cover
Contact Name
Ridwan Arifin
Contact Email
ridwanarifin.mail@gmail.com
Phone
+6281225294499
Journal Mail Official
ijps.policejournal@gmail.com
Editorial Address
Akdemi Kepolisian Republik Indonesia. Jl. Sultan Agung No 131 Candi Baru Semarang. Nomor Telepon: 024 8411680-90.
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Tanggon Kosala
ISSN : 20870043     EISSN : 27758478     DOI : -
Core Subject : Social,
Tanggon Kosala (ISSN 2087-0043) merupakan Jurnal Ilmiah yang diterbitkan oleh Akademi Kepolisian Republik Indonesia yang menerbitkan artikel-artikel hasil penelitian ataupun artikel ulasan berkaitan dengan Kajian Ilmu Kepolisian dalam berbagai perspektif keilmuan. Jurnal ini diharapkan menjadi rujukan baik nasional maupun internasional dalam kajian-kajian ilmu kepolisian.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 102 Documents
MEMBANGUN KARAKTER POLISI (Sebuah Catatan untuk Penguatan Karakter dalam Membangun Keunggulan Akpol Sarjana Strata Satu Terapan Kepolisian) Dwilaksana, Chryshnanda
Tanggon Kosala Vol. 2 No. 2 (2013): Tanggon Kosala (October, 2013)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum adalah salah satu pilar untuk mewujudkan keadilan, disiapkan untuk memeberi kepastian hukum kepada masyarakat agar dalam melakukan aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan dan dalam rangka mencapai kesejahteraan dapat terlaksana dan terlindungi. Polisi merupakan salah satu alat negara yang bertugas menegakkan hukum. Sebagai penegak hukum tentunya harus dapat menjalankan tugasnya secara profesional, modern yang humanis. Dalam era kekinian diperlukan penegakan hukum yang proaktif, problem solving, sistem terpadu dan berkesinambungan yang diimplementasikan oleh aparat-aparat yang profesional, cerdas, beretika dan patuh hukum serta modern. Tetapi justru akhir akhir ini gejala yang timbul adalah terjadinya kegiatan kepolisian yang justrusering menunjukkan kebalikan dari kegiatan kepolisisian yang diharapkan, beberapa hal dia atas seharusnya merupakan ciri yang harus dimiliki dalam kegiatan kepolisian, karena kontens di atas merupakn ciri yang disebut juga dengan karakter. Dengan kata lain bahwa terjadinya kontrofersi dari penegakan hukum proaktif menunjukkan mulai hilangnya karakter. Terkait dengan itu maka karakter harus di bangun dan dibangkitkan kembali. Agar polisi benar benar menjadi polisi yang berkarakter dalam menjalankan tugas. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk membangun karakter, yaitu sumber daya manusia yang berkualitas, kepemimpinan yang visionaer, komitmen pimpinan, sarana dan prasarana yang memadai serta adanya terobosan-trobosan kreatif.
IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN KARAKTER AKPOL PROGRAM SARJANA STRATA 1 TERAPAN KEPOLISIAN (Pendidikan Karakter Berbasis Pada Kurikulum Responsif – Progresif Pancasilais) Rodiyah, Rodiyah
Tanggon Kosala Vol. 2 No. 2 (2013): Tanggon Kosala (October, 2013)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepolisian dengan organ Polisi merupakan profesi kemanusiaan yang unik. Hal ini dilogikakan pada tupoksinya sebagai pengayom, pelindung, pelayan sekaligus penegak hukum. Dalam konteks penegak hukum, polisi selalu di hadapkan pada “kesepanengan”untuk keadilan, kemanfataan dan kepastian hukum. Kondisi inilah seorang polisi harus dibekali dengan kemampuan analisis hukum yang paripurna untuk mampu menjalankan tugas penegakkan hukum yang mewujudkan keadilan substantif. Hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hukum sebagai suatu sistem dapat berperan di tengah masyarakat dengan baik