cover
Contact Name
Nurindah
Contact Email
buletintas@gmail.com
Phone
+628123101407
Journal Mail Official
buletintas@gmail.com
Editorial Address
Balittas Jl. Raya Karangploso KM-4 Malang Indonesia
Location
Kab. malang,
Jawa timur
INDONESIA
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri
ISSN : 20856717     EISSN : 24068853     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri merupakan jurnal ilmiah nasional yang dikelola oleh Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan untuk menerbitkan hasil penelitian dan pengembangan, serta tinjauan (review) tanaman pemanis, serat buah, serat batang/daun, tembakau, dan minyak industri, dengan bidang ilmu pemuliaan tanaman, plasma nutfah, perbenihan, ekofisiologi tanaman, entomologi, fitopatologi, teknologi pengolahan hasil, mekanisasi, dan sosial ekonomi. Buletin ini membuka kesempatan kepada para peneliti, pengajar perguruan tinggi, dan praktisi untuk mempublikasikan hasil penelitian dan reviewnya. Makalah harus dipersiapkan dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan penulisan yang disajikan pada setiap nomor penerbitan atau di http://balittas.litbang.pertanian.go.id. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober, satu volume terdiri atas 2 nomor.
Articles 131 Documents
Uji Efikasi Teknik Kultur Meristem dan Kemoterapi untuk Eliminasi Sugarcane Streak Mosaic Virus (SCSMV) pada Tebu Ika Roostika; Sedyo Harsono; Darda Efendi; Deden Sukmadjaja; Cece Suhara
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 8, No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.938 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v8n2.2016.55-64

Abstract

Penggunaan benih bebas virus merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus. Jaringan tanaman dapat dibebaskan dari virus melalui aplikasi teknik eliminasi virus, seperti termoterapi, kemoterapi, kultur meristem, dan krioterapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji respon varietas tebu terhadap perlakuan teknik kultur meristem dan kemoterapi dengan bahan antiviral, serta untuk mengetahui efektivitasnya dalam mengeliminasi virus sugarcane streak mosaic virus (SCSMV) pada tebu. Penelitian ini dilakukan pada April−November 2015 di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dan Laboratorium Virologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Penelitian terdiri atas tiga tahap, yaitu 1) Deteksi virus dari tanaman induk, 2) Aplikasi teknik kultur meristem dan kemoterapi, serta 3) Indeksing virus. Bahan tanaman yang digunakan adalah sebelas varietas tebu (GMP3, PS865, dan Kentung asal Bogor, PS862 dan Cening asal Cirebon, PS881 asal Jember, PSJK922 asal Malang, serta PS864, PS881, PSJK922, PSJT941 asal Pati). Deteksi virus dilakukan secara RT-PCR dengan primer universal MJ dan primer spesifik SCSMV. Bahan antiviral yang digunakan untuk kemoterapi adalah Ribavirin (0 dan 25 µg/l). Hasil uji RT-PCR menggunakan primer universal MJ menunjukkan bahwa empat varietas (GMP3 asal Bogor, PS864 dan PSJT941 asal Pati, serta Cening asal Cirebon) terinfeksi oleh Potyvirus. Empat varietas lainnya (PS862 asal Cirebon, PS881 asal Jember, PSJK922 asal Malang, dan Kentung asal Bogor) terbukti terserang virus SCSMV berdasarkan uji RT-PCR dengan primer spesifik. Seluruh meristem mampu beregenerasi membentuk tunas. Penggunaan Ribavirin 25 µg/l tidak menyebabkan penurunan daya tumbuh meristem (50−100%), bahkan seluruh varietas mampu bermultiplikasi tunasnya dibandingkan dengan kontrol yang hanya memiliki daya tumbuh 0−100%, dan tidak semua varietas mampu bermultiplikasi tunasnya. Secara tunggal, aplikasi teknik kultur meristem tidak mampu mengeliminasi virus SCSMV, namun jika dikombinasikan dengan perlakuan kemoterapi maka virus SCSMV dapat tereliminasi dengan efikasi sebesar 44,4%. The use of virus-free seedling is an option for controlling viral disease that can be obtained through the application of viral elimination method. Plant tissues can be eliminated from virus infection by applying virus thermotherapy, chemotherapy, meristem culture, and cryotherapy. The research objectives were to examine the response of sugarcane varieties to meristem culture treatments and antiviral agent and also to determine the efficacy rate of both techniques in eliminating SCSMV disease. The study was conducted atTissuseCulture Laboratory, Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research andDevelpoment, and also at Virology Laboratory, Faculty of Agriculture, Gadjah Mada University.   This study consisted of three activities: 1) Virus detection of the mother plants, 2) Application of meristem culture and chemotherapy, and 3) Virus indexing. The plant material used was eleven varieties of sugarcane (GMP3, PS865, and Kentung from Bogor, PS862 and Cening from Cirebon, PS881 from Jember, Malang PSJK922 origin, as well as the PS864, PS881, PSJK922, PSJT941 from Pati). Virus detection was performed by RT-PCR assay with universal primer of MJ and specific primers of SCSMV. Antiviral used for chemotherapy was Ribavirin (0 and 25 µg/l). The result of RT-PCR using universal primers MJ showed that four varieties (GMP3 from Bogor, PS864 and PSJT941 from Pati, and Cening from Cirebon) were infected by Potyvirus. Based on RT-PCR assay with specific primer, four other varieties (PS862 from Cirebon, PS881 from Jember, PSJK922 from Malang, and Kentung from Bogor) were infected by SCSMV. All of meristems were able to regenerate to form shoots. The use of Ribavirin (25µg/l) did not decrease the growth rate of meristems and the shoots of all of the varieties could be multipied compared to control where the shoots could not be multiplied in all varietis. The application of meristem culture technique was not able to eliminate the SCSMV, but when it was combined with chemotherapy treatment, the SCSMV virus could be eliminated with the efficacy rate of 44.4%. 
Pemanfaatan Lignin dari Biomassa Tanaman Serat Untuk Sumber Bioenergi Farida Rahayu; Mala Murianingrum; Nurindah Nurindah
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 11, No 2 (2019): OKTOBER 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (27.238 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v11n2.2019.73-85

