cover
Contact Name
Nurindah
Contact Email
buletintas@gmail.com
Phone
+628123101407
Journal Mail Official
buletintas@gmail.com
Editorial Address
Balittas Jl. Raya Karangploso KM-4 Malang Indonesia
Location
Kab. malang,
Jawa timur
INDONESIA
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri
ISSN : 20856717     EISSN : 24068853     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri merupakan jurnal ilmiah nasional yang dikelola oleh Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan untuk menerbitkan hasil penelitian dan pengembangan, serta tinjauan (review) tanaman pemanis, serat buah, serat batang/daun, tembakau, dan minyak industri, dengan bidang ilmu pemuliaan tanaman, plasma nutfah, perbenihan, ekofisiologi tanaman, entomologi, fitopatologi, teknologi pengolahan hasil, mekanisasi, dan sosial ekonomi. Buletin ini membuka kesempatan kepada para peneliti, pengajar perguruan tinggi, dan praktisi untuk mempublikasikan hasil penelitian dan reviewnya. Makalah harus dipersiapkan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan penulisan yang disajikan pada setiap nomor penerbitan atau di http://balittas.litbang.pertanian.go.id. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober, satu volume terdiri atas 2 nomor.
Articles 131 Documents
Analisa Usaha Tani Budi Daya Tebu Intensif: Studi Kasus di Kabupaten Purbalingga Syakir, M.; Deciyanto, S.; Damanik, S.
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 5, No 2 (2013): Oktober 2013
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bultas.v5n2.2013.51-57

Abstract

Peningkatan produktivitas tebu akan berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan petani dan juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi petani dalam berusaha usaha tani tebu. Studi kasus di lahan tebu tegalan di Desa Lambur, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga bertujuan mengetahui pengaruh budi daya intensif, semi-intensif, dan non-intensif terhadap nilai usaha tani tebu. Hasil studi menunjukkan bahwa budi daya tebu intensif melalui penggunaan pupuk organik lima ton per ha, pengairan yang memadai dan sistem tanam overlapping, dan klenthekan yang memadai, mampu menghasilkan produktivitas tebu varietas Bululawang rerata 150 ton tebu per ha, rendemen 7,16% dan pendapatan bersih petani sebesar Rp32,38 juta per ha. Perlakuan budi daya semi-intensif (budi daya intensif tanpa pupuk organik) mampu meng-hasilkan 100 ton tebu per ha, rendemen yang sama dan menghasilkan pendapatan bersih Rp16,45 juta. Sedangkan areal tebu dengan budi daya non intensif (tanpa pupuk organik, tanpa pengairan dan sistem tanam end to end) pada rendemen yang sama hanya mampu menghasilkan produktivitas 45–75 ton per ha. Perla-kuan terakhir ini juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik yang memadai tanpa pupuk organik tidak menghasilkan produktivitas yang optimum. Pada tingkat produktivitas tebu 45 ton per ha, petani akan mengalami kerugian sebesar Rp2,78 juta per ha. B/C ratio untuk usaha tani intensif, semi-intensif, non-intensif dengan bantuan program ekstensifikasi dan non-intensif perlakuan petani umumnya, masing-masing berturut 1,68; 1,44; 1,25; dan 0,89. Untuk mensuplai pupuk organik pada pertanaman tebu disarankan kelompok petani tebu yang lokasinya jauh dari pabrik gula (PG) dapat mengembangkan model pengem-bangan tebu ternak, agar pupuk organik dapat selalu tersedia di dekat areal pengembangan. Sedangkan kelompok tani tebu di sekitar PG, diharapkan membangun kerja sama dengan PG untuk dapat memanfaatkan blothong sisa penggilingan sebagai bahan baku pupuk organik. Increasing productivity of sugar cane would give a direct impact on increasing farmer income, as well as farmer motivation. Case study in dry land sugar cane plantation at Lambur Village, Mrebet District of Pur-balingga Region was aimed to show the effect of intensive, semi-intensive, and non-intensive cultivation to economic value of sugar cane. Result of this study showed that intensive planting cane cultivation of sugar cane by applicating cow manure 5 ton per ha, sufficient irrigation, with overlapping planting system, and old leaves detrashing, as well as implemented extensification aid program, was achieving approximately 150 tons productivity of Bululawang sugar cane variety, with rendement level of 7.16%. This was giving farmer income Rp32.38 million per ha. While semi-intensive cultivation of sugarcane (without cow manure) was yielding 100 ton sugar cane, by the same level of rendement and was giving Rp16.45 million per ha. How-ever, non-intensive sugar cane (without irrigation, without cow manure, end to end planting system) only achieved 45–75 ton sugar cane per ha. The last implementation also showed that the use of an-organic fer-tilizer without organic ferlizer was not an optimal productivity of dry land sugarcane at this area. Besides, the 45 ton yield of sugar cane would cause detriment of Rp2.78 million per ha. B/C ratio of intensive, semi inten-sive, non-intensive1, and non-intensive2 cultivations, were 1,68; 1,44; 1,25; and 0,89 respectively. To imple-ment the use of organic fertilizer on farmer’s fields are suggested for group of farmers, where their planta-tion is closed from sugar manufacture, to have cooperation and collaboration in using organic waste material as blothong of the manufacture for fertilizing their farms. Meanwhile for those that are far from the sugar manufacture, are suggested to rear cow and using the cow manure for fertilize their plantation.
Konservasi Musuh Alami Mendukung Budi Daya Tanaman Kapas Tanpa Penyemprotan Insektisida Nurindah, .
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 6, No 2 (2014): Oktober 2014
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.444 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v6n2.2014.99-107

