, video klip tidak lagi harus penuh warna melainkan bisa memadukan dua warna identik yaitu hitam dan putih. Budaya populer berkembang seiring waktu dengan menyesuaikan budaya yang awalnya sudah lahir dan dipadukan dengan hal yang biasanya tidak terjadi. Industri budaya diarahkan oleh kebutuhan untuk menyadari nilai di pasaran. Motif keuntungan menentukan sifat berbagai bentuk budaya. Video klip kini dapat dipadukan dengan budaya populer salah satunya adalah dengan menggunakan penyandang disabilitas sebagai model, memadukan unsur-unsur tradisional. Tujuannya untuk mencapai target pasar baru dalam hal ini penyandang disabilitas.

Page 1 of 3 | Total Record : 27