Abstract

AbstrakBiomassa lignosellulosa memiliki potensi sebagai material penghasil bahan kimia dan biomaterial.  Lignin adalah polimer alami yang ketersediaannya paling melimpah kedua setelah selulosa. Lignin merupakan biopolimer berbasis fenol dan memiliki kandungan karbon lebih tinggi daripada oksigen yaitu dengan ratio 2:1 sehingga kandungan energinya lebih besar daripada selulosa. Hal ini menjadikan lignin sebagai bahan baku untuk  memproduksi bahan bakar dan senyawa aromatik seperti fenol, benzene, toluene, xilen, karbon fiber, karbon aktif dan material komposit lainnya. Bahan-bahan tersebut digunakan secara berkelanjutan dalam suatu produksi, sebagai sumber energi, katalis dan untuk mengatasi polusi lingkungan atau kontaminasi. Tersedia berbagai sumber lignin, termasuk tanaman serat seperti agave, kenaf dan rami. Sifat fisik dan sifat kimia lignin akan berbeda antara satu dengan lainnya tergantung dari asal sumbernya dan metode ekstraksi yang digunakan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan pemanfaatan lignin tergantung pada pengembangan teknologi untuk mengatasi tantangan-tantangan, seperti: 1) teknologi pretreatmen yang efisien dan teknologi ektraksi untuk pemisahan lignin dengan kemurnian tinggi; 2) analisis dan karakterisasi kuantitatif yang tepat untuk lignin dalam proses transformasi kimia; 3) pendekatan baru untuk konversi lignin menjadi produk berharga. Tinjauan ini merangkum inovasi mutakhir terbaru dari konversi lignin dengan fokus pada tiga aspek utama yang disebutkan di atas serta potensi tanaman serat sebagai sumber lignin yang terbarukan.Abstract Utilization of Lignin from fiber crops biomass for bioenergy resources Lignocellulosic biomass has the potential to produce chemicals and biomaterials. Lignin is a natural polymer whose availability is the second most abundant after cellulose. Lignin is a phenol-based biopolymer and has a higher carbon content than oxygen in a ratio of 2: 1, so that the energy content is greater than cellulose. This makes lignin as a raw material for producing fuels and aromatic compounds such as phenols, benzene, toluene, xylene, carbon fiber, activated carbon and other composite materials. These materials are used sustainably in a production, as a source of energy, as a catalyst and to overcome environmental pollution or contamination. Various sources of lignin are available, including fiber plants such as agave, kenaf and flax. The physical and chemical properties of lignin differ from one another depending on the origin of the source and the extraction method used. Success in achieving the goal to utilize lignin depends on developing technology to overcome the following challenges, such as: 1) efficient pretreatment technology and extraction technology for the separation of high-purity lignin; 2) appropriate quantitative analysis and characterization for lignin in the process of chemical transformation; 3) a new approach to the conversion of lignin into valuable products. This review summarizes the latest up-to-date innovations of lignin conversion with a focus on the three main aspects mentioned above and the potential of fiber crops as a source of renewable lignin
Evaluasi Ketahanan Aksesi Wijen Terhadap Tungau Daun Polyphagotarsonemus latus (Banks) Tukimin S.W; Rully Dyah Purwati
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 3, No 1 (2011): April 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (609.479 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v3n1.2011.48-56

