cover
Contact Name
Dwi Wahyuni
Contact Email
dwiwahyuni@uinib.ac.id
Phone
+6281272162942
Journal Mail Official
al-adyan@uinib.ac.id
Editorial Address
Jl. Prof. Mahmud Yunus Padang Kode Pos 25153
Location
Kota padang,
Sumatera barat
INDONESIA
Al-Adyan: Journal of Religious Studies
ISSN : 2745519X     EISSN : 2723682X     DOI : -
Al-Adyan: Journal of Religious Studies adalah jurnal ilmiah akademis yang diterbitkan oleh Program Studi (Prodi) Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember yang mempublikasikan artikel berbasis hasil penelitian studi agama dalam ragam perspektif;perbandingan, sejarah, sosiologi, antropologi, fenomenologi, hubungan antar agama, multikulturalisme, serta isu-isu kontemporer lainnya. Al-Adyan: Journal of Religious Studies mengundang para penulis dan peneliti untuk menyumbangkan karya terbaik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 48 Documents
Religion in New Media: Anti-Dating Movement in Instagram Puteri, Perdana Aysha
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i2.1994

Abstract

The young marriage movement on Instagram is able to become a new ideology and identity for young Muslims in Indonesia. This research aims to show how the work of new media affects and blurs the barriers between the private and the public. The youth marriage movement promoted through new media can make someone simply let strangers influence their views on private matters and open up spaces to share views on these matters. To explain this, this study examines how written and visual narratives are conveyed. This research also examines how the pros and cons emerge in the social context of the Indonesian Muslim community, particularly regarding the marriage issues. To build an argument, the study analyzed some content and interactions between users in online publications on the Instagram accounts @gerakannikahmuda and @indonesiatanpapacaran. This study also analyzes counter responses conveyed through articles in several online media. This research uses content analysis which is not limited to these two accounts, but also the debates that arise from these ideologies and movements. In sum, this study confirms that in the era of new media, a person has options that are open, broad and very easy to influence himself to become a new grip, ideology and identity, only with digital activities.Gerakan nikah muda di Instagram mampu menjadi ideologi dan identitas baru bagi pemuda Muslim di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peran media baru mempengaruhi dan mengaburkan batas antara pribadi dan publik. Gerakan pernikahan muda yang dipromosikan melalui media baru dapat membuat seseorang membiarkan orang lain mempengaruhi pandangannya tentang masalah pribadi dan membuka ruang untuk berbagi pandangan tentang masalah tersebut. Untuk menjelaskan hal tersebut, penelitian ini mengkaji bagaimana narasi tertulis dan visual disampaikan.  Penelitian ini juga mengkaji bagaimana pro dan kontra yang muncul dalam konteks sosial masyarakat Muslim di Indonesia, khususnya terkait masalah perkawinan.  Untuk membangun argumen, kajian ini menganalisis beberapa konten dan interaksi antar pengguna dalam publikasi online di akun Instagram @gerakannikahmuda dan @indonesiatanpapacaran.  Studi ini juga menganalisis tanggapan balasan yang disampaikan melalui artikel di beberapa media online.  Penelitian ini menggunakan analisis isi yang tidak terbatas pada dua akun tersebut, tetapi juga perdebatan yang muncul dari ideologi dan gerakan tersebut. Singkatnya, kajian ini menegaskan bahwa di era media baru, seseorang memiliki pilihan yang terbuka, luas dan sangat mudah mempengaruhi dirinya untuk menjadi pegangan, ideologi dan identitas baru, hanya dengan aktivitas digital.
Pola Perubahan, Wacana, dan Tren Konflik Sosial di Indonesia Muliono, Muliono
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i2.1949

