cover
Contact Name
Yohanes Hendro Pranyoto
Contact Email
yohaneshenz@stkyakobus.ac.id
Phone
+6281295111706
Journal Mail Official
jumpa@stkyakobus.ac.id.
Editorial Address
Jl. Missi 2, Mandala, Merauke, Papua, Indonesia, 99616
Location
Kab. merauke,
P a p u a
INDONESIA
JUMPA (Jurnal Masalah Pastoral)
ISSN : 23553294     EISSN : 26150751     DOI : 10.60011
Jurnal Masalah Pastoral atau disingkat JUMPA adalah jurnal yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Katolik Santo Yakobus Merauke secara berkala pada bulan April dan Oktober setiap tahunnya. Jurnal ini membahas persoalan pastoral Gereja meliputi masalah: Pendidikan, Katekese, Teologi, Fenomenologi Agama, Liturgi, dan permasalahan umat lainnya.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 144 Documents
Ritual “YAMU": Sebuah Proses Dekonstruksi Dan Rekonstruksi Dalam Kehidupan Marind-Anim Xaverius Wonmut
Jurnal Masalah Pastoral Vol 1 No 1 (2012): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v1i1.2

Abstract

Penelitian dengan judul “Ritual Kematian Marind anim di Kuper, distrik Semangga – Kabupaten Merauke”, berlangsung dari bulan Februari hingga awal bulan Mei 2005. Ritual ini terdiri dari tiga bagian dan salah satunya sempat dilaksanakan saat saya berada di lokasi penelitian adalah Yamu. Ritual Yamu dilaksanakan pada tanggal, 18 Maret 2005 dalam hubungan dengan kematian almarhuma nenek Gema Samkakai, menantu kepala kampong Kuper.Data-data berhubungan dengan prosesi ritual maupun unsur-unsur simbolik ritual ini saya peroleh melalui pengamatan langsung dan dengan cara mewawancarai para informan baik took adat, pelaku ritual serta instansi dari mana informasi pendukung lainnya dapat saya peroleh.Analisis atas aktivitas simbolik ritual Yamu ini menggunakan kerangka teori simbolik menurut Van Gennep dan Victor Turner disamping pikiran beberapa ahli lainnya. Aktivitas ritual tersebut memperlihatkan adanya suatu proses pengolahan batin bagi para pelaku ritual dalam hal ini kerabat almarhuma Gema. Proses tersebut dikemas dalam berbagai aktivitas ritual dan media simbolik yang digunakan sejak diadakannya ritual pemakaman hingga ritual Yamu. Selain itu makna simbolik ritual ini memiliki kaitannya dengan beberapa aspek penting dalam kehidupan Marind anim Kuper saat ini yakni, aspek sosiologis, religious, politis, ekonomis dan ekologis.Secara keseluruhan aktivitas Yamu bertujuan menormalisasi kondisi Marind anim Kuper (khusunya kerabat almarhuma, para arwa kaum kerabat) yang labil akibat peristiwa kematian, mempererat relasi sosial yang ada, mempersatukan paham-paham yang berbeda dengan cara mendeskontruksikan kondisi kehidupan yang ada sekaligus merekontruksikannya kembali baru (proses refleksi formatif). Dalam kondisi kehidupan yang baru ini aktivitas hidup harian dapat berjalan normal dan harmonis tanpa adanya perasaan tertekan, cemas dan sedih, saling mencurigai.Menurut Turner, tahapan dalam ritual peralihan mengindikasikan adanya proses dialektik yakni dari masyarakat (struktur) yang dilandasi oleh semangat hidup, pengetahuan dan nilai-nilai moral yang baru. Masyarakat adalah proses atau dinamika yang terus berkembang ketahap yang lebih tinggi atau bermutu.
Inkulturasi dalam Ibadah Suatu Tinjauan Pastoral Teologis Aloysius Batmyanik
Jurnal Masalah Pastoral Vol 1 No 1 (2012): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v1i1.4