Abstract

Evaluasi ketahanan aksesi wijen terhadap tungau Polyphagotarsonemus latus (Banks) dilakukan di Kebun Percobaan Sumberrejo, Bojonegoro, mulai April sampai Desember 2007.Tujuan penelitian ialah mengetahui tingkat ketahanan aksesi wijen termasuk terhadap keriting daun yang disebabkan oleh P. latus. Perlakuan terdiri atas 25 aksesi wijen disusun dalam rancangan acak kelompok, diulang tiga kali. Pengamatan dilaku-kan mulai 25 hari setelah tanam (hst) dengan interval pengamatan 10 hari sekali sampai 75 hst. Parameter pengamatan meliputi: (1) Skor kerusakan daun (intensitas serangan) pada sepertiga bagian atas tanaman, (2) jumlah telur, larva, nimfa, dan imago P. latus dari daun yang terserang tungau. Pengamatan dilakukan di laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas). Hasil pengujian menun-jukkan bahwa satu aksesi tahan yaitu China Hitam; 17 aksesi termasuk kategori agak tahan: Si 50, Si 51, Si 52, Si 57, Si 58, Si 59, Si 60, Si 61, Si 63, Si 65, Si 66, Si 69, Si 75, Sbr 1, Sbr 2, Sbr 3, dan Sbr 4; dan tujuh aksesi termasuk kategori rentan yaitu Si 45, Si 53, Si 54, Si 55, Si 56, Si 62, dan Si 64. Resistance of sesame germ plasm to mite (Polyphagotarsonemus latus Banks) was evaluated at Sumberrejo Experimental Station, Bojonegoro from April to December 2007. The treatment consisted of 25 accessions which were arranged in randomized block design with three replications. The resistance was observed at 10 days interval from 25 days after planting (dap) to 75 dap. The parameters observed were: (1) Score of leave damage intensity; (2) Microscopic observation on total eggs, larvae, nymph, and adult of mites. The results showed that based on leaves damage intensity at 75 dap, one accession was categorized as resistance (China Black); 17 accessions were moderately resistance (Si 50, Si 51, Si 52, Si 57, Si 58, Si 59, Si 60, Si 61, Si 63, Si 65, Si 66, Si 69, Si 75, Sbr 1, Sbr 2, Sbr 3, and Sbr 4); and 7 accessions were susceptible (Si 45, Si 53, Si 54, Si 55, Si 56, Si 62, and Si 64). Total of egg population, larvae, nymph, and adult of mite was positively correlated to leave damage intensity.
Varietas Unggul Tembakau Bondowoso Sri Yulaikah; Anik Herwati; Djajadi Djajadi
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 7, No 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.765 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v7n2.2015.102-113