Abstract

The social history of Indonesia has recorded many types of conflict with serious impacts. The character of conflict in Indonesia has gradually changed. This study aims to elaborate the trends and patterns of the conflict changes in Indonesia, mapping the basic issues of the conflict, and offering the ideas of deconstruction to the discourse of plurality on ethnicity, religion, race, and inter-groups that tend to be seen as the causes of conflict. This study shows that the changing of violent conflict’s character in Indonesia is strongly influenced by the developments of a regime’s socio-economic and political climate dynamics. Under this reason, to understand the phenomenon of conflict in Indonesia cannot be strictly based on the plurality of ethnicity, religion, race, and inter-group issues, although the experiences of communal conflicts that have occurred have shown the ideological articulations that legitimize the use of violence related to ethnicity, class, and religious affiliation. Through the deconstructive approach, this study negates that the root of violent conflict comes from the character of local communality. On the contrary, the plurality of ethnicity, religion, and race should be seen as the social capital that worthwhile as the local mechanisms in resolving the various conflicts and as a means of empowerment.Sejarah sosial Indonesia mencatat banyak jenis konflik yang berdampak serius.  Karakter konflik di Indonesia berangsur-angsur berubah.  Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi tren dan pola perubahan konflik di Indonesia, memetakan isu-isu dasar konflik, dan menawarkan gagasan dekonstruksi terhadap wacana pluralitas suku, agama, ras, dan antarkelompok yang cenderung dilihat sebagai penyebab konflik.  Studi ini menunjukkan bahwa perubahan karakter konflik kekerasan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan dinamika iklim sosial ekonomi dan politik suatu rezim.  Oleh karena itu, memahami fenomena konflik di Indonesia tidak dapat secara tegas didasarkan pada kemajemukan etnis, agama, ras, dan masalah antarkelompok, meskipun pengalaman konflik komunal yang terjadi telah menunjukkan artikulasi ideologis yang melegitimasi penggunaan kekerasan yang terkait dengan etnis, kelas, dan afiliasi agama.  Melalui pendekatan dekonstruktif, studi ini menyangkal bahwa akar konflik kekerasan bersumber dari karakter komunalitas lokal.  Sebaliknya, pluralitas suku, agama, dan ras harus dilihat sebagai modal sosial yang bermanfaat sebagai mekanisme lokal dalam menyelesaikan berbagai konflik dan sebagai sarana pemberdayaan.
PLURALISME AGAMA DI INDONESIA: Tantangan dan Peluang Bagi Keutuhan Bangsa Lestari, Julita
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i1.1714

Abstract

Diversity of religion on the one hand gave birth to segregate among the religious followers. On the other hand, uniting is driven by mutual respect for differences. This article studies the two side of these plurality in Indonesia as a state which is built from the diversity of religions. In Indonesia, plurality has twu potentials, namely opportunities and challenges for the national integrity. The biggest chllenge of this nation is the tendency of conflict which is derrived by the truth claim of each religious group. While, the opportuniy of plurality of the nation is tolerance of each religious followers for the integrity of the nation.Keberagaman agama di satu sisi cenderung melahirkan perpecahan di kalangan umat beragama. Di sisi lain persatuan yang didorong oleh sikap saling menghargai akan perbedaan yang ada. Artikel ini mengkaji kedua sisi pluralisme di Indonesia sebagai sebagai negara yang terbangun dari keragaman agama. Pluralitas agama di Indonesia memiliki tantangan dan peluang bagi keutuhan bangsa. Tantangan terbesar pluralitas bangsa ini adalah kecenderungan konflik yang bersumber dari truth claim (klaim kebenaran) masing-masing kelompok keagamaan. Sementara peluang pluralitas adalah sikap toleransi masing-masing penganut agama yang menopang keutuhan bangsa.
Persatuan Islam dan Sosio Kultural Masyarakat Lampung Utara Adilan, Dilan Imam
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i2.1740

