cover
Contact Name
M. Alpi Syahrin
Contact Email
eksekusi.journaloflaw@gmail.com
Phone
+6285271930852
Journal Mail Official
eksekusi.journaloflaw@gmail.com
Editorial Address
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/eksekusi/about/editorialTeam
Location
Kab. kampar,
Riau
INDONESIA
Eksekusi : Journal Of Law
ISSN : 27145271     EISSN : 26865866     DOI : -
Eksekusi (Journal Of Law) merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Eksekusi (Journal Of Law) sebagai salah satu Media pengkajian dan penyajian karya Ilmiah terutama dibidang Ilmu Hukum (Kajian Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Tata Negara, Hukum Adat, Hukum Internasional, dll).
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 49 Documents
POLITIK HUKUM KEDUDUKAN PERPPU (PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG) SEBAGAI HUKUM PROGRESIF KETATANEGARAAN INDONESIA (Berdasarkan Teori Chek And Balances) Jupry Hardianto zulfan
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 1 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i1.7801

Abstract

AbstrakKeberadaan hukum progresif sangat dibutuhkan oleh negara yang menjadikan hukum sebagai panglima keadilan dan penyandaran penegakan kesejahteraan, kehadiran hukum progresif akan mampu menampung dan menjawab persoalan-persoalan kekinian suatu masyarakat menjadi pemutus dan solusi yang menenangkan keadaan. Eksistensi ataupun keberadaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut akan bergaris lurus dengan isi dari Perppu tersebut dengan kenyataan Law In Action yang berjalan dimasyarakat, karena Perppu bisa jadi dikeluarkan berdasarkan penafsiran dari pemerintah sepihak tampa masyarakat ataupun instansi lain tidak mendapatkan informasi yang memadai terkait dengan alasan-alasan pemberlakuan Perppu tersebut, hal inilah meskipun Perppu dapat di golongkan termasuk kedalam hukum progresif akan tetapi eksistensi nya sangat dipengaruhi oleh politik hukum atau bargaining political dan political wiil dari pemerintah tersebut. Kata Kunci: Hukum Progresif, Politik, Perppu
UPAYA MENEMUKAN KONSEP IDEAL TENTANG FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI muhammad alpi syahrin; Jufri hardianto zulfan; Mhd. Kastulani
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 2 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i2.8314

Abstract

AbstrackThe constitutional court in Indonesia was formed to strengthen the guard against democratic development which is expected to transition smoothly and achieve a new democratic national life and relizes the rule of law, because historically the idea of establishing a Constitutional Court by PAH 1 BP MPR  was to go through a transition from an authoritatian regime to an era of democracy. The Constitutional Court is actually not an institution that “menoton” as the guardian of the constitution but must also be able to provide decisions which are certainly the result of the interpretation of the Constitution Court judges who not only issue decisions based on the text alone but the Constitution Court must look at the context that occurs in the mindst of society, so with that the Constitutional Court’s decision was not only oriented to the principle of legal certainty but more than that, namely the principke of legal usefulness. Because the use of the law in the results of decisions of the constitutional institution will be more expected by the public by remembering that the court is a judicial institution whose decisions are binding and final. AbstrakMahkamah Konstitusi di Indonesia dibentuk untuk memperkuat pengawalan terhadap perkembangan demokrasi sehingga diharapkan masa transisi dapat dilalui dengan lancar dan tercapai kehidupan nasional baru yang demokratis dan terwujudnya supremasi hukum, karena sejarahnya gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi oleh PAH I BP MPR untuk melalui masa transisi dari rezim otoriter menuju era demokrasi. Mahkamah Konstitusi sebenarnya bukan lembaga negara yang hanya “menoton” sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) tetapi juga harus mampu memberikan putusan-putusan yang tentunya merupakan hasil dari penafsiran hakim MK yang bukan hanya mengeluarkan keputusan berdasarkan kondisi yang terdapat didalam teks saja melainkan MK harus melihat konteks yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, sehingga dengan hal tersebut putusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi bukan hanya berorientasi asas kepastian hukum tetapi lebih dari itu yaitu asas kemamfaatan hukum. karena kemamfaatan hukum dalam hal hasil keputusan dari lembaga Mahkamah Konstitusi akan lebih diharapkan oleh masyarakat dengan mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang keputusanya bersifat mengikat dan final.
Kedudukan Peraturan Desa Dalam Hierarki Perundang-undangan Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Imelda sapitri; Deni Jaya Saputra
Eksekusi : Journal Of Law Vol 2, No 1 (2020): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v2i1.9271