Abstract

Tembakau di Kabupaten Bondowoso diolah dalam bentuk rajangan dan digunakan sebagai pengisi (filler) dalam blending industri pabrik rokok. Areal penanaman tembakau tiap tahun berkisar antara 7.000–9.000 ha, dengan total produksi per tahun berkisar antara 6.000–8.000 ton. Permasalahan yang ada adalah terbatasnya varietas unggul yang telah dilepas. Eksplorasi telah dilakukan pada tahun 2008, dan m endapatkan 6 aksesi. Uji multilokasi 6 aksesi yaitu Somporis 1, Serumpung, Marakot, Somporis ah, Somporis lokal, dan Somporis ch dilakukan di 2–3 lokasi pada tahun 2009 sampai 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memilih kultivar yang memiliki penampilan terbaik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Somporis 1 dan Somporis ch merupakan kultivar yang unggul berdasarkan indeks penampilan. Produktivitas Somporis 1 se-besar 0,94 ton/ha, indeks mutu 70,73, dan warna kuning tua (cemerlang). Sedang Somporis ch produktivi-tas 0,73 ton/ha, indeks mutu 71,8, dan sangat aromatis. Kedua kultivar tersebut dapat direkomendasikan sebagai varietas yang unggul dan legal di Bondowoso. Tobacco which was planted in Bondowoso Regency, East Java is processed as air-dried-sliced tobacco and is used as filler in cigarette blending. Tobacco planting area is about 7,000–9,000 ha per year with total pro-duction is about 6,000–8,000 tons. The problem was on Bondowoso tobacco is a shortage availability of superior varieties. The exploration of Bondowoso tobacco was started in 2008 and found six cultivars i.e. Somporis 1, Serumpung, Marakot, Somporis ah, local Somporis, and Somporis ch. Multilocation trials of the six cultivars at 2–3 sites were conducted from 2009–2011. The objective of this research was to select the superior Bondowoso tobacco cultivars. Result showed that Somporis 1 and Somporis ch were the superior varieties based on performance index parameters. Somporis 1 had yield 0.94 tons/ha, quality index 70.73, and dark yellow colour (bright). The yield of Somporis ch were 0.73 tons/ha, it’s quality index 71.8, and very aromatic. These cultivars might be recomended as legalized superior varieties tobacco in Bondowoso.
Ketahanan Delapan Klon Abaka (Musa textilis) Terhadap Fusarium oxysporum F sp. cubesence Titiek Yulianti; Kristiana Sri Wijayanti; Cece suhara; Untung Setyobudi; Marjani Murtojo
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 11, No 1 (2019): April 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.52 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v11n1.2019.1-7

