cover
Contact Name
Studi Budaya Nusantara
Contact Email
jsbn@ub.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jsbn@ub.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Studi Budaya Nusantara
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : 26211068     DOI : -
Jurnal Studi Budaya Nusantara (SBN) adalah media komunikasi ilmiah yang diterbitkan oleh Jurusan Seni dan Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya Malang. Jurnal ini dimaksudkan untuk mewadahi hasil penelitian dan kajian ilmiah di bidang seni dan budaya Nusantara sebagai bentuk sumbangan masyarakat ilmiah bagi pengembangan wawasan seni dan budaya dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Terbit 2 kali setahun (Juni dan Desember).
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2018)" : 6 Documents clear
AKOMODASI DAN KONTESTASI RUANG BUDAYA DI UDARA: KASUS SIARAN BUDAYA DI RRI KENDARI, SULAWESI TENGGARA Benny Baskara
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.308 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.04

Abstract

AbstrakRadio Republik Indonesia (RRI) sebagai stasiun radio milik pemerintah membentuk saluran tersendiri bagi siaran-siaran budaya dari seluruh Indonesia yang ditayangkan dalam Programa 4 RRI. Pembentukan Programa 4 RRI yang mengkhususkan pada siaran-siaran budaya tersebut merupakan suatu bentuk akomodasi pemerintah terhadap keanekaragaman budaya di Indonesia, termasuk di RRI Kendari sebagai perwakilan RRI di Sulawesi Tenggara. Tulisan ini akan memaparkan akomodasi dan kontestasi siaran kebudayaan dari berbagai etnis di Programa 4 RRI Kendari. Programa 4 RRI yang menyiarkan kebudayaan dari berbagai kelompok etnis besar di Sulawesi Tenggara, yaitu etnis Tolaki, Buton, Muna, Moronene, Bugis, Makassar, Bajo, Jawa, Sunda, dan Bali. Namun demikian, ternyata siaran budaya di Programa 4 RRI Kendari tidak hanya sebagai sarana akomodasi dari berbagai etnis di Sulawesi Tenggara, tetapi juga terjadi kontestasi budaya antar etnis di udara dalam program tersebut. Sebelum ditayangkan di Programa 4, siaran budaya ini ditayangkan di Programa 1 RRI Kendari, yang daya jangkau siarannya lebih luas serta fasilitasnya lebih lengkap, termasuk sarana siaran interaktif. Sementara itu, Programa 4 merupakan saluran yang belum lama dibentuk oleh RRI Kendari, sehingga daya jangkau siaran serta fasilitasnya masih terbatas, termasuk belum adanya sarana interaktif. Keterbatasan fasilitas Programa 4 inilah yang menyebabkan masing-masing etnis di Sulawesi Tenggara merasa tidak lagi terakomodasi ruang budayanya dalam siaran-siaran RRI Kendari bila dibandingkan waktu masih disiarkan di Programa 1.AbstractRadio Republik Indonesia (RRI) as state-owned radio station creates a special channel for cultural programs from various ethnic groups in Indonesia in Programme 4. The establishment of Programme 4 as the special channel for cultural programs is a form of accommodation from Indonesian government toward various ethnic groups in Indonesia, including in RRI Kendari as a branch of RRI in Southeast Sulawesi Province. This paper will describe the accommodation and contestation of cultural programs in Programme 4 RRI Kendari. Programme 4 RRI Kendari broadcast cultural programs from main ethnic groups in Southeast Sulawesi: Tolaki, Buton, Muna, Moronene, Bugis, Makassar, Bajo, Java, Sunda, and Bali.However, the cultural programs in Programme 4 RRI Kendari not only serve as a means for accommodation toward various ethnic groups in Southeast Sulawesi, but contestation is also happened among themselves in these cultural programs. Before they are broadcasted in Programme 4, these cultural programs were broadcasted in Programme 1, which has wider range and has more complete facilities, including interactive facility. Meanwhile, as a new channel, Programme 4 do not have wide range of broadcasting capacity as in Programme 1, and its facilities are still limited. The limitation of Programme 4 facilities makes various ethnic groups in Southeast Sulawesi feel no longer accommodated in cultural programs of RRI Kendari as it was broadcasted in Programme 1 before.  
Pendidikan Interkultural di Sekolah Melalui Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sebagai Pembentuk Ruang Nasionalisme Dinamis Scarletina Vidyayani Eka; Fredy Nugroho Setiawan; Muhamad Rozin
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.295 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.03