Abstract

This article is about position of village regulation in hierarchy of legislation laws after coming the law number 12 of 2011 about village regulation based on law number 10 of 2004 stated that one of the regulation in law hierarchy as long as in section 7 verse (2). Moreover, after coming the law number 12 of 2011 that changed the law number 10 of 2004 village regulation is not appear in hierarchy but still effect as in section 101 said that: “all of laws is the implication of law number 10 of 2004, it was stated that effect as long as incompatible with this law regulation”. Village regulation is also get attribution of authority law number 6 of 2014 about village. Therefore, it is clear that status of village regulation is law legislation which have the power of laws. In this autonomy, the village is given the authority to organize and manage its own so that the village regulation become important to implement the authority that to be more effective.Keywords: Village Regulation, Village Representative Board, and Hierarchy
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTASI ASING YANG MASUK DI PROVINSI RIAU Lysa Angrayni
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 1 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i1.5694

Abstract

Law Number 25 Year 2007 concerning Capital Investment gives equal treatment to Domestic Investment and foreign investors with due regard to the national interest, ensures legal certainty, and security of business for investors since the process of licensing until the end of investment activities in accordance with the provisions of legislation. Under the Act it is clear that foreign investors must obtain legal protection and certainty as domestic investors. But the reality is different so the impact that arises that uncertainty is the development of unstable foreign investment, a significant increase and decrease in Riau Province. While the factors causing the decline of foreign investment in Riau Province are the differences in both licensing, raw materials and protection between foreign investors and domestic investors in Riau Province, so foreign investors feel unsafe to invest in Riau Province.
EKSISTENSI KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM MELAKUKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG MPR, DPR, DPD DAN DPRD Imelda imelda Sapitri
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 2 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i2.8223

Abstract

AbstrackThis article discusses the authority of the regional representative councils in the monitoring and evaluating draft regional regulations and regional regulations. The Regional Representative Council only has the authority to judge regional regulations that countradict highher laws, public interests and decency but do not have the authority to issue decisions regarding the cancellation of regional regulations. The new authority is in the form of recommendations. This recommendation was given to the reginal legislative assembly and regional heads and recommendations were also given to non-governmental organization to conduct a judicial review to the Supreme Court. AbstrakArtikel ini membahas kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam melakukan pemantauan dan evaluasi rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah. Dewan Perwakilan Daerah hanya berwenang untuk menilai peraturan daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undang yang lebih tinggi, kepentingan umum serta kesusilaan namun tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan keputusan terkait pembatalan peraturan daerah. Adapun kewenangan baru ini berupa rekomendasi. Rekomendasi ini diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah serta rekomendasi juga diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat untuk melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung. 
Pertimbangan Hakim Dalam Penyelesaian Perselisihan PHK Dalinama Telaumbanua
Eksekusi : Journal Of Law Vol 2, No 1 (2020): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v2i1.9404

Abstract

Termination of Employment Relationship (LAY OFFS) is urgent to be discussed primarily related to the reason for termination of employment relationship and also the magnitude of compensation received by workers. Laying offs is one of the problems that can be examined and tried by the Supreme Court. Because there is a Supreme Court ruling No. 1375 K/Pdt. Sus-PHI/2017 relating to the dispute, the writer is interested in knowing and analyzing the judge consideration in the settlement of Termination of Employment Relationship. In answering the issue in this case, the writer used the normative legal research method. The main results of the writer acquired showed that Termination of Employment Relationship was performed by employers because workers were committing violations in the case of frequent late arrivals. The violation is not categorized as severe errors. The lateness of workers can be laid off when they have been set in a work agreement, company regulation or the memorandum of agreement. As the consequence of the termination of employment relationship, the workers get the compensation like separation pay, tenure award money, and the substitution of other rights.
AKIBAT HUKUM PEMEKARAN KELURAHAN DI KECAMATAN TAMPAN KOTA PEKANBARU BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Eka Widia ningsih
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 1 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i1.7831