Abstract

Penyakit layu Fusarium pada tanaman Abaka (Musa textilis L.) yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum  f sp. cubesence (Foc) merupakan salah satu kendala terhambatnya perkembangan Abaka di Indonesia karena menyebabkan penurunan kualitas serat.  Gejala serangan Foc adalah terbelahnya batang semu bagian luar dan warna daun berubah menjadi kuning pucat sampai kuning kecoklatan kemudian layu.  Indonesia belum memiliki varietas unggul untuk mendukung pengembangan Abaka, meskipun Balittas memiliki koleksi plasma nutfah yang cukup.  Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi ketahanan delapan klon Abaka yang memiliki potensi produksi tinggi terhadap infeksi Foc.  Penelitian dilakukan di rumah kaca Balittas pada tahun 2018.  Sebanyak delapan klon abaka (UB4, Tangongon, Tangongon 70-3-1-1-2, UB-7, Cilacap, UB-8, UB-11, dan UB-5) yang diuji disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga kali ulangan.   Isolat Foc yang digunakan berasal dari tanaman abaka yang menunjukkan gejala layu Fusarium.    Masing-masing klon ditanam dalam polibag berukuran 500 g satu tanaman per polibag. Setiap klon ditanam sebanyak 10 polibag per ulangan.  Benih abaka berumur 3 bulan direndam selama 24 jam dalam suspensi konidia Foc dengan kerapatan105/ml. Pengamatan kejadian penyakit dilakukan setiap 5 hari sekali sampai tanaman berumur 60 hari.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa,  tidak ada klon abaka yang diujikan tahan terhadap Foc melainkan rentan (UB8 dan Tangongon) dengan tingkat kejadian penyakit 43,3% - 46,7% dan sangat rentan (Cilacap, UB4, Tangongon 70-3-1-1-2, UB-7,  UB-11, dan UB-5) dengan tingkat kejadian 56,7% - 96,7%. Resistance of Eight Clones of Abaca (Musa textilis) to Fusarium oxysporum F sp. cubesenceABSTRACT.Fusarium wilt on Abaca (Musa textilis L.) caused by Fusarium oxysporum f sp. cubesence (Foc) was one of the obstacles to development of Abaca in Indonesia since it decreased fibre quality. Symptom of Foc infection was splitted of the outer low pseudostem and discoloured of the leaf sheat to pale yellow or brownish yellow and then wilt. Indonesia has not released a superior variety (ies) to support the development of Abaca, although Balittas has enough germplasm collection.  This paper reported the resistance of eight Abaca clones, which have high potential production, to Foc.  The trial activity has been conducted in the screen house of BALITTAS in 2018.  The tested clones were:  UB4, Tangongon, Tangongon 70-3-1-1-2, UB-7, Cilacap, UB-8, UB-11, and UB-5 which was arraned in randomized block design with three replicates. Foc was isolated diseased abaca with wilt and yellow leaf symptom. Each clone was grown in sterilised soil in a 500 g polybag, with 10 three months old plants for each replicate.  The plants were soaked in conidial suspension (105/ml) for 24 hours.  Disease incidence was observed every five days for 60 days.  Result of the test showed, none of the clones was resistant to Foc but susceptible (UB8 and Tangongon) with disease incidence rates of 43.3% - 46.7% and very susceptible (Cilacap, UB4, Tangongon 70-3-1-1 -2, UB-7, UB-11, and UB-5) with an incidence rate of 56.7% - 96.7%, respectively.
Tanggapan Partisi Karbohidrat Tembakau Temanggung Terhadap Dosis Pupuk Nitrogen dan Kaitannya dengan Hasil dan Kadar Nikotin Rajangan Kering . Djumali
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 4, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.084 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v4n2.2012.47-60