Abstract

Pengendalian serangga hama pada pertanaman kapas pada umumnya masih menggunakan insektisida kimia sintesis, walaupun sistem PHT telah dikenal dan diterapkan. Pengelolaan hama yang berdasarkan pemaham-an agroekologi dengan memperhatikan musuh alami sebagai faktor mortalitas biotik serangga hama yang efektif menghasilkan pengendalian hama tanpa penyemprotan insektisida. Pengelolaan hama dalam sistem budi daya kapas tanpa penyemprotan insektisida tersebut meliputi penggunaan varietas kapas yang mempu-nyai ketahanan penuh atau moderat terhadap wereng kapas, konservasi musuh alami melalui perlakuan benih dengan imidakloprit sebelum tanam atau penyediaan pakan musuh alami dengan penyemprotan molases (te-tes) tebu, dan penerapan ambang kendali dengan mempertimbangkan keberadaan predator. Penerapan sis-tem budi daya kapas tanpa penyemprotan insektisida menyebabkan budi daya kapas lebih efisien dan ramah lingkungan, sehingga dapat berdampak pada minat petani untuk berusaha tani kapas. Although IPM concept has been recognized and applied in cotton fields, the use of synthetic chemical insec-ticides are still widespread in many places across the country. One of the reasons is because the role of na-tural enemies to control the pests is not yet well understood. Pest management based on understanding of natural enemies of pests as an effective biotic mortality factor is important and will result in cotton pest con-trol without insecticide sprays. The strategy for pest management without insecticide sprays consists of the use of resistant or moderately resistant cotton varieties, conservation of natural enemies through seed treat-ment or artificial food spray with molasses, and the application of action threshold that consider the preda-tor’s presence. Cotton cultivation system without insecticide spray will cause more efficient and environ-mentally friendly cultivation that provides a positive impact on the farmers eager to grow cotton.
Skrining Klon Tebu Potensial Rendemen Tinggi Terhadap Salinitas Anggraeni, Tantri Dyah Ayu; Heliyanto, Bambang
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 1 (2018): April 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (586.186 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v10n1.2018.1-9

