cover
Contact Name
Pukovisa
Contact Email
jetikakediokteran@gmail.com
Phone
+62811139043
Journal Mail Official
jeki@ilmiah.id
Editorial Address
Jl. Dr. GSSJ Ratulangi No.29, RT.2/RW.3, Gondangdia, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10350
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL ETIKA KEDOKTERAN INDONESIA
ISSN : 2598179X     EISSN : 2598053X     DOI : http://dx.doi.org/10.26880/jeki.v4i1.39
Core Subject : Health,
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia focuses on the consideration and implementation of medical ethics in the medical profession in Indonesia.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2018)" : 7 Documents clear
Sikap Etis Dokter terhadap Pasien yang “Mendiagnosis” Diri Sendiri Menggunakan Informasi Internet pada Era Cyber Medicine Frans Santosa; Agus Purwadianto; Prijo Sidipratomo; Peter Pratama; Pukovisa Prawiroharjo
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.459 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.16

Abstract

Saat ini, internet telah banyak menyajikan informasi tentang kedokteran dan kesehatan. Di satu sisi informasi yang tersaji berupa penemuan-penemuan baru dan keberhasilan ilmu kedokteran di bidang eksperimen, operatif, invasif, maupun konservatif, yang sangat berguna bagi dokter dalam menjalankan profesinya untuk menolong pasien dan membantu edukasi awam kepada pasien. Namun di sisi lain, informasi ini tidak dapat dipilih dan dipilah dengan baik oleh awam sehingga salah satunya melahirkan banyaknya pasien yang berusaha "mendiagnosis" dirinya sendiri, bahkan menterapi dirinya sendiri. Jenis pasien demikian semakin banyak, dan di tengah usaha coba-coba mereka mendiagnosis dan menterapi diri sendiri, mereka pergi ke dokter untuk meminta obat sebagaimana yang ia baca di internet untuk diresepkan atau bahkan lebih jauh lagi, dapat menyanggah diagnosis dan pendapat profesional dokter yang menangani. Diperlukan sikap etis dokter untuk dapat menghargai pasien sekaligus meluruskan dengan terang dan tegas terhadap informasi keliru yang dipercaya pasien.
Tinjauan Etika Dokter sebagai Eksekutor Hukuman Kebiri Soetedjo Soetedjo; Julitasari Sundoro; Ali Sulaiman
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.339 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.18

Abstract

Dewasa ini, kejahatan seksual sangat mudah ditemui, mulai dari kasus pelecehan seksual hingga pemerkosaan yang berujung pada tindakan pembunuhan.  Kejahatan tersebut bahkan tidak memandang bulu, baik pria maupun wanita, dewasa hingga anak-anak dapat menjadi korban dari pelaku kejahatan seksual. Pedofil merupakan orang dengan gangguan dorongan seks berlebih dengan target anak-anak di bawah umur. Menanggapi peningkatan tren kejahatan pedofilia, pemerintah mengeluarkan UU No. 17 Tahun 2016 yang menetapkan hukuman kebiri kimia bagi para pelaku sebagai bentuk perlindungan terhadap anak. Dokter sebagai profesi yang memiliki kompetensi terbaik di bidang kesehatan (kemanusiaan) kemudian menghadapi dilema terkait tinjauan etik kedokteran yang ada terhadap kasus ini. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mengeluarkan fatwa penolakan dokter sebagai eksekutor kebiri yang dinilai dapat mencederai sumpah profesi, mengingat efektivitas kebiri yang masih dipertanyakan dan risiko komplikasi lain yang harus dihadapi terpidana dengan hukuman kebiri.
Pelayanan Etika Klinis Henky Henky
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.435 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.17

Abstract

Bioetika telah berkembang di Indonesia sejak tahun 2000, namun sampai saat ini belum banyak rumah sakit di Indonesia yang menyediakan pelayanan etika klinis. Sebagai konsekuensinya, belum ada publikasi tentang etika klinis sampai saat ini di Indonesia. Sementara itu, kemajuan teknologi medis telah memicu timbulnya berbagai dilema etis yang harus diputuskan oleh para klinisi yang berpraktik di sarana pelayanan kesehatan.  Idealnya, keputusan tersebut seharusnya didukung pendapat ahli etika. Oleh karena itu, makalah ini akan menelaah pentingnya pelayanan etika klinis di Indonesia dengan meninjau pengalaman pelayanan etika klinis yang terdapat di Inggris, Amerika Serikat, dan Australia. Meskipun terdapat beberapa kritik terhadap pelayanan etika klinis, temuan empiris telah menunjukkan manfaat dari pelayanan etika klinis. Tulisan ini mendukung pendapat bahwa pelayanan etika klinis harus dibentuk di seluruh sarana pelayanan kesehatan yang berada di Indonesia karena meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, mengurangi risiko tuntutan hukum, dan memenuhi kehendak masyarakat.
Persidangan Tanpa Kehadiran Dokter Terlapor dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Etik Kedokteran Anna Rozaliyani; Broto Wasisto; Nurfanida Librianty
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.118 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.19

Abstract

Jika seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran, maka Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang merupakan badan otonom di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan memanggil dokter yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi dan/atau mempertanggungjawabkan perilakunya tersebut. Apabila dokter teradu tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas setelah tiga kali pemanggilan, maka penanganan kasus dapat dilanjutkan tanpa kehadiran dokter teradu (in absentia). Walaupun persidangan in absentia memastikan keberlanjutan pencapaian keadilan, proses persidangan ini juga masih mengundang kontroversi. Tanpa kehadiran dokter teradu, maka dokter tersebut kehilangan haknya untuk membela diri secara langsung. Untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak bagi dokter teradu dan mencapai hasil persidangan yang adil, maka perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut untuk menetapkan persyaratan dan pelaksanaan persidangan in absentia.
Studi Pendahuluan tentang Perspektif Ilmuwan Islam dan Katolik dalam Dilema Etika Surplus Embrio serta Opsi Pemecahan Masalahnya Agung Dewanto; Ita Fauzia Hanoum; Diany Ayu Suryaningtyas; Shofwal Widad; Ihsan Yudhitama; Galuh Dyah Fatmala; Ahmad Muzakky
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (45.484 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.20