Abstract

Partisi karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman tembakau menentukan hasil dan kadar nikotin rajangan ke-ring. Kuantitas partisi karbohidrat ke masing-masing organ tanaman dipengaruhi oleh genetik tanaman dan kondisi lingkungan tumbuh, termasuk dosis pupuk N yang diberikan. Penelitian yang bertujuan untuk me-ngetahui tanggapan partisi karbohidrat tembakau temanggung terhadap dosis pupuk N dan kaitannya dengan produksi dan kadar nikotin dilakukan di rumah kaca Balittas, Malang dari Maret–Agustus 2009. Perlakuan 6 dosis pupuk N (0; 1,62; 3,64; 4,86; 6,48; dan 8,10 g N/tanaman atau setara dengan 0, 30, 60, 90, 120, dan 150 kg N/ha) disusun dalam rancangan acak kelompok tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisi karbohidrat untuk pertumbuhan tajuk tanaman selama 0–60 hari setelah tanam (hst) mengalami penurunan dan selama 60 hst–panen akhir mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan dosis pupuk N, demikian pula sebaliknya untuk organ akar. Dalam tajuk tanaman, partisi karbohidrat untuk batang selama 0–30 hst mengalami peningkatan dan selama 45 hst–panen akhir mengalami penurunan seiring dengan peningkatan dosis pupuk N. Hal sebaliknya terjadi pada organ daun. Adapun partisi karbohidrat untuk pertumbuhan bunga dan tunas samping mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan dosis pupuk N. Dalam akar, partisi karbohidrat untuk pembentukan jaringan akar mengalami penurunan selama tanam–panen akhir seiring dengan peningkatan dosis pupuk N dan hal sebaliknya terjadi pada pembentukan senyawa nikotin. Partisi karbohidrat untuk pertumbuhan organ tanaman yang mempengaruhi hasil rajangan kering adalah partisi karbohidrat untuk pertumbuhan tajuk selama 0–30 hst dan 60 hst–panen akhir, batang selama 0–30 hst, daun selama 45 hst–panen akhir, dan pembentukan nikotin selama 45–60 hst. Adapun partisi karbohidrat yang mempengaruhi kadar nikotin adalah partisi karbohidrat untuk pembentukan nikotin selama 0–30 hst. Carbohydrate partitioning for plant growth determines dry slice yield and nicotine content of temanggung tobacco. Quantity of carbohydrate partitioning of each plant organs is influenced by genetic and environ-ment, including the N fertilizer. The research aims to determine the carbohydrate partitioning responses of temanggung tobacco to N fertilizer and their correlation with dry slice yield and nicotine content was conducted in the greenhouse of IToFCRI, Malang from March to August 2009. Treatment of 6 doses of fertilizer N (0, 1.62, 3.64, 4.86, 6.48, and 8.10 g N/plant, equivalent to 0, 30, 60, 90, 120, and 150 kg N/ha) arranged in a randomized block design and three replications. The results showed that carbohydrate partitioning of shoot growth during 0–60 days after planting (dap) decreased and during 60 dap–the end harvesting increased with increasing doses of fertilizer N, and vice versa for the root organs. In the shoot, carbohydrate partitioning of the stem during 0–30 dap increased and during 45 dap–the end harvesting decreased with increasing doses of fertilizer N. The opposite occurs in leaf organs. The carbohydrate partitioning of flower and sucker increased with increasing doses of fertilizer N. In root organs, carbohydrate partitioning to the formation of root tissue decreased during planting–the end harvesting with increasing doses of fertilizer N and the opposite occured in the formation of nicotine compounds. Carbohydrate partitioning to plant growth occured that influence dry slice yield were carbohydrate partitioning to shoot during 0–30 dap and 60 dap–the end harvesting, the stem during 0–30 dap, the leaf during 45 dap–the end harvesting, and the formation of nicotine during 45–60 dap. Carbohydrate partitioning to plant growth that affect nicotine levels was carbohydrate partitioning to the formation of nicotine during 0–30 dap.
Pengaruh Cekaman Air Terhadap Karakter Fisiologis Tembakau Temanggung dan Kaitannya dengan Hasil dan Kadar Nikotin Rajangan Kering . Djumali; Sri Mulyaningsih
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 5, No 2 (2013): Oktober 2013
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bultas.v5n2.2013.78-90

Abstract

Tembakau temanggung ditanam pada akhir musim penghujan sehingga sering mengalami cekaman air dan berakibat pada penurunan hasil dan kadar nikotin rajangan kering. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh cekaman air terhadap karakter fisiologis tembakau temanggung serta kaitannya dengan hasil dan kadar nikotin rajangan kering. Penelitian dilakukan di rumah kaca Balittas Malang pada Maret–Oktober 2010 dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dan diulang 3 kali. Petak utama terdiri atas 3 jenis tanah yakni Komplek Eutrudepts-Hapludalfs, Komplek Dystrudepts-Hapludalfs, dan Vitraquands. Anak petak terdiri atas 5 tingkat kelembapan tanah (60, 70, 80, 90, dan 100% dari kapasitas lapangan). Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa cekaman air pada tiga jenis tanah berpengaruh negatif terhadap konduktivitas stomata, laju fotosintesis, hasil dan kadar nikotin rajangan kering, serta berpengaruh positif terhadap bobot spesifik daun. Pengaruh cekaman air terhadap hasil rajangan kering terjadi melalui penurunan konduktivitas stomata dan laju fotosintesis selama fase setelah pemangkasan. Pengaruh cekaman air terhadap kadar nikotin terjadi me-lalui penurunan konduktivitas stomata sebelum pembungaan dan setelah pemangkasan, penurunan laju fotosintesis setelah pemangkasan, dan peningkatan bobot spesifik daun setelah pemangkasan. Temanggung tobacco is grown at the end of wet season which so often experience water stress. Water stress can decrease dry slice yield and nicotine content. The study was aimed to determine the effect of water stress on physiological characteristics of temanggung tobacco and its relation to dry slice yield and nicotine content. Research was conducted in greenhouse of Indonesian Sweetener and Fibre Crops Research Institute, Malang from March to October 2010 using splitplot design and repeated three times. The main plot consisted of three types of soil (Complex Eutrudepts-Hapludalfs, Complex Dystrudepts-Hapludalfs, and Vitraquands). The Subplot consisted of five soil moisture levels (60, 70, 80, 90, and 100% of field capacity). The results showed that water stress on the third series of the soil negatively affect stomatal conductivity, the photosynthesis rate, dry slice yield and nicotine content, as well as the positive effect on specific leaf weight. Effect of water stress on dry slice yield occurred through the decrease of stomata conductivity and photosynthetic rate during the phase after topping. The effect of water stress on nicotine content occurred through a reduction in stomatal conductivity before flowering and after topping, decrease of photosynthetic rate after topping, and increase of specific leaf weight after topping.
Uji Antagonisme Bacillus cereus terhadap Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii Nurul Hidayah; Titiek Yulianti
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 7, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.12 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v7n1.2015.1-8