Abstract

The focus of this research is on the people of Talang Harapan, Kotabumi, North Lampung, whose cultural life and religious understanding are still tied to the traditions of their ancestors. Their religious understandings have been experiencing friction with da'wah movement of Islamic Union (Persatuan Islam; PERSIS) which is critical of occultism and local traditions, especially talking about the mixing of culture and religion.  Through a new ethnographic method based on qualitative descriptive method, this study shows an alternative da'wah of Islamic Union that utilizes the "development of religion of bil hal" by providing free health services of cupping therapy  that becomes a new medium for community's acceptance towards the presence of PERSIS da'wah.Fokus penelitian ini pada masyarakat Talang Harapan, Kotabumi Lampung Utara yang budaya kehidupan dan pemahaman keagamaannya masih terikat dengan tradisi nenek moyang. Pemahaman keagamaan masyarakat Talang Harapan ini mengalami gesekan dengan gerakan dakwah Persatuan Islam (PERSIS) yang kritis terhadap praktik okultisme dan tradisi lokal, khususnya berbicara tentang percampuran budaya dan agama. Melalui metode etnografi baru yang berbasis deskriptif kualitatif, penelitian ini menunjukkan dakwah alternatif PERSIS yang mengambil pendekatan “pengembangan  agama bil hal” dengan memberikan pelayanan kesehatan terapi bekam gratis menjadi suatu media baru penerimaan masyarakat Talang Harapan terhadap kehadiran dakwah PERSIS.
KONSEP AGAMA DALAM PERSPEKTIF MAX WEBER Putra, Ahmad
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i1.1715

Abstract

For a long period of time, religion has become the object of study of experts. One of them is Max Weber. This article aims to study the Weber’s view of religion and its role in society. This research used the qualitative text method with the source of data which is collected through the study of literature, both in the form of books and research reports. For Weber, religion is a belief which is related to the supernatural powers. More then  just a belief, each of religion such as Islam, Christianity, Buddism, Judaism has the tradition that are different each other.  Beside that, religion is also strongly associated with the something of magical and universal.Agama telah menjadi objek kajian para ahli dalam jangka waktu yang cukup lama. Satu dari ahli tersebut adalah Max Weber. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji pandangan Max Weber tentang agama dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif teks dengan sumber data penelitian yang diperoleh dari telaahan literatur, baik berupa buku, maupun laporan hasil penelitian. Bagi Max Weber agama merupakan sebuah keyakinan yang terkait dengan kekuatan supernatural. Lebih dari sekedar kepercayaan, setiap agama seperti Islam, Kristen, Budha, Yudaisme, memiliki tradisi yang berbeda satu sama lain. Selain itu,  agama sangat terkait dengan sesuatu yang gaib dan bersifat universal.
Leadership Criteria in Islam and its Benefit: Muslim Involvement in Non-Muslim Goverments Makhsus, Makhsus; Hayati, Ilda; Fatarib, Husnul; Saharuddin, Desmadi
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i2.1835