Abstract

Pengembangan tebu saat ini terdorong ke lahan-lahan marjinal, salah satunya lahan dengan cekaman salinitas. Penanaman tebu pada lahan salinitas dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan kehilangan hasil sampai 37%.  Penelitian ini bertujuan untuk melakukan skrining  klon tebu rendemen tinggi terhadap cekaman garam (salinitas). Penelitian menguji 58 klon tebu rendemen tinggi hasil seleksi dari persilangan seri D tahun 2004-2006 beserta empat varietas pembanding terhadap perlakuan cekaman salinitas dengan 3 konsentrasi NaCl, 1) kontrol/ EC ± 0,1 dS/m), 2) EC ± 2 dS/m dan 3) EC > 4 dS/m). Hasil analisis varian menunjukkan adanya perbedaan respon klon tebu pada semua parameter pertumbuhan yang diamati terhadap salinitas pada cekaman dengan nilai EC diatas 4 dS/m). Dibandingkan kontrol, rata-rata panjang akar dari semua klon mengalami penurunan sebesar 3,41 %, rata-rata berat kering akar menurun sebesar 8,05 % dan tajuk mengalami penurunan sebesar 9,46%. Sedangkan pertumbuhan diameter batang serta berat kering tajuk tidak mengalami perubahan yang signifikan. Berdasarkan kajian indeks toleransi akar dan tajuk secara bersama-sama, delapan klon tergolong toleran, yaitu  PS.06.195, PS.04.259, PS.05.311, PS.06.188, PS.04.165, PS.05.258, PS.05.455, PS.06.334 dan PS.04.162.  Klon-klon ini dapat diuji lebih lanjut untuk dapat diusulkan sebagai klon toleran salinitas atau sebagai sumber introgresi gen toleran salinitas untuk varietas rendemen tinggi.Screening of Potential Sugarcane Clones to  Salinity  Sugarcane development is currently being pushed to marginal areas, one of it is soil with salinity stress. Salinity stress could limit sugarcane growth and cause yield loss until 37 %. This study aimed to screen sugarcane clone subjected to salinity stress. The research evaluated fifty eight sugarcane clones with high yield, derived from serie D hybridization, along with  four control  varieties to salinity stress with 3 NaCl concentrations : 1) control / EC ± 0,1 dS/m, 2) EC ± 2 dS/m and 3) EC > 4 dS/m. Analysis of varienced resulted difference responses of sugarcane clones on all growth parameters observed in EC > 4 dS/m. Comparison with control/EC ± 0,1 dS/m, root length average derived from all tested clones significantly decreased 3,4 %, root dry weight decreased 8,05 %, and shoot length decreased 9,46 %. Whereas stem diameter and shoot dry weight did not has significant changes. Based on tolerance indeks of  root and shoot parameters, eight clones  had salinity tolerance i.e  PS.06.195,  PS.04.259, PS.05.311, PS.06.188, PS.04.165, PS.05.258, PS.05.455, PS.06.334 and PS.04.162.   These  clones could be tested and proposed as sugarcane clones that  tolerant to salinity or become genetic resources for introgression salinity tolerance gene to high yielding variety.  
Pengolahan Daun Tembakau dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Tirtosastro, Samsuri; Murdiyati, A.S.
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 3, No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.667 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v3n2.2011.80-88