Abstract

Masyarakat Indonesia terdiri dari individu-individu yang memiliki latar belakang budaya, agama, suku dan bahasa yang beragam. Dengan semakin banyaknya masalah sosial saat ini, perlu adanya sebuah ruang baru bagi masyarakat dimana nilai-nilai harmoni, toleransi, dan kohesi hadir di dalamnya. Pemerintah melalui sekolah berupaya menanamkan nilai-nilai tersebut. Salah satu upaya yangdapatdilakukan oleh sekolah adalah melalui pendidikan interkultural (intercultural education). Coles & Vincent dalam bukunya The Intercultural City Making The Most of Diversity(2006) mengatakan bahwa pendidikan interkultural pada dasarnya adalah pengembangan dari pendidikan multikultural anti-rasisme yang bermuara pada tercapainya dua agenda, yakni masyarakat yang kohesif dan kesetaraan ras. Pendidikan interkultural dapat diintegrasikan ke dalam berbagai aspek kegiatan sekolah, salah satunya adalah pengajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Disini, penulis ingin memetakan sejauh mana konsep pendidikan interkultural hadir melalui materi ajar dengan mengambil studi kasus di SMAN 3 Malang. Untuk menganalisis konsep pembelajaran pendidikan interkultural di SMAN 3 Malang, penulis menelaah materi ajar sastra yang dipakai oleh guru dan proses Kegiatan Belajar Mengajar-nyadi dalam ruang-ruang kelas. Hasil analisis menunjukkan bahwa materi ajar sastra yang dipakai di SMAN 3 Malang sudah berisi muatan pendidikan interkultural dan konsep tersebut sudah teraplikasikan di proses belajar mengajar. Hasil ini sejalan dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia yang digariskan oleh Pemerintah dalam usaha membentuk ruang masyarakat Indonesia yang toleran dan harmonis.
IMAJINASI DALAM RUANG POLITIK NASIONAL Sigit Prawoto
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.03 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.05

Abstract

AbstrakKampanye politik menawarkan banyak kemungkinan untuk menampilkan imaji atas pribadi seseorang. Penyampaian pesan kepada publik secara tersurat maupun simbolis dapat berlangsung pada saat yang bersamaan sehingga menghasilkan wacana-wacana politik yang saling tumpang tindih. Partai-partai politik yang besar menyelenggarakan parade keliling kota yang gaduh dan mencolok sedangkan partai-partai kecil melakukannya dengan lebih sepi, bahkan terkadang mereka tidak melakukan pengumpulan massa. Besarnya jumlah peserta pawai menunjukkan besarnya sebuah partai selain memperlihatkan kemampuan finansial dari partai dan politisi yang menyelenggarakan kegiatan itu. Namun demikian, kampanye yang sama-sama masif mereka lakukan di media massa dan di media sosial. Kampanye melalui Twitter dan Facebook menjadi strategi baru dalam menarik dukungan masyarakat meskipun dalam kenyataannya kampanye politik melalui media sosial ini begitu liar karena akun Twitter dan Facebook partai politik dan para politisi bercampur dengan milik masyarakat kebanyakan. Bebasnya penggunaan kedua media sosial ini memberikan kebebasan pula dalam menampilkan sisi positif dan sisi negatif seorang politisi dan sejumlah cara penampilan itu menjadikan pemilihan umum 2014 memendam banyak kontroversi yang hingga beberapa tahun kemudian masih menjadi bahan perbincangan di dunia maya maupun di dunia nyata.AbstractThe political campaign has so many possibilities to generate an impressive personal image of a politician. The way to communicate a message to the public can be driven directly or using some symbolics peculiarity in a time so that it stimulate some overlying political discourses. The powerful political partis will animate some massif and noisy mass parades in downtown in many different places while the small ones will do it in a calme and small procession and in some cases the do not even organise a single mass parade. The number of people in these carnivals shows the potential power of the partis in the field and in the financial support from the partis and their politicians. In actual tendance the partis politics do the same massif campaign in Medias and social Medias. The mass campaign on facebook and twitter become new approaches in the way to attract the attention of the people even if the campaign in theses socials Medias turn out to be free and wild because the facebook and twitter official’s accounts of the partis politics intermingle to those of the publics. The free of the use of those Medias gives a freedom to promote the positive and negative sides of a politician and the so many ways of presentations makes the general election of 2014 hide many controversies that for some years latter on still become a topic of debate in the real and virtual realm.
ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN BUDAYA MAJAPAHIT (Studi Kasus Di Kampung Majapahit, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto) Isma Farikha Latifatun Nuzulia; Ananda Ilham Mulia; Muhammad Yogi Arifky Zuhri; Dyah Rahayuningtyas
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.923 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.01

Abstract

AbstrakPenelitian ini menganalisis perkembangan industri kreatif yang ada di Desa Bejijong, Kabupaten Mojokerto sebagai suatu kawasan desa wisata. Dalam perkembangannya Desa Bejijong memiliki potensi berupa di kenal dengan desa cor kuningan, penemuan situs-situs bersejarah dan pembangunan Rumah Majapahit oleh pemerintah. Pengembangan industri kreatif sangat dibutuhkan untuk mendukung potensi wisata ini. Selain untuk meningkatkan perekonomian masyarakat juga untuk melestarikan budaya Majapahit. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang menjabarkan menggunakan kata-kata tertulis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawanca dan observasi partisipan terhadap informan yang sesuai kriteria serta dokumentasi. Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah, kalangan akademisi dan masyarakat setempat.AbstractThis research analysis development of the creative industries in the Bejijong Village, Mojokerto Regency as the one of the  tourism village area. In the Bejijong Village has potential as foundry known as Brass Sheet Village, found an archaeological sites and building Majapahit House by the government. Development of creative industries is very needed for support this tourism potential. Be sides to increase economy to societies, it is also to converse Majapahit culture. This research uses qualitative research that discuss with written words. Research design uses interview and participant observant toward the society has the criteria, and also the documentation. The result of this research can give the recommendation for the government, the academician, and the society.  
KAMPUNG KULSERVASI (KULINER DAN KONSERVASI) WANAMERTA, TENGGER: KONSEP PARIWISATA HIJAU Sony Sukmawan; Maulfi Saiful Rizal; Muh. Fatoni Rohman
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.784 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.06