dan benar, jika ditegakkan secara konsisten dan konsekuen. Sistem Hukum menurut L.Friedman tersusun dari sub-sub sistem hukum, terdiri dari susbstansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Mekanisme sub sistem hukum inilah yang dapat menentukan dapat tidaknya suatu penegakkan hukum berproses sesuai dengan harapan. Pembentukanhukum yang diharapkan adalah responsif (Nonet and Selznick) dengan menggunakan Critical Legal Studies (CLS) dari Roberto Mangabeira Unger dan mampudiimplementasi sesuai teori dari Robert Seidman tentang bekerjanya hukum, sehingga mampu secara Responsif-“menjawab kebutuhan masyarakat” (Philip Nonet-P.Selznick) sekaligus Progresif mampu menyediakan dengan cepat sesuai kebutuhan hukum keadilan yang mensejahterakan kedepan“(Satjipto Rahardjo) dengan mampu menyelesaikan masalah-masalah hukum melalui penegakkan hukum. Faktaya hukum seringkali menjadi beban publik dan menyengsarakan rakyat karena hukum ditegakkan oleh para penegak hukum, pakar hukum praktisi hukum yang belum menjalankan hukum dengan benar secara substantive. Pangkal terjadinya ketidakmampuan tersebut salah satunya adalah berawal dari pola pendidikan. Oleh karena itu dalam gagasan Akpol menjadi Program Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian perlu dikukuhkan lagi dengan model kurikulum yang berbasis pada berkarakter responsif-progresif Pancasilais. Artinya pendidikan di Akpol sebagai pelopor pendidikan yang berkarakter dengan berdasarkan pada Pancasila. Yaitu pendidikan hukum yang berkarakter resposifprogresif kebutuhan hukum masyarakat yang berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan yang Berperikemanusiaan dengan mengutamakan Persatuan berdasarkan pada Musyawarah Mufakat untuk mewujudkan Keadilan Sosial. Hal tersebut bisa dicermati dari Naskah Kurikulum Akpol Program Sarjana Strata 1 Terapan Kepolisian yang akan diberlakukan pada Tahun Ajaran 2013/2014.
GRAND DESIGN POLICE CHARACTER BUILDING: URGENSITAS KEMAMPUAN GERAK, KUALITAS JASMANI DAN PERILAKU HIDUP SEHAT PADA CALON PERWIRA POLISI Priyono, Bambang
Tanggon Kosala Vol. 2 No. 2 (2013): Tanggon Kosala (October, 2013)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kemampuan gerak merupakan obyek utama dalam belajar gerak. Belajar gerak berurusan dengan kepentingan meningkatkan kemampuan gerak tubuh. Untuk dapat mencapai pencapaian kinerja optimal, maka seorang polisi dituntut memiliki kemampuan gerak, dan kualitas jasmani yang baik, serta memiliki perilaku hidup yang sehat. Bagi aparat penegak hukum kebugaran jasmani merupakan fenomena yang sangat dominan dalam menunjang prestasi kinerja. Komponen-komponen kebuagaran jasmani sendiri dibagi menjadi dua, yaitu; 1) Health related fitness, dan 2) Skill related fitness. Kesehatan jasmani dan rohani yang merupakan salah satu dimensi pokok dari olahraga, semua itu bukanlah apa-apa. Itu sebabnya, olahraga menjadi prasyarat dasar bagi pilihan-pilihan kebutuhan lainnya. tugas tambahan yang hendaknya terbeban dalam pundak setiap taruna adalah upaya untuk selalu memelihara dan meningkatkan kesehatan pribadimaupun kesehatan masyarakat tempat tinggalnya. Dengan meningkatnya kesehatan masyarakat, maka diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam mencapai kesehatan yang optimal. Dari berbagai kajian mendalam tentang tinjauan kemampuan gerak, kualitas jasmani, dan perilaku hidup sehat, maka terdapat saran dan diberikan beberapa rekomendasi pada calon perwira polisi dengan harapan tercipta karakter masyarakat Inodesia yang bermartabat, unggul, dan memiliki produktivitas kerja yang meningkat.