Abstract

Tembakau merupakan bahan baku utama industri hasil tembakau seperti rokok keretek, cerutu, tembakau iris, dan lain-lain. Sebelum digunakan, daun tembakau harus melalui proses pengolahan. Pengolahan tembakau pada dasarnya merupakan kegiatan pengeringan, dengan penerapan suhu bertahap atau disebut proses kiu-ring (curing). Dalam proses pengolahan tembakau diperlukan energi, yang selama ini berasal dari panas ma-tahari, udara panas buatan hasil pembakaran kayu, minyak tanah, batu bara, LPG (liquefied petroleum gas), atau limbah pertanian. Penggunaan bahan bakar ini menyebabkan polusi udara, sehingga mencemari ling-kungan dan meracuni pekerja. Tembakau sendiri mengandung bahan berbahaya seperti, debu tembakau, ni-kotin, residu pestisida, TSNA (tobacco spesific nitrosamine), B-a-P (benzo-a-pyrene), dan lain-lain. Petunjuk pengendalian bahan berbahaya dan dampak lingkungan tersebut, selama ini sudah tersedia secara lengkap yang ditetapkan oleh organisasi tembakau dunia Coresta dan diimplementasikan oleh perusahaan-perusaha-an mitra petani. Petani yang sistem produksinya dalam bentuk kemitraan dengan perusahaan-perusahaan tembakau, telah melakukan pengendalian dengan baik. Dampak negatif penggunaan bahan bakar dapat di-tekan dengan sistem pemanasan tidak langsung (flue-curing), sedangkan penggunaan batu bara dilakukan dengan tungku pembakaran gasifikasi. Implementasi selanjutnya, selain diperlukan sistem inspeksi sesuai ketentuan juga perlu didorong terbentuknya kemitraan antara perusahaan tembakau dan petani. Tobacco leaf is the main raw material of tobacco industries such as cigarette, cigar, slices tobacco, etc. Be-fore being used, tobacco leaves have to go through processing. Tobacco processing is basically a drying acti-vity, with the application of temperature or a gradual process called curing. In the processing of tobacco ener-gy needed, which is derived from the hot sun, hot air made by the burning wood, kerosene, coal, LPG (li-quefied petroleum gas), or agricultural waste. The use of these fuels causes air pollution, thus contaminating the environment and poisoning workers. Tobacco itself contain hazardous materials such as tobacco dust, ni-cotine, pesticide residue, TSNA (tobacco specific nitrosamines), B-a-P (benzo-a-pyrene) and others. In-structions on control of hazardous materials and environmental impact, as long as it is available completely de-termined by the organization of the world tobacco Coresta and implemented by partner company of farmers. Farmer production systems in the form of partnership with tobacco companies, has done well control. The ne-gative impact of fuel use could be reduced by an indirect heating system (flue-curing), while the use of coal gasification is done by burning stove. Subsequent implementation, in addition to the required inspection sys-tem according to the provisions, should also be encouraged such as partnerships between tobacco companies and farmers.
Kesesuaian Galur-Galur Harapan Kapas Berdaun Okra dalam Sistem Tumpang Sari Dengan Kedelai Prima Diarini Riajaya; Fitriningdyah Tri Kadarwati
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 6, No 1 (2014): April 2014
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (559.045 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v6n1.2014.11-22

Abstract

Galur-galur kapas berdaun okra atau menjari berpotensiuntuk ditanam pada tata tanam rapat dalam sistem tumpangsari dengan palawija karena bentuk daun yang menjari dapat meneruskan intersepsi cahaya ke ca-bang bagian bawah, namun kesesuaiannya perlu diteliti. Penelitian lapang dilakukan di Kebun Percobaan Ka-rangploso, Malang mulai AprilsampaiSeptember 2011 bertujuan untuk mendapatkan galur-galur kapas ber-daun okra yang sesuai pada sistem tumpang sari dengan kedelai. Bahan tanaman yang digunakan adalah 4 galur harapan kapas berdaun okra dan 2 varietas kapas berdaun normal terdiri atas 98031/1/7, 98039/6, 98040/3, 98048/2, Kanesia 8, dan Kanesia 10. Galur-galur kapas tersebut tahan terhadap hama penggerek buah dan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Monokultur kapas dan kedelai ditanam untuk menghitung penurunan produksi tumpang sari terhadap monokultur dan menghitung Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Parameter yang diamati pada ta-naman kapas adalah tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif dan generatif, serta jumlah buah/ tanaman setiap dua minggu mulai 60–120 HST. Bobot buah, jumlah buah terpanen, hasil kapas berbiji, dan hasil kedelai diamati saat panen. Parameter pertumbuhan yang diamati pada jagung maupun kedelai adalah tinggi tanaman dan lebar kanopi. Hasil penelitian menunjukkan galur kapas berdaun okra yaitu galur 98048/2 mempunyai kesesuaian yang tinggi bila ditumpangsarikan dengan kedelai dengan hasil kapas 1.888 kg/ha dan kedelai 1.492 kg/ha, dengan 67,3% dari potensi hasil galur tersebut dan NKL 1,3. Tingkat penurunan hasil kapas dan kedelai masing-masing 33% dan 39% terhadap monokultur. Hasil kapas monokultur galur 98048/2 tertinggi dibanding galur okra lainnya yaitu 2.837 kg/ha, dengan 101,1% dari potensi hasil galur tersebut. Penurunan hasil kedelai lebih tinggi (45–47%) bila ditumpangsarikan dengan kapas berdaun nor-mal dibanding galur okra (36–44%).  
Efektivitas Vaksin Carna-5 (Cucumber Mosaic Virus Associated RNA-5) terhadap Infeksi Cucumber Mosaic Virus (CMV) pada Tanaman Tembakau Cerutu (Nicotiana tabacum L.) Cece Suhara; Titiek Yulianti
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 9, No 1 (2017): April 2017
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.459 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v9n1.2017.24-34

