cover
Contact Name
Joseph Christ Santo
Contact Email
jurnal@sttberitahidup.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal@sttberitahidup.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. karanganyar,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Teologi Berita Hidup
ISSN : 26564904     EISSN : 26545691     DOI : https://doi.org/10.38189
Jurnal Teologi Berita Hidup merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pelayanan Kristiani, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup Surakarta. Focus dan Scope penelitian Jurnal Teologi Berita Hidup adalah: Teologi Biblikal, Teologi Sistematika, Teologi Pastoral, Etika Pelayanan Kontemporer, Kepemimpinan Kristen, Pendidikan Agama Kristen.
Arjuna Subject : -
Articles 40 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022" : 40 Documents clear
Moderasi Beragama Berbasis Kearifan Lokal Suku Pakpak-Aceh Singkil Erman Sepniagus Saragih
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.253

Abstract

The destruction of the church in Aceh Singkil in 2015 was phenomenal and a fact of the struggle to achieve religious moderation. The Aliansi Pemuda dan Pembela Islam (APPI) demands a firm stance from the local government to crack down on church buildings that do not have a Building Construction Law (IMB). Of course, the church community in Aceh Singkil is not indifferent to the rules and it seems as if the fulfilment of the IMB is a paradigm for the actualization of religious harmony that goes beyond the virtue of local humanism of the local community. This paper argues that even though the fulfilment of IMB is necessary, local wisdom is a “treasure” that cannot be insulted based on any policy because local wisdom can be a medium to create harmony in religious differences. The case of the destruction of the church in Aceh Singkil has certainly become a public study, but there has been no offer related to local wisdom as a basis for being moderate. The conclusions are: First, a community that emphasizes customs needs each other and maintains existing virtues that have been instilled since ancient times is virtuous. Second, simplicity, certainty, and virtue are the basis. Third, open communication by way of kinship is the openness of the philosophical schools of traditional society. If religious ideas carry a message of benefit to the wider community, of course, suspicion will be low, fanaticism will become open, extremists will become dialogical, and be radical virtue.
Pedoman Etika Praktis Pelayanan Jemaat Berdasarkan 1 Petrus 5 : 1 – 4 Aldrin Purnomo; David Martinus Gulo; Gersom Situmorang; Jontro Simanjuntak
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.134

Abstract

Manajemen merupakan aspek penting di dalam melakukan pelayanan jemaat. Sistem manajemen yang baik, bersih dan memiliki batasan-batasan wewenang yang jelas akan berpengaruh terhadap perkembangan jemaat. Dalam kenyataannya masih banyak ditemukan pola manajemen pelayanan yang buruk dan berakibat kepada hancurnya pelayanan jemaat dan tidak sedikit yang berakhir pada kisah tragis dari sang pelayan. Penyalahgunaan wewenang dan perlakukan moral yang tidak sesuai dengan ajaran yang terdapat di dalam Alkitab justru menjadi penyebab runtuhnya sebuah bangunan pelayanan jemaat. Untuk itu diperlukan sebuah  pedoman etika di dalam pelayanan jemaat sangat diperlukan untuk mengantisipasi segala bentuk kesewenang-wenangan yang terjadi di dalam pelayanan jemaat. Penelitian ini memberikan sebuah pedoman praktis bagi setiap jemaat untuk membuat sebuah dokumen etika yang harus ditaati oleh seluruh pemangku kebijakan dan pelaksana dalam sebuah pelayanan jemaat. Pedoman yang didasarkan kepada eksegesis teks 1 Petrus 5:1-4 dengan melakukan studi silang dengan beberapa dokumen pedoman etika dan kepatuhan yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan berkelas dunia. Dengan melakukan studi literatur dan focus group discussion, terbentuklah sebuah pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan bagi jemaat untuk melakukan manajemen pelayanan jemaat yang bersih, sopan dan berkeadilan.
Metode Pendekatan Pemberitaan Injil yang Efektif Menurut Injil Matius dan Aplikasinya Bagi Orang Percaya Masa Kini Paulus Kunto Baskoro; Suhadi Suhadi
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.191