Abstract

Dalam kenyataan hidup orang kristen pada umumnya dan katolik pada khususnya terdapat aneka bentuk pelayanan. Pelayanan yang lebih dikenal dengan istilah: pastoral (Indonesia) dari pastoralia (Latin) dan ministry(Ingris) dipergunakan dalam beberapa pengertian yang menunjukan karasteristik dari pelayanan itu sendiri, kendati mempunyai kesamaan dalam esensi dasarnya. Berikut ini, deskripsi tentang beberapa istilah yang dipakai sehubungan dengan pastoral. Pastoral Teologi adalah cabang dari teologi kristiani yang berhubungan dengan tugas dan fungsi dari pastor (gembala). Disebut teologi karena membahas tentang konsekwensi-konsekwensi dari penyingkapan diri Allah di dalam sejarah dan disebut pastoral karena berhubungan dengan konsekwensi-konsekwensi teologis itu sebagai bagian dari peran, tugas, kewajiban dan pekerjaan dari pastoral/kegembalaan.Akan tetapi dalam kaitan dengan pengertian tersebut di atas, pastoral teologi adalah suatu bentuk khusus dari teologi praktis karena berfokus kepada pelayanan praktis, dengan perhatian kepada pengertian sistimatis tentang tugas dan fungsi pastoral/pelayanan.1 Pastoral teologi adalah suatu bentuk sistematis teologi, karena mengusahakan suatu sitematis, refleksi yang konsisten atas tugas dan hak-hak dari pelayanan dan yang merupakan bagian integral dalam hubungan dengan tugas-tugas pelayanan. Kata Seward Hiltner: ”Teologi Pastoral merupakan cabang teologi yang berfokus pada opersional/kegiatan pastoral yang dilakukan pendeta dan Gereja”, oleh karena itu Karl Rahner mendefinisikannya sebagai ”ilmu pengetahuan yang unik dan mandiri, yang mempunyai perspektif khas, yakni ”orientasinya ke arah komitmen, misalnya komitmen Gereja untuk mengaktualisasikan diri di dalam dunia ini, melalui kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindkan konkrit yang disebut pastoral.2 Dengan mengambil bentuk yang sedemikian khusus/unik, pastoral teologi dapat dibedakan dari exegese, sejarah dan teologi sistematis, etika, liturgi dan psikologi agama.
Penyesuaian dan Inkulturasi Liturgi Bernardus Boli Ujan
Jurnal Masalah Pastoral Vol 1 No 1 (2012): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v1i1.5

Abstract

Ada banyak istilah yang dipakai untuk penyesuaian liturgi antara lain akomodasi, adaptasi, akulturasi, inkulturasi, interkulturasi, kontekstualisasi, pemribumian atau indigenisasi (Indonesianisasi).1 Dalam hubungan dengan ini kita mendengar juga istilah liturgi kreatif,2 liturgi inovatif, liturgi kontemporer kalau liturgi itu hendak disesuaikan dengan daya kreasi dan inovasi kelompok tertentu terutama orang-orang muda yang hidup pada zaman ini. Kebanyakan istilah ini sebenarnya dipakai oleh para peneliti di bidang antropologi, sosiologi dengan arti khusus. Namun kemudian istilah-istilah ini dipakai juga dalam bidang teologi, missiologi serta liturgi.3 Dalam bidang liturgi, pelbagai istilah ini dipakai untuk mengungkapkan kenyataan yang kurang lebih sama tetapi dengan aspek penekanan yang khas baik menyangkut isi atau bentuk serta titik tolak dan tujuan dari proses penyesuaian liturgi itu sendiri. Yang dimaksudkan dengan akomodasi dalam bidang liturgi ialah penyesuaian dalam tahap yang sederhana dan belum berkaitan langsung dengan budaya peraya setempat.4 Berdasarkan akomodasi itu dapat dipilih kemungkinan yang telah disiapkan dalam buku-buku liturgi (seperti doa-doa atau bacaan-bacaan) agar sesuai dengan kelompok umat dan tingkat perayaan liturgis. Sering tahap penyesuaian akomodasi ini dipandang kurang berarti bahkan dicap “hanya lahiriah” atau “hanya di permukaan saja”. Padahal sebagai salah satu tahap dari keseluruhan proses penyesuaian, akomodasi liturgi sebenarnya mempunyai arti penting.
Penerimaan Komuni Pertama Pada Anak Usia 7 Tahun: Suatu Kajian Teoritis Dan Empiris Berdasarkan Dokumen Quam Singulari Jantje Rasuh
Jurnal Masalah Pastoral Vol 1 No 1 (2012): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v1i1.6