Abstract

Penyakit Mosaik yang disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus (CMV) menimbulkan kerugian baik produksi maupun kualitas daun tembakau. Pengendalian virus secara kimiawi sampai saat ini belum dapat dilaksanakan, kecuali pengendalian serangga vektornya.  Salah satu alternatifnya adalah penggunaan satelit CMV (Carna-5) sebagai pengendali hayati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas Carna-5 dalam menghambat perkembangan CMV pada tembakau cerutu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) pada bulan Juni–November tahun 2011. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial diulang tiga kali. Perlakuan terdiri atas Faktor I: Cara aplikasi vaksin (A1 : menggunakan kompresor dan sprayer; A2 : menggunakan sprayer otomatis). Faktor II: 6 konsentrasi vaksin , yaitu (1) D1 : Tanpa vaksin tanpa diinokulasi CMV; (2) D2 : Tanpa divaksin + inokulasi CMV; (3) D3 : divaksin dengan Carna-5 10% tanpa inokulasi CMV; (4) D4 : 5 divaksin dengan Carna-5 5% + inokulasi CMV (5) D5 : divaksin dengan Carna-5 10% + inokulasi CMV, dan (6) D6 : divaksin dengan Carna-5 15% + inokulasi CMV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara aplikasi vaksin Carna-5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan.  Vaksin Carna-5 tidak mem-pengaruhi pertumbuhan tanaman, namun mampu menurunkan tingkat kejadian maupun keparahan penyakit.  Daya hambat tertinggi (64,69%) terhadap perkembangan CMV diperoleh pada perlakuan D6.  Effectiveness of Carna-5 (Cucumber MosaicVirus Associate RNA-5 ) Vaccine on Cucumber Mosaic Virus(CMV) on Cigar Tobacco (Nicotiana tabacum L.)Mosaic disease caused by Cucumber Mosaic Virus (CMV) causes losses in tobacco leaf production and quality. Chemical method vaccine to control CMV. The study has been conducted in Field Experimental Station for Phytopathology of  Indonesian Sweetener and Fibre Crops Research Institute from June–November 2011. There were two factors arranged in Factorial Completely randomized with three replicates.  First factor was vaccine aplication method, ie: A1 : Using a compressor and sprayer; A2 : Using an automatic sprayer.  The second factor is six levels of vaccine concentration ie.: (1) D1 : without vaccine + plant was not inoculated by CMV; (2) D2 : without vaccine and plant was inoculated by CMV; (3) D3 : vaccinated with 10% Carna-5 + plant was not inoculated by CMV; (4) D4 : vaccinated with 5% Carna-5 + plant was inoculated by CMV; (5) D5 : vaccinated with 10% Carna-5 + plant was inoculated by CMV; dan (6) D6 : vaccinated with 15% + plant was inoculated by CMV.  Results showed that application methods of Carna-5 did not significantly affect all parameter of observations. Carna-5 did not affect the growth of tobacco plant, but suppressed disease incidence and disease severity caused by CMV.  Concentration of 15% was also gave highest productive leaf. The highest inhibition (64,69%) was caused by vaccine 15 g/100 ml BF.
Resistensi Galur-galur Tembakau Kasturi Terhadap Phytophthora nicotianae, Ralstonia solanacearum dan Cucumber Mosaic Virus Cece Suhara; Nurul Hidayah
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 12, No 1 (2020): APRIL 2020
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.763 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v12n1.2020.22-33