Abstract

Jamur Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii merupakan kelompok jamur steril (tidak menghasilkan spora) tetapi dapat menghasilkan sklerosia sebagai sumber inokulum primer, dan struktur istirahat jamur yang dapat bertahan selama beberapa tahun di dalam tanah saat kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Penggunaan fungisida, fumigasi, dan solarisasi tanah telah digunakan untuk mengendalikan kedua jamur tersebut, namun hasil yang diperoleh masih beragam. Pengendalian hayati dengan menggunakan bakteri Bacillus sp. yang merupakan salah satu kelompok agens hayati patogen diketahui memberikan hasil yang baik pada beberapa tanaman. Penelitian yang bertujuan menguji potensi B. cereus dalam menghambat pertumbuhan jamur R. solani dan S. rolfsii secara in vitro dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Balittas dengan menggunakan metode dual culture pada media potato dextrose agar (PDA). Miselia jamur R. solani dan S. rolfsii masing-masing berumur 5 hari diambil dengan menggunakan cork borer ukuran 0,5 cm ditanam pada media PDA berhadapan dengan B. cereus dengan jarak 3 cm. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dan diulang empat kali. Pengamatan dilakukan terhadap persentase penghambatan pertumbuhan jamur oleh Bacillus sp. dan laju pertumbuhan jamur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bacillus sp. mampu menghambat pertumbuhan miselia R. solani dan S. rolfsii masing-masing sebesar 68,9% dan 33% pada hari ketiga setelah perlakuan. Keberadaan B. cereus dapat memperlambat laju pertumbuhan R. solani (15,5 mm/24 jam), dibandingkan perlakuan kontrol (tanpa B. cereus) sebesar 19,7 mm/24 jam. Hasil ini menunjukkan bahwa B. cereus dapat menghambat pertumbuhan R. solani dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati. Rhizoctonia solani and Sclerotium rolfsii (the causal agents of damping off disease on various hosts) are the group of sterile fungi that cannot produce spores. Nevertheless, they produce sclerotia as primary inocula and resting spores when facing unfavorable condition. Several control methods using chemical fungicides and solarization had been conducted, but the results were still inconsistent. In addition, the use of Bacillus sp. as a biological control agent for several plant diseases had provided successful results. Furthermore, the research aimed to evaluate the potency of B. cereus towards R. solani and S. rolfsii in vitro was carried out in the laboratory of phytopathology using dual culture method on PDA medium. Five days of R. solani and S. rolfsii miselia were plugged and inoculated on PDA medium toward B. cereus. The research was arranged by completely randomized design with four replicates. The percentage of fungal inhibition and fungal growth rate were observed. The result showed that B. cereus exhibited mycelial growth inhibition activity of R. solani and S. rolfsii by 68,9% and 33% three days after treatments, respectively. The result also indicated thatB. cereus has a potential prospect to be developed as a biological control agent because the bacteria could suspend the growth rate of R. solani.
Analisis Potensi Tebu dalam Mendukung Pencapaian Swasembada Gula di Kabupaten Bondowoso Duwi Yunitasari; Endah Kurnia Lestari; Nanik Istiyani
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 10, No 1 (2018): April 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.971 KB) | DOI: 10.21082/btsm.v10n1.2018.13-20