Abstract

Penginjilan menjadi bagian terpenting dalam kehidupan setiap orang percaya dan ini merupakan pesan amanat agung yang Tuhan Yesus nyatakan dalam Matius 28:19-20. Penginjilan selalu indentik dengan konsep pemberitaan Injil. Pemberitaan Injil seharusnya selalu menjadi gaya hidup setiap orang percaya. Sebab sadar atau tidak sadar pemberitaan Injil menjadi kunci pertumbuhan gereja dan juga penambahan murid Yesus yang diperlengkapi dan memperlengkapi setiap orang percaya. Ketika penginjilan tidak menjadi prioritas, yang terjadi gereja akan terjadi kelambatan dalam pertumbuhan dan pemuridan tidak berjalan secara efektif. Perlu dilakukan metode pendekatan tentang pemberitaan Injil, sehingga memberitakan Injil menjadi hal yang menyenangkan serta menggairahkan bagi setiap orang percaya. Karena beberapa orang percaya beranggapan bahwa pemberitaan Injil hanya tugas kaum misionaris dan terkadang sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Penulisan ini menggunakan metode deskritif literatur. Tujuannya supaya lewat penulisan yaitu Pertama, menyadarkan setiap orang percaya betapa pentingnya esensi pemberitaan Injil bagi orang yang belum percaya Yesus. Kedua, orang percaya memiliki metode yang terbaik dalam pemberitaan Injil, sehingga pemberitaan Injil menjadi hal yang menyenangkan. Ketiga, banyak jiwa yang dimenangkan dan siap untuk dimuridkan. 
Konsep Keselamatan di Dalam Yesus: Ketaatan Pada Firman Versus Ketaatan Pada Perbuatan Sutriatmo Sutriatmo
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.164

Abstract

It is often heard that salvation is not properly understood. Many Christians think that when they “believe” in the Lord Jesus, they are Christians, they feel they have been saved. But if you see his life is not in accordance with God’s will (disobedience). There are Christians who still go to witch a shaman. People who already believe in the Lord Jesus should not go to a shaman to seek escapism in their business, to get blessings, to survive or to secure their business, this is not in accordance with the teachings of salvation. in the Lord Jesus. Someone must obey according to the teachings of God's word, love God with all his heart, whole soul, and all mind. Because it is clear that the act is idolatry. How is the concept of salvation based on God's word versus based on actions? This is what needs to be researched, and straightened out, so that God’s people have the correct concept of teaching salvation. The purpose of this research is for Christians to have an understanding of the concept of salvation in the Lord Jesus Christ, and obedience to God's word, rather than just human actions or efforts that are not in accordance with God's word. Meanwhile, in Ephesians 2: 8-9 it says, “For it is by grace you have been saved, through faith—and this is not from yourselves, it is the gift of God not by works, so that no one can boast." Many Christians regard good works as a condition for being saved. But the truth is because of His grace a person can be saved by faith, and not human works or works. As for a person's good deeds are proof that he has faith. True faith must be demonstrated in the works of faith and in the righteousness of the Lord Jesus Christ.  Sering didengar bahwa keselamatan kurang dipahami secara benar. Banyak orang Kristen mengira bahwa ketika “sudah percaya” Tuhan Yesus, sudah beragama Kristen, merasa sudah diselamatkan. Namun kalau dilihat kehidupannya belum sesuai dengan kehendak Allah (tidak taat). Ada orang Kristen yang masih pergi ke dukun. SeseorangyangsudahpercayaTuhanYesusmakatidakdiperkenankankedukunmencari pelarisandalamusahanya, agar berolehberkat,agar selamatatauamanusahanya,halinitidak sesuaidenganpengajarankeselamatandidalamTuhanYesus. Seseorangharus taatsesuaiajaran firmanTuhan,mengasihiTuhandengansegenaphati,segenapjiwa,dansegenapakalbudi.Karena jelas bahwatindakan tersebut adalah penyembahan berhala. Bagaimanakah konsep keselamatan berdasarkan firman Tuhan versus berdasarkan perbuatan ? Hal inilah yang perlu diteliti, dan diluruskan, sehingga umat Tuhan memiliki konsep pengajaran keselamatan yang benar. Tujuan dari penelitian ini adalah agar orang Kristen memiliki pemahaman tentang konsep keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus, dan ketaatan pada firman Tuhan, dibandingkan hanya perbuatan atau usaha manusia yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Sedangkan dalam Efesus 2:8-9 dikatakan bahwa, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Banyak orang Kristen menganggap bahwa perbuatan baik sebagai syarat untuk dapat diselamatkan. Namun yang benar adalah oleh karena kasih karuniaNya seseorang dapat diselamatkan oleh iman, dan bukan usaha atau pekerjaan manusia. Adapun perbuatan-perbuatan baik seseorang adalah sebagai bukti bahwa ia memiliki iman. Iman yang benar harus ditunjukkan dalam perbuatan-perbuatan iman dan dalam kebenaran Tuhan Yesus Kristus.
MODERASI BERAGAMA DI INDONESIA: Kajian Tentang Toleransi Dan Pluralitas Di Indonesia Juli Santoso; Timotius Bakti Sarono; Sutrisno Sutrisno; Bobby Kurnia Putrawan
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.167