Abstract

Basically, a Muslim does not leave the Muslim community, but with the development of Islam many problems occur. The departure of the Prophet Yusuf from the Muslim community has been described in the Qur'an. He served various maturity processes under the guidance of Allah al-Mighty. The figure of the Prophet Yusuf has been depicted and immortalized as a shadow ruler who officially served as minister of finance, agriculture and head of the logistics affairs agency. The question arises whether a Muslim can become a non-Muslim leader who will later be neglected and will have a negative impact on the faith and syari'ah carried out by Muslim leaders who control non-Muslim governments. With literature study and content analysis approach, the writer describes the literature qualitatively about the status of Muslims who are in the midst of non-Muslims and vice versa, to dismiss the opinion of good kafirs who are more worthy of being leaders than evil and corrupt Muslims. A Muslim can become a leader in the midst of non-Muslims for the benefit and preaching of Islam as was done by the Prophet Yusuf A.S, who proved himself clean after leaving prison. The criteria for a leader in Islam are flexible enough that sometimes a Muslim who is not consistent with sharia rules can sometimes bring great benefits to Muslims. Not only that, many Muslim leaders who were very instrumental in protecting Muslims and spreading Islam in Russia such as Berke Khan have deployed infidel armies to protect Muslims from destruction.Pada dasarnya seorang muslim tidak meninggalkan komunitas muslimnya, akan tetapi seiring perkembangan islam banyak masalah yang muncul. Hengkangnya Nabi Yusuf dari komunitas Muslim telah dijelaskan dalam Alquran.  Dia menjalani berbagai proses pendewasaan di bawah bimbingan Allah swt. Sosok Nabi Yusuf telah digambarkan dan diabadikan sebagai penguasa bayangan yang resmi menjabat sebagai menteri keuangan, pertanian, dan kepala badan logistik.  Timbul pertanyaan apakah seorang Muslim bisa menjadi pemimpin non-Muslim yang nantinya akan terabaikan dan berdampak negatif pada keimanan dan syari'at yang diemban oleh tokoh Muslim yang menguasai pemerintahan non-Muslim.  Dengan pendekatan studi pustaka dan analisis isi, penulis mendeskripsikan literatur secara kualitatif tentang status umat Islam yang berada di tengah-tengah non-Muslim dan sebaliknya, untuk menepis pendapat seorang kafir yang baik lebih layak menjadi pemimpin daripada seorang Muslim yang jahat dan korup.  Seorang Muslim bisa menjadi pemimpin di tengah-tengah non-Muslim untuk kemaslahatan dan dakwah Islam seperti yang dilakukan oleh Nabi Yusuf A.S yang membuktikan dirinya bersih setelah keluar dari penjara. Kriteria seorang pemimpin dalam Islam cukup fleksibel sehingga terkadang seorang Muslim yang tidak konsisten dengan aturan syariah dapat membawa manfaat yang besar bagi umat Islam. Tidak hanya itu, banyak pemimpin Muslim yang sangat berjasa dalam melindungi umat Islam dan menyebarkan Islam di Rusia seperti Berke Khan yang telah mengerahkan pasukan kafir untuk melindungi umat Islam dari kehancuran.
NILAI-NILAI HUMANISME DALAM DIALOG ANTAR AGAMA PERSPEKTIF GUS DUR Aqil, Muhammad
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i1.1716

Abstract

Gus Dur is a humanist figure. This can be seen from his thought on the conflict resolution and the defence of minority rights which he strugles. The humanistic dialogue is a form of the conflict resolution which is offerred.  The basis of the interfaith dialogue that Gus Dur offerred is the concept of religious humanism. This concept rooted in his thoughts on Islamic universalism which tauched the political, economic, and social aspects. There are nine the humanistic values that derrived from the consept of Islamic universalism which become the basis of religious conflict resolution and struggle for the monitity rights, namely: tauhid (monotheism), humanity, equality, liberation, simplicity, brothehood, chivalary, and local wisdom.Gus Dur adalah seorang figur humanis. Hal ini bisa dilihat dari pemikirannya tentang resolusi konflik dan pembelaan hak-hak minoritas yang dia perjuangan. Dialog humanistik merupakan bentuk resolusi konflik yang ditawarkan. Basis dialog antar agama yang Gus Dur tawarkan adalah konsep humanisme agama. konsep ini berakar pada pemikirannya tentang  universalime Islam yang menjadi basis  resolusi konflik agama dan perjuangan hak-hak minoritas, yakni: tauhid, kemanusiaan, persamaan, kebebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kesatriaan, dan kearifan lokal.
Borobudur Temple and The Sacred Heart Shrine: Studying The Buddhism and The Catholic Pilgrimage Sites in South Java Tuhri, Mufdil
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i2.1973