Abstract

AbstrakKekayaan dan keberlimpahan sumber daya alam Tengger sangat menjanjikan harapan, namun masyarakat setempat tidak cukup produktif dan tidak pandai memanfaatkan sumberdaya alam mereka yang melimpah tersebut, salah satunya adalah tanaman terong belanda. Pada awalnya, masyarakat telah memproduksi olahan terong Belanda berupa sirup. Namun, produksi sirup terong belanda ini dalam beberapa tahun telah terhenti. Penyebabnya adalah permasalahan yang ada dalam proses produksi dan pemasaran. Selain itu, semakin kritisnya keberadaan tanaman terong belanda akibat penebangan masal juga mengancam produktivitas usaha yang tengah dirintis masyarakat. Lebih jauh, lingkungan  Tengger juga terancam keseimbangnnya. Artikel ini berfokus kepada pemberdayaan ekonomi produktif masyarakat Dusun Wanamerta, Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan melalui pemanfaatan terong belanda sebagai pangkal pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) masyarakat setempat. Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah  (i) penyuluhan, pelatihan, dan pengawetan sari buah terong belanda, (ii) pelatihan dan aksi pembibitan terong belanda. Melalui langkah-langkah ini diharapkan tumbuh kesadaran berwirausaha mandiri dengan menjadikan potensi sumber daya alam lokal sebagai aset sekaligus bahan baku produksi. Selanjutnya, upaya ini diarahkan untuk  membangun sebuah sajian wisata kuliner yang bertumpu kepada kakayaan lokal sekaligus konservatif terhadap alam.AbstractThe wealth and abundance of Tengger's natural resources is very promising, but the local community is not productive enough and not good at utilizing their abundant natural resources, one of which is the tamarillo (terong belanda). In the beginning, the community had produced processed tamarillo in the form of syrup. However, the production of the tamarillo syrup has stopped in a few years. The reason is the problems that exist in the production and marketing process. In addition, the more critical existence of tamarillo plant due to mass logging also threatens the business productivity that is being pioneered by the community. Furthermore, the Tengger environment is also threatened by its balance. This article focuses on the productive economic empowerment of the Wanamerta Village community, Tosari Village, Tosari District, Pasuruan Regency through the use of Dutch eggplant as a base for developing small and medium enterprises (SMEs) in the local community. The steps taken are (i) counseling, training, and preservation of Dutch eggplant juice, (ii) Dutch eggplant training and nursery action. Through these steps it is expected to grow awareness of independent entrepreneurship by making the potential of local natural resources as assets as well as raw materials for production. Furthermore, this effort is directed at building a culinary tourism dish that relies on local culture as well as being conservative towards nature.
RUANG BERUBAH BERSAMA-SAMA: ANTROPOLOGI DALAM TRANSFORMASI SOSIAL BUDAYA PAPUA I Ngurah Suryawan
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.351 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.02.02

Abstract

AbstrakThe biggest challenge of anthropology, especially in frontier areas (front lines) like in Papua, is to place it in the context of the vortex of the meaning of socio-cultural transformation experienced by humans themselves. Anthropology, thus becoming a "weapon" in the face of the inevitable social and cultural changes. This article reflects the power of ethnography in the long span of the journey of reproducing Papuan cultural knowledge. This study argues that ethnographic reproduction produced with a colonialistic perspective will lack power and language in describing the complexity and transformation of culture in the Land of Papua. The reality of the Papuan people is high mobility, interconnected with other cultural ethnicities with cultural diversity, and their relationship with the power of global investment. It was during these meeting moments that the Papuan people had the opportunity to think about their renewal of identity and culture.AbstractThe biggest challenge of anthropology, especially in frontier areas (front lines) like in Papua, is to place it in the context of the vortex of the meaning of socio-cultural transformation experienced by humans themselves. Anthropology, thus becoming a "weapon" in the face of the inevitable social and cultural changes. This article reflects the power of ethnography in the long span of the journey of reproducing Papuan cultural knowledge. This study argues that ethnographic reproduction produced with a colonialistic perspective will lack power and language in describing the complexity and transformation of culture in the Land of Papua. The reality of the Papuan people is high mobility, interconnected with other cultural ethnicities with cultural diversity, and their relationship with the power of global investment. It was during these meeting moments that the Papuan people had the opportunity to think about their renewal of identity and culture.

Page 1 of 1 | Total Record : 6