Abstract

Impor gula mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Walaupun penelitian yang mendukung pencapaian swasembada gula telah banyak dilakukan, namun penelitian terkait analisis potensi suatu wilayah untuk pengembangan komoditas tebu belum banyak dilakukan.  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi tebu dalam mendukung pencapaian swasembada gula di Kabupaten Bondowoso.  Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk menghitung share tebu terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan analisis Shift Share Esteban Marquillas untuk menghitung potensi/spesialisasi komoditas tebu di Kabupaten Bondowoso.  Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Bondowoso selama kurun waktu 2010–2015 mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi pada komoditas tebu, sehingga Kabupaten Bondowoso mempunyai peluang untuk keberlanjutan komoditas tebu ke depan.  Strategi yang dapat dilakukan adalah membuka lahan-lahan perkebunan tebu baru di wilayah lain yang belum terdapat komoditas tebu seperti Kecamatan Binakal, Sempol, dan Pakem. Analysis of Sugar Cane Potential to Support the Achievement of SelfSufficiency of Sugar in Bondowoso DistrictSugar importation increases in the last decade. Several studies have been conducted to achieve self-sufficiency in sugar, but few studies have looked at whether a region/area has an excellence potenty for further sugarcane development.  This study aims to analyze the sugarcane potency in supporting achievement of sugar self-sufficiency in Bondowoso District. The analysis method used in this research is quantitative analysis using dynamic system approach to calculate sugarcane share to Gross Regional Domestic Product, and Shift Share Esteban Marquillas analysis to calculate potency/specialty of sugar cane commodity in Bondowoso regency.  The analysis showed that Bondowoso district during 2010-2015 has competitive advantage and specialization in sugarcane, so that Bondowoso district has an opportunity for sustainable sugarcane development in the future.  Strategies that can be done is to open new sugarcane plantations fields in other regions that have no sugarcane plantation such as in Binakal, Sempol, and Pakem sub-district.
Respon Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Lima Jenis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Elda Nurnasari; . Djumali
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 3, No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.391 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v3n2.2011.71-79

Abstract

Pengembangan tanaman jarak pagar mengalami beberapa kendala, di antaranya produksi biji yang rendah. Hal ini terkait dengan rendahnya jumlah bunga betina yang dihasilkan dalam satu malai. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap pertumbuhan, pem-bungaan, dan produksi jarak pagar, dilakukan di KP Asembagus pada bulan Januari−Desember 2010. Lima jenis bahan aktif ZPT meliputi paclobutrazol, asam geberelin (GA3), asam naptalin asetik (NAA), mepiquat klorida, dan 2,4-D, serta perlakuan kontrol (tanpa bahan aktif ZPT), diaplikasikan pada tanaman jarak pagar berumur 1 tahun dan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian me-nunjukkan bahwa aplikasi ZPT mempengaruhi jumlah cabang, jumlah bunga jantan, jumlah bunga betina, dan jumlah buah, namun tidak mempengaruhi tinggi tanaman dan lebar kanopi. NAA menghasilkan jumlah buah yang paling banyak (121,4 buah per tanaman) sedangkan GA3 mempercepat pemunculan bunga (8,33 hari setelah aplikasi). Development of physic nut is facing some problems, one of them is low seed production. This is related to the low number of female flowers which are produced in a panicle. The aim of the study is to determine the effect of plant growth regulator (PGR) on growth, flowering, and seed production, it was conducted at Asembagus Experimental Station, Situbondo from January to December 2010. Five kinds of plant growth re-gulator i.e. paclobutrazol, geberelline acid (GA3), naphthalene acetic acid (NAA), mepiquat chloride, and 2,4-D, and control (without PGR) were applied on one-year-old of J. curcas and arranged in a randomized block de-sign with three replications. The results showed that PGR application affects the number of branches, male flower, female flower, and fruit, but not affected plant height and canopy width. NAA gave the highest number of fruit, i.e. 121.4 capsules per plant, and GA3 triggered the earliest flowering, i.e. at 8.33 days after application.

Page 4 of 14 | Total Record : 131