Abstract

This article examines pilgrimage sites in Indonesia's religious traditions that play an important role in emphasizing the inclusive dimension of Indonesian people in general. This study examines the dimensions of religious pilgrimages in the religious traditions of the dominant religions in Indonesia, namely Buddhism and Catholicism. The research was carried out in the context of Central Java, namely Borobudur Temple as a Buddhist site and the Temple of the Sacred Heart as a Catholic site. This study reveals several aspects of the similarities and differences in the dimensions of pilgrimage sites according to both traditions. In conclusion, this article shows that Indonesian society is a society that is open and accepts the presence of religious sites in public spaces and accepts the functions of these religious sites as part of tourism.Artikel ini membahas situs ziarah dalam tradisi keagamaan di Indonesia yang berperan penting dalam menekankan dimensi inklusif masyarakat Indonesia pada umumnya. Kajian ini mengkaji dimensi ziarah agama dalam tradisi keagamaan agama dominan di Indonesia, yaitu Budha dan Katolik. Penelitian ini dilakukan dalam konteks Jawa Tengah yaitu Candi Borobudur sebagai situs Budha dan Candi Hati Kudus sebagai situs Katolik. Penelitian ini mengungkap beberapa aspek persamaan dan perbedaan dimensi situs ziarah menurut kedua tradisi tersebut.  Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang terbuka dan menerima keberadaan situs religi di ruang publik serta menerima fungsi situs religi tersebut sebagai bagian dari pariwisata.
PERANAN MAJELIS TAKLIM ÁQO’IDUL KHOMSIN PEKALONGAN TERHADAP FENOMENA TAKFIRISME Niam, M. Khusnun
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i1.1717

Abstract

This article aims to describe, and analyze the role of the majelis taklim ‘Aqo’idul Khomsin on the phenomenon of takfirism. This phenomenon is related to the number of preachers who teach the congregation of religious understanding literally and rigidly. The religious understading like this is the source of intolerance and radical such as being easy to disbelieve people who disagree with them. It is contrary with the Islamic teaching where the right to give the labeling to someone as a kafir is the God. This research used the qualitative research method with the obsevation and interview as the data collection techniques.  The results of the research indicated that the majlis taklim ‘Aqo’idul Khomsin has played an important role in responding the phenomenon of takfirism by giving a true understanding of tauhid which can be understood by giving the rational arguments in “tauhid”  to the congregation.Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis peranan majelis taklim ‘Aqo’idul Khomsin  terhadap fenomena takfirisme. Fenomena ini terkait dengan banyaknya penceramah yang mengajarkan jama’ahnya dengan pemahaman agama yang literal dan kaku. Pemahaman agama seperti ini merupakan sumber intoleran dan radikal seperti mudah mengkafirkan seseorang yang tidak sepaham dengan mereka. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam di mana hak memberikan label pada seseorang sebagai kafir adalah Allah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan observasi dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majelis taklim ‘Aqo’idul Khosim telah berperan penting dalam merespon fenomena takfirisme dengan memberikan pemahaman yang benar dalam bertauhid yang bisa dipahami dari pemberian argumen-argumen yang rasional dalam bertauhid terhadap jemaah.
KARMA DAN ETOS KERJA DALAM AJARAN BUDHA Rusli, Ayu Rustriana
Al-Adyan: Journal of Religious Studies Vol 1, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15548/al-adyan.v1i1.1712

Abstract

This article aims to describe the relation between karma and work ethic in Buddhism which centred to the understanding of karma. There are two understanding of karma, namely: First, karma means the fatalism; Second, karma means optimism. The second meaning related to the work ethic based on Budhisme.  One of the concept of karma which most related to the work ethic is Karma Vipaka. It motivates Buddhists always be optimistic, earnest, diligent, tenacious, work hard, be honest, and be responsible for all actions. Based on this concept born the concept of work ethic that emphasizes that nothing will determine the fate of humans except humans themselves.Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan antara karma dan etos kerja dalam agama Budha yang berpusat pada konsep karma. Ada dua pemahaman tentang karma, yakni: pertama, karma bermakna fatalisme; kedua, karma bermakna optimisme. Makna kedua terkait dengan etos kerja dalam agama Budha. Salah satu konsep karma yang sangat terkait dengan etos kerja adalah Karma Vipaka. Karma ini memotivasi umat Budha untuk selalu optimis, sungguh-sungguh, rajin, ulet, bekerja keras, jujur, dan bertanggung jawab atas semua tindakan. Berdasarkan hal ini lahirlah konsep etos kerja yang menekan bahwa tidak ada yang akan menentukan nasib manusia kecuali manusia itu sendiri.