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah anak berusia 7 tahun sudah bisa menerima komuni pertama menurut dokumen Quam Singulari. Penelitian dilakukan di sekolah dasar Xaverius II Merauke dan SD Mikael Merauke. Subjek peneitian berjumlah 44 orang anak kelas 1 SD Xaverius II Merauke dan 52 anak kelas 1 SD Mikael Merauke. Hasil penelitian menunjukkan t = 4,785 pada dk = 0,005 untuk SD Saverius II, dan t = 2,89 pada dk 0,005. Itu berarti anak-anak dari kedua sekolah tersebut sudah mencapai usia akal budi menurut Quam Singulari. Setelah itu penelitian ini dilanjutkan dengan uji perbedaan antara kemampuan subjek kelas 1 SD Xaverius II dengan kelas 1 SD Mikael dalam menjawab Quesioner yang diberikan. Dimana subjek dari SD Xaverius II mendapatkan pengajaran materi persiapan komuni pertama dan subjek dari SD Mikael tidak diberikan materi tersebut. Hasil uji t menunjukkan t = 2,189 pada dk = 0,005. Itu berarti terdapat perbedaan antara subjek yang menerima materi persiapan dan tidak. Perbedaannya terletak pada kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan moralitas. Untuk mendapatkan penelitian yang holistik penelitan ini dilanjutkan dengan survey pendapat orang tua dan para imam tentang batas usia komuni pertama. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan angket pada orang tua yang tinggal di Keuskupan Agung Merauke berjumlah 45 responden, sedangkan para imam berjumlah 9 orang diwawancarai melalui telpon. Para imam berdomisili di beberapa keuskupan di Indonesia dan memiliki latar belakang pendidikan dari seminari tinggi yang berbeda. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa para orang tua dan imam tidak menyetujui anak berusia 7 tahun menerima komuni pertama karena belum mampu menangkap makna sakramen. Semoga penelitian ini menjadi bahan acuan dalam menentukan batas usia atau kriteria seseorang sudah bisa menerima komuni pertama.
Persepsi Generasi Muda Katolik Terhadap Katekis dan Guru Agama Katolik Jantje Rasuh
Jurnal Masalah Pastoral Vol 1 No 1 (2012): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v1i1.7

Abstract

Generasi muda merupakan tulang punggung Gereja, bangsa dan negara. Eksisnya Gereja akan ditentukan oleh generasi mudanya. Begitu juga dengan pelayanan pastoral Gereja Katolik yang membutuhkan orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis. Guru agama Katolik berperan penting dalam pewartaan iman Katolik melalui kesaksian hidup, pendidikan dan pengajaran. Kurangnya orang muda untuk menjadi guru agama dan katekis menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi orang muda Katolik terhadap guru agama dan katekis. Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas Yoanes XXIII Merauke dan SMA Yos Sudarso Merauke. Responden berjumlah 214 orang kelas X sampai XII, terdiri dari 145 siswa SMA Yoanes XXIII dan 69 siswa SMA Yos Sudarso. Pengambilan data dengan metode angket, yaitu angket persepsi terhadap guru agama Katolik dengan nilai reliabilitas Internal Consistency Alfa Cronbach ri = 0,429, dan angket katekis dengan nilai ri = 0,528. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Hasil perhitungan menunjukkan subjek umumnya berada pada kategori rata-rata untuk hasil pengukuran angket katekis dan guru agama. Hal ini berarti sebagian besar responden kurang berminat menjadi guru agama dan katekis. Namun ada cukup banyak responden yang berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi, yaitu 63 orang pada angket guru agama dan 60 orang pada angket katekis. Hal ini mengindikasikan mereka memiliki kecendrungan untuk berminat menjadi guru agama dan katekis. Dari hasil penelitian ini perlu adanya pembinaan pada generasi muda dengan perencanaan strategis agar tersedianya kader untuk berkarya di Gereja dan pemerintahan.
Orang Muda Katolik: Antara Moralitas Seksual Dan Trend Pergaulan Bebas Rosmayasinta Makasau
Jurnal Masalah Pastoral Vol 2 No 1 (2013): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v2i1.8

Abstract

This study is aimed to gain the Catholic Youth understanding and the implementation of the Christian Sexual morality. The total sample was 24 the Catholic Youth which studied in STK St. Yakobus Merauke at fourth semester. The research method used was descriptive method by using questionaire as the instrument of the research. The result of the research was generally the respondents understood the moral value in Christian Sexuality, in fact they still couldn’t apply in their daily life especially how to reflect it in their attitude toward making date.
Telaah Singkat Tentang Pendidikan Kristen Menurut Pernyataan Gravissimum Educationis Rikardus Kristian Sarang
Jurnal Masalah Pastoral Vol 2 No 1 (2013): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v2i1.9

Abstract

This article provided short explanation about Christian Education which included on the Konsili Vatikan II document, Greavisimmum Educationis. This document underlined some point of view about the Church position in the relationship with education world. Church giving full and intensively supported in order to make the education touched by all elements of society with its rights. In this document, not only giving chance to society to take education as wide as possible, but also proposed the teacher and educator people to dedicate their ability wholy to improve children’s achievement. The Church greatly paid attention toward the youth’s education, because they are the churchmen of tomorrow. Through the holy Consili, Catholic Church wanted to stress out the increasing of human resources which started from the perfect education process by keep holding humans right. Eduction must become the main menu in spiritual life, in order to raise up the properous and happyness for all society
Analisis Tentang Salah Satu Gelar Agung Maria Sebagai Ratu Dari Segala Hati: (Analysis of the Mary’s title as Queen of All Hearts) Aloysius Batmyanik
Jurnal Masalah Pastoral Vol 2 No 1 (2013): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v2i1.10