KAJIAN BIROKRASI DALAM ILMU KEPOLISIAN Dahniel, Rycko Amelza
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hakekat epistemologi ilmu kepolisian sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yangmultibidang atau antarbidang tidak perlu dipertentangkan karena merupakan sebuahkeniscayaaan alamiah dari sebuah evolusi ilmu pengetahuan yang coraknya akumulatifdan pengkayaan epistemologis yang bercorak eklektis. Lebih dari itu sebagai sebuahbidang ilmu pengetahuan juga harus mencakup kajian empirik atas ontologi danaksiologi, termasuk metodologinya. Eksistensi ilmu kepolisian harus ditunjukkandengan adanya lembaga ilmiah untuk pengembangannya, memiliki perkumpulanilmuwan dengan berbagai produk ilmiah yang terpublikasi secara periodik gunapeningkatan kualitas umat manusia. Ilmu kepolisian merupakan sebuah bidang ilmupengetahuan yang mempelajari fungsi dan lembaga kepolisian dalam mengelolamasalah-masalah sosial guna mewujudkan keteraturan sosial. Birokrasi kepolisianmerupakan bagian dari konsep dan teori ilmu kepolisian yang mempelajari dinamikastruktur pada lembaga kepolisian.
DINAMIKA KEBHINEKAAN BERAGAMA: RADIKALISME DAN KONFLIK BERAGAMA DI INDONESIA Syahrudin, M. Asep
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebhinekaan yang tercermin dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan budayaIndonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa dianggap sebagai kekayaanbangsa, baik dari segi etnis yang berjumlah lebih dari 300 kelompok, 1.340 suku bangsayang memiliki 746 bahasa yang tersebar di seluruh Indonesia, adat istiadat, budaya, sertaagama dengan berbagai kepercayaan yang ada,ternyata memiliki sisi yang rawan berupapotensi perpecahan atau konflik yang implikasinya bisa sangat luas dan mendalam.Keragaman yang memiliki potensi konflik tinggi dan sentral yaitu isu yang berkenaandengan keragaman beragama. Isu agama merupakan isu yang sangat sentral dan cepatmenimbulkan konflik dikalangan masyarakat. Pada tahun 2017 tercatat 155 pelanggarankebebasan beragama dan berkeyakinan yang terjadi di 29 provinsi di Indonesia.Kemudian yang terhangat, pelanggaran juga terjadi di 2018 diantaranya pembubarankegiatan bakti sosial Gereja Katolik St. Paulus Pringgplayan, Bantul, Yogyakarta,pengusiran seorang biksu di Tangerang, Banten dan penyerangan di Gereja KatolikSt.Lidwina, Trihanggo, Sleman. Dalam konteks Indonesia, pengelolaan kebhinekaanberagama yang dibingkai dalam kesatuan (diversity in unity) menjadi sangatlah penting.Dinamika keragaman dalam beragama merujuk kepada lahirnya toleransi dan kerukunanantar umat beragama.Untuk itu, agama berfungsi menjaga ketertiban dan keteraturandalam kehidupan bermasyarakat sehingga tercipta sistem budaya dan tatanan sosial yangmapan serta akan menjadi pilar kedamaian sebuah bangsa. Tulisan ini akanmengantarkan kita pada permasalahan atau sekurang-kurangnya memberikan catatankecil atas dinamika kebhinekaan dalam beragama, khususnya dalam menyikapi berbagaikonflik keagamaan atau intoleransi serta isu radikalisme dan terorisme yang terjadi diIndonesia.
TERORISME: DETEKSI DAN ANTISIPASINYA (DALAM PERSPEKTIF POLISI TUGAS UMUM) Wibowo, Nazirwan Adji
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kasus pengepungan LAPAS oleh Narapidana Terorisme yang terjadi di dalam MakoBrimob Kelapa Dua Depok dan disusul dengan serentetan kasus bom bunuh diri diGereja Katolik Santa Maria Tak bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI), GerejaPantekosta Pusat di Surabaya dan kasus peledakan Bom di Mapolrestabes Surabaya telahmenyentak publik. Sangat jelas terasa aroma bahwa saat ini "Polri telah menjadi targetdan sasaran kelompok teroris. Padahal dimasa awal, sasaran kelompok teroris sangatlahjelas, yakni Amerika Serikat / Barat. Penjelasan yang disampaikan kepada publik,dimana penyebab hal itu terjadi disebabkan Polri dalam melakukan proses penegakanhukum terhadap kelompok teroris tidak sedikit yang harus dilumpuhkan bahkan sampaimeninggal dunia. Boleh jadi hal itu benar, namun permasalahan pokoknya terletak padaopini para personil Polisi tugas umum bahwa "mereka jelas melihat uniform kita dan kitatidak tahu siapa mereka". Hal ini mengindikasikan multiplayer effect khususnyaterhadap moril personil polisi tugas umum yang sehari-hari berada di lapangan dalammelayani, melindungi dan melayani masyarakat.