Abstract

Tulisan ini berjudul “ Akibat Hukum Pemekaran Kelurahan Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No 5 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Adapun yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah Bagaimana akibat hukum yang terjadi dengan adanya pemekaran kelurahan di kecamatan Tampan kota Pekanbaru dan Apa saja faktor-faktor penghambat dalam perubahan alamat dokumen kependudukan yang disebabkan pemekaran kelurahan di kecamatan Tampan kota Pekanbaru.Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru yang termasuk dalam wilayah pemekaran Kelurahan. Dari populasi diatas penulis mengambil sampel dengan menggunakan metode Multistage sampling yaitu gabungan antara probability dan non probability. Dalam pengambilan sampel dengan menggunakan Random sampling atau Probability sampling, atau sampling acak penulis menggunakan jenis area/ Cluster sampling. Dan kemudian menggunakan purposive sampling atau Sampling judgmental yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan/penelitian subjektif dari peneliti, jadi dalam hal ini peneliti menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasinya.Data yang diperoleh dalam penelitan ini yaitu data primer, data sekunder, dan data tersier. Data dikumpulkan Melalui observasi, wawancara, kajian kepustakaan dan kuisioner yang kemudian di analisis dengan teknik Deskriptif Kualitatif dengan metode induktif dan deduktif.               Hasil penelitan ini dapat disimpulkan bahwa Adanya pemekaran kelurahan di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru menyebabkan terjadinya perubahan alamat pada tempat tinggal masyarakat yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan perubahan alamat pada dokumen kependudukan yang kemudian juga harus kembali meyesuaikan data lain sesuai dengan perubahan yang dilakukan. sebagaimana dalam pengurusannya memakan waktu yang cukup lama dan juga menyulitkan masyarakat dan akan berakibat terhadap berbagai administrasi lain baik dalam lingkungan pemerintahan Kota Pekanbaru mapun lintas sektor yang tidak lagi dibawah naungan atau tanggung jawab pemerintah kota pekanbaru.               Faktor-faktor penghambat dalam perubahan alamat dokumen kependudukan yang disebabkan pemekaran kelurahan di kecamatan Tampan kota Pekanbaru diantaranya adalah Meningkatnya jumlah masyarakat yang akan melakukan perubahan,  Kurangnya Blangko KTP-Elektronik baik perubahan maupun pengurusanbaru, Kurangnya sarana prasarana yang ada,Kurangnya pengetahuan pegawai terhadap kebijakan yang harus dijalankan dan Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan pemerintah.Kata kunci: Akibat Hukum, Pemekaran, Peraturan Daerah
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGAMG LISENSI HAK CIPTA GAME ONLINE TERHADAP PIHAK KETIGA SEBAGAI PEMBUAT PROGRAM MODIFIKASI Lovelly Dwina Dahen; Afnan Rasyid
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 2 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i2.8428

Abstract

ABSTRAKHak Cipta menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UHC) ialah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam memperluas pemanfaatan dari ciptaannya pencipta dapat memberikan izin dalam bentuk lisensi hak cipta kepada pemegang hak cipta agar dapat melaksanakan hak ekonomi dari ciptaan tersebut. Namun dalam pelaksanaan lisensi pemegang hak cipta dalam hal ini pemegang lisensi game online mendapat kerugian ekonomi yang tidak sedikit akibat adanya program modifikasi yang tersebar luas di dunia maya. Kerugian atas keberadaan program modifikasi ini sendiri tidak diatur secara langsung didalam Pasal 9 ayat (1) UHC. Perlindungan hukum yang diberikan belum sepenuhnya dapat melindungi pemegang lisensi game online. Disamping itu, penting untuk mendaftarkan perjanjian lisensi game online karena teknis pendaftarannya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual untuk mendapatkan perlindungan hukum. Serta pelaksanaan Peraturan Menteri bersama yang lebih efektif dalam melakukan pencegahan penyebaran program modifikasi dibandingkan Pasal 52 UHC yang menjadi dasar hukumnya.Kata kunci : Perlindungan, Lisensi Hak Cipta.
ASAS PRIMUM REMEDIUM DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP Muslim .
Eksekusi : Journal Of Law Vol 2, No 1 (2020): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v2i1.9428