Abstract

The reality of progress which is the wealth of the nation has been misinterpreted by religious groups that divide the nation. The reality today is that religion has become a commodity that exploits "bottenless" substandard morality like barbarians who are as violent as early humans. Spiritual leaders should not use the congregation as a commodity for self-popularity and hedonism, on the contrary, church leaders should make God's people truly have an attachment to God and not this world. Religious moderation is to minimize violence against different beliefs. This article aims to offer religious moderation that builds tolerance and plurality in Indonesia. Realitas kemajukan yang merupakan kekayaan bangsa sudah disalahartikan oleh kelompok agamis yang memecah belah bangsa. Realitas saat ini agama menjadi komoditas yang mengeksplotasi moralitas yang “bottenless” dibawah standar bagaikan bar-bar yang beringas seperti manusia purba. Para pemimpin rohani seharusnya tidak memanfaatkan jemaat sebagai komoditas popularitas diri dan hidup hedon sebaliknya pemimpin gereja harus membuat umat Tuhan sungguh-sungguh memiliki kemelekatan dengan Tuhan bukan dunia ini. Moderasi agama adalah meminimalis akan kekerasan terhadap kepercayaan yang berbeda. Artikel ini bertujuan menawarkan moderasi beragama yang membangun toleransi dan pluralitas di Indonesia.
Ketahanan Spiritual dalam Memaknai Peristiwa Erupsi Sinabung di Masyarakat Kuta Gugung Ivonne Sandra Sumual; Andreas Christanto; Ceria Tarigan
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.267

Abstract

The main focus of this research is related to the conditions experienced by the people on the slopes of Mount Sinabung as victims of an eruption that has lasted for 11 years since 2010. The conditions experienced by the community lead to suffering that spreads from various aspects of life, including aspects of spirituality. Departing from this, the researcher wants to explore how the spiritual condition of the Sinabung community in interpreting the suffering for 11 years so that they can survive, how they interpret God's presence in the disaster they are experiencing, and whether they have different perspectives/meanings related to the suffering they experience. They experience. Judging from the conditions of the existing problems, the method used in this research is qualitative through a phenomenological study. Thus, the research will be conducted with a descriptive approach. Direct interviews in the field were conducted to obtain the accuracy of the data in this study.Fokus utama dalam penelitian ini terkait dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat lereng gunung Sinabung, sebagai korban dari erupsi yang telah berlangsung selama 11 tahun sejak tahun 2010. Adapun kondisi yang dialami oleh masyarakat mengarah kepada penderitaan yang tersebar dari berbagai aspek hidup, termasuk kepada aspek spiritualitas. Berangkat dari hal ini, maka peneliti hendak menggali bagaimana kondisi spiritualitas masyarakat Sinabung dalam memaknai penderitaan selama 11 tahun sehingga mampu bertahan, bagaimana mereka memaknai kehadiran Tuhan dalam bencana yang tengah mereka alami, dan apakah mereka memiliki konsep sudut pandang/pemaknaan yang berbeda terkait penderitaan yang mereka alami. Melihat dari kondisi permasalahan yang ada, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif melalui studi fenomenologis. Dengan demikian, penelitian akan dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Wawancara langsung di lapangan, dilakukan untuk memperoleh akurasi data dalam penelitian ini.
Desain Pemuridan sebagai Model Pembinaan Warga Gereja Berkelanjutan bagi Jemaat Purim Marbun
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.259