Abstract

This article analyzed about the greatest title of Mary based on Anthony M. Buono‘s book which title “The Greatest Marian Title ”. This book contain 24 titles of Mary, but this article focused only on the last title of Mary that is “Mary as Queen of All Hearts”. This article provided several elements related to Mary’s title, as follow: 1) The Culmination, 2) Christ the King of All Hearts, 3) Mary the Queen of All Hearts, 4) Meaning Of the Title, 5) Applications to Us, 6) Prayer to Mary, Queen of All Hearts, and 7) Some Points of Pastoral Implication.
Dan Bersama Rohmu: (Suatu Eksegese dan Katekese Liturgi) Alfons No Embu
Jurnal Masalah Pastoral Vol 2 No 1 (2013): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v2i1.11

Abstract

TPE has been renewed and changed. One of the reason is the change of the instruction of liturgy text translation from its original Latin Misal text. Comme Le Prevoit (1969) favored sense translation. And Liturgiam Authenticam (2001) instead changed for literal translation. For the example that will be explained in this writing is the changed of Greeting translation, notably the people’s answer. The former translation is “Dan sertamu juga”, based on Insctruction Comme le Prevoit. The new translation is “Dan bersama rohmu”, based on the principal instruction of Liturgiam Authenticam. We need to explain the reason of the renewal translation, the biblical context and the interpretation of the text.
Sahkah Perkawinan Yang Diteguhkan Oleh Seorang Pendeta Protestan Donatus Wea
Jurnal Masalah Pastoral Vol 2 No 1 (2013): Jurnal Masalah Pastoral (JUMPA)
Publisher : STK St. Yakobus Merauke

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60011/jumpa.v2i1.12

Abstract

Kecenderungan untuk tidak mengikuti dan menerapkan sebagaimana mestinya setiap regulasi tentang perkawinan yang justru menjadi pedoman dan acuan demi validitas perkawinan itu, yang selanjutnya terarah dan bermuara pada bonum comune sebuah komunitas keluarga, semakin menggejala. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyak alasan, misalnya karena kurangnya pemahaman yang tepat dari masing-masing pihak terhadap setiap produk aturan perkawinan, atau dengan tahu dan mau melanggarnya, lantaran tidak ada lagi jalan alternatif yang dapat dipilih untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Salah satu bentuk pelanggaran, yang tidak lagi disebut kasuistik, adalah peneguhan perkawinan oleh pendeta di gereja protestan, khususnya perkawinan campur beda Gereja. Seluhur dan sewajar apapun alasan yang dikemukakan oleh pasangan, bahkan sekalipun dalam situasi darurat bahaya mati, tidak dapat membuat sah perkawinan yang diteguhkan itu, jika tidak mendapat dispensasi dari otoritas gerejawi yang berwenang, sebagaimana diatur dalam norma kan. 1078–1080 (dalam situasi normal adalah wewenang uskup diosesan, dan dalam situasi luar biasa dapat diberikan oleh pastor paroki, para imam dan diakon yang mendapat delegasi dan bapak pengakuan). Bentuk peneguhan perkawinan yang iregulir ini (karena cacat forma) bertentangan dengan ketentuan normatif yang diatur dalam kan. 1108, yang menetapkan bahwa perkawinan dikatakan valid jika diteguhkan di hadapan petugas resmi Gereja dan dua orang saksi. Di luar dari ketentuan forma canonica (dalam arti menggunakan forma yang lain), yang didukung dengan tidak adanya dispensasi, perkawinan yang telah diteguhkan itu menjadi tidak sah sejak awal. Menghadapi fakta invaliditas perkawinan para anggotanya, Gereja tidak tinggal diam. Solusi yuridis, yang membantu pasangan untuk kembali ke rel aturan yang sebenarnya, diberikan oleh Gereja yakni pengesahan perkawinan dengan penyembuhan pada akar (sanatio in radice). Hal ini didasari oleh jiwa dari setiap produk hukum yang diterapkan dalam Gereja yakni kasih yang diejawantahkan dalam tujuan setiap produk hukum Gereja yakni keselamatann jiwa-jiwa.

Page 1 of 15 | Total Record : 144