Abstract

Latar Belakang: Teknologi reproduksi berbantu sudah berkembang di Indonesia dan banyak membantu masyarakat dalam memperoleh kehamilan. Surplus embrio dari proses simpan beku merupakan konsekuensi kemajuan teknologi ini sendiri. Dilema etika muncul tentang bagaimana sebaiknya mengelola surplus embrio. Di sisi lain, peraturan perundangan di Indonesia saat ini hanya memperbolehkan untuk memperpanjang masa penyimpanan atau membuang surplus embrio.Metode: Metode penelitian menggunakan Participant of observation dengan purposive sampling. Penelitian ini merupakan intisari pemikiran dari ilmuwan dan pegiat bioetika di Indonesia yang dikemukakan dalam Seminar dan Diskusi Bioetika dalam Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, Agustus 2016 di Yogyakarta.Hasil: Pertimbangan etika tentang bagaimana sebaiknya surplus embrio diperlakukan dibahas oleh tiga ilmuwan dengan latar belakang agamawan, Prof. Jenie dan Prof. Almirzanah beragama Islam sedangkan Dr. Kusmaryanto beragama Katolik. Ketiganya berpendapat bahwa solusi manajemen surplus embrio sangat erat kaitannya dengan diskursus agama. Ketiganya menyatakan bahwa status moral dari embrio penting dipahami sebagai landasan sikap terhadap surplus embrio. Pemusnahan embrio dianggap tidak etis oleh ketiga ilmuwan. Ketiganya menyetujui donasi embrio untuk pasangan infertil lain dengan penyesuaian aturan terhadap kearifan lokal Indonesia. Selanjutnya, Prof. Umar dan Prof. Almirzanah memandang penggunaan surplus embrio untuk penelitian masih kontroversial namun tidak menutup kemungkinan diperbolehkan dengan berbagai syarat dan memperhatikan konteks serta asas kemanfaatan. Sedangkan Dr. Kusmaryanto menyatakan ketidaksetujuan surplus embrio untuk penelitian atas dasar interpretasi bahwa embrio mempunyai makna intrinsik yang harus dilindungi.Kesimpulan: Latar belakang agama mempengaruhi persepektif ilmuwan tentang bagaimana memandang status embrio dan pilihan tindakan terhadap surplus embrio. Perlu dilakukan penelitian mendalam multidisipliner dari klinisi, agamawan, ilmuwan, pakar hukum dan pasien untuk mengakomodasi pilihan tindakan terhadap surplus embrio di Indonesia.
Dokter Aktif di Multi Level Marketing (MLM) dengan Produk yang Mengklaim Manfaat Kesehatan atau Penyembuhan, Bolehkah? Pukovisa Prawiroharjo; Mohammad Baharuddin; Yadi Permana
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.045 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.14

Abstract

Bisnis multi level marketing (MLM) telah merambah ke sektor kesehatan dan menjadikan dokter sebagai agen potensial dalam pemasaran produk. Selain sebagai figur yang dipercaya oleh masyarakat, otoritas penuh yang dimiliki dokter dalam meresepkan obat mempermudah dokter untuk menjalani bisnis MLM. Dokter jelas memiliki konflik kepentingan pada produk MLM yang memiliki klaim kesehatan dan kecantikan. Mengeksploitasi kepercayaan pasien untuk kepentingan pribadi merupakan hal yang bertentangan dengan nilai-nilai etika kedokteran. Sebagian besar produk kesehatan yang ditawarkan mengklaim manfaat yang tidak terbukti secara ilmiah dan pemberiannya terkadang tidak mempertimbangkan urgensi dan relevansi dengan keadaan pasien. Oleh karena itu, sudah saatnya diperlukan ketegasan tentang etis atau tidak etisnya keterlibatan dokter dalam bisnis MLM. Selain itu, partisipasi pemerintah dalam mengawasi pemasaran produk-produk kesehatan oleh perusahaan MLM juga perlu ditingkatkan agar pelanggaran yang terjadi dapat segera ditindaklanjuti.
Dapatkah Keputusan Kemahkamahan Etik Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Bersifat Terbuka? Pukovisa Prawiroharjo; Frans Santosa; Reggy Lefrandt; Prijo Sidipratomo; Agus Purwadianto
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.98 KB) | DOI: 10.26880/jeki.v2i2.15

Abstract

Keputusan sidang kemahkamahan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) pada umumnya bersifat tertutup. Namun ada beberapa kondisi di mana keputusan sidang dapat dipertimbangkan untuk bersifat terbuka oleh MKEK, mulai secara terbatas hingga terbuka penuh kepada khalayak umum, dengan isi putusan lengkap maupun tidak lengkap. Pertimbangan keterbukaan ini meliputi faktor dokter teradu, institusi yang memiliki kewenangan, faktor pengadu, lingkungan kerja dokter teradu, kepentingan pendidikan, kepentingan laporan pertanggungjawaban, pertimbangan masyarakat umum dan pers, dan sebagai konsekuensi dari perubahan Pedoman Organisasi dan Tatalaksana MKEK di kemudian hari. Pertimbangan sifat keterbukaan keputusan ini harus dilakukan secara bijaksana dan sesuai dengan pedoman yang berlaku.

Page 1 of 1 | Total Record : 7