Abstract

Penyakit utama tembakau disebabkan oleh Phytophthora nicotianae vßdH var. nicotianae Waterhouse, Ralstonia solanacearum dan Cucumber Mosaic Virus (CMV).  Sampai saat ini belum diperoleh varietas tembakau kasturi yang tahan terhadap penyakit utama tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketahanan galur-galur unggul tembakau kasturi terhadap penyakit utama. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok diulang tiga kali. Galur yang dievaluasi sebanyak 10 galur dengan kontrol varietas tahan dan rentan sebagai pembanding. Masing-masing unit ditanam 10 tanaman. Benih tumbuh ditanam pada polybag dengan 10 L tanah steril. Inokulum P. nicotianae, R. solanacearum dan CMV diambil dari tanaman sakit yang diperoleh dari lokasi tanaman tembakau di Jember. Isolasi jamur P. nicotianae menggunakan metode baiting pada buah apel dan perbanyakannya menggunakan media CMA.  Inokulasi P. nicotianae melalui akar yang dilukai pada umur 2 minggu setelah pindah tanam di polybag, dengan menuangkan suspensi jamur 10 mL per tanaman (kepadatan spora 106/mL).  Isolasi dan perbanyakan bakteri R. solanacearum pada media buatan CPG (Casein Pepton Glucose) dan inokulasi melalui akar tanaman dengan menuangkan suspensi bakteri sebanyak 10 mL per tanaman (kerapatan bakteri 106cfu/mL).  Pemurnian inokulum CMV secara berantai dan inokulasinya secara mekanis pada umur dua minggu setelah tanam.  Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat 4 galur tahan terhadap P. nicotianae (Dark A, Dark B, Jepon Pote dan Marakot); 8 galur tahan terhadap R. solanacearum (Dark A, Dark B, Penang pendek, Jepon Pote, Marakot, Kasturi 1, Kasturi 2, dan Asal Petani), dan tidak ada galur yang tahan terhadap CMV. Resistance Level of Kasturi Tobacco Lines to Phytophthora nicotianae, Ralstonia solanacearum, and Cucumber Mosaic VirusABSTRACT The main tobacco diseases are caused by Phytophthora nicotianae vßdH var. nicotianae Waterhouse, Ralstonia solanacearum and Cucumber Mosaic Virus (CMV). There has not been any variety of kasturi tobacco which is resistant to those major diseases. The purpose of this study was to evaluate the resistance level of kasturi tobacco lines to the main tobacco diseases. The study was arranged in a Randomized Group Design with three replicates. Ten lines were evaluated with control of resistant and susceptible varieties as a comparison. Each unit is planted with 10 plants. Growing seeds were planted in polybags with 10 L of sterile soil. Inoculum of P. nicotianae, R. solanacearum and CMV were taken from infected plants obtained from tobacco plant in Jember. Isolation of P. nicotianae using the baiting method on apples and propagation using CMA media. Inoculation of P. nicotianae through injured roots at 2 weeks after transplanting in polybags, by pouring the inoculum suspension of 10 mL per plant (spore density 106/mL). Isolation and propagation of R. solanacearum were on CPG (Casein Pepton Glucose) media and inoculation through plant roots by pouring bacterial suspension as much as 10 mL per plant (bacterial density 106 cfu/mL).  Purification of the CMV inoculum was in chain and mechanical inoculation was done at two weeks after planting. The evaluation results showed that there were 4 lines resistant to P. nicotianae (Dark A, Dark B, Jepon Pote and Marakot); 8 lines are resistant to R. solanacearum (Dark A, Dark B, Short Penang, Jepon Pote, Marakot, Kasturi 1, Kasturi 2, and Farmer Origins), and no lines are resistant to CMV. 
Bahan Organik: Perannya dalam Pengelolaan Kesehatan Tanah dan Pengendalian Patogen Tular Tanah Menuju Pertanian Tembakau Organik Titiek Yulianti
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 2, No 1 (2010): April 2010
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.402 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v2n1.2010.26-32