Abstract

One of the problem for spiritual formation is finding and determining a sustainable coaching model. The church must be have sustainable spiritual formation models for carried out mature spirituality church members. The program of Church Community Development often does not reach the final goal, namely faith maturity which is marked by changing in character, this is due the absence of consistent, planned and measurable model spiritual formation. Starting from this issue, this research seeks and describe ideas about discipleship as a model sustainable spiritual formation for church growth. Discipleship as a model of sustainable church formation is carried out not only in the form of classical teaching but also individually. The research method in this paper is a qualitative study with a literature analysis approach. The final result of this research shows design nurturing by consistent and continuous discipleship is able to achieve measurable spiritual maturity.Salah satu masalah pembinaan jemaat ialah mencari dan menentukan model pembinaan yang dapat dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka mendewasakan kerohanian jemaat. Pembinaan Warga Gereja (PWG) sering tidak mencapai tujuan akhir yakni kedewasaan iman yang ditandai dengan perubahan karakter, hal ini disebabkan belum adanya  model yang konsisten, terencana dan terukur dalam pembinaan warga gereja. Bertitik tolak pada  masalah ini, artikel ini berupaya memberikan paparan dan gagasan tentang pemuridan sebagai model pembinaan iman yang dilakukan secara konsisten dan kontiniu. Pemuridan sebagai model pembinaan warga gereja yang berkelanjutan dilaksanakan bukan hanya dalam bentuk pengajaran klasikal melainkan juga secara individual. Metode penelitian dalam tulisan ini ialah studi kualititatif dengan pendekatan analisis kepustakaan. Hasil akhir dari penelitian ini menemukan disain pembinaan melalui pemuridan yang konsisten dan berkelanjutan untuk  mencapai kedewasaan rohani yang terukur sesuai indikator yang telah ditetapkan.
Pendidikan Kristen dalam Pelayanan Konseling Pranikah di Era Disrupsi Carolina Etnasari Anjaya; Andreas Fernando; Wahju Astjarjo Rini
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.203

Abstract

The era of disruption encourages all humans to adapt to the changes that occur. Christian youth and Christian families are required to be able to withstand these changes by living in the firmness of the Christian faith, according to God's will. Christian education in premarital counseling is very important in this era because through it Christian families will be able to survive in an increasingly uncertain world. This research method is descriptive qualitative, with literature study and observation techniques. The author uses the Bible and various relevant literature. The purpose of this study is to provide a description of how Christian education can form premarital counseling that can guide Christian families in this era. The results of the study conclude that it is necessary to transform premarital counseling from just a church service program to Christian education to provide a new form. Christian education in pre-marital counseling is developed to post-marital counseling, which is carried out continuously throughout life according to the principles of Christian education. The implementation of Christian education in pre-marital counseling is as follows: First, the teaching materials emphasize the development of the personal dimension as a creation that is in the image and likeness of God and the relational dimension, building a relationship that is holy and pleasing to God. Second, the implementation of Christian education in pre-marital counseling includes six stages: First, the preparation of young people to find a life partner. Two, at a time when a future husband and wife decided to start a new family. Three, the young family stage. Four, pre-adolescent and adolescent family stages. Five, the family stage of adulthood, when the children in the family have started to grow up. Six, the stages of old age. Third, forming counselors as guides and guides who fear God, living the truth of God's word so that they can become examples of life.  Era disrupsi mendorong semua manusia untuk beradaptasi dalam perubahan yang terjadi. Orang muda Kristen dan keluarga Kristen dituntut untuk dapat bertahan menghadapi perubahan tersebut dengan tetap hidup dalam kekokohan iman Kristen, sesuai kehendak Allah. Pendidikan Kristen dalam konseling pranikah menjadi sesuatu hal yang sangat penting di era ini karena melaluinya  keluarga Kristen akan mampu bertahan di dalam dunia yang semakin penuh ketidakpastian.  Metode  penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik studi pustaka dan observasi. Penulis mempergunakan Alkitab dan berbagai literatur yang relevan. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi mengenai  bagaimana pendidikan Kristen dapat membentuk konseling pranikah dapat menjadi penuntun keluarga Kristen di era ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlu transformasi konseling pranikah dari sekadar program pelayanan gereja menjadi pendidikan Kristen untuk memberikan bentukan baru. Pendidikan Kristen dalam konseling pranikah dikembangkan sampai pada konseling paska menikah, diselenggarakan secara terus menerus berkesinambungan sepanjang hayat memenuhi prinsip pendidikan Kristen. Implementasi pendidikan Kristen dalam konseling pranikah sebagai berikut: Pertama, materi pengajaran menekankan kepada  pengembangan dimensi personal sebagai ciptaan yang segambar dan serupa Tuhan dan dimensi relasional, membangun hubungan yang kudus dan berkenan bagi Tuhan.  Kedua, Penyelenggaraan  pendidikan Kristen dalam konseling pra nikah  meliputi enam tahap: Satu, persiapan kaum muda mencari pasangan hidup. Dua,  pada masa ketika sepasang calon suami istri memutuskan untuk membina keluarga baru. Tiga, tahap keluarga usia muda. Empat, tahapan keluarga pra remaja dan remaja. Lima, tahapan keluarga masa dewasa, ketika anak-anak dalam keluarga sudah mulai tumbuh dewasa. Enam, tahapan masa tua.  Ketiga, membentuk konselor sebagai  pembimbing dan penuntun yang takut akan Tuhan, menghidupi kebenaran firman Tuhan sehingga mampu menjadi teladan hidup.  
Relasi Ibadah Sejati Berdasarkan Roma 12:1 terhadap Pertumbuhan Rohani Orang Kristen di Era Globalisasi Sonny Herens Umboh; Areyne Christi
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.145