PERAN POLRI DALAM MENJAGA ETIKA MEDIA MELALUI PENEGAKAN HUKUM GUNA MEMBANGUN KOMITMEN UNTUK MERAIH KEPERCAYAAN PUBLIK DALAM MENJAGA KETUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Rahardjo, Susilo Teguh
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kemajuan teknologi komunikasi pada dasarnya merupakan bentuk perkembanganpositif yang dapat dengan cepat menyampaikan pesan antara pihak pihak yangberkomunikasi. Namun demikian pemanfaatannya lebih di tentukan oleh parapenggunanya terutama dalam etika dan kesadarannya dalam memanfaatkan hasilkemajuan teknologi komunikasi tersebut(Nasution 2004). Berdasarkan data statistikbahwa pengguna alat komunikasi (gadjet) aktif di Indonesia 150 persen dari jumlahpenduduk Indonesia. Untuk menjaga agar pemanfaatan alat komunikasi atau mediasosial tidak disalahgunakan (meskipun sudah banyak terjadi) sehingga menimbulkanketidak teraturan, maka di perlukan pihak pihak yang dalam hal ini diberikankewenangan untuk mengaturnya. UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE, merupakanpayung konstitusi atas kewenangan dan tanggung jawab negara terhadap penggunaanteknologi informasi. Peran polisi diperlukan untuk melakukan penegakan hukumterutama dengan peraturan yang terkait dengan informasi transaksi elektronik (ITE).Namun fungsi pencegahan atau preventif juga sangat diperlukan, polisi media sosialbisa menyebarkan informasi yang bersifat himbauan untuk menghindari posting yangdilarang. Peran aparat penegak hukum adalah yang paling utama sebagai ujung tombakkeadilan, salah satunya adalah peran aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia,sehingga segala bentuk kejahatan yang timbul sebagai akibat penyalahgunaan teknologiinformasi segera dapat teratasi melalui kerjasama yang baik dengan berbagai pihak.
MENANGKAL HOAX MELALUI PENGUATAN LITERASI Iswanto, Slamet
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akhir-akhir ini hoax menjadi momok yang mengancap persatuan dan kesatuan bangsakarena muncul setiap saat dan tersebar secara cepat dan luas ke masyarakat. Dalam catatanpemerintah saat ini ada kurang-lebih 800 ribu situs yang menyebarkan hoax. Menghadapikondisi semacam ini tentu saja tindakan cepat harus segera dilakukan. Pemerintah tentu sajasudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kondisi tersebut. Namun, yangjuga penting untuk diperhatikan; apa tindakan kita sebagai masyarakat untuk ikut sertamembantu pemerintah dalam menanggulangi hoax yang tampaknya cukup masif akhirakhirini;dandengancarabagaimanakitabisamelakukannya.Secarateoretis,penguatan literasi dapat ditempuh untuk menangkal hoax tersebut. Beberapa langkah untukmenangkal hoax dilakukan, di antaranya pembuatan Badan Siber Nasional. Targetdibentuknya lembaga ini bukan sekadar beredarnya berita hoax, tetapi juga lebih kepadapertahanan siber. Kominfo memiliki situs untuk pengaduan konten-konten yang dianggaphoax. Kepolisian Republik Indonesia sendiri, selain membentuk Kepala Biro (Karo)multimedia yang bertugas menetralisasi dan mengklarifikasi berita-berita hoax di mediasosial, juga aktif untuk mengedukasi masyarakat tentang larangan menyebarkan berita hoaxdan provokatif. Pada level Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri, dibentukDirektur Kontra Intelijen yang bertugas untuk menangkal propaganda dan melakukanpenegakan hukum bersama Direktorat Cyber Crime dalam bidang politik, ekonomi, sosialbudaya, dan keamanan negara. Inti literasi adalah masyarakat mampu memahami, memilih,dan menindaklanjuti informasi yang diperoleh. Jika berhadapan dengan informasi baru,masyarakat literat akan memahaminya secara bnar lebih dahulu; kemudian memilih manayang perlu dan mana yang tidak perlu; baru kemudian ditindaklanjuti, mana yang harusdisimpan, mana yang harus diteruskan kepada orang lain, dan mana yang harus disanggahatau dikomentari. Jika masyarakat sudah menjadi masyarakat literat seperti ini, maka beritabohong (hoax) tidak akan memengaruhi masyarakat. Masyarakat telah memiliki alatpenyaring (filter) tersendiri sehingga hanya informasi yang benar dan perlu saja yang akanditerima oleh masyarakat.