Abstract

Kompleksnya masalah lingkungan pada usaha tani tembakau akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang kurang bijaksana mendorong keluarnya kebijakan Good Agricultural Practices (GAP) untuk tanaman tembakau yang disponsori oleh perusahaan-perusahaan tembakau dunia. Salah satu syarat terciptanya GAP adalah pengelolaan tanah dengan benar secara ramah lingkungan dengan menggunakan sumber daya alam yang ada, antara lain dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Cara tersebut selain meningkat-kan kesuburan tanah dan memperbaiki struktur fisik tanah, juga berfungsi mengembalikan keseimbangan mikrobiologi dalam tanah. Pada kondisi tertentu cara tersebut bahkan mampu mengendalikan penyakit ta-naman, terutama jika agensia hayati ditambahkan ke dalamnya. Makalah ini membahas peran bahan organik dalam memperbaiki fungsi kimia, fisik, dan biologi tanah agar menjadi sehat dan produktif sebagai persiapan menuju usaha tani tembakau yang memenuhi standar GAP dan organik. Environmental problems on tobacco farm created by excessive use of pesticide and inorganic fertilizers has issued Good Agricultural Practices (GAP) sponsored by world tobacco companies. One key factor of the suc-cess of GAP is environmentally friendly soil management through the use of natural resources in the vicinity, such as organic amendment. Soil organic matter enhances soil fertility, improves soil physical properties, and restores soil microbiological equilibrium. It also provides longterm control to soilborne pathogens, especially when a biological control agent is added. This paper discusses the role of organic matter on enhancement chemical, physical, and biological soil properties. This conditions will improve soil health and fertility toward GAP tobacco production and organic tobacco.
DAYA HASIL 25 AKSESI ROSELA HERBAL DI LAHAN KERING Untung Setya Budi; Marjani Marjani; Mala Murianingrum
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 8, No 1 (2016): April 2016
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.225 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v8n1.2016.1-9

Abstract

Untuk mendukung pengembangan suatu komoditas, diperlukan varietas-varietas unggul berdaya hasil tinggi. Kegiatan penelitian uji daya hasil aksesi-aksesi plasma nutfah rosela herbal telah dilakukan di Muktiharjo, Kabupaten Pati mulai bulan Januari–Juni 2011. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan beberapa aksesi unggul yang berpotensi tinggi di lahan kering. Sebanyak 25 aksesi plasma nutfah diuji daya hasilnya dengan rancangan acak kelompok (RAK) diulang dua kali. Benih ditanam dengan jarak tanam 100 cm x 50 cm pada plot berukuran 10 m x 5 m. Pemupukan dan pemeliharaan lainnya sesuai dengan standar budi daya untuk tanaman rosela herbal. Parameter pengamatan terdiri atas: jumlah kapsul per tanaman, bobot 100 kelopak kering, produksi kapsul segar, produksi kelopak segar, dan produksi kelopak kering per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi dicapai oleh delapan aksesi yaitu 677, 675, 679, 681, 682, 684, 689, dan 671, dengan produksi kelopak kering masing-masing sebesar: 676,0; 605,5; 540,0; 463,5; 427,5; 385,5; 420,0; dan 414,0 kg/ha. Ada korelasi positif yang sangat nyata pada karakter jumlah kapsul per tanaman dengan produksi kapsul per hektar, produksi kelopak segar per hektar dan produksi kelopak kering per hektar dengan nilai korelasi masing-masing sebesar 0,725; 0,617; dan 0,584. Korelasi yang sangat nyata juga terdapat pada karakter produksi kapsul dengan produksi kelopak segar dan kelopak kering, karakter produksi kelopak segar dengan produksi kelopak kering per ha, serta bobot 100 kelopak kering dengan produksi kelopak kering per ha dengan nilai korelasi masing-masing: 0,978; 0,907; 0,939; dan 0,502.To support herbal roselle development in the future, the availability of new high-yield varieties were required. Screening of 25 herbal roselle accessions have been carried out on dry land Muktiharjo, Pati District started in January–June 2011. The purpose of this study was to obtain some superior high-potential accessions suitable for dry land. The screening used a randomized block design (RBD) with two replicates. Seeds were planted with a spacing of 100 cm x 50 cm on a plot measuring 10 m x 5 m. Fertilizing and other maintenance in accordance with the standards for the cultivation of herbal roselle plant. Parameter observed consist of number of capsules per plant, weight of 100 dry petals, fresh capsule production, fresh petals production, and dried petals production per hectare. The results showed that eight accessions consistently showed productivity of dried roselle calyx higher than two varieties used as a control. Those accessions were no: 677, 679, 675, 681, 682, 684, 689, and 671, with the production of dried petals ranged between 385–676 kg/ha. There is a positive correlation between the number of capsules per plant with a production of capsules per hectare, production per hectare of fresh petals and dried petals, production per hectare with a correlation value 0.725, 0.617, and 0.584, respectively. A significant correlation was also found in the character of capsule production with the production of fresh petals and dried petals, the fresh petals production with the production of dried petals per hectare, and weights of 100 petals dried with dried petals production per hectare by correlation values: 0.978, 0.907, 0.939, and 0.502, respectively
Pengaruh Pupuk Kandang dan Insektisida Kimia Terhadap Efektivitas Jamur Metarhizium anisopliae pada Uret Tebu, Lepidiota stigma I Gusti Agung Ayu Indrayani; Kristiana Sri Wijayanti; Heri Prabowo
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 11, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.372 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v11n1.2019.33-45