Abstract

Christian worship is the statement of GOD himself in Jesus Christ and the people reaction of HIMself (GOD alone). The problem is that : What is the real meaning of christian worship ? How do the spirituality growth of christian people? How the realization of truly worship based on Rome 12:1 to spiritual growth of christian people In globalization era. Answer : (1) truly worship based on rome 12:1 is : (a) the real offering is the offering that isnt show by offering riches that is only things but by fully surrendering ourself  to GOD and lead by HIS will. (b) The holy present is decree, grant and gift of GOD. (c) Self surrendering of christian people or believer is act that pleasing our GOD. (2) Spiritual growth of christian is the essence by learning religion and become daily life basis. (3) More intense the truly worship of someone live,holy and delight upon GOD so she will gaining in spirituality. Ibadah Kristen adalah pernyataan diri Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya. Persoalan yang muncul adalah: Apa yang dimaksud dengan Ibadah sejati? Bagaimanakah keadaan pertumbuhan kerohanian orang Kristen? Bagaimanakah relasi Ibadah Sejati berdasarkan Roma 12:1 terhadap Pertumbuhan Rohani Orang Kristen di Era Globaliasi?  Jawabnya: (1) Ibadah sejati dalam Roma 12: 1 adalah: (a)  persembahan yang hidup adalah suatu persembahan yang ditunjukkan bukan dengan cara menyerahkan harta benda yang merupakan benda mati melainkan dengan menyerahkan diri kepada Allah untuk sepenuhnya dituntun menurut kehendak-Nya. (b) Persembahan yang kudusan adalah ketetapan, pemberian dan kasih karunia dari Allah. (c) Persembahan tubuh dari orang Kristen atau orang percaya adalah sebuah tindakan menyenangkan Allah.  (2) Pertumbuhan kerohanian orang Kristen merupakan sebuah intisari dari pembelajaran dasar-dasar agamawi dan menjadi dasar-dasar kehidupan yang dilakukan sehari-hari. (3) Semakin ibadah sejati seseorang hidup,  kudus, dan berkenan kepada Allah maka ia semakin bertumbuh dalam kerohaniannya.
Masker: Pendekatan Konseling Pastoral di Era Pandemi Imanuel Teguh Harisantoso
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 4, No 2 (2022): Maret 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v4i2.169

Abstract

In the pandemic era, maskers, face shield and handsanitizer are common in society. These health protocols present difficulties in relating to others, but this study looks at the above in a different way. Research with this library approach and descriptive method helps researchers to see the phenomenon of maskers positively and then construct them in a pastoral counseling perspective. This study looked at maskers that originally presented their own hassles in relating to others; become a barrier in building togetherness, communio with others, especially supported by the government's call to keep distance, stay away from crowds and reduce mobility; into a new approach to practical counseling. Maskers provide comfort, tranquility, and hope for a better life for users and others around them. With a maskers, the counselor can ensure himself to be present, related, and build communion with the counsellor and at the same time convince himself that he is called by God to proclaim salvation. Maskers can enlivening one’s mid  from anxiety by a pandemic; ensure acceptance of others, even if they are indicated infectious diseases; joy and volunteering in performing service duties; enable people to ally oneself and cooperate; strengthen the alliance and continue to lead people to reflect on their actions. Maskers bring new hope and new approach in carrying out pastoral counseling functions.

Page 3 of 4 | Total Record : 40