Abstract

Abstrak Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah  terjadinya pencemaran, kerusakan, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Dalam Undang undang Nomor 32 Tahun 2009 penegakan hukum  pidana lingkungan   dikenal salahsatu asas primum remedium. Identifikasi masalahnya adalah : pertama, Apakah yang dimaksud dengan  asas primum remidium dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, kedua, Bagaimana pentingnya penerapan asas primum remedium dalam rangka optimalisasi penegakan hukum pidana  dibidang lingkungan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui bagaimana pentingnya penerapan asas primum remedium dalam rangka optimalisasi penegakan hukum pidana  dibidang lingkungan. Metode penelitiannya adalah deskriptif analitis, dengan pendekatan yuridis normatif. Undang- undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam menegakkan ketentuan pidananya lebih menekankan penerapan asas premium remedium dalam penegakan hukum pidana. Kata Kunci : Lingkungan Hidup, Primum Remidium, Penegakan hukum Pidana.ABSTRACT Environmental protection and management is systematic and integrated effort made to preserving environmental functions and prevent pollution, damage, maintenance, supervision, and law enforcement. In law No. 32 of 2009 environmental criminal law enforcement is known as one of the primum remedium principles. Identification of the problems is first, what is ment by the principle of primum remedium in law No. 32 of 2009, second how important in the application of the primum remedium principle in the context of optimizing criminal law enforcement in the environmental field. The research method is descriptive analytical, with normative juridical approach. Law No. 32 of 2009  on Environmental Protection  and  Management  in  enforcing  its criminal provisions emphasizes the application of premature remedium principles in enforcing environmental criminal law. Keywords: Living environment, Primum Remedium, Criminal law enforcement.
MEKANISME PEMBUBARAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN MALIYAH ZULAIKA ZULAIKA
Eksekusi : Journal Of Law Vol 1, No 1 (2019): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri sultan syarif kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v1i1.7832

Abstract

Adanya mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) terhadap peraturan perundang-undangan sebelumnya sebelum adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 diterbitkan. Mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Ham. Kementerian Hukum dan Ham secara resmi mencabut status badan hukum dari ormas Hizbut Tahrir (HTI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Ham No. AHU- 30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan Menteri Hukum dan Ham, pencabutan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pemerintah mengganggap Hizbut Tahrir (HTI) selain dari sebuah organisasi, Hizbut Tahrir (HTI) mempunyai gerakan atau pemikiran yang berideologikan islam, dengan dasar pemikiran seperti inilah pemerintah menilai dapat menimbulkan benturan dimasyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat. Adapun yang menjadi masalah penelitian ini adalah bagaimana mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, faktor faktor apa saja yang mempengaruhi mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) ditinjau ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.            Tujuan penulis meneliti masalah diatas adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) ditinjau dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, sehingga dalam mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) sudah sesuai atau tidaknya dengan peraturan Perundang-Undangan, untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) ditinjau 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, inilah yang menjadi bahan pemikiran sehingga perlu untuk diteliti secara mendalam. Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian hukum (yuridis) normatif, yaitu dengan mengkaji bahan-bahan pustaka (studi kepustakaan).Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI) meliputi : (1). Pembubaran Ormas dalam Peraturan Perundang-undangan terdapat dalam UU Nomor 8 Tahun 1985, UU Nomor 18 Tahun 2013, dan yang terbaru Undang-Undang No 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 Ormas dapat dibubarkan secara sepihak oleh Pemerintah. Adapun dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 Ormas hanya dapat dibubarkan, apabila sudah ada Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap tentang perkara tersebut. Dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Pemerintah juga diberi wewenang secara sepihak untuk membubarkan Ormas, Pasal 62 ayat (2) Perppu ini Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Pasal tersebut memunkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum ormas tanpa didahului oleh pemeriksaan di Pengadilan. Peniadaan due process of law dalam pembubaran Ormas mengarahkan pemerintah kepada Pemerintahan yang dictator. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dimana salah satu ciri Negara hukum adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara. (2). Faktor faktor yang mempengaruhi mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir (HTI), a. Kegiatan Hizbut Tahrir Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) Aktivitas HTI yang di muka umum menyatakan mengusung ideologi khilafah yang berarti meniadakan NKRI jelas merupakan pelanggaran atas kewajiban ini. HTI melanggar kewajiban dalam Pasal 21 huruf f yang menyebutkan ormas berkewajiban berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara, b. Masyarakat adalah suatu pilar bagi negara, masyarakat pula adalah element-element yang terbentuk dari peradaban dan kebudayaan-kebudayaan lokal yang membentuk eksistensinya. aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI. c. Politik yang dilakukan oleh pemerintah dalam mekanisme pembubaran Hizbut Tahrir, pemerintah mengganggap ormas-ormas berbasis islam telah melakukan pelanggaran hukum sehingga dengan jelas pemerintah anti terhadap islam. d. Kegentingan yang memaksa, Pemerintah mengganggap bahwa Hizbut Tahri dengan ideologi dan pemahaman islamnya dapat merusak tatanan negara, sehingga pada intinya menyatakan Perppu didasarkan pada adanya kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara tepat berdasarkan Undang-Undang.