Abstract

Uret tebu Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaeidae) adalah salah satu hama penting pada tanaman tebu yang pada tingkat serangan parah menyebabkan penurunan produksi tebu. Pengendalian hama uret ini dengan menggunakan jamur M. anisopliae menawarkan suatu teknik pengendalian yang biologis, efektif, dan aman bagi lingkungan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorum Patologi Serangga dan di rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) Malang dengan tujuan untuk mengevaluasi efektifitas jamur M. anisopliae terhadap uret tebu, L. stigma. Penelitian terdiri atas pengujian di laboratorium dan di rumah kasa. Perlakuan yang diuji di laboratorium adalah: (1) M. anisopliae  (MA), (2) M. anisopliae + imidakloprid 5% (1 mg/vial) imidakloprid 1 mg/vial  (MA +  K-1), (3) M. anisopliae + pupuk kandang (MA + P), (4) M. anisopliae + imidakloprid 5% (2 mg/vial), imidakloprid 2 mg/vial (MA + K-2), (5) Metastigma (produk bioinsektisida berbasis jamur M. anisopliae sebagai pembanding) , dan (6) Kontrol (tanpa perlakuan). Perlakuan yang sama juga diujikan di rumah kasa. Perlakuan di laboratorium disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan empat ulangan dan perlakuan di rumah kasa disusun dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK), diulang empat kali. Parameter yang diamati di laboratorium dan di rumah kasa adalah mortalitas uret L. stigma. Hasil penelitian di laboratorium menujukkan bahwa penambahan pupuk kandang pada jamur M. anisopliae efektif meningkatkan mortalitas uret sebesar 12,9%, sedangkan di rumah kasa penambahan pupuk kandang maupun insektisida kimia imidakloprid pada jamur M. anisopliae tidak efektif meningkatkan mortalitas uret L. stigma. Influence of Animal Manure and Chemical Insecticide on Effectivity of Metarhizium anisopliae against Sugarcane White grub, Lepidiota stigmaWhite grub Lepidiota stigma (Coleoptera: Scarabaeidae) is one of important insect pest on sugar cane which is on highest level of attack causes decline production of sugar cane. Control this pest by using entomopathogenic fungi M. anisopliae offer a biological control technique that is effective and environmentally friendly. This study conducted in laboratory and in screen house with aimed to evaluate the influence of animal manure and chemical insecticide imidakloprid on the effectivity of M. anisopliae against sugarcane white grub, L. stigma. In the laboratory study, treatments tested were (1) M. anisopliae, (2) M. anisopliae + imidacloprid 5% (1 mg/vial), (3) M. anisopliae + manure, (4) M. anisopliae + imidacloprid 5% (2 mg/vial), (5) Metastigma (comparison treatment), and (6) Untreated control. The equal treatments were also tested in screen house study. Treatments in the laboratory study were arranged in Completely Randomized Design (CRD) with four replications, while the treatments in screen house were arranged in Randomized Block Design (RBD) with four replicates. Parameters observed in both laboratory and screen house studies were mortality of whitegrub, L. stigma. Results showed that in the laboratory, addition of animal manure on M. anisopliae application increased 12.9% of white grub mortality, however, at screen house study on addition of animal manure or imidacloprid 5% on M. anisopliae application was less effective in order to enhance the mortality of white grub. 

Page 2 of 14 | Total Record : 131