TRANSFORMASI KOMPETENSI ABAD KE-21 SEBAGAI KURIKULUM TERSEMBUNYI PADA LEMBAGA PENDIDIKAN KEPOLISIAN Suparyono, Suparyono
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akpol sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi harus fleksibel dalam mengembangkankurikulum. Fleksibilitas pengembangan kurikulum ditandai dengan mudahnyamenyesuaikan dengan tuntutan zaman. Bekal yang harus dikuasai oleh Lulusan Akpolsaat ini tidak cukup untuk menghadapi tantangan hidup dan kehidupan pada Abad ke-21.Pada Abad ke-21, tuntutan pekerjaan dan permasalahan sosial kemasyarakatan akansangat berbeda oleh karena itu, Akpol perlu mengakomodasi kompetensi Abad ke-21dalam kurikulumnya. Hal ini bukan berarti setiap saat harus ada perombakan kurikulum.Materi dan keterampilan yang disajikan dalam kurikulum boleh tetap tetapi orientasaaidan cara belajar dapat mengakomodasikan kompetensi Abad ke-21. Oleh karena itu,transformasi kompetensi abad ke-21 perlu dilakukan sebagai kurikulum tersembunyi diLembaga Pendidikan Kepolisian sebagai upaya menghadapi tantangan Abad ke-21.
MENJAGA KEBERAGAMAN DI INDONESIA Leksono, Agus
Tanggon Kosala Vol. 7 No. 1 (2018): Tanggon Kosala (April, 2018)
Publisher : Akademi Kepolisian Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman. Indonesia terdiri atasberaneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dll.Namun Indonesia mampu mepersatukan bebragai keragaman itu sesuai dengansemboyan bangsa Indonesia "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti berbeda-beda tetapitetap satu jua. Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia memiliki dua kecenderunganatau dampak akibat keberagaman budaya tersebut, yankni keuntungan dan kerugian.Keuntungan dengan adanya keberagaman budaya di Indonesia adalah (1) dapatmempererat tali persaudaraan; (2) menjadi aset wisata yang dapat menghasilkanpendapatan Negara; (3) memperkaya kebudayaan nasional; (4) sebagai identitas negaraIndonesia di mata seluruh negara di dunia; (5) dapat dijadikan sebagai ikon pariwisatasehingga para wisatawan dapat tertarik dan berkunjung ke Indonesia; (6) denganbanyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan pekerjaan; (7) sebagaipengetahuan bagi seluruh warga di dunia; (8) sebagai media hiburan yang mendidik; (9)timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negara Indonesia; dan (10) membuatIndonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya yang kita miliki. Pada satusisi, adanya keberagaman juga berpotensi merugikan kehidupan berbangsa danbernegara. Potensi negatif tersebut berupa (1) berkembangnya perilaku konflik di antaraberbagai kelompok etnik dan (2) pemaksaan oleh kelompok kuat sebagai kekuatan utamayang mengintegrasikan masyarakat. Mengahadapi kondisi yang demikian, kita sebagaianggota masyarakat harus selalu menjaga keberagaman ini berada pada tatarankecenderungan positif. Cara yang dapat kita tempuh adalah (1) memahami benar hakikatkeberagaman tersebut secara baik dan (2) meningkatakan kemampuan berkomunikasisecara efektif kepada masyarakat lain yang nota bene berbeda suku, agama, golongan,atau kebudayaannya.

Page 4 of 11